• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Dan Konsumsi Makanan Berpati (Ubi Kayu Dan Ubi Jalar) Di Sumatera Utara Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Dan Konsumsi Makanan Berpati (Ubi Kayu Dan Ubi Jalar) Di Sumatera Utara Chapter III VI"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, daerah penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive). Daerah ini memiliki 25 kabupaten dan 8 kota dengan mempertimbangkan bahwa daerah ini merupakan daerah penghasil ubi kayu dan ubi jalar serta merupakan sentra produksi pangan diteliti dan memiliki populasi penduduk yang cukup besar.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data times series dengan range tahun 2001-2015 yang dianalisis dengan alat bantuan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science) dan berupa data sekunder.

3.3. Metode Pengumpulan Data

(2)

3.4. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan segera ditabulasi, kemudian dibuat hipotesis, dilanjutkan dengan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis tersebut. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar Provinsi Sumatera Utara dengan model regresi linear berganda. Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2 peubah. Model regresi linier berganda yang memiliki variebel penduga lebih dari satu, yaitu Xi sampai dengan Xn.

Tujuan penelitian 1, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara maka akan diuji dengan menggunakan regresi, dengan persamaan sebagai berikut:

Ketersediaan Ubi Kayu

Keterangan:

Y = Ketersediaan Ubi Kayu (Ton) a0 = Konstanta intersep

X1 = Luas panen Ubi kayu (Ha) X2 = Harga ubi kayu (Rp/kg) X3 = Jumlah penduduk (Juta jiwa) X4 = Konsumsi ubi kayu (Ton) μ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

(3)

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi kayu

di Provinsi Sumatera Utara

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).

Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi kayu secara serempak tidak berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan ubi kayu.

H1 : Luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi kayu secara serempak berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan ubi kayu.

Pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H1 tolak H0

Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = terima H0 tolak H1

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi kayu secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu. H1 : Luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi

kayu secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

Pengambilan keputusan :

Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,05 = tolak H0 ; terima H1

(4)

Ketersediaan Ubi Jalar

Keterangan:

Y = Ketersediaan Ubi jalar (Ton) a0 = Konstanta intersep

X1 = Luas panen Ubi jalar (Ha) X2 = Harga ubi jalar (Rp/kg) X3 = Jumlah penduduk (Juta jiwa) X4 = Konsumsi ubi jalar (Ton) μ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi jalar

di Provinsi Sumatera Utara

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).

Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi jalar secara serempak tidak berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan ubi jalar.

H1 : Luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi jalar secara serempak berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan ubi jalar.

(5)

Pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H1 tolak H0

Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = terima H0 tolak H1

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi jalar secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar. H1 : Luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi

jalar secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

Pengambilan keputusan :

Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,05 = tolak H0 ; terima H1

Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H1 ; terima H0

Dan tujuan penelitian 2, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara maka akan diuji dengan menggunakan regresi, dengan persamaan sebagai berikut:

Konsumsi Ubi Kayu

Keterangan:

Y2 = Konsumsi ubi kayu (Ton) b0 = Konstanta intersep

X1 = Harga ubi kayu (Rp/kg) X2 = Harga tepung (Rp/kg) X3 = Produksi ubi kayu (Ton) X4 = Pendapatan perkapita (Rp)

(6)

μ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi kayu di

Sumatera Utara

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).

Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu dan pendapatan perkapita secara serempak tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ubi kayu. H1 : Harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu dan pendapatan perkapita

secara serempak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ubi kayu.

Pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H1 tolak H0

Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = terima H0 tolak H1

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu, dan pendapatan perkapita tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

H1 : Harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu, dan pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

Pengambilan keputusan :

Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,05 = tolak H0 ; terima H1

(7)

Konsumsi Ubi Jalar

Keterangan:

Y2 = Konsumsi ubi jalar (Ton) b0 = Konstanta intersep X1 = Harga ubi jalar (Rp/kg) X2 = Harga tepung (Rp/kg) X3 = Produksi ubi jalar (Ton) X4 = Pendapatan perkapita (Rp) μ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi jalar di

Sumatera Utara

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).

Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar dan pendapatan perkapita secara serempak tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ubi jalar. H1 : Harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar dan pendapatan perkapita

secara serempak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ubi jalar.

Pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H1 tolak H0

(8)

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar, dan pendapatan perkapita tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

H1 : Harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar, dan pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

Pengambilan keputusan:

Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,05 = tolak H0 ; terima H1

Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H1 ; terima H0

3.5. Interpretasi Hasil

3.5.1. Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng (bell shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal, yakni distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau menceng ke kanan.

(9)

3.5.2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menghindari adanya hubungan yang linear antar variable bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa metode, diantaranya adalah dengan melihat nilai tolerance dan VIF.

• Jika nilai Toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 0,1 atau

nilai VIF melebihi 10.

• Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8.

(Gujarati, 2007).

3.5.3. Uji Heteroskedastisitas

Model regresi Y= f(X1, X2, .... Xi) + ɛi juga memprasyaratkan nilai εi memiliki

varians yang sama dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Varian dari ɛidinyatakan dalam nilai σ2. Jika nilai σ2 bersifat konstan dari satu pengamatan ke

pengamatan lainnya, maka kondisi ini disebut dengan homoskedastis. Sedangkan jika nilai σ2 berbeda dari satu pengamatan dengan pengamatan lainnya maka

disebut heteroskedastis atau non-heteroskedastis. Untuk keperluan ini maka perlu dilakukan uji heteroskedastisitas dari model regresi yang kita bangun.

Indikasi suatu model mengalami heteroskedastisitas adalah nilai ε1 membentuk

hubungan yang signifikan dengan variabel prediktornya. Dalam hal ini, nilai ε1

(10)

3.5.4. Uji Autokorelasi

Autokolerasi didefenisikan sebagai korelasi antara anggota observasi dalam beberapa deret waktu (serial correlation) atau antara anggota observasi berbagai objek atau ruang (spatial correlation). Uji autokorelasi terutama digunakan untuk data time series. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model regresi yang digunakan, maka cara yang digunakan dengan melakukan pengujian serial korelasi dengan metode Durbin-Waston.

3.6. Defenisi Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.6.1. Defenisi

1. Ketersediaan ubi kayu adalah jumlah ubi kayu yang tersedia untuk dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera Utara.

2. Ketersediaan ubi jalar adalah jumlah ubi jalar yang tersedia untuk dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera Utara.

3. Luas panen ubi kayu merupakan luas areal lahan yang akan dipanen pada musim tertentu.

4. Luas panen ubi jalar merupakan luas areal lahan yang akan dipanen pada musim tertentu.

(11)

6. Harga ubi jalar adalah harga ubi jalar yang berada di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

7. Konsumsi ubi kayu adalah jumlah konsumsi ubi kayu yang diperoleh dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan.

8. Konsumsi ubi kayu adalah jumlah konsumsi ubi kayu yang diperoleh dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan.

9. Jumlah penduduk adalah jumlah penduduk yang diperoleh dari BPS yang merupakan perhitungan jumlah penduduk dipertengahan setiap tahunnya. 10. Harga Tepung adalah harga tepung yang diperoleh dari BPS.

11. Pertumbuhan jumlah penduduk berarti jumlah pangan yang harus disediakan semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk.

12. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan.

13. Pendapatan perkapita adalah hasil dari PDRB dibagi jumlah penduduk. 14. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga

yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

3.6.2. Batasan Operasional

1. Data yang diambil adalah data dalam kurun waktu tahun 2001 sampai 2015 meliputi ketersediaan dan konsumsi makanan berpati (ubi kayu dan ubi jalar) di Sumatera Utara

(12)
(13)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

4.1. Letak dan Keadaan Geografis Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia, terletak di bagian barat Indonesia dengan garis 10-40 Lintang Utara (LU) dan 980-1000 Bujur Timur (BT) dan Sumatera Utara merupakan provinsi terluas ke-7 di Indonesia. Secara administratif Provinsi Sumatera Utara berbatasan dengan daerah perairan dan hamparan laut serta dua provinsi lain dengan batasan wilayah sebagai berikut:

• Utara : berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam • Timur : berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat Malaka • Selatan : berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat • Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia

Adapun Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km2, sebagian besar berada di daerah daratan Sumatera dan sebagaian kecil berada di daerah Pulau Nias, Pulau-Pulau Batu, serta beberapa pulau kecil di bagian barat maupun maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Menurut luas kabupaten/ kota yang paling luas yaitu Kabupaten Mandailing Natal dengan luasnya sebesar 6.620,70 km2 sama dengan sekitar 9,24% dari total luas Sumatera Utara, lalu diikuti dengan luas Kabupaten Langkat sebesar 6.263,29 km2 atau sekitar 8,74% dari total luas

(14)

39

Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara di bagi ke dalam 3 kelompok wilayah atau kawasan yaitu Kawasan Pantai Barat, Kawasan Dataran Tinggi dan Kawasan Pantai Timur. Kawasan Pantai Barat diantaranya adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kota Sibolga, kota Padang Sidempuan dan Kota Gunung Sitoli.

Sedangkan Kawasan Dataran Tinggi meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasudutan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Samosir dan Kota Pematang Siantar. Dan di bagian Kawasan Pantai Timur meliputi Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kabupaten Asahan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Langkat, Kota Tebing tinggi, Kota Tanjung Balai, Kota Binjai dan Kota Medan. Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat serta terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota dengan 421 kecamatan yang meliputi 653 kelurahan dan 5.175 desa.

4.2. Kondisi Iklim

(15)

mencapai 34,20C sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 150C.

Sama seperti Provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Biasanya musim kemarau terjadi pada bilan Januari sampai dengan bulan Juli dan pada musim penghujan biasanya terjadi pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember, diantar kedua musim tersebut terdapat musim pancaroba. Kelembaban udara Provinsi Sumatera Utara rata-rata 78%-91% dengan curah hujan sebanyak 800-4000 mm/tahun dan penyinaran matahari 43%.

4.3. Kondisi Demografi

(16)

Tabel 4.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2015

Kabupaten/Kota Luas Wilayah

02. Mandailing Natal 6.134,00 430.894 70

03. Tapanuli Selatan 6.030,47 275.098 46

04. Tapanuli Tengah 2.188,00 350.017 160

05. Tapanuli Utara 3.791,64 293.399 77

06. Toba Samosir 2.328,89 179.704 77

07. Labuhan Batu 2.156,02 462.191 214

08. Asahan 3.702,21 706.283 191

09. Simalungun 4.369,00 849.405 194

10. Dairi 1.927,80 279.090 145

11. Karo 2.127,00 389.591 183

12. Deli Serdang 2.241,68 2.029.308 905

13. Langkat 6.262,00 1.013.385 162

14. Nias Selatan 1.825,20 308.281 169

15. Humbang Hasudutan 2.335,33 182.991 78

16. Pakpak Bharat 1.218,30 45.516 37

17. Samosir 2.069,05 123.789 60

18. Serdang Berdagai 1.900,22 608.691 320

19. Batu Bara 922,20 400.803 435

20. Padang Lawas Utara 3.918,05 252.589 64

21. Padang Lawas 3.892,74 258.003 66

22. Labuhanbatu Selatan 3.596,00 313.097 87

23. Labuhannatu Utara 3.570,98 351.097 98

24. Nias Utara 1.202,78 133.897 111

25. Nias Barat 473,73 84.917 179

Kota

01. Sibolga 41,31 86.519 2.094

02. Tanjung Balai 107,83 167.012 1.549

03. Pematang Siantar 55,66 247.411 4.445

04. Tebing Tinggi 31,00 156.815 5.059

05. Medan 265,00 2.210.624 8.342

06. Binjai 59,19 264.687 4.472

07. Padang Sidimpuan 114,66 209.796 1.830

08. Gunung Sitoli 280,78 135.995 484

Sumatera Utara 72.981,23 13.937.797 191

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

(17)
(18)

Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2005-2015

Kabupaten/Kota 2012 2013 2014 2015

Kabupaten

01. Nias 132.860 133.388 135.319 136.115

02. Mandailing Natal 410.931 413.475 426.382 430.894 03. Tapanuli Selatan 268.095 268.824 273.132 275.098 04. Tapanuli Tengah 318.908 324.006 342.902 350.017 05. Tapanuli Utara 283.871 286.118 290.864 293.399 06. Toba Samosir 174.865 175.069 178.568 179.704 07. Labuhan Batu 424.644 430.718 453.630 462.191

08. Asahan 677.876 681.794 699.720 706.283

09. Simalungun 830.986 833.251 844.033 849.405

10. Dairi 273.394 276.238 277.575 279.090

11. Karo 358.823 363.755 382.622 389.591

12. Deli Serdang 1.845.615 1.886.388 1.984.598 2.029.308

13. Langkat 976.885 978.734 1.005.965 1.013.385

14. Nias Selatan 294.069 295.968 305.010 308.281 15. Humbang Hasudutan 174.765 176.429 181.026 182.991

16. Pakpak Bharat 41.492 42.144 44.520 45.516

17. Samosir 121.594 121.924 123.065 123.789

18. Serdang Berdagai 604.026 605.583 606.367 608.691

19. Batu Bara 381.023 382.960 396.479 400.803

20. Padang Lawas Utara 229.064 232.746 247.286 252.589 21. Padang Lawas 232.166 237.259 251.927 258.003 22. Labuhanbatu Selatan 284.809 289.655 307.171 313.097 23. Labuhanbatu Utara 335.459 337.404 347.465 351.097

24. Nias Utara 128.533 129.053 132.735 133.897

25. Nias Barat 82.701 82.854 84.419 84.917

Kota

01. Sibolga 85.852 85.981 86.166 86.519

02. Tanjung Balai 157.175 158.599 164.675 167.012 03. Pematang Siantar 236.947 237.434 245.104 247.411 04. Tebing Tinggi 147.771 149.065 154.804 156.815 05. Medan 2.122.804 2.123.210 2.191.140 2.210.624

06. Binjai 250.252 252.263 261.490 264.687

07. Padang Sidimpuan 198.809 204.615 206.496 209.796 08. Gunung Sitoli 128.337 129.403 134.196 135.995

Sumatera Utara 13.215.401 13.326.307 13.766.851 13.937.797

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2013-2016

(19)

begitu juga ditahun-tahun sebelumnya berada di Provinsi Sumatera Utara, yakni sebesar 13.937.797 jiwa.

4.4. Deskripsi Variabel

4.4.1. Ketersediaan Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi ubi kayu dan ubi jalar. Keadaan ketersediaan ubi kayu dan ubu jalar di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 15 tahun yakni pada tahun 2001-2015 dapat dlihat pada tabel berikut:

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2002-2016

(20)

ketersediaan yang paling rendah pada tahun 2003 sebesar 411.996 ton. Sementara itu pada ketersediaan ubi jalar pada tahun 2001-2015 yang memiliki ketersediaan yang paling tinggi yaitu tahun 2011 sebanyak 191.103 ton dan ketersediaan yang paling rendah pada tahun 2006 sebanyak 102.712 ton. Adapun rataan ketersediaan ubi kayu sebesar 844.057 tonselama 15 tahun terakhir dan rataan ketersediaan ubi jalar sebesar 134.830 ton.

4.4.2. Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara

Selain sebagai salah satu sentra produksi ubi kayu dan ubi jalar, Provinsi Sumatera Utara juga salah satu Provinsi sebagai mengkonsumsi ubi kayu dan ubi jalar juga. Hal ini merupakan karena ubi kayu dan ubi jalar merupakan komoditi yang terdapat karbohidrat yang tinggi serta memiliki harga yang lebih terjangkau dibandingkan beras.

(21)

Berdasarkan tabel 4.4. dapat dilihat bahwa konsumsi ubi kayu lebih tinggi daripada konsumsi ubi jalar, hal tersebut dapat dilihat dari data konsumsi lima belas tahun terakhir. Konsumsi ubi kayu paling tinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 245.283,78 ton sedangkan konsumsi ubi jalar paling tinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar 126.655,02 ton. Sementara itu konsumsi ubi kayu paling terendah dalam lima belas tahun terakhir pada tahun 2011 yaitu sebesar 82.552,65 ton dan konsumsi ubi jalar paling rendah pada tahun 2009 yaitu sebesar 10.462,27 ton. Dengan demikian rataan konsumsi ubi kayu pada lima belas tahun terakhir sebesar 161.298,45 ton hal ini menunjukkan bahwa konsumsi ubi kayu lebih tinggi dari pada konsumsi ubi jalar rataannya sebesar 33.060,94 ton.

4.4.3. Luas Panen Ubi Kayu dan Ubi Jalar

Adapun luas panen ubi kayu dan ubi jalar dapa dilihat pada tabel 4.5. berikut ini:

Tabel 4.5. Luas Panen Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Tahun Luas Panen Ubi Kayu

(Ha)

(22)

Luas Panen ubi kayu dan ubi jalar mengalami fluktuasi selama lima belas tahun terakhir. Adapun luas panen ubi kayu terluas pada tahun 2015 yaitu seluas 47.837 Ha dan luas panen ubi kayu yang paling terendah pada tahun 2010 yaitu seluas 32.402 Ha. Sementara itu pada luas panen ubi jalar paling tinggi pada lima belas tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 seluas 15.466 Ha dan luas panen terendah pada tahun 2015 yaitu seluas 8.952 Ha.

4.4.4. Harga Ubi Kayu dan Ubi Jalar

Harga ubi kayu dan ubi jalar selalu mengalami fluktuasi. Harga ubi kayu dan ubi jalar yang paling tinggi yaitu pada tahun 2015. Harga ubi kayu sebesar Rp. 2.865 dan ubi jalar sebesar Rp. 4.153. Adapun perubahan-perubahan harga ubi kayu dan ubi jalar di provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6. Harga Ubi Kayu dan Ubi Jalar Tahun 2001-2015 di Provinsi

(23)

4.4.5. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Sumatera Utara mengalami fluktuasi selama 15 tahun terakhir. Adapun jumlah penduduk paling tinggi yakni pada tahun 2015 sebesar 13.937.797 jiwa, dan jumlah penduduk terendah berada pada tahun 2001 yakni sebesar 11.647.958 jiwa. Adapun perkembangan jumlah penduduk di Sdumatera Utara Tahun 2001-2015 dapat dilihat pada tabel 4.7. dibawah ini:

4.7. Perkembangan Jumlah Penduduk di Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

4.4.6. Pendapatan Perkapita

(24)

Tabel 4.8. Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Tahun Pendapatan Perkapita

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

4.4.7. Harga Tepung

Adapun harga tepung cenderung selalu naik setiap tahunnya. Hal tersebut dapat di lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.9. Harga Tepung di Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Tahun Harga Tepung

(25)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perkembangan Ketersediaan Makanan Berpati (Ubi Kayu dan Ubi Jalar) di Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Adapun ketersedian ubi kayu dan ubi jalar di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2001-2015 (selama 15 tahun) mengalami fluktuasi dan tidak stabil. Untuk ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar didapat dari produksi. Ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.1. Ketersediaan Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara Tahun

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2016

(26)

0

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 20

11

2012 2013 2014 2015

Ketersediaan Ubi kayu dan Ubi Jalar

Ubi Kayu

Ubi Jalar

Gambar 5.1. Grafik Ketersediaan Ubi kayu dan Ubi Jalar di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Pada gambar 5.1. dapat dilihat bahwa ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar di Provinsi Sumatera Utara mengalami fluktiatif dan cenderung meningkat pada beberapa tahun. Peningkatan ketersediaan ubi kayu yaitu pada tahun 2003 sampai tahun 2005, tahun 2007 sampai tahun 2009, tahun 2010 sampai tahun 2013 dan pada tahun 2014 sampai tahun 2015. Sedangkan ketersediaan ubi jalar mengalami peningkatan poada tahun 2002 sampai tahun 2003, tahun 2006 sampai tahun 2007 dan tahun 2008 sampai tahun 2011.

5.2. Perkembangan Konsumsi Makanan Berpati (Ubi Kayu dan Ubi Jalar) di Sumatera Utara Tahun 2001-2015

(27)

5.2. Konsumsi Ubi kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, 2016

Adapun kondisi konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat dari grafik berikut:

300.000,00 Konsumsi Ubi kayu dan Ubi Jalar

Ubi Kayu Ubi Jalar

(28)

5.3. Hasil Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Makanan Berpati (Ubi Kayu dan Ubi Jalar) di Provinsi Sumatera Utara

5.3.1. Ketersediaan Ubi Kayu

Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi ketersediaan ubi kayu adalah luas panen ubi kayu (X1), harga ubi kayu (X2), jumlah penduduk (X3) dan konsumsi ubi kayu (X4) dari variabel-variabel bebas tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap ketersediaan ubi kayu sebagai variabel dependen (variabel terikat). Dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science). Dengan begitu dapat menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi kayu di Sumatera Utara adalah luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk, dan konsumsi ubi kayu.

Namun sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu:

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:

Gambar 5.3. Grafik Normal Plot Ketersediaan Ubi kayu

(29)

diagonal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan layak dipakai karena telah memenuhi asumsi normalitas.

2. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:

Gambar 5.4. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Ubi kayu

Dari gambar 5.4. grafik scatterplot diatas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heterokedastisitas dikarenakan pada gambar 5.4. terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y.

3. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 dari masing-masing variabel seperti berikut:

Tabel 5.3. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Ubi kayu

Varibel Tolerance VIF

Luas Panen Ubi kayu 0,608 1,645

Harga Ubi kayu 0,047 21,372

Jumlah Penduduk 0,054 18,557

Konsumsi Ubi kayu 0,885 1,130

Sumber : Analisis data sekunder dari lampiran 6

Adapun kriteria uji sebagai berikut,

(30)

• Jika toleransi > 0,1 dan VIF < 10: tidak terjadi multikolinieritas

Berdasarkan tabel 5.3, dapat dilihat bahwa faktor atau variabel luas panen ubi kayu (X1), harga ubi kayu (X2), jumlah penduduk (X3), dan konsumsi ubi kayu (X4), masing-masing memiliki nilai VIF-nya sebesar 0,608; 0,047; 0,054; 0,885. Sedangkan masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 1,645; 21,372; 18,557; 1,130. Dari perhitungan diatas luas panen ubi kayu (X1) dan konsumsi ubi kayu (X4) tidak terjadi multikolinieritas, sedangkan harga ubi kayu (X2) dan jumlah penduduk (X3) terjadi multikolinieritas.

Uji Kesesuaian (Test Goodness Of Fit) Model

Ketersediaan ubi kayu di pengaruhi variabel antara lain adalah luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi kayu. Untuk menguji pengaruhnya, maka perlu dilakukan pengujian dengan metode regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 baik secara serempak maupun secara parsial. Hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.4. Hasil Analisis Ketersediaan Ubi kayu di Sumatera Utara

Variabel Koefisien Regresi T Hitung Signifikan

(Constant) 2,097 0,850 0,415

X1= Luas Panen Ubi kayu 21,946 2,246 0,048

X2= Harga Ubi kayu 722,900 3,341 0,007

X3= Jumlah Penduduk -0,255 -1,219 0,251

X4= Konsumsi Ubi kayu 0,140 0,209 0,839

Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 6

(31)

Y = 2,097 + 21,946 X1 + 722,900 X2 – 0,255 X3 + 0,140 X4 + μ

Keterangan:

Y = Ketersediaan Ubi kayu (Ton) X1 = Luas panen Ubi kayu (Ha) X2 = Harga ubi kayu (Rp/Kg) X3 = Jumlah penduduk (Juta jiwa) X4 = Konsumsi ubi kayu (Ton) μ = Random error

berdasarkan persamaan tersebut maka dalam penelitian ini identifikasi masalah yang akan diteliti adalah masalah pertama dengan hipotesis yang sudah ditentukan.

1. Koefisien Determinasi (R2)

Dari tabel 5.4 diperoleh nilai R2 sebesar 0,938 yang berarti 93,8% variasi variabel terikat yaitu ketersediaan ubi kayu telah dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas yaitu luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi kayu sedangkan sisanya 6,2% lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

2. Uji F (Uji Serempak)

(32)

3. Uji T (Uji Parsial)

Dari tabel 5.4. dapat diinterpretasikan pengaruh variabel adalah luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi kayu di Sumatera Utara sebagai berikut:

a. Pengaruh Luas Panen Ubi Kayu Terhadap Ketersediaan Ubi Kayu

Koefisien regresi luas panen ubi kayu sebesar 21,946 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara luas panen ubi kayu dengan ketersediaan ubi kayu. Jika luas panen ubi kayu naik sebesar 1000 Ha, maka jumlah ketersediaan ubi kayu akan akan bertambah sebanyak 21.946 ton. Hal tersebut sesuai dengan hukum penawaran dimana, luas panen merupakan salah satu faktor ketersediaan maka semakin tinggi luas panen maka semakin tinggi ketersediaan suatu barang (Daniel, 2002).

Nilai T hitung variabel luas panen ubi kayu yang diperoleh adalah 2,246 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung > T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,048 maka sig. T (0,048) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya variabel luas panen ubi kayu secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

b. Pengaruh Harga Ubi Kayu Terhadap Ketersediaan Ubi Kayu

(33)

barang, makin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh produsen/penjual. Sebaliknya, makin rendah harga barang, makin sedikit jumlah barang tersebut ditawarkan oleh para produsen/penjual (Daniel, 2002).

Nilai T hitung variabel harga ubi kayu yang diperoleh adalah 3,341 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung > T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,007 maka sig. T (0,007) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya variabel harga ubi kayu secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

c. Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Ketersediaan Ubi Kayu

Koefisien regresi jumlah penduduk sebesar -0,255 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik (negatif) antara jumlah penduduk dengan ketersediaan ubi kayu. Jika jumlah penduduk naik sebesar 1000 jiwa, maka ketersediaan ubi kayu akan berkurang sebanyak 255 ton. Semakin banyak jumlah penduduk maka konsumsi meningkat dan ketersediaan barang tersebut akan berkurang, hal ini terjadi dimana permintaan meningkat namun penawaran berkurang (Daniel, 2002).

(34)

d. Pengaruh Konsumsi Ubi Kayu Terhadap Ketersediaan Ubi Kayu

Koefisien regresi konsumsi ubi kayu sebesar 0,140 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara konsumsi ubi kayu dengan ketersediaan ubi kayu. Jika konsumsi ubi kayu naik sebesar 1000 ton, maka ketersediaan ubi kayu akan bertambah sebanyak 140 ton. Hal ini terjadi dimana permintaan bertambah dan penawaran juga bertambah (Sugiarto, 2007).

Nilai T hitung variabel konsumsi ubi kayu yang diperoleh adalah 0,209 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung < T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,839 maka sig. T (0,839) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel konsumsi ubi kayu secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

5.3.2. Ketersediaan Ubi Jalar

Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi ketersediaan ubi jalar adalah luas panen ubi jalar (X1), harga ubi jalar (X2), jumlah penduduk (X3) dan konsumsi ubi jalar (X4) dari variabel-variabel bebas tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap ketersediaan ubi jalar sebagai variabel dependen (variabel terikat). Dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science). Dengan begitu dapat menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi jalar di Provinsi Sumatera Utara adalah luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk, dan konsumsi ubi jalar.

(35)

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:

Gambar 5.5. Grafik Normal Plot Ketersediaan Ubi Jalar

Berdasarkan gambar 5.5. dapat dilihat tampilan grafik normal plot titik-titik yang menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan layak dipakai karena telah memenuhi asumsi normalitas.

2. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:

Gambar 5.6. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Ubi Jalar

(36)

3. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 dari masing-masing variabel seperti berikut:

Tabel 5.5. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Ubi Jalar

Varibel Tolerance VIF

Luas Panen Ubi Jalar 0,831 1,203

Harga Ubi Jalar 0,137 7,309

Jumlah Penduduk 0,133 7,533

Konsumsi Ubi Jalar 0,895 1,117

Sumber : Analisis data sekunder dari lampiran 7

Adapun kriteria uji sebagai berikut,

• Jika toleransi ≤ 0,1 dan VIF ≥ 10: terjadi multikolinieritas

• Jika toleransi > 0,1 dan VIF < 10: tidak terjadi multikolinieritas

Berdasarkan tabel 5.5, dapat dilihat bahwa faktor atau variabel luas panen ubi jalar (X1), harga ubi jalar (X2), jumlah penduduk (X3), dan konsumsi ubi jalar (X4), masing-masing memiliki nilai VIF-nya sebesar 1,203; 7,309; 7,533; 1,117. Dari perhitungan diatas tidak terdapat nilai VIF yang lebih besar dari 10. Sedangkan masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 0,831; 0,137; 0,133; 0,895. Dari perhitungan diatas tidak terdapat nilai Tolerance-nya yang lebih kecil dari 0,1 dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas di dalam model persamaan ini.

Uji Kesesuaian (Test Goodness Of Fit) Model

(37)

menggunakan bantuan SPSS 16.0 baik secara serempak maupun secara parsial. Hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.6. Hasil Analisis Ketersediaan Ubi Jalar di Sumatera Utara

Variabel Koefisien Regresi T Hitung Signifikan

(Constant) -123.341,998 -1,610 0,138

X1= Luas Panen Ubi Jalar 13,142 14,956 0,000

X2= Harga Ubi Jalar 13,943 3,578 0,005

X3= Jumlah Penduduk 0,005 0,822 0,430

X4= Konsumsi Ubi Jalar -0,007 -0,116 0,910

R2

Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 7

Setelah melihat F hitung diketahui bahwa variabel bersifat liniear, sehingga dapat dibentuk persamaan sebagai berikut:

Y = -123.341,998 + 13,142 X1 + 13,943 X2 + 0,005 X3 - 0,007 X4 + μ

Keterangan:

Y = Ketersediaan Ubi Jalar (Ton) X1 = Luas Panen Ubi Jalar (Ha) X2 = Harga Ubi Jalar (Rp/kg) X3 = Jumlah penduduk (Juta jiwa) X4 = Konsumsi Ubi Jalar (Ton) μ = Random error

(38)

1. Koefisien Determinasi (R2)

Dari tabel diperoleh nilai R2 sebesar 0,969 yang berarti 96,9% variasi variabel terikat yaitu ketersediaan ubi jalar yang diminta dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas yaitu luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi jalar sedangkan sisanya 3,1% lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

2. Uji F (Uji Serempak)

Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar 78,130 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 sedangkan nilai F tabel sebesar 3,478 pada tingkat signifikasi sebesar 0,05. Dengan demikian F hitung > F tabel dan sig F (0,000) < 0,05, maka H1 diterima dan H0 ditolak yang artinya luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi jalar secara serempak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar di Sumatera Utara.

3. Uji T (Uji Parsial)

Dari tabel 5.6. dapat diinterpretasikan pengaruh variabel adalah luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi jalar di Sumatera Utara sebagai berikut:

a. Pengaruh Luas Panen Ubi Jalar Terhadap Ketersediaan Ubi Jalar

(39)

ketersediaan maka semakin tinggi luas panen maka semakin tinggi ketersediaan suatu barang (Daniel, 2002).

Nilai T hitung variabel luas panen ubi jalar yang diperoleh adalah 14,956 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung > T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,000 maka sig. T (0,000) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya variabel luas panen ubi jalar secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

b. Pengaruh Harga Ubi Jalar Terhadap Ketersediaan Ubi Jalar

Koefisien regresi harga ubi jalar sebesar 13,943 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara harga ubi jalar dengan ketersediaan ubi jalar. Jika harga ubi jalar naik sebesar Rp. 1000, maka ketersediaan ubi jalar akan bertambah sebanyak 13.943 ton. Hal ini sesuai dengan hukum penawaran, pada dasarnya menyatakan makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh produsen/penjual. Sebaliknya, makin rendah harga barang, makin sedikit jumlah barang tersebut ditawarkan oleh para produsen/penjual (Daniel, 2002).

(40)

c. Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Ketersediaan Ubi Jalar

Koefisien regresi jumlah penduduk sebesar 0,005 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara jumlah penduduk dengan ketersediaan ubi jalar. Jika jumlah penduduk naik sebesar 1000 jiwa, maka ketersediaan ubi jalar akan bertambah sebanyak 5 ton. Hal ini sesuai dengan hukum penawaran dimana semakin banyak jumlah penduduk makin besar jumlah barang yang dikonsumsi maka penawaran semakin meningkat dan penawaran semakin berkurang (Daniel, 2002).

Nilai T hitung variabel jumlah penduduk yang diperoleh adalah 0,822 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung < T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,430 maka sig. T (0,430) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel jumlah penduduk secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

d. Pengaruh Konsumsi Ubi Jalar Terhadap Ketersediaan Ubi Jalar

Koefisien regresi konsumsi ubi jalar sebesar -0,007 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik (negatif) antara konsumsi ubi jalar dengan ketersediaan ubi jalar. Jika konsumsi ubi jalar naik sebesar 1000 ton, maka ketersediaan ubi jalar akan berkurang sebanyak 7 ton. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu jika jumlah permintaan pada suatu barang naik, maka penawaran akan berkurang (Daniel, 2002).

(41)

diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel konsumsi ubi jalar secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

5.4. Hasil Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Makanan Berpati (Ubi kayu dan Ubi Jalar) di Provinsi Sumatera Utara

5.4.1. Konsumsi Ubi kayu

Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi konsumsi ubi kayu adalah harga ubi kayu (X1), harga tepung (X2), produksi ubi kayu (X3) dan pendapatan perkapita (X4) dari variabel-variabel bebas tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap konsumsi ubi kayu sebagai variabel dependen (variabel terikat). Dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science). Dengan begitu dapat menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi kayu di Provinsi Sumatera Utara adalah harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu dan pendapatan perkapita. Namun sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu:

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:

(42)

Berdasarkan gambar 5.7. dapat dilihat tampilan grafik normal plot titik-titik yang menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan layak dipakai karena telah memenuhi asumsi normalitas.

2. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:

Gambar 5.8. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Konsumsi Ubi kayu

Dari gambar 5.8. grafik scatterplot diatas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heterokedastisitas dikarenakan pada gambar 5.8. terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y.

3. Uji Multikolinearitas

(43)

Tabel 5.7. Nilai Tolerance dan VIF Konsumsi Ubi kayu

Varibel Tolerance VIF

Harga Ubi kayu 0,044 22,557

Harga Tepung 0,081 12,409

Produksi Ubi kayu 0,114 8,762

Pendapatan Perkapita 0,037 27,274

Sumber : Analisis data sekunder dari lampiran 8

Adapun kriteria uji sebagai berikut,

• Jika toleransi ≤ 0,1 dan VIF ≥ 10: terjadi multikolinieritas

• Jika toleransi > 0,1 dan VIF < 10: tidak terjadi multikolinieritas

Berdasarkan tabel 5.7, dapat dilihat bahwa faktor atau variabel harga ubi kayu (X1), harga tepung (X2), produksi ubi kayu (X3), dan pendapatan perkapita (X4), masing-masing memiliki nilai VIF-nya sebesar 22,557; 12,409; 8,762 dan 27,274. Sedangkan masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 0,044; 0,081; 0,114; dan 0,037. Dari perhitungan diatas terdapat nilai Tolerance-nya yang lebih kecil dari 0,1 dan nilai VIF-nya lebih besar dari 10, maka harga ubi kayu, harga tepung, dan pendapatan perkapita terjadi gejala multikolinieritas. Sedangkan produksi ubi kayu memiliki Tolerance-nya lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF-nya lebih kecil dari 10, maka produksi ubi jalar tidak terjadi gejala multikolinieritas.

Uji Kesesuaian (Test Goodness Of Fit) Model

(44)

Tabel 5.8. Hasil Analisis Konsumsi Ubi Kayu di Sumatera Utara

Variabel Koefisien Regresi T Hitung Signifikan

(Constant) 2,361 1,081 0,305

X1= Harga Ubi kayu -1,109 -1,449 0,178

X2= Harga Tepung -0,265 -0,365 0,723

X3= Produksi Ubi kayu -1,056 -2,195 0,053

X4= Pendapatan Perkapita 1,872 2,597 0,027

R2

Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 8

Setelah melihat F hitung diketahui bahwa variabel bersifat liniear, sehingga dapat dibentuk persamaan sebagai berikut:

berdasarkan persamaan tersebut maka dalam penelitian ini identifikasi masalah yang akan diteliti adalah masalah 2 dengan hipotesis yang sudah ditentukan.

1. Koefisien Determinasi (R2)

(45)

pendapatan perkapita sedangkan sisanya 54,5% lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

2. Uji F (Uji Serempak)

Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar 2,086 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,158 sedangkan nilai F tabel sebesar 3,478 pada tingkat signifikasi sebesar 0,05. Dengan demikian F hitung < F tabel dan sig F (0,248) > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu dan pendapatan perkapita secara serempak tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu di Sumatera Utara.

3. Uji T (Uji Parsial)

Dari tabel 5.8. dapat diinterpretasikan pengaruh variabel adalah harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu dan pendapatan perkapita di Sumatera Utara sebagai berikut:

a. Pengaruh Harga Ubi Kayu Terhadap Konsumsi Ubi kayu

Koefisien regresi jumlah penduduk sebesar -1,109 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik (negatif) antara harga ubi kayu dengan konsumsi ubi kayu. Jika harga ubi kayu naik sebesar Rp.1000, maka konsumsi ubi kayu akan berkurang sebanyak 1.109 ton. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dimana bila harga naik maka permintaan akan barang tersebut akan turun. Sebaliknya bila harga turun maka permintaan akan barang tersebut akan naik (Daniel, 2002).

(46)

sebesar 0,178 maka sig. T (0,178) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel harga ubi kayu secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

b. Pengaruh Harga Tepung Terhadap Konsumsi Ubi kayu

Koefisien regresi harga ubi tepung sebesar -0,265 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik (negatif) antara harga tepung dengan konsumsi ubi kayu. Jika harga tepung naik sebesar Rp.1000, maka konsumsi ubi kayu akan berkurang sebanyak 265 ton. Hal ini menyatakan bahwa harga tepung (merupakan barang pengganti) mempengaruhi konsumsi ubi kayu dan sesuai dengan hukum permintaan, dimana harga barang pengganti naik maka permintaan barang tersebut berkurang (Daniel, 2002).

Nilai T hitung variabel harga tepung yang diperoleh adalah -0,365 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung < T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,723 maka sig. T (0,723) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel harga tepung secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

c. Pengaruh Produksi Ubi kayu Terhadap Konsumsi Ubi kayu

(47)

Nilai T hitung variabel produksi ubi kayu yang diperoleh adalah -2,195 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung < T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,053 maka sig. T (0,053) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel produksi ubi kayu secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

d. Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Konsumsi Ubi kayu

Koefisien regresi pendapatan perkapita sebesar 1,872 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara pendapatan perkapita dengan konsumsi ubi kayu. Jika pendapatan perkapita naik sebesar Rp.1000, maka konsumsi ubi kayu akan bertambah sebanyak 1.872 ton. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dimana peningkatan pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yg akan dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin banyak barang yang akan dikonsumsi (Daniel, 2002).

Nilai T hitung variabel pendapatan perkapita yang diperoleh adalah 2,597 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung > T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,027 maka sig. T (0,027) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya variabel pendapatan perkapita secara parsial berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

5.4.2. Konsumsi Ubi Jalar

(48)

jalar sebagai variabel dependen (variabel terikat). Dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science). Dengan begitu dapat menyatakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi jalar di Provinsi Sumatera Utara adalah harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar, dan pendapatan perkapita.

Namun sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu:

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:

Gambar 5.9. Grafik Normal Plot Konsumsi Ubi Jalar

Berdasarkan gambar 5.9. dapat dilihat tampilan grafik normal plot titik-titik yang menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan layak dipakai karena telah memenuhi asumsi normalitas.

2. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:

(49)

Dari gambar 5.10. grafik scatterplot diatas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heterokedastisitas dikarenakan pada gambar 5.10. terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y.

3. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 dari masing-masing variabel seperti berikut:

Tabel 5.9. Nilai Tolerance dan VIF Konsumsi Ubi Jalar

Varibel Tolerance VIF

Harga Ubi Jalar 0,023 43,148

Harga Tepung 0,092 10,866

Produksi Ubi Jalar 0,653 1,532

Pendapatan Perkapita 0,023 43,762

Sumber : Analisis data sekunder dari lampiran 9

Adapun kriteria uji sebagai berikut,

• Jika toleransi ≤ 0,1 dan VIF ≥ 10: terjadi multikolinieritas

• Jika toleransi > 0,1 dan VIF < 10: tidak terjadi multikolinieritas

(50)

nilai VIF-nya lebih kecil dari 10, maka produksi ubi jalar tidak terjadi gejala multikolinieritas.

Uji Kesesuaian (Test Goodness Of Fit) Model

Konsumsi ubi jalar di pengaruhi variabel antara lain harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar dan pendapatan perkapita. Untuk menguji pengaruhnya, maka perlu dilakukan pengujian dengan metode regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 baik secara serempak maupun secara parsial. Hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.10. Hasil Analisis Konsumsi Ubi Jalar di Sumatera Utara

Variabel Koefisien Regresi T Hitung Signifikan

(Constant) -6,173 -1,008 0,337

X1= Harga Ubi Jalar -2,374 -1,536 0,156

X2= Harga Tepung -3,048 -3,080 0,012

X3= Produksi Ubi Jalar 0,365 0,479 0,642

X4= Pendapatan Perkapita 3,890 2,923 0,015

R2 0,605

Uji F

F Hitung 3,828 0,039

F Tabel 3,478

T Tabel 2,228

Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 9

(51)

X3 = Produksi ubi jalar (Ton) X4 = Pendapatan perkapita (Rp) μ = Random error

berdasarkan persamaan tersebut maka dalam penelitian ini identifikasi masalah yang akan diteliti adalah masalah 2 dengan hipotesis yang sudah ditentukan.

