• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan Pembentukan Afiks Dalam Tuturan Bahasa Indonesia Pada Anak Autisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gangguan Pembentukan Afiks Dalam Tuturan Bahasa Indonesia Pada Anak Autisme"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata dari bentuk dasar melalui pembubuhan afiks merupakan bagian dari proses morfologi. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan berfokus membahas pembentukan afiks.

Afiks adalah suatu satuan gramatikal yang terikat di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru (Ramlan, 1983:48). Setiap afiks merupakan bentuk terikat yangtidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Pembubuhan afiks terhadap bentuk dasar dapat mengubah bentuk dasar menjadi kata baru, sehingga mengalami perubahan bentuk, perubahan kelas kata, dan perubahan makna.

(2)

2

afiksasi adalah proses mengimbuhkan afiks ke dalam bentuk dasar sehingga hasilnya menjadi sebuah kata baru (Chaer, 2008: 27).

Setiap manusia dilahirkan dengan memiliki kemampuan fungsi otak untuk berbahasa. Kemampuan otak dalam berbahasa yang dimiliki manusia digunakan manusia untuk membentuk kata-kata yang akan diucapkannya. Manusia yang normal, fungsi otak dan alat bicaranya dapat berbahasa dengan baik. Namun, manusia yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicara akan memunyai kesulitan dalam berbahasa. Hal tersebut menyebabkan kemampuan bahasanya terganggu.

Gangguan berbahasa biasa dikenal juga dengan sebutan afasia. (Kridalaksana, 2008: 2) Afasia adalah kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan untuk memakai bahasa lisan karena penyakit, cacat, atau cedera pada otak.

(3)

3

Jika hemisfer kiri otak mengalami gangguan, maka tentu terjadi gangguan dalam berbahasa. Gangguan berbahasa dapat dipengaruhi karena salah satu atau lebih bagian medan bahasa di korteks mengalami gangguan. Untuk menentukan di mana terjadinya gangguan pada bagian medan bahasa di korteks, dapat ditentukan dari gejala-gejala gangguan berbahasa apa saja yang muncul.

Salah satu contoh gangguan berbahasa terjadi pada anak autisme. Bahasa yang diproduksi anak autisme sangat terbatas karena adanya kerusakan pada perkembangan saraf pusat yang memengaruhi saraf-saraf pengatur bahasanya. Hal tersebut juga memengaruhi terganggunya kemampuan bahasa ekspresif dan reseptif pada anak autisme. Gangguan ekspresif adalah gangguan berbahasa yang terjadi pada manusia yang mengalami kesulitan untuk menyampaikan pikiran, keinginan, maupun emosinya secara verbal. Adapun gangguan reseptif adalah gangguan di mana anak mengalami ketidakmampuan menerima dan memahami apa yang disampaikan orang lain padanya.

Anak autisme hidup dalam dunianya sendiri dan tidak dapat melakukan kontak mata dengan orang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa penyandang autisme memiliki keterbatasan alam pikir, artinya mereka tidak mampu memahami dunia dari sudut pandang orang lain. Oleh karena itu, pada anak autisme perlu diperhatikan bagaimana bahasa anak autisme membentuk kata-kata yang ingin diungkapkannya dan merespon kata-kata yang diucapkan oleh orang lain. Misalnya, membentuk kata yang melekat afiks (imbuhan) di dalamnya.

(4)

4

autisme sulit untuk memproduksi ujaran dengan baik dan benar. Hal tersebut menarik perhatian peneliti untuk mengetahui tentang kemampuan anak autisme dalam memproduksi ujaran pembentukan kata, khususnya pembentukan afiks. Keingintahuan peneliti didasari dengan adanya pertanyaan yang muncul: apakah anak autisme dapat membentuk kata dengan afiks?; apakah kata berimbuhan yang dibentuknya telah sempurna atau mengalami gangguan?; dan bagaimana ilmu neurolinguistik menjelaskan gangguan pembentukan afiks yang dialami anak autisme tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul tersebut, peneliti merumuskan judul “Gangguan Pembentukan Afiks dalam Tuturan Bahasa Indonesia pada Anak Autisme” dengan tujuan menemukan dan menjelaskan gangguan berbahasa pada anak autisme yang memengaruhi terjadinya penghilangan afiks dalam pembentukan kata berimbuhan pada tuturan bahasa lisannya dengan menerapkan teori pada bidang ilmu morfologi dan neurolinguistik.

Peneliti menemukan data berupa ujaran pembentukan afiks tuturan bahasa Indonesia anak autisme usia 8-13 tahun. Sebagai contoh dapat dilihat dalam konteks percakapan berikut:

Peneliti : Kamu sedang apa?

Anak autisme : Duduk.

Peneliti : Ibu sedang apa? (menunjuk terapis)

Anak autisme : Diri.

Peneliti : Oh, Ibu sedang berdiri ya?

Anak autisme : ya, diri. (sedikit keras karena sudah diulang)

(5)

5

data di atas, tetapi bukan anak berusia 8-13 tahun. Semua anak normal akan mengatakan berdiri dengan jelas dan benar.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah gangguan pembentukan afiks dalam tuturan bahasa Indonesia pada anak autisme?

2. Bagaimanakah hubungan gangguan pembentukan afiks dalam bahasa Indonesia dengan afasia yang diderita anak autisme?

1.3Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi dengan ruang lingkup sebagai berikut:

1. Penelitian dibatasi pada anak autisme yang berada di Sekolah Autisme Tali Kasih Medan karena sesuai dengan batasan usia 8-13 tahun. Sementara di

sekolah autisme lain, seperti di Sekolah Alam hanya untuk penyandang autisme usia dewasa (17-25tahun).

2. Penelitian ini befokus pada gangguan pembentukan afiks dan afasia pada anak autisme.

3. Analisis data dalam penelitian ini hanya berfokus pada afiks, bukan reduplikasi dan pemajemukan.

(6)

6 1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memaparkan gangguan pembentukan afiks dalam tuturan bahasa Indonesia anak autisme.

2. Untuk mendeskripsikan hubungan gangguan pembentukan afiks dalam bahasa Indonesia dengan afasia yang diderita anak autisme.

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1Manfaat Teoretis

Manfaat secara teoretis dari hasil penelitian ini adalah:

1. Sebagai sumbangan informasi untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan dalam ilmu linguistik.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang morfologi, neurolingustik, dan anak autisme.

1.4.2.2Manfaat Praktis

(7)

7

2. Sebagai referensi masukan, khususnya untuk Sekolah autisme Tali Kasih Medan. Melalui bimbingan para ahli (dokter psikiater dan spesialis neurolog)

Referensi

Dokumen terkait

With respect to linear-feature change detection using Curvelet-based approach, the pink square indicates the composite study area in section 4.3, and the blue square encircles

 Spectral features: In this study colour features and gray level co-occurrence matrix (GLCM) based texture features are considered to measure the pixel similarity

BERITA ACARA PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Pada hari ini ……..…………. Tanggal ….……….. Bulan …………...…..

Adding a high resolution visible light camera (VIS) with a high quality lens very close to the TIR camera, in the same stabilized rig, allows us to do accurate geoprocessing

M ent eri Pendidikan dan Kebudayaan Kepala Biro selaku. Ket ua

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket

No Unit Kerja Jabatan Kualifikasi Pendidikan No Ujian Nama DAFTAR PESERTA YANG M EM ENUHI PERSYARATAN (M P) TES KOM PETENSI DASAR.. CPNS TAHUN 2013 DI LINGKUNGAN KEM ENTERIAN

7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal