• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terhadap Keberadaan Pasar Tiban di Jalan Lingkar Salatiga T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terhadap Keberadaan Pasar Tiban di Jalan Lingkar Salatiga T1 BAB II"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN

ANALISIS

A.

Kerangka Teoritis

1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah alat untuk mencapai tujuan publik, bukan tujuan orang perorangan atau golongan dan kelompok. Meskipun sebagai alat

(tool) keberadaan kebijakan publik sangat penting dan sekaligus krusial. Penting karena keberadaannya sangat menentukan tercapainya sebuah tujuan, meskipun masih ada sejumlah prasyarat atau tahapan lain yang harus dipenuhi sebelum sampai pada tujuan yang dikehendaki. Krusial karena sebuah kebijakan yang di atas kertas telah dibuat melalui proses yang baik dan isinya juga berkualitas, namun tidak otomatis bisa dilaksanakan kemudian menghasilkan sesuai yang selaras dengan apa yang dinginkan oleh pembuatnya. Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali diperlakukan seolah lebih penting atau sejajar dengan tujuan yang hendak dicapai, padahal ia hanyalah sekedar alat, meskipun alat yang sangat penting.

(2)

penting dari upaya lain yaitu bagaimana mencari cara yang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Biaya besar yang dikeluarkan untuk menyusun kebijakan adalah cerminan betapa pentingnya sebuah kebijakan dan sekaligus cerminan akan perlakuan berlebihan seolah hadirnya kebijakan lebih penting dari upaya pencapaian tujuan yang sebenarnya. Memang perlakukan yang demikian dapat dimengerti karena tanpa kebijakan publik yang tepat, maka tujuan yang dikehendaki sulit dicapai. Namun sekali lagi harus proporsional karena sejatinya ia adalah sebuah alat, meskipun bukan alat yang biasa dalam mencapai sebuah tujuan organisasi.

(3)

yang menentukan arti strategis sebuah kebijakan, disamping faktor substansi atau isi kebijakan.1

Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Thomas R. Dye yang menyatakan “Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian ini selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai keputusan ( decision making ), dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik.”2 Pendapat lebih eksplisit dikemukakakn oleh Pater Cane dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan policy tidak lain adalah

the nonstatutory criteria yang menjadi dasar suatu keputusan (dan tindakan) pemerintah yang seyogianya berdasarkan statutory.3

Kebijakan tidak selalu direalisasikan dalam bentuk peraturan, tetapi juga dengan tindakan (atau tidakmelakukan tindakan). Khususnya dalam konteks peraturan kebijakan, maksud dari adanya tindakan ini adalah supaya kebijakan pemerintah tersebut dapat diketahui oleh publik; naa r buiten

1

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/pustaka_unpad_kebijakan_publik.pdf, dikunjungi pada tanggal 29 Agustus 2016 pukul 14.17.

2

Ibid hlm. 13.

3

(4)

gebracht schriftelijk beleid (harfiahnya berarti menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis).4

Di Kota Salatiga sendiri, kebutuhan masyarakatnya untuk bekerja semakin tinggi, namum karena kurangnya lapangan pekerjaan, dimana semakin hari tidak bisa lagi menampung Tenaga Kerja, menjadi hambatan dan masalah ketenagakerjaan, intinya adalah semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan anak pekerjaanpun akan semakin meningkat, tetapi lapangan pekerjaan yang di sediakan oleh pemerintah daerah ataupun wirausahawan belum cukup untuk menampung jumlah pengangguran yang ada. Sehingga persaingan untuk mendapatkan pekerjaan di dalam Negeri pun semakin ketat khususnya di Kota Salatiga, sedangkan keadaan ekonomi yang semakin memburuk yang mengakibatkan pencari pekerjaan baik pria ataupun wanita terpaksa memilih untuk menghalalkan berbagai cara untuk bertahan hidup, seperti dengan berjualan di trotoar-trotoar jalan yang semestinya tidak diperuntukan untuk berjualan dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri (Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban Jalan Lingkar Salatiga, Kota Salatiga) karena dengan berjualan di bahu jalan yang semestinya diperuntukan untuk pengguna lalu lintas darat seperti sepeda motor dan mobil. Dalam hal ini, Pemerintah Kota Salatiga berperan penting dalam upaya melindungi keselamatan penjual ataupun pembeli di Pasar Tiban Kota Salatiga. Penataan tempat berjualan bagi PKL harusnya rapi dan tidak membahayakan atau pada

4

(5)

kategori aman, dengan hal ini akan memperkecil resiko yang akan ditimbulkan, dan juga menyediakan pos informasi beserta melibatkan dinas yang terkait untuk terjun langsung mengawasi kondisi Pasar Tiban Kota Salatiga agar tetap terkontrol.

2. Kewenangan Pemerintah Daerah

Indonesia adalah sebuah Negara yang wilayahnya terbagi-bagi atas Daerah-Daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah Provinsi merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi Gubernur dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Umum di wilayah Daerah Provinsi. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang. Pemerintah Daerah penyelenggara urusan Pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantu dengan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.5 Urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan Pemerinth Daerah diselenggarakan berdasarkan Kriteria Eksternalitas, Akuntabilitas, dan Efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan susunan Pemerintah.

5

(6)

Kriteria Eksternalitas adalah Kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul bersifat lokal atau lintas Kabupaten/Kota dan atau regional sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.

Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperlihatkan pertanggungjawaban pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan tertentu kepada masyarakat.

Efisiensi adalah kriteria pembagian urusan pemerintah dengan memperlihatkan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan Pemerintahan antara ditangani pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah.

Dalam menyelenggarakan Pemerintah, Pemerintah Pusat menggunakan Asas Desentralisasi6, Tugas Pembantu7, dan Dekonsentrasi8, sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan dalam menyelenggarakan Pemerintah Daerah menggunakan Asas Otonomi dan Tugas Pembantu.

Berbicara menenai Otonomi Daerah, istilah Otonomi Daerah berasal dari bahasa Yunani yaitu Autos yang artinya sendiri dan Nomos yang artinya

6

Asas Desentralisasi adalah Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem NKRI.

7

Asas Tugas Pembantu adalah Asas yang menghendaki adana tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah otonom tinggi dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

8

(7)

aturan. Otonomi daerah adalah Hak, Wewenang dan Kewajiban yang diberikan kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah dan kepentingan Masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam menyelenggarakan Otonomi, Daerah mempunyai Hak untuk 9: a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya ; b. Memilih pimpinan daerah ;

c. Mengelola aparatur daerah d. Mengelola kekayaan daerah

e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah ;

f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.

g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

Dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah, maka Daerah mempunyai kewajiban sebagai berikut10:

9

Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

10

(8)

a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, dan kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. Mengembangkan kehidupan demokrasi; d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

g. Menyediakan fasilitas social dan fasilitas umum yang layak; h. Mengembangkan sistem jaminan social;

i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k. Melestarikan lingkungan hidup;

l. Mengelola administrasi kependudukan; m. Melestarikan nilai sosial budaya;

n. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang–undangan sesuai dengan kewenangannya; dan

o. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(9)

Berdasarkan pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sedangkan untuk mengetahui kriteria urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah juga telah di atur sedemikian rupa melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 13 Ayat (4), yang meliputi: 11

a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota;

b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota;

c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau

d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.

Sehingga Pemerintah Kota Salatiga sebagai bagian dari Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki peranan yang penting dalam memberikan Kebijakan dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat di Kota Salatiga yang dilakukan berdasarkan Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan. Pemerintah Kota Salatiga wajib

11

(10)

menciptakan Ketentraman, Keharmonisan dan Keadilan Sosial bagi seluruh lapisan Masyarakat di Kota Salatiga.

3. Diskresi

Dari segi bahasa, diskresi (discretion) adalah kebijaksanaan, keleluasaan, penilaian, kebebasan untuk menentukan. Discretionnary berarti kebebasan untuk menentukan atau memilih, terserah kepada kebijaksanaan seseorang. Discretionary power to a ct: kebebasan untuk bertindak.12 Istilah diskresi ini sering disebut dengan Ermessen yakni mempertimbangkan, menilai, menduga atau menilai, pertimbangan, dan keputusan. Dalam bahasa Belanda diskresi ini memiliki beberapa arti seperti disebutkan R.K,Kuipers berikut ini:” diskresi; sifat hati-hati, kewaspadaan, sikap hati-hati dalam

pembicaraan dan tindakan. Berkelakuan sederhana; pertimbangan sendiri, kehendak, pilihan bebas, berbudi luhur atau tanpa pamrih, ampunan dan tanpa belas kasihan). Bryan A.Garner mengemukakan pengertian diskresi sebagai “tingkah laku dan managemen yang bijaksana; kearifan yang diiringi

kewaspadaan;sikap hati-hati; penilaian individu; kekuasaan bebas mengambil keputusan”. Dari kata dasar diskresi ini muncul istilah diskresi administrasi

(administrative discretion) yakni “seorang pejabat publik atau kekuasaan

institusi melakukan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya”.13

12

John M.Echols dan Hassan Shadily,Kamus Inggris Indonesia,Gramedia Pustka Utama,Jakarta,2006,hlm.185-186 dan Peter Salim,the Contemorary English-Indonesia Discretionary,Seventh Edition,Modern English Press,Jakarta,1996,hlm.524-525.