1. Koefisien Determinasi (R2)

Dari tabel diperoleh nilai R2 sebesar 0,605 yang berarti 60,5% variasi variabel terikat yaitu konsumsi ubi jalar yang diminta dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas yaitu harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar dan pendapatan perkapita sedangkan sisanya 39,5% lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

2. Uji F (Uji Serempak)

Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar 3,828 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,039 sedangkan nilai F tabel sebesar 3,478 pada tingkat signifikasi sebesar 0,05. Dengan demikian F hitung < F tabel dan sig F (0,039) < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar dan pendapatan perkapita secara serempak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar di Sumatera Utara.

3. Uji T (Uji Parsial)

(52)

a. Pengaruh Harga Ubi Jalar Terhadap Konsumsi Ubi Jalar

Koefisien regresi harga ubi jalar sebesar -2,374 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik (negatif) antara harga ubi jalar dengan konsumsi ubi jalar. Jika harga ubi jalar naik sebesar Rp. 1000, maka konsumsi ubi jalar akan berkurang sebanyak 2.374 ton. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dimana jika harga barang tersebut naik maka konsumsi akan berkurang (Daniel, 2012).

Nilai T hitung variabel harga ubi jalar yang diperoleh -1,536 adalah dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung < T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,156 maka sig. T (0,156) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel harga ubi jalar secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

b. Pengaruh Harga Tepung Terhadap Konsumsi Ubi Jalar

Koefisien regresi harga tepung sebesar -3,048 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik (negatif) antara harga tepung dengan konsumsi ubi jalar. Jika harga tepung naik sebesar Rp. 1000, maka konsumsi ubi jalar akan berkurang sebanyak 3.048 ton. Hal ini menyatakan bahwa harga tepung (merupakan barang pengganti) mempengaruhi konsumsi ubi kayu dimana harga barang pengganti naik, maka permintaan akan berkurang (Sugiarto, 2007).

(53)

diterima yang artinya variabel harga tepung secara parsial berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

c. Pengaruh Produksi Ubi Jalar Terhadap Konsumsi Ubi Jalar

Koefisien regresi produksi ubi jalar sebesar 0,365 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara produksi ubi jalar dengan konsumsi ubi jalar. Jika produksi ubi jalar naik sebesar 1000 ton, maka konsumsi ubi jalar akan bertambah sebanyak 365 ton. Hal ini terjadi dimana penawran meningkat dan permintaan meningkat (Sugiarto, 2007).

Nilai T hitung variabel produksi ubi jalar yang diperoleh adalah 0,479 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung < T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,642 maka sig. T (0,642) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel produksi ubi jalar secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

d. Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Konsumsi Ubi Jalar

Koefisien regresi pendapatan perkapita sebesar 3,890 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara pendapatan perkapita dengan konsumsi ubi jalar. Jika pendapatan perkapita naik sebesar Rp.1000, maka konsumsi ubi jalar akan bertambah sebanyak 3.890 ton. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dimana peningkatan pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang akan dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin banyak barang yang akan dikonsumsi (Daniel, 2002).

(54)

(55)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketersediaan ubi kayu di Provinsi Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi kayu sedangkan secara parsial dipengaruhi nyata oleh luas panen ubi kayu dan harga ubi kayu.

2. Ketersediaan ubi jalar di Provinsi Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi jalar sedangkan secara parsial dipengaruhi oleh luas panen ubi jalar dan harga ubi jalar.

3. Konsumsi ubi kayu di Provinsi Sumatera Utara secara serempak tidak dipengaruhi oleh harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu dan pendapatan perkapita sedangkan secara parsial dipengaruhi nyata oleh pendapatan perkapita.

(56)

Saran

1. Kepada Pemerintah agar semakin memperhatikan pemantauan ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar serta pola konsumsi ubi kayu dan ubi jalar masyarakat agar sesuai dengan pola PPH (pola pangan harapan) dan Alternatif Kebijakan Ketersediaan dan konsumsi ubi kayu serta ubi jalar. Sebaiknya Ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar selalu ada supaya keanekaragaman makanan terpenuhi dengan baik di Sumatera Utara, dengan adanya hal tersebut maka masyarakat akan dengan mudah memperoleh ubi kayu dan ubi jalar untuk dikonsumsi. Luas panen dan harga merupakan faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar maka pemerintah sebaiknya menjaga luas panen yang sudah ada dan menjaga stabilitas harga ubi kayu dan ubi jalar. Konsumsi ubi jalar dipengaruhi oleh harga tepung dan pendapatan, maka pemerintah dapat menstabilkan harga tepung dan menaikan pendapatan masyarakat supaya konsumsi ubi jalar tetap stabil.

2. Kepada Peneliti selanjutnya disarankan untuk melanjutkan pengenai ketersediaan dan konsumsi pangan lainnya.

Gambar

Tabel 4.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk
Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2005-2015
Tabel 4.3. Ketersediaan Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Tabel 4.4. Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara Tahun 2001-2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis pada base agar darah yang ditambahkan air kelapa tua menunjukkan bahwa air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan

Perhitungan produktivitas didasarkan pada cycle time yang diperoleh dari multiple activity chart untuk setiap pemindahan material (besi, kayu dan agregat beton)

HUBUNGAN PANCASILA DAN PEMBUKAAN UUD 1945 Dalam sistem tertib hukum indonesia, penjelasan UUD 1945 menyatkan bahwa pokok pekiran itu meliputi suasana kebatinan

Skripsi Tindak Kekerasan Terhadap Anak di Perkotaan.. Sri

kegiatan menonton guru terlebih dahulu melaksanakan kegiatan pengembangan seperti menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, membuat kelompok anak, dan membuat

28 Berikut ini adalah disiplin ilmu sosial yang bukan biasanya dikembangkan dalam tradisi pendidikan IPS di Indonesia

Terdapat celah keamanan pada pengiriman pesan pada sebuah middleware dimana pesan yang dikirimkan masih dalam bentuk plain text , yang menyebabkan kerahasiaan data

Para pihak menbuat dan menandatangani akad ijarah dan akad qardh (akad induk), serta aplikasi permohonan gadai emas. Dan untuk menjamin barang kembali dengan