• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kustodian Pengetahuan Tradisional pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Kustodian Pengetahuan Tradisional pdf"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 2407-4233

VOLUME 3 NOMOR 1 JUNI 2016

JURNAL JENDELA HUKUM DAN KEADILAN

PELINDUNG/PENASEHAT

Rektor Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Dr.Ir.Yulpiferius,M.Si

PENANGGUNG JAWAB

Direktur Pascasarjana Universitas Prof.Dr.Hazairin.SH Dr. M. Faizal.SH.,M.Hum

PEMIMPIN REDAKSI

Dr. Hj.Laily Ratna.SH.,MH DEWAN REDAKSI

Prof.Dr.H. Rohimin,M.Ag Dr. Yanto Sufriadi,SH.,M.Hum

Dr. Wilson Ghandi.SH.,MH Dr. Indradefi,SH.,M.Hum Dr. Imam Mahdi.SH.,MH

Dr. Alauddin.SH.,MH Dr. Fitri Anita,SH.,MH Dr. Yovita Mangesti, SH.,MH

SEKRETARIS REDAKSI

Dr. Ashibly.SH.,MH MITRA BESTARI Prof.Dr. Herawan Sauni.SH.,MS

Dr. Angkasa.SH.,MH TATA USAHA

Noprizal.SH.,MH Lukman.SH PENERBIT

Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Prof.Dr.Hazairin.SH Alamat Penerbit/Redaksi Jl. Ahmad Yani No.1 Bengkulu

(2)

DARI REDAKSI

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan sekalian Alam yang selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua. Sholawat serta salam mudah-mudahan tetap terlimpah curahkan keharibaan beliau, Baginda Nabiyullah Muhammad SAW, karena dengan perjuangan beliaulah kita mampu berjalan dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang seperti saat ini.

Dengan mengucapkan rasa syukur, Jurnal Jendela Hukum dan Keadilan edisi Juni 2016 Vol. 3 No. 1 dengan Nomor ISSN 2407-4233 dapat diterbitkan. Edisi ini mempublikasikan hasil penelitian dan kajian tentang hukum. Jurnal Jendela Hukum dan Keadilan diterbitkan pada bulan Juni dan bulan Desember setiap tahunnya sebagai media komunikasi dan pengembangan Ilmu hukum.

Tulisan pertama dari Ashibly berbicara mengenai komunitas masyarakat lokal yang mempunyai peranan penting dalam memelihara, melindungi dan mengembangkan PTEBT khususnya di kota Bengkulu. Pengetahuan tradisional di Indonesia walaupun belum diberikan perlindungan hukum secara jelas, namun sesungguhnya Pemerintah Indonesia telah mengakui pentingnya nilai kekayaan intelektual yang ada dalam folklor Indonesia.

Tulisan Muhamad Faizal mengulas mengenai

Badan Layanan Umum. Banyaknya insitusi

pemerintah berubah menjadi Badan Layanan Umum, antara lain seperti Rumah Sakit

diharapkan dapat memperbaiki kinerja penyelenggaraan pelayanan publik. Namun

kenyataannya, sejumlah Badan Layanan Umum justru kesulitan beradaptasi dengan sistem

pengelolaan keuangan ala Badan Layanan Umum.

Tulisan Desy Maryani mengulas mengenai

tindak pidana korupsi. Dimana praktik-praktik

tindak pidana korupsi ikut berkembang dengan memanfaatkan kemajuan teknologi serta

celah-celah yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur. Belakangan ini

ramai diperbincangkan mengenai indikasi munculnya jenis tindak pidana korupsi yang

baru yaitu gratifikasi seksual atau pemberian berupa jasa pelayanan seksual.

Berikutnya tulisan dari

Zico Junius Fernando yang membahas tentang Kejahatan korporasi

terhadap lingkungan sampai sekarang menyentuh eksistensi kehidupan masyarakat, sehingga

banyak masyarakat menjadi korban atas aktifitas yang dilakukan korporasi pada lingkungan

hidup. Kerusakan lingkungan hidup oleh korporasi dapat berakibat fatal bagi kelangsungan

hidup manusia.

Terakhir tulisan dari

Agustinus Samosir yang membahas mengenai Tindak Pidana Korupsi yang telah menimbulkan kerugian Negara sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis berbagai bidang, perbuatan korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu di golongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus di lakukan secara luar biasa, hal tersebut di lakukan karena korupsi, telah diatur ketentuan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.

Akhir kata, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan mengoreksi artikel, dan kepada penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan pemikiran kepada Jurnal Jendela Hukum dan Keadilan. Semoga Jurnal Jendela Hukum dan Keadilan ini memberikan manfaat dan menambah khasanah mengenai perkembangan hukum di Indonesia.

Bengkulu, Juni 2016

Redaksi

(3)

DAFTAR ISI

DEWAN REDAKSI i

DARI REDAKSI ... ii DAFTAR ISI ... iii  Peran Kustodian Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional Dalam

Memelihara Dan Mengembangkan Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional Di Kota Bengkulu.

(Ashibly) ... 1-15  Kebebasan Bertindak Kepala Daerah Dalam Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Rumah Sakit.

(Muhamad Faizal) ... 16-29  Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Ringan Gratifikasi Seksual Dalam Tindak Pidana

Korupsi Di Indonesia.

(Desy Maryani) ... 30-42  Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Korban Kejahatan Lingkungan Hidup Ditinjau Dari

Perspektif Viktimologi.

(Zico Junius Fernando) ... 43-55  Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Pidana Tambahan Berupa Pembayaran Uang Pengganti

(Studi Kasus Korupsi Yang Diperiksa Diadili Dan Diputus Oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Linggau)

(Agustinus Samosir) 56-65

IndekPenulis ... 66 Aturan Penulisan ... 67

(4)

PERAN KUSTODIAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DALAM MEMELIHARA DAN MENGEMBANGKAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL

DI KOTA BENGKULU

Ashibly

Fakultas Hukum Universitas Prof. Dr. Hazairin.SH Jl. Jend. Ahmad Yani No.1 Bengkulu

Email : 23unihaz@gmail.com Abstract

Traditional knowledge is an intellectual work in the field of science and technology which contains elements characteristic of the traditional heritage generated, developed, and maintained by a community or society. While understanding the traditional cultural expressions of terminology WIPO provides a definition of Traditional Cultural expresions as follows: "... any form, visible or invisible, in which traditional culture and knowledge are expressed, appear or are manifested, and includes forms of expression or the following combination .... ". This includes oral ekspersi, such as stories, Efik, legends, poetry, riddles and other forms of narrative; words, symbols, names and symbols; expression in the form of motion, such as plays, ceremonies, rituals. In addition to the government indigenous or local community has an important role in maintaining, protecting and developing PTEBT. Indigenous people or local communities is called by Custodian PTEBT. Understanding custodian PTEBT are local communities or indigenous peoples to maintain and develop the Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions of the traditional and communal. Another understanding Custodian Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions is a community living in a particular territory, which have similar values and sosial cohesion, the keeping and maintaining of Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions traditional and communal.

The problems of this research is how the role of custodians of traditional knowledge and traditional cultural expressions in maintaining and developing the traditional knowledge and traditional cultural expressions in Bengkulu City?

The approach I use in this study is a qualitative approach. Data needed in this research include primary data and secondary data. In this study, the sample is the Department of Tourism and the creative economy Bengkulu City and studio art and culture in the city of Bengkulu.

Results and discussion is the role of the custodians of traditional knowledge and traditional cultural expressions in maintaining and protecting PTEBT in the city of Bengkulu, among others in the form of Development (Providing education and training on PTEBT particularly traditional arts and culture Bengkulu to young people through the performing arts; Incorporate PTEBT city Bengkulu into the school curriculum and learning materials studio as school pupils) and protection (Inventory and supervision).

Keywords: Traditional Knowledge, Traditional Cultural Expressions, Custodian.

(5)

Abstrak

Pengetahuan tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. Sedangkan pengertian ekspresi budaya tradisional dari terminologi WIPO memberikan definisi tentang Traditional Cultural Expresions sebagai berikut “...bentuk apapun, kasat mata maupun tak kasat mata, dimana pengetahuan dan budaya tradisional diekspresikan, tampil atau dimanifestasikan dan mencakup bentuk-bentuk ekspresi atau kombinasi berikut ini....” . Hal ini meliputi ekspersi lisan, seperti misalnya kisah, efik, legenda, puisi, teka-teki dan bentuk narasi lainnya; kata, lambang, nama dan simbol; ekspresi dalam bentuk gerak, seperti drama, upacara, ritual. Selain pemerintah masyarakat adat atau komunitas masyarakat lokal mempunyai peranan yang penting dalam memelihara, melindungi dan mengembangkan PTEBT. Masyarakat adat atau komunitas masyarakat lokal ini disebut dengan Kustodian PTEBT. Pengertian kustodian PTEBT adalah komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat yang memelihara dan mengembangkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional tersebut secara tradisional dan komunal. Pengertian lain Kustodian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional adalah komunitas yang tinggal dalam suatu teritorial tertentu, yang memiliki persamaan nilai dan kohesi sosial, yang menjaga dan memelihara Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional secara tradisional dan komunal.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana peran kustodian pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dalam memelihara dan mengembangkan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional di Kota Bengkulu?

Metode pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah Dinas Pariwisata dan ekonomi kreatif Kota Bengkulu dan sanggar seni dan budaya di kota Bengkulu.

Hasil dan pembahasan ialah Peran dari kustodian pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dalam memelihara dan melindungi PTEBT yang ada di kota Bengkulu antara lain dalam bentuk Pengembangan (Memberikan pendidikan dan pelatihan tentang PTEBT khususnya seni budaya tradisional Bengkulu kepada generasi muda melalui pentas seni; Memasukan PTEBT kota Bengkulu kedalam kurikulum sekolah dan sanggar sebagai materi pembelajaran murid sekolah) dan perlindungan (Inventarisasi dan pengawasan).

Kata Kunci : Pengetahuan Tradisional, Ekspresi Budaya Tradisional, Kustodian.

(6)
(7)

Pendahuluan

Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta tradisi yang beranekaragam. Jika kekayaan serta keragaman budaya dan tradisi itu dapat dikelola dengan baik dan benar, maka akan membangkitkan ekonomi Indonesia, bukan karena kecanggihan teknologi yang dimiliki, tetapi karena banyaknya kekayaan tradisi dan keragaman sebagai warisan budaya yang di garap secara maksimal.

Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan adalah bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat yang bersangkutan1.

Di dalam RUU Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional selanjutnya disingkat PTEBT memberikan definisi pengetahuan tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu.

Pengertian lain dari pengetahuan tradisional ialah sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat, atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun temurun

1

Agus Sardjono, Membumikan HKI di Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, 2009, Hlm 160

dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan.

Pengertian ini digunakan dalam study of the problem of Discrimination Against

Indigenous Populations, yang dipersiapkan oleh United Nation Sub-Commision on Prevention of Discrimination and Protection

of Minorities. Istilah pengetahuan tradisional digunakan untuk menerjemahkan istilah traditional knowledge, yang dalam perspektif WIPO digambarkan mengandung pengertian yang lebih luas mencakup Indigenous Knowledge and folklore2.

Sedangkan pengertian ekspresi budaya tradisional dari terminologi WIPO memberikan definisi tentang Traditional Cultural Expresions sebagai berikut “...bentuk apapun, kasat mata maupun tak kasat mata, dimana pengetahuan dan budaya tradisional diekspresikan, tampil atau dimanifestasikan dan mencakup bentuk-bentuk ekspresi atau kombinasi berikut ini....” . Hal ini meliputi ekspersi lisan, seperti misalnya kisah, efik, legenda, puisi, teka-teki dan bentuk narasi lainnya; kata, lambang, nama dan simbol; ekspresi dalam bentuk gerak, seperti drama, upacara, ritual. Sebagai tambahan, definisi ini juga mencakup ekspresi yang kasat mata, seperti produksi seni, khususnya gambar, desain, lukisan termasuk lukisan tubuh dan juga

2Afrillyanna Purba,

Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Sebagai

Sarana Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia,Alumni,Bandung, 2012, Hlm 90-91

(8)

dengan berbagai benda-benda kerajinan, instrumen musik, dan berbagai bentuk arsitektural3.

Agar suatu ekspresi memenuhi syarat traditional cultural ekspresion, ekspresi tersebut harus menunjukan adanya kegiatan intelektual individu maupun kolektif yang merupakan ciri dari identitas dan warisan suatu komunitas, dan telah dipelihara, digunakan atau dikembangkan oleh komunitas tersebut, atau oleh orang perorangan yang memiliki hak atau tanggung jawab untuk melakukannya sesuai dengan hukum dan praktik adat/kebiasaan dalam komunitas tersebut4.

Hukum memberikan sarana perlindungan terhadap sebuah karya cipta yang merupakan produk dari pikiran manusia. Dengan adanya Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, maka terhadap karya cipta yang dihasilkan dapat diberikan perlindungan. Bentuk nyata ciptaan - ciptaan yang dilindungi dapat berupa ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Perlindungan dimaksud adalah untuk melindungi Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional terhadap pemanfaatan yang dilakukan tanpa hak dan melanggar kepatutan5.

Sedangkan pengaturan kekayaan intelektual pengetahuan tradisional dan

3

http://ashibly.blogspot.co.id/2013/12/perlind ungan-terhadap-permainan.html

4

Afrillyanna Purba, Hlm 95 5

http://ashibly.blogspot.co.id/2015/11/penget ahuan-tradisional-dan-ekspresi.html

kekayaan intelektual lain sejenis dinamakan ekspresi budaya tradisional merupakan masalah hukum baru yang berkembang baik di tingkat nasional maupun internasional6.

Pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional sebagai kekayaan intelektual baru dalam waktu satu dekade terakhir muncul menjadi masalah hukum disebabkan belum ada instrumen hukum nasional maupun internasional memberikan perlindungan hukum secara optimal terhadap pengetahuan tradisional yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini disebabkan kurangnya perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab7.

Dalam tataran normatif, perlindungan terhadap hasil kebudayaan rakyat ini diatur dalam ketentuan Pasal 38 ayat (1) Undang – undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menyebutkan “Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.”. Selain itu aturan hukum non HKI yang melindungi pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisonal (PTEBT) terdapat juga di Undang-undang Cagar Budaya, Hukum Adat dan RUU Kebudayaan.

Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi di dalam RUU Perlindungan dan Pemanfaatan

6 Ibid

7 Afrillyanna Purba, Hlm 4-5

(9)

Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional meliputi:

(1)Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup unsur budaya yang:

a. disusun,dikembangkan, dipelihara, dan ditransmisikan dalam lingkup tradisi; dan

b. memiliki karakteristik khusus yang terintegrasi dengan identitas budaya masyarakat tertentu yang melestarikannya;

(2)Pengetahuan Tradisional yang dilindungi sebagaimana dimaksud di atas mencakup kecakapan teknik (know how), keterampilan, inovasi, konsep, pembelajaran dan praktik kebiasaan lainnya yang membentuk gaya hidup masyarakat tradisional termasuk di antaranya pengetahuan pertanian, pengetahuan teknis, pengetahuan ekologis, pengetahuan pengobatan termasuk obat terkait dan tata cara penyembuhan, serta pengetahuan yang terkait dengan sumber daya genetik. (3)Ekspresi Budaya Tradisional yang

dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini: a. verbal tekstual, baik lisan maupun

tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya susastra ataupun narasi informatif;

b. musik, mencakup antara lain: vokal, instrumental atau kombinasinya; c. gerak, mencakup antara lain: tarian,

beladiri, dan permainan;

d. teater, mencakup antara lain: pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;

e. seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan

f. upacara adat, yang juga mencakup pembuatan alat dan bahan serta penyajiannya.8

Konsep pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional sangat erat kaitannya dengan daerah sebagai pemegang suatu pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional sehingga pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota memegang tugas dan fungsi penting dalam perlindungannya.9

Selain pemerintah masyarakat adat atau komunitas masyarakat lokal mempunyai peranan yang penting dalam memelihara, melindungi dan mengembangkan PTEBT. Masyarakat adat

8

Lihat RUU yang dikeluarkan oleh Kemenkumham di www. djpp. kemenkumham. go. id

(10)

atau komunitas masyarakat lokal ini disebut dengan Kustodian PTEBT.

Di dalam RUU PTEBT pengertian kustodian PTEBT adalah komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat yang memelihara dan mengembangkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional tersebut secara tradisional dan komunal.

Pengertian lain Kustodian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional adalah komunitas yang tinggal dalam suatu teritorial tertentu, yang memiliki persamaan nilai dan kohesi sosial, yang menjaga dan memelihara Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional secara tradisional dan komunal.

Dari uraian diatas, untuk lebih mengetahui peran kustodian PTEBT terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional perlu dilakukan suatu penelitian terkait dengan “Peran kustodian pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dalam memelihara dan mengembangkan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional di Kota Bengkulu”.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang, permasalahan yang akan diteliti yaitu :

1) Bagaimana peran kustodian pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dalam memelihara dan mengembangkan pengetahuan tradisional

dan ekspresi budaya tradisional di Kota Bengkulu?

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peran kustodian pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dalam memelihara dan mengembangkan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional di Kota Bengkulu.

Metode Penelitian

Untuk menjawab permasalahan yang timbul dari latar belakang permasalahan, maka penentuan metode penelitian sangatlah penting untuk menjawab permasalahan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memperoleh gambaran tentang peran kustodian pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dalam memelihara dan mengembangkan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional di Kota Bengkulu. Pendekatan kualitatif dinilai lebih mampu mengungkapkan serta menjelaskan berbagai fenomena sosial dalam tatanan kehidupan masyarakat.

(11)

dianalisis menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis sosiologis.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Peran Kustodian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Dalam Memelihara dan Mengembangkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di Kota Bengkulu.

a. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Bengkulu

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mempunyai Tugas Pokok melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah dalam Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mempunyai fungsi:

a) Perumusan dan penetapan kebijakan teknis di bidang pengembangan destinasi pariwisata,pemasaranpariwisata, pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan investasi dan sumberdaya pariwisata dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan umum yang ditetapkan Walikota;

b) Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang pengembangan destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan investasi dan sumber daya pariwisata ;

c) Pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengembangan destinasi pariwisata,pemasaranpariwisata, pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan investasi dan sumber daya pariwisata;

d) Pelaksanaan Kebijakan operasional,pemberianbimbingan dan pembinaan sesuai kebijakan yang ditetapkan Walikota.

e) Penyusunan program penyediaan sarana, pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan kegiatan dinas; f) Pelaksanaan tugas yang diberikan

Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Visi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Bengkulu adalah “Terwujudnya Kota Bengkulu Sebagai Kota Tujuan Wisata Yang Berbudaya Dan Bermartabat Menuju Bangkitnya Ekonomi Kreatif”. Sedangkan misi dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Bengkulu ialah;

(12)

Sehingga Mampu Berdaya Saing Ditingkat Nasional Serta Mampu Mendorong Pembangunan Daerah dan Meningkatkan Ekonomi Kreatif Masyarakat;

2) Melestarikan dan Mengembangkan Adat Istiadat, Kebudayaan, Sejarah dan Kepurbakalaan Berdasarkan Nilai-Nilai Luhur, Moral Dan Kearifan Lokal.

3) Menciptakan Tata Pemerintahan Yang Responsif, Transparan Dan Akuntabel.

Dari hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Bengkulu pada tanggal 27 juni 2016, yang diwakili oleh Riswandi yang membidangi masalah kebudayaan, saat ini ada sekitar 50 (lima puluh) grup/sanggar seni budaya di kota Bengkulu yang terdaftar dalam memelihara dan mengembangkan kebudayaan tradisional masyarakat adat, dari 50 (lima puluh) grup/sanggar tersebut 44 (empat puluh empat) grup/sanggar yang mengembangkan seni budaya tradisional masyarakat adat Bengkulu.

Dari hasil wawancara dengan Yayan Alfian dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Bengkulu pada tanggal 27 juni 2016, mengatakan bahwa untuk melindungi, menjaga dan mengembangkan

kesenian tradisional di kota Bengkulu, pihak pemerintah kota Bengkulu khususnya Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM agar kekayaan tradisional di kota Bengkulu dapat di daftarkan di Dirjen HKI guna mendapatkan perlindungan.

Pada saat ini menurut Yayan Alfian dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Bengkulu, belum ada pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional kota Bengkulu yang terdaftar di Dirjen HKI, proses saat ini masih dalam tahap inventarisasi apa saja kekayaan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang terdapat di kota Bengkulu.

Dari hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Bengkulu, terdapat beberapa ekspresi budaya tradisional dan kearifan lokal Bengkulu yang harus dan perlu dilindungi, antara lain:

No Ekspresi Budaya Tradisional

1 Tarian

a. Tari Pedang Berendai (Mencak) b. Tari Piring

c. Tari Sefangan (Katera) d. Tari Kecih

e. Tari Mabuk

f. Tari Kain Panjang (Memutus Tari) Tari Penutup

2 Desain Kerajinan

a. Kain Besurek b. Ragam Hias c. Tenunan d. Anyaman e. Kulit Lantung f. Ukir

(13)

g. Motif Kain Besurek

3 Cerita/legenda

a. Putri Serindang Bulan

b. Putri Berambut Ikal Sambila (Putri Gading Cempaka)

4 Lagu

a. Pendekar Balai Buntar b. Bulan Tabot c. Tempayan Sukma d. Yo Botoi-Botoi e. Pantai Malabero f. Kota Tuo g. Teringek h. Tapak Padri i. Elok Pukek j. Ikan Pais 5 Musik

a. Musik Gendang Serunai b. Musik Dol

c. Musik Melayu d. Musik Gamat e. Musik Seni Dendang f. Musik Sarapal Anam (Zikir) g. Musik Redap Kelintang (Lembak) h. Musik Gambus

6 Kearifan Lokal

a. Tari Barong Longlong b. Ikan-Ikan (Permainan Rakyat) c. Bubuk Gila

7 Legenda

a.Putri Gading Cempaka

Tabel 1:Daftar Inventarisasi Kekayaan Intelektual kota Bengkulu dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Dari hasil inventarisasi tersebut menurut Yayan Alfian, kemudian akan diajukan pada Kementerian

Hukum dan HAM untuk

ditindaklanjuti khususnya mengenai perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap kekayaan intelektual masyarakat adat kota Bengkulu. Perlunya perlindungan dan pengembangan potensi kekayaan intelektual komunal masyarakat Bengkulu untuk menghindari klaim oleh pihak lain, yang notabene bukan dari asal asli daerah. Sehingga apabila terjadi permasalahan menyangkut

kepemilikan produk tersebut kita dapat mengajukan bukti informasi dan dokumentasinya.

Mengenai pengembangan kekayaan intelektual pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional di Kota Bengkulu, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mempromosikan dan mengenalkan kebudayaan tradisional Bengkulu dengan cara mengadakan kegiatan skala lokal dan nasional seperti dalam acara JKPI (Jaringan Kota Pusaka Indonesia) di Aceh pada tanggal 10 Mei 2016.

b.Sanggar Anggrek Bulan

Komunitas budaya sanggar anggrek bulan merupakan salah satu kustodian yang ada di Kota Bengkulu. Komunitas ini lahir untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni dan budaya daerah dan melestarikan, menggali dan mengembangkan seni tradisional adat istiadat khususnya di bidang seni dan budaya di Bengkulu.

(14)

Komunitas budaya sanggar anggrek ini meliputi pengembangan di bidang kesenian (tari dan alat musik), program pendidikan bagi para anggota untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang kesenian Bengkulu serta sebagai pelayanan jasa di bidang kesenian.

Hadirnya komunitas budaya sanggar anggrek bulan ini menurut Olia Zakaria diharapkan dapat;

1) meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni dan budaya daerah,

2) mendorong dan memotivasi seniman generasi muda dalam mengembangkan seni budaya daerah,

3) melestarikan seni tradisional sebagai aset dan potensi pariwisata khususnya di bidang seni dan budaya,

4) meningkatkan promosi seni dan budaya tradisional Indonesia, 5) menjadikan kegiatan ini sebagai

ajang promosi dan event budaya dalam rangka pengembangan kebudayaan dan pariwisata di daerah Bengkulu.

Dalam memelihara dan melindungi seni dan budaya tradisional, pada tahun 2013, sanggar anggrek bulan melakukan kerjasama dengan sekolah-sekolah di kota

Bengkulu dalam pelaksanaan pentas seni sekolah. Kegiatan yang dilakukan adalah memberikan pelatihan tari dan musik selama 1 (satu) sampai 6 (enam) bulan kepada sekolah-sekolah tersebut.

Pada tanggal 15 Januari 2013, sanggar anggrek bulan diminta oleh Remote Destinations untuk menyambut wisatawan mancanegara dengan kapal wisata MV.Clipper Odessy yang membawa 70 (tujuh puluh) penumpang. Kesenian tradisional masyarakat kota Bengkulu di tampilkan dalam acara ini.

c.Sanggar Nyokolah Belungguk

Kustodian atau komunitas masyarakat yang melestarikan dan memberikan perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional berikutnya yang ada di kota Bengkulu adalah sanggar Nyokola Belungguk, yang berdiri pada tanggal 14 Januari 2006 dan di akta notariskan pada tanggal 21 Januari 2013.

Sejak awal didirikan sebagai pusat pelatihan dalam pengembangan seni musik dan tari daerah Bengkulu, aktivitas yang dilakukan oleh sanggar adalah pelatihan dan pengembangan musik juga tari anak-anak muda maupun dewasa. Melakukan eksplorasi dan eksprimentasi potensi seni musik dan tari daerah Bengkulu,

(15)

hingga menjadi sebuah karya pertunjukan yang tidak pernah meninggalkan ketradisian namun dalam bentuk yang lebih kekinian (modern).

Dari hasil wawancara pada tanggal 6 Agustus 2016 dengan Chairil Anwar Tanjung selaku ketua sanggar Nyokola Belungguk, komunitas seni anak muda kreatif nyokolah belungguk merupakan wadah bagi seniman yang ada di Bengkulu untuk memupuk dan mengembangkan bakat dan karya seniman dalam profesinya dan juga ikut berperan melestarikan dan mengembangkan kesenian daerah Bengkulu secara aktif.

Dengan keterbatasan suatu kelompok atau sanggar-sanggar seni untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya yang disebabkan oleh faktor ekonomi, politik dan sosial kemasyarakatan, maka untuk menutupi itu perlu adanya inisiatif mengadakan pergelaran dan pementasan baik itu berdasarkan undangan maupun mengadakan pementasan atau pergelaran tunggal dengan harapan menunjukan identitas diri maupun kelompok dalam ruang lingkup terbatas.

Pergelaran atau pementasan merupakan momentum pertemuan penting antara seniman pencipta karya

seni dengan audien penikmat seni. Dalam peristiwa seperti ini tersimpan potensi-potensi besar untuk menciptakan tonggak dan jejak sejarah penting bagi perkembangan kebudayaan, khususnya kesenian yang implikasinya dapat merambah keranah sosial, edukasi, politik dan emosional serta psikologi massa.

2. Pembahasan

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang.10

Pengetahuan tradisional di Indonesia walaupun belum diberikan perlindungan hukum secara jelas, namun sesungguhnya Pemerintah Indonesia telah mengakui pentingnya nilai kekayaan intelektual yang ada dalam folklor Indonesia sejak pertama kali diundangkan undang-undang Hak Cipta nasional 1982 ada dalam Pasal 10 UU Nomor 6 tahun1982 tentang Hak Cipta, yang selanjutnya diakui juga dalam Pasal 10 UU Nomor 19 tahun 2002 tentang

10Ashibly,Hukum

(16)

Hak Cipta, dan terakhir dalam Pasal 38 UU Hak Cipta nomor 28 tahun 2014. Sengketa dengan Malaysia atas beberapa Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisonal (PTEBT) membuktikan bahwa pemerintah harus segera dan dengan serius dalam memberikan perlindungan hukum bagi PTEBT di Indonesia. Kemudian lahirlah RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT).

Dilematika perlindungan kekayaan intelektual tradisional Indonesia secara singkat, di satu sisi rentan terhadap klaim atau pengambilalihan oleh negara lain, di sisi lain pendaftaran kekayaan intelektual tradisional (yang disamakan sistemnya dalam sistem pendaftaran kekayaan modern) dapat dikatakan menghilangkan sifat tradisional dan nilai budaya yang melahirkannya dan menggantinya dengan sifat individualisme dan liberalism perdagangan.11

Pemerintah harus melakukan segala macam cara guna memberikan perlindungan hukum bagi PTEBT di Indonesia atau produk – produk berbasis hak komunal dengan adanya traditional knowledge yang ada di wilayah Indonesia, sehingga kepemilikannya tidak dapat diklaim dan bahkan

11

Suyud Margono, Hukum Kekayaan Intelektual, Pustaka Reka Cipta, Bandung, 2013, Hlm 355

dimanfaatkan secara ekonomi tanpa izin oleh negara lain. Perlindungan hukum ini bertujuan untuk memberikan jaminan pengembangan produk yang dimiliki oleh setiap daerah yang lebih kompetitif dan berkelanjutan tanpa mengabaikan kearifan lokal, mencegah penggunaan klaim kepemilikan produk – produk tersebut yang dilakukan oleh pihak lain tanpa izin, dan memastikan seluruh masyarakat Indonesia atau bangsa Indonesia yang mengembangkannya bahwa ke depannya mereka akan memperoleh manfaat baik moneter dan non-moneter secara layak.

Ekspresi budaya tradisional dan ciptaan yang dilindungi di atur dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang terdapat dalam Pasal 38 yang menyatakan bahwa: (1)Hak Cipta atas ekspresi budaya

tradisional dipegang oleh Negara. (2)Negara wajib menginventarisasi,

menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya.

(17)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Perlindungan yang dimaksud adalah segala bentuk upaya melindungi EBT terhadap pemanfaatan yang dilakukan tanpa hak dan melanggar kepatutan. Perlindungan EBT sebagai bagian pengetahuan tradisional ini sangat penting, setidaknya karena 3 alasan, yaitu (1) adanya potensi keuntungan ekonomis yang dihasilkan dari pemanfaatan pengetahuan tradisional, (2) keadilan dalam sistem perdagangan dunia, dan (3) perlunya perlindungan hak masyarakat lokal.

Pentingnya suatu pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dilindungi karena dalam suatu pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional memiliki karakteristik dan keunikan, sehingga perlu dikembangkan suatu perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, perlindungan tersebut untuk memberikan keadilan, konservasi, pemeliharaan budaya dan praktek tradisi, pencegahan perampasan oleh pihak-pihak yang tidak berhak terhadap komponen-komponen pengetahuan tradisional dan pengembangan penggunaan kepentingan pengetahuan tradisional.

Upaya perlindungan Kekayaan Intelektual atas PT dan EBT hingga saat ini belum dapat berjalan dengan efektif

dan efisien disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1) Di tingkat global belum ada perjanjian internasional yang menjadi payung bagi perlindungan HKI atas PT dan EBT;

2) Di tingkat nasional belum ada peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan yang memadai. Pasal 38 UUHC 2014 hanya menyatakan bahwa: Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.

Agar aktifitas kesenian tradisi itu terus berjalan, maka dibutuhkan suatu pewarisan terhadap generasi-generasi baru yang nantiya akan mewarisi kesenian tradisi tersebut.

Disinilah salah satu peran kustodian untuk dapat memelihara dan memberikan perlindungan terhadap kesenian tradisi ini agar tidak punah dan dapat menjadikan seni dan budya sebagai upaya menciptakan generasi baru yang dapat melindungi, memelihara dan mengembangkan kesenian tradisi tersebut.

Bentuk perlindungan dan pengembangan dari kustodian PTEBT di kota Bengkulu antara lain:

1. Pengembangan

(18)

Bengkulu kepada generasi muda melalui pentas seni;

b.Memasukan PTEBT kota Bengkulu kedalam kurikulum sekolah dan sanggar sebagai materi pembelajaran murid sekolah;

c.Selalu berperan aktif dalam kegiatan seni dan budaya tradisional baik tingkat lokal, nasional maupun internasional agar seni dan budaya khususnya PTEBT Bengkulu dapat dikenal luas;

d.Mengadakan event atau kegiatan budaya tradisional di kota Bengkulu sebagai ajang promosi dalam upaya pengembangan kebudayaan dan pariwisata di kota Bengkulu;

e.Selalu mengadakan kegiatan rutin seperti latihan dan juga selalu berinovasi dalam mengembangkan warisan budaya Bengkulu agar selalu dapat dikenal.

2. Perlindungan

a.Melakukan inventarisasi PTEBT yang ada di kota Bengkulu bekerjasama dengan perguruan tinggi maupun lembaga penelitian atapun pihak lainnya dalam penelitian dan pengkajian secara ilmiah tentang PTEBT sebagai usaha inventarisasi dan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang ada di kota Bengkulu.

b.Melakukan koordinasi dengan pemerintah, pihak swasta, universitas dan pemangku kepentingan lainnya dibidang seni dan budaya tradisional untuk membuat regulasi ataupun kegiatan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan PTEBT di kota Bengkulu.

c.Melakukan pengawasan terhadap pihak-pihak yang memanfaatkan hasil PTEBT Bengkulu dengan tidak menyimpang atau menimbulkan kesan yang tidak benar.

Simpulan

(19)

kota Bengkulu;Selalu mengadakan kegiatan rutin seperti latihan dan juga selalu berinovasi dalam mengembangkan warisan budaya tradisional Bengkulu agar selalu dapat dikenal) dan bentuk perlindungan (Melakukan inventarisasi PTEBT yang ada di kota Bengkulu bekerjasama dengan perguruan tinggi maupun lembaga penelitian atapun pihak lainnya dalam penelitian dan pengkajian secara ilmiah tentang PTEBT sebagai usaha inventarisasi dan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang ada di kota Bengkulu; Melakukan koordinasi dengan pemerintah, pihak swasta, universitas dan pemangku kepentingan lainnya dibidang seni dan budaya tradisional untuk membuat regulasi ataupun kegiatan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan PTEBT di kota Bengkulu; Melakukan pengawasan terhadap pihak-pihak yang memanfaatkan hasil PTEBT Bengkulu dengan tidak menyimpang atau menimbulkan kesan yang tidak benar.

Saran

Pemerintah harus berperan aktif memberikan perhatian khusus pada kebudayaan tradisional yang menjadi karakter sebuah daerah, dengan melibatkan para kustodian seperti seniman, sanggar, perguruan tinggi dan pemerhati budaya sehingga diharapkan dapat menjadikan kota

Bengkulu sebagai kota budaya yang dapat menjaga, mengembangkan dan melindungi kebudayaan tradisional tersebut.

Daftar Pustaka

Buku :

Afrillyanna Purba, Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Alumni,Bandung, 2012

Agus Sardjono, Membumikan HKI di Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, 2009

Ashibly, Hukum Hak Cipta (Tinjauan Khusus Performing Right Lagu Indie Berbasis Nilai Keadilan), Genta Publishing, Yogyakarta, 2016

Badan Penelitiaan dan Pengembangan HAM, Perlindungan Kekayaan Intelektual atas Pengetahuan Tradisional dan Budaya Tradisional, Alumni, 2013

Suyud Margono, Hukum Kekayaan Intelektual, Pustaka Reka Cipta, Bandung,2013

Internet:

http://ashibly.blogspot.co.id/2013/12/perlind ungan-terhadap-permainan.html

(20)

KEBEBASAN BERTINDAK KEPALA DAERAH DALAM PENGELOLAAN

KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM RUMAH SAKIT

Muhamad Faizal

Fakultas Hukum Universitas Prof. Dr. Hazairin.SH Jl. Jend. Ahmad Yani No.1 Bengkulu

Email :

Abstract

Since the enactment of government regulation No. 23 in 2005 about the Public Service Agency, the number of government institutions turned into a Public Service Agency, such as hospital that was expected to improve performance of the implementation of public service. However, in fact, some Public Service Agencies found it hard to adapt with the financial mangement in the style of Public Service Agency which was then followed up through the Domestic Ministerial Regulation No. 61 in 2007 about Technical Guidelines of financial Management of Regional Public Service Agency.

Based on the bacground stated above, the main problem was how were the benchmarks of Regional Head’s freedom of act in formulating the policy on financial management of Regional Public Service Agency in hospital, what was the responsibility form of Regional Head in formulating the policy of financial management of Regional Public Service Agency in hospital. In order to answer the problems stated above, Normative Law reseach method. Eventually, some conclusions could be stated as follows; first, that the benchmark of freedom of act of Regional Head in formulating the policy of financial management of Regional Public Service Agency in hospital was based on 3 principal elements: 1. The existence of freedom and discretion of state administration to act based on self-initiative, 2. To complete urgent problems which have not been regulated yet, 3. Must be able to be accounted. Second, The forms of resposibilites of of Regional Head in formulating the policy of financial management on hospital were position responsibility and personal responsibility.

Keywords: Freedom of Act of Regional Head, Financial Management, Hospital Public Service Agency.

(21)

Abstrak

Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 mengenai Badan Layanan Umum, banyaknya insitusi pemerintah berubah menjadi Badan Layanan Umum, antara lain seperti Rumah Sakit diharapkan dapat memperbaiki kinerja penyelenggaraan pelayanan publik. Namun kenyataannya, sejumlah Badan Layanan Umum justru kesulitan beradaptasi dengan sistem pengelolaan keuangan ala Badan Layanan Umum yang kemudian ditindaklanjuti melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

Dari uraian diatas, maka pokok masalahnya adalah bagaimana tolok ukur kebebasan bertindak Kepala Daerah dalam merumuskan kebijaksanaan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit, kemudian bagaimana bentuk Tanggungjawab Kepala Daerah dalam pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit. Untuk menjawab permasalahan diatas, dilakukan penelitian dengan metode penelitian Hukum Normatif.

Pada akhirnya dapat dikemukakan simpulan-simpulan sebagai berikut : Pertama, bahwa tolok ukur Kebebasan bertindak Kepala Daerah dalam merumuskan Kebijaksanaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit, didasarkan pada tiga unsur pokok yaitu; 1. adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri, 2. untuk menyelesaikan persoalan yang mendesak yang belum ada aturannya, dan 3. harus dapat dipertanggungjawabkan. Kedua, bahwa bentuk Tanggungjawab Kepala Daerah dalam Pengelolaan Keuangan pada Rumah Sakit, meliputi; Tanggungjawab Jabatan dan Tanggungjawab Pribadi.

Kata Kunci: Kebebasan Bertindak Kepala Daerah, Pengelolaan Keuangan, Badan Layanan Umum Rumah Sakit.

(22)

Pendahuluan

Dalam konteks negara Indonesia, tujuan negara tertuang daalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang mengidentifikasikan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.1 Negara Indonesia merupakan negara hukum yang menganut konsep welfare state (negara kesejahteraan). Sebagai negara hukum yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum, setiap kegiatan di samping harus diorientasikan pada tujuan yang hendak dicapai juga harus berdasarkan pada hukum yang berlaku sebagai aturan kegiatan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pembangunan daerah tidak dapat dilepaskan dari prinsip otonomi yang diberikan pada daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Adapun daerah otonom, yaitu pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, menggerakkan partisipasi masyarakat, dan

pertanggungjawaban kepada

masyarakat.Untuk mendukung proses penyelenggaraan otonomi daerah, Negara dalam hal ini pemerintah memerlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab di daerah secara

1 Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

proporsional dan berkeadilan. Atas dasar itu, Undang-Undang Dasar (UUD 1945) yang menganut Negara kesatuan memilih penyelenggaraan pemerintahan yang desentralistik. Upaya itu kemudian di rumuskan ke dalam Pasal 18 UUD 1945 Amandemen,2 yang kemudian dijabarkan ke dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.3

Tujuan yang hendak dicapai dalam rangka penyerahan urusan pemerintah ditujukan antara lain dengan menumbuh-kembangkan penanganan urusan dalam berbagai bidang, meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan melalui efisiensi dan efektivitas penyelengaraan pemerintahan di daerah.

Untuk mencapai tujuan diatas, peranan administrasi negara dalam mewujudkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan sebagai pengambil kebijakan untuk menentukan strategi pengelolaan pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, memiliki peranan sangat strategis. Bagi aparat pemerintah daerah yang mempunyai tugas dalam pengelolaan pemerintahan daerah, substansi otonomi daerah sangat penting karena reformasi dalam system pemerintahan di daerah tentang

2 Lihat Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945

3

(23)

pembangunan ekonomi dapat dilihat dalam aspek system pengaturan kebijakan, politik, dan keuangan yang menjadi tanggungjawab pemerintah kota dan kabupaten.4

Jika pemerintah hendak menyelenggarakan tugas pelayanan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan umum sebagai tujuan ide negara hukum material, kebuntuan yang ditemukan harus diterobos. Prinsip kepastian hukum menjadi tujuan asas legalitas tidak boleh ditafsirkan secara kaku, tetapi harus secara luwes dan luas. Selain itu, asas legalitas harus juga dilengkapi dengan asas lain yang dapat memberikan kekuasaan bagi pemerintah atau pejabat administrasi negara supaya dapat menyikapi perkembangan-perkembangan baru yang terjadi dengan tiba-tiba. Dengan perkataan lain, sifat kaku asas legalitas yang menyebabkan kebuntuan seperti diutarakan diatas harus diterobos dengan memberikan kebebasan kepada pemerintah untuk bertindak atas inisiatif sendiri. Terobosan seperti itu tidak perlu dipandang sebagai tindakan yang melemahkan atau mengesampingkan asas legalitas, tetapi sebagai tindakan yang bertujuan untuk melengkapi asas legalitas.

Persoalan penyelenggaraan pemerintahan yang muncul, salah satunya dalam hal penyelenggaraan pelayanan

4Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2012. Hlm. 11.

publik, menjadi salah satu perhatian dan perlu untuk dianalisis serta dicari jalan keluarnya agar penyelenggaraan otonomi daerah dapat berjalan dengan baik, efisien dan efektif untuk memberikan pelayanan yang diharapkan masyarakat.5

Efektivitas pemerintah tergantung pada efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Keberhasilan kepemimpinan di daerah menentukan kesukseskan kepemimpinan nasional. Ketidakmampuan Kepala Daerah dalam meyukseskan pembangunan daerah, berimplikasi pada rendah atau berkurangnya kinerja dan efektivitas penyelenggaraan pembangunan nasional.

Dalam sistem administrasi negara dan penyelenggaraan pembangunan nasional, kedudukan pemimpin pemerintahan sebagai pejabat yang berperan dalam penyelenggraan administrasi negara sangat penting dan menentukan, karena kepemimpinan itulah yang berperan sebagai motor, pelopor, kreator, dan inovator pemikiran, perencanaan, perumusan, implementasi, evaluasi, dan pengendalian berbagai kebijakan dalam rangka pencapaian tujuan Nasional.6

Di bidang penyelenggaraan keuangan daerah, kepala daerah adalah pemegang

5Bandingkan Krishna D. Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, Citra Aditya Bakkti, Bandung, 2012, Hlm 87.

6J. Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Hlm. 4.

(24)

kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Dalam melaksanakan kekuasaan tersebut, kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan ini, didasarkan atas prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima / mengeluarkan uang.7

Seiring dengan perubahan paradigma pembangunan manusia, pembangunan kesehatan memiliki kedudukan yang sangat strategis karena kesehatan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan kualitas manusia. Pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat dengan mengembangkan dan membiasakan pola hidup sehat.8 Rumah sakit sebagai salah satu jenis Badan Layanan Umum (BLU) merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat.9

Badan Layanan Umum adalah suatu badan usaha pemerintah yang tidak bertujuan mencari laba, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan memberikan

7Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.Hlm. 77.

8Cecep Triwibowo, Perizinan dan Akreditasi Rumah Sakit, Nuha Medika, Yogyakarta, 2012. Hlm. 186. Bandingkan Mediya Lukman, Badan Layanan Umum ; Dari Birokrasi menuju Korporasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2013.Hlm.20.

9Ibid. Hlm.174

otonomi atau fleksibilitas manajemen rumah sakit publik, baik milik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bentuk BLU merupakan alternatif penting dalam menerapkan Otonomi Daerah yang merumuskan Rumah Sakit Daerah (RSD) sebagai Layanan Teknis Daerah.10

Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 mengenai Badan Layanan Umum (BLU), banyaknya insitusi pemerintah berubah menjadi BLU diharapkan dapat memperbaiki kinerja penyelenggaraan pelayanan publik. Namun kenyataannya, sejumlah BLU justru kesulitan beradaptasi dengan sistem pengelolaan keuangan ala BLU yang kemudian ditindaklanjuti melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan layanan Umum Daerah (BLUD) .

Kemudian, dengan diberlakukannya Undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka rumah sakit pemerintah harus menerapkan pola pengelolaan keuangan dengan prinsip Badan Layanan Umum Daerah.11 Dengan menjadi BLUD, rumah sakit pemerintah diharapkan mampu menjalankan fungsinya memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan menonjolkan

10Lihat Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010, Hlm 343.

11Lihat Pasal 7 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

(25)

produktivitas, efisiensi, dan efektifitas. Serta mampu menerapkan manajemen keuangan dengan berbasis pada hasil (kinerja). Dengan pola keuangan BLUD, fleksibilitas diberikan kepada rumah sakit pemerintah dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Sehingga pelayanan kesehatan kepada masyarakat terjamin kualitasnya.

Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, terjadinya tindak pidana korupsi biasanya bermula pada pelayanan yang buruk,12 pada BLUD biasanya terjadi karena Direksi BLUD adalah orang dekat pilihan Kepala Daerah yang pengangkatannya mengesampingkan aspek kompetensi dan profesionalitas atau terjadi tindakan penyimpangan lainnya. Tidak heran jika BLUD mengalami kerugian. Pengadaan barang dan jasa di BLUD biasanya tak jauh beda dengan pola di pemerintahan daerah sehingga kebocorannya juga mirip yaitu tindak pidana korupsi dengan cara mark up, SPPD fiktif atau honor fiktif.

12

Bandingkan Juni Sjafrien Jahja, Prinsif Kehati-hatian dalam Memberantas Manajemen Koruptif pada Pemerintahan dan Korporasi, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2013, Hlm 82.Lihat pula Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, Hlm 226.

Indentifikasi Masalah

Dari uraian diatas, maka yang menjadi permasalahannya adalah :

1.Bagaimana tolok ukur kebebasan bertindak Kepala Daerah dalam merumuskan kebijaksanaan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Rumah Sakit ? 2.Bagaimana bentuk tanggungjawab

Kepala Daerah dalam Pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Rumah Sakit?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis tolok ukur kebebasan bertindak Kepala Daerah dalam merumuskan kebijaksanaan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Rumah Sakit dan untuk mengkaji serta menganalisis bentuk tanggungjawab Kepala Daerah dalam Pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Rumah Sakit.

Metode Penelitian

Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, dilakukan penelitian dengan metode Penelitian Hukum Normatif.13

(26)

Penelitian hukum dilakukan dengan cara menganalisis bahan - bahan hukum berupa peraturan perundang - undangan, buku /literatur, jurnal, disertasi, kamus, dan lain - lain. Dengan spesifikasi penelitian meliputi asas-asas hukum dan sejarah hukum, yang berkaitan dengan tema sentral yang dibahas. Adapun penelitian lapangan dilakukan pada RSUD M.Yunus Bengkulu, dan sebagai pembanding yaitu RSUD Abdoel Muluk Bandar Lampung.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Tolok ukur kebebasan bertindak Kepala Daerah dalam merumuskan kebijaksanaan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Rumah Sakit.

Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa sejak penetapan Status RSUD M. Yunus Bengkulu menjadi PPK-BLUD, maka dalam kaitan dengan pelaksanaanya telah diterbitkan beberapa Peraturan Kebijaksanaan sebagai tindak lanjut dari Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman teknis pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Adapun yang relevan untuk dijadikan sebagai bahan kajian, yaitu :

1) Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor : Z.17 XXXVIII tahun 2011 tentang Tim Pembina Manajemen RSUD M. Yunus Bengkulu.

Penelitian Hukum di Indonesia pa da Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, 1994, Hlm 131.

2) Surat Keputusan Direktur RSUD M. Yunus Bengkulu Nomor : 188.4/1081.A/UM.1/2011 tentang Penetapan Honorarium Pemimpin, Pejabat Teknis, Pejabat Keuangan, Dewas dan Sekretaris Dewas BLUD RSUD M. Yunus Bengkulu.

Persoalannya adalah apa dasar kebebasan bertindak kepala daerah yang dapat digunakan dalam merumuskan kebijaksanaan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit ? Kemudian, dalam situasi atau kondisi bagaimana kebebasan bertindak kepala daerah itu dapat dilakukan dalam merumuskan kebijaksanaan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit. Selanjutnya, dalam hal ada indikasi maladministrasi dan tindak pidana korupsi, bagaimana bentuk tanggungjawabnya ?,

(27)

Kepala Daerah, selanjutnya Pasal 2 ayat (3); Kepala Daerah bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikan kepada BLUD terutama pada aspek manfaat yang dihasilkan.

Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan BLUD Rumah Sakit, pemberian wewenang kepada pemerintah untuk bertindak bebas didasari pertimbangan bahwa wewenang pemerintahan yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan tidak cukup untuk dapat berperan secara maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat yang berkembang begitu pesat dan dalam konsep negara kesejahteraan (welfarestate), pemerintah lebih banyak menggunakan freies

ermessen dalam mewujudkan

kesejahteraan umum.

Menurut Laica Marzuki, bahwa freies ermessen merupakan kebebasan yang diberikan kepada Administrasi Negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan sejalan dengan meningkatnya tuntutan pelayanan publik yang harus diberikan Administrasi Negara terhadap kehidupan sosial ekonomi para warga yang kian kompleks.14

14 Laica Marzuki, Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) Hakikat serta Fungsinya Selaku Sarana Hukum Pemerintahan, Makalah pada Penataran Nasional Hukum Acara dan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum

Setiap pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang freies ermessen tidak boleh digunakan secara sembarangan tanpa alasan yang rasional dan logis, akan tetapi selektif dan

proporsional dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. Meskipun pemberian wewenang freies ermessen kepada pemerintah merupakan konsekwensi logis dari konsepsi negara kesejahteraan, namun demikian dalam negara hukum wewenang bebas bertindak ini tidak dapat digunakan tanpa batas dan tidak boleh hanya pendekatan kekuasaan saja, akan tetapi harus ada pembatasan-pembatasan tertentu.

Menurut Sjachran Basah15 bahwa unsur-unsur freies ermessen dalam negara hukum, antara lain ditujukan unruk menjalankan tugas-tugas servis publik :

1. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara,

2. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum,

3. Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri,

4. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba,

Universitas Hasanudin, Ujung Pandang, 26-31 Agustus 1996.Hlm.7

15

Sjahran Basah,.Eksistensi da n Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Alumni, Bandung, 2010.Hlm.151

(28)

5. Sikap tindak itu dapat dipertanggung jawabkan, baik secara moral kepada Tuhan YME maupun secara hukum.

Kemudian, menurut Marcus Lukman16 bahwa kriteria atau tolok ukur “persoalan- persoalan penting yang mendesak”, sekurang-kurangnya mengandung unsur sebagai berikut: 1. Persoalan-persoalan yang muncul

harus menyangkut kepentingan umum, yaitu kepentingan bangsa dan negara, kepentingan masyarakat luas, kepentingan rakyat banyak/bersama, serta kepentingan pembangunan. 2. Munculnya persoalan tersebut secara

tiba-tiba, berada di luar rencana yang telah ditentukan.

3. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, peraturan perundang-undangan belum mengaturnyaatau hanya mengatur secara umum, sehingga administrasi negara mempunyai kebebasan untuk menyelesaikannya atas inisiatif sendiri.

4. Prosedurnya tidak dapat diselesaikan menurut administrasi yang normal, atau jika diselesaikan menurut prosedur administrasi yang normal justru kurang berdaya guna dan berhasil guna.

16 Marcus Lukman dalam SF. Marbun. et.al, Loc Cit, Hlm.117

5. Jika persoalan tersebut tidak diselesaikan dengan cepat, maka akan menimbulkan kerugian bagi kepentingan umum.

Menilik pada batasan mengenai freies Ermessen yang dikemukakan sebelumnya, ternyata di dalamnya terkandung adanya tiga unsur pokok bagi suatu freies Ermessen. Ketiga unsur pokok tersebut sekaligus merupakan batas toleransi sebagai kunci tolok ukur dari freies Ermessen, yaitu :17 1. Adanya kebebasan atau Keleluasaan

Administrasi Negara untuk Bertindak atas Inisiatif sendiri;

Dalam suatu negara hukum modern semua sikap-tindak administrasi negara tidak lagi bersifat wetmatig, melainkan juga rechtsmatig. Artinya semua sikap tindak administrasi negara hendaklah tetap berada dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh hukum, bukan yang dengan tegas dilarang oleh hukum. Kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri ini, harus pula berpegang pada hal tersebut.

Berkaitan dengan hal ini Prajudi Atmosudirdjo18 membagi Freies Ermessen menjadi dua macam, yaitu

17Ibid, Hlm.115 18

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, Hlm.85

(29)

"diskresi bebas" dan "diskresi terikat". Dikatakan oleh beliau bahwa :" ...diskresi bebas, bilamana undang-undang yang menentukan batas-batasnya, dan diskresi terikat, bilamana undang-undang menetapkan beberapa alternatif untuk dipilih salah satu yang oleh pejabat administrasi dianggap paling dekat".

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa keleluasan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri itu dapat berupa :

a. Dalam batas-batas yang ditentukan oleh peraturan perundangan.

b. Memilih salah satu alternatif yang paling mungkin sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

2. Untuk menyelesaikan persoalan yang mendesak yang belum ada aturannya; Kesulitan utama yang muncul adalah apakah kriteria atau tolok ukur untuk adanya "persoalan-persoalan yang mendesak" yang muncul secara tiba-tiba itu ?. Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 menggunakan istilah "dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa", sedangkan penjelasannya menggunakan istilah "dalam keadaan genting, memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat".

3. Harus dapat dipertanggungjawabkan;

Oleh karena administrasi negara memasuki semua sektor kehidupan masyarakat, maka administrasi negara memiliki keleluasan dalam menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan.

Walaupun demikian sikap tindaknya itu haruslah dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun secara hukum.19

Memang dapat dirasakan bahwa tanggung jawab secara moral terlalu abstrak untuk menilainya, tetapi disinilah letak moral pejabat administrasi negara dipertaruhkan.

2. Bentuk Tanggungjawab Kepala Daerah dalam pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Rumah Sakit.

Sjachran Basah20 menyatakan bahwa tanggung jawab secara moral itu adalah tanggung jawab : "...kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan, demi kepentingan bersama."

Pertanggungjawaban secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa itu pengaturan dasarnya terdapat dalam UUD 1945 dan TAP MPR Nomor

19 Sjahran Basah, Perlindungan Hukum atas Sikap Tindak Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1992.Hlm.2

(30)

II/MPR/1978 tentang P4. Dengan demikian penerapan Freies Ermessen secara moral harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dalam berbagai peraturan perundang undangan, secara tersebar telah dimuat tuntutan adanya pemberian pertanggungjawaban secara moral ini, yaitu dengan dimuatnya masalah "sumpah/janji" jabatan.

Menurut Sjachran Basah,21 mengenai tanggungjawab secara hukum dapat dikemukakan dua batas yaitu batas-atas dan batas-bawah. Yang dimaksud dengan "batas-atas" ialah ketaatasasan ketentuan perundang-undangan berdasarkan asas taat-asas, yaitu peraturan yang tingkat derajatnya rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi.

Sedangkan yang dimaksud dengan "batas-bawah", ialah peraturan atau sikap-tindak administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga. Adapun batas-bawah ini adalah UUD 1945 jo. TAP MPR Nomor II/MPR/ 1973 pada bidang "hukum" butir 3.e. tentang penyusunan perundang-undangan yang menyangkut hak dan kewajiban asasi warga negara dalam rangka mengamalkan Pancasila

21Sjachran Basah dalam SF. Marbun et.al, Loc Cit, Hlm.119.

dan UUD 1945 jo. Repelita Bab 27, yang pada hakekatnya, merupakan penjabaran Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 sebagai kunci tolok ukur.

Berdasarkan uraian mengenai pertanggungjawaban secara hukum ini, dapat disimpulkan bahwa ukuran tanggung jawab secara hukum adalah sebagai berikut:

a. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan baik secara vertikal maupun secara horizontal (batas-atas);

b. Sejauh mungkin mempertimbangkan hak dan kepentingan warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (batas-bawah);

c. Harus sesuai dengan tujuan pemberian wewenang.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman teknis pengelolaan keuangan BLUD bahwa Kepala Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikan kepada BLUD terutama pada aspek manfaat yang dihasilkan.22

Administrasi negara memiliki keleluasaan dalam menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Walaupun demikian sikap tindaknya itu haruslah

22

(31)

dapat dipertanggung jawabkan, baik secara moral maupun secara hukum.

Tanggungjawab secara moral itu adalah tanggungjawab kepada Tuhan YME, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan, demi kepentingan bersama. Sedangkan tanggung jawab secara hukum, ada dua batas, yaitu batas atas dan batas bawah. Batas atas ialah ketaat asasan ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan asas taat asas, yaitu peraturan yg tingkat derajatnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi. Sedangkan batas bawah ialah peraturan atau sikap tindak administrasi negara tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga.

Tanggungjawab pejabat dalam melakukan fungsinya dibedakan antara tanggungjawab jabatan dan tanggungjawab pribadi.23

Tanggungjawab jabatan berkenaan dengan legalitas (keabsahan)

23Philipus M. Hadjon dkk,

Hukum Administrasi dan Tindak pidana korupsi, Gajahmada University Press, Yogyakarta, 2012, Hlm 16. Bandingkan Paulus Effendie Lotulung, Tata Kepemerintahan yang Baik dalam Korelasinya dengan Hukum Administrasi, dalam Philipus M. Hadjon dkk, Hukum Administrasi Good governance, Universitas Trisakti, Jakarta, 2012, Hlm.45. Lihat Yopie Morya Immanuel Patiro, Diskresi Pejabat Publik dan Tindak Pidana Korupsi, Keni Media, Bandung, 2012. Hlm.186. lihat juga Yopie Morya Immanuel Patiro, Ibid, Hlm.190.

tindak pemerintahan sesuai prinsif-prinsif hukum administrasi. Dalam hukum administrasi, persoalan legalitas tindak pemerintahan berkaitan dengan pendekatan terhadap kekuasaan pemerintahan.

Tanggungjawab pribadi berkaitan dengan pendekatan fungsionaris atau pendekatan prilaku dalam hukum administrasi. Tanggungjawab pribadi berkenaan dengan maladministrasi dalam penggunaan wewenang maupun public service.

Perbedaan antara tanggungjawab jabatan dan tanggungjawab pribadi atas tindak pemerintahan membawa konsekwensi dengan tanggungjawab pidana, tanggung gugat perdata dan tanggung gugat tata usaha negara.24

Tanggung jawab pidana adalah tanggung jawab pribadi.25 Dalam kaitan dengan tindak pemerintahan, tanggung

24Bandingkan Tatiek Sri Djatmiati, Maladministrasi dalam konteks kesalahan pribadi dan kesalahan jabatan, Tanggungjawab pribadi dan tanggungjawab jabatan, dalam Philipus M. Hadjon dkk, Op.Cit, Hlm 67.

25

Edi Setiadi dan Rena Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010. Hlm.78. Pelaku kejahatan korupsi yang sebagian besar adalah pejabat, menunjukkan bahwa kejahatan ini bukan termasuk kejahatan biasa (conventional crime/Street crime/Blue collar crime) melainkan bisa termasuk kategori white collar crime, khususnya white collar crime di sektor publik. White collar crime di sektor publik biasanya melibatkan pihak-pihak pemegang kekuasaan publik dan pejabat pemerintahan sehingga disebut dengan kejahatan jabatan (occupational crime) dan bentuknya adalah sebagian besar berupa korupsi dan suap menyuap.

(32)

jawab pribadi seseorang pejabat berhubung dengan adanya maladministrasi.

Dihubungkan dengan

tanggungjawab kepala daerah dalam pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit, jelaslah bahwa dalam hal Tanggungjawab Jabatan berkenaan dengan keabsahan tindak pemerintahan. Sedangkan dalam hal tanggungjawab Pribadi berkenaan dengan maladministrasi dan tindak pidana korupsi.

Simpulan

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut : 1. Bahwa tolok ukur Kebebasan bertindak

Kepala Daerah dalam merumuskan Kebijaksanaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit, didasarkan pada tiga unsur pokok yaitu:

1) adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri,

2) untuk menyelesaikan persoalan yang mendesak yang belum ada aturannya, dan

3) harus dapat dipertanggungjawabkan. 2. Bahwa Bentuk Tanggungjawab Kepala

Daerah dalam Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Ruma

Gambar

Tabel 1:Daftar Inventarisasi Kekayaan Intelektual kota Bengkulu dari Dinas Pariwisata dan

Referensi

Dokumen terkait

Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat terdiri dari hydrocarbon atau turunannya, terlarut dalam trichloro-ethylene dan

elektronik.” Kemudian dalam pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Walikota Kediri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan PTSP dijelaskan pada ayat (1)

Di Indonesia, sentra penanaman kunyit di Jawa Tengah, dengan produksi mencapai 12.323 kg/ha. Di India, Srilanka, Cina, Haiti, dan Jamaika dengan produksi mencapai > 15

Peraturan Walikota Nomor 30 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Nomor 80 Tahun 2008 tentang Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pusat Kesehatan Masyarakat

Many homeland secu- rity functions, such as law enforcement, transportation, food safety and public health, information technology and emergency management, are dispersed across a

Tidak seperti kos eksklusif, kos reguler yang pemiliknya masih tinggal satu atap dengan anak kos, mau tidak mau anak kos harus berinteraksi dengan pemilik

62 SAHAT SAURTUA BERNART H PEMBORAN JB III PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY 63 BAMBANG HERMANTO PEMBORAN JB III PT.. TRITAMA MEGA PERSADA 64 CAHYADI PEMBORAN JB III

Hasil semua penelitian pati biji alpukat ( Perseae americana Mill) dapat dibuat dalam bentuk sediaan bedak tabur.. Konsentrasi kadar pati biji alpukat dari ke 4