13

(11)

Berdasarkan pengertian dari segi bahasa tersebut, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan diskresi yang relevan pada tulisan ini adalah pertimbangan sendiri, wewenang untuk melakukan tindakan berdasarkan kebijakan sendiri, pertimbangan seorang pejabat publik dalam melakukan tugasnya, dan kekuasaan seseorang untuk mengambil pilihan melakukan atau tidak melakukan tindakan. S.A de Smith mengatakan, “ kekuasaan diskresi

mengimplementasikan kebebasan memilih, pejabat yang berwenang dapat memutuskan apakah melakukan atau tidak melakukan tindakan dan jika melakukan tindakan, bagaimana melakukannya ”.14

Menurut pendapat yang di kemukakan oleh Florence Heffron dan Neil McFeeley, bahwa diskresi pemerintah itu mengandung makna sebagai berikut: 15

“ Memperkenankan pemerintah untuk mengambil keputusan

ketika,kapan,bagaimana, dan terhadap siapa pengaturan dan ketentuan itu akan diterapkan. Diskresi pemerintah itu diperluas ketika pembuat undang-undang tidak merumuskan standar atau standar yang samar atau tidak memiliki arti tegas yang membolehkan dan mengharuskan pemerintah menentukan sendiri substansi dan penerapan peraturan. Pilihan merupakan esensi diskresi dan diskresi adalah esensi administrasi. ”

14

S.A. de Smith, Constitutional and Administrative Law,Second Edition,Penguin Education,England,1973, hlm. 531.

15

(12)

Seiring dengan perkembangan masyarakat yang kian kompleks, dimungkinkan bahwa berbagai persoalan yang terjadi ditengah masyarakat dan harus diurus oleh organ pemerintah itu telah ada pengaturannya dan juga ada yang belum diatur. Terhadap persoalan urusan yang belum ada pengaturannya (leemten in het recht), sementara harus dilayani oleh pemerintah , maka dalam rangka pelayanan terhadap warga negara organ pemerintah menggunakan diskresi. Adapun terhadap persoalan yang ada peraturannya,pengguna diskresi juga di mungkinkan terutama berkenaan dengan norma samar (vage norm) atau norma terbuka (open texture) yang terdapat pada peraturan perundang-undangan tersebut sehingga memerlukan penjelasan, interpretasi, pertimbangan berbagai kepentingan terkait, atau karena ada peraturan itu terdapat pilihan yang dapat diambil oleh organ pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya.16

Dalam perkembangannya, pemerintah tidak boleh menolah untuk memberikan pelayanan bagi warga negara dengan alasan tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Ketika tidak ada peraturan perundang-undangan atau ada peraturan perundang-undangan, namun normanya samar atau multiinterpretasi, pemerintah dapat menggunakan diskresi. Florence Heffron dan Neil McFeeley mengatakan:

“Dengan demikian, diskresi merupakan peluang bagi pemerintah,

karena kesamaran alami undang-undang atau peraturan yang

16

(13)

memberikan kewenangan, untuk membuat keputusan secara individual beserta interpretasi, implementasi, dan/atau penegakan hukum. Diskresi bukan hanya perlu, tetapi juga bermanfaat dalam suatu masyarakat yang mempercayai konsep (keadilan orang perorang atau merata). Tanpa diskresi, hukum tidak dapat diterapkan secara wajar terhadap fakta-fakta yang spesifik dan kondisi yang ditampilkan kasus tertentu: fakta yang tidak sama tidak dapat diperlakukan secara sama.”17

4. Ketentuan PERDA di Kota Salatiga yang Berkaitan Dengan Penataan PKL & Pasar Tiban

a. Dasar Hukum yang digunakan adalah :

i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penataan, Pengelolaan dan Pemberdayaan PKL.

ii. Isi ketentuan umum18

(a) Penataan Pedagang Kaki Lima adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui pendataan, pendaftaran dan penyelenggaraan Tanda Daftar Usaha.

(b) Pengelolaan lokasi PKL adalah upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah melalui penetapan lokasi PKL,

17

Florence Heffron dan Neil McFeeley, The administrative...,op.cit, hlm.44

18

(14)

peremajaan, pemindahan dan penghapusan Lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

(c) Pemberdayaan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya.

(d) Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di lahan dan/atau bangunan milik Pemerintah Daerah dan/atau swasta.

(e) Tanda Daftar Usaha, yang selanjutnya disebut TDU, adalah surat yang dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti pendaftaran usaha PKL sekaligus sebagai alat kendali untuk pemberdayaan dan pengembangan usaha PKL di lokasi yang ditetapkan oleh Walikota.

(15)

(g) Rencana Detail Tata Ruang Wilayah, yang selanjutnya disingkat RDTRW, adalah Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga.

Dalam penataan Pedagang Kaki Lima yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 4, Pasal 35, dan Pasal 36 Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2015 tentang Penataan, Pengelolaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, yang menyatakan bahwa pelaksanaan penataan PKL harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

- Pasal 4

(1) Penataan PKL dilakukan terhadap PKL dan lokasi tempat kegiatan PKL.

(2) Penataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:

a. pendataan PKL; b. pendaftaran PKL; dan c. penyelenggaraan TDU. - Pasal 35

Kewajiban PKL antara lain:

a. mematuhi waktu kegiatan usaha yang telah ditetapkan oleh Walikota;

(16)

c. menempatkan dan menata barang dagangan dan/atau jasa serta peralatan dagangan dengan tertib dan teratur;

d menjaga ketertiban umum;

e. menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah;

f. menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai TDU yang dimiliki PKL; dan

g. membayar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

- Pasal 36 PKL dilarang:

a. Melakukan kegiatan usahanya di ruang umum yang tidak ditetapkan untuk Lokasi PKL;

b. Merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada di tempat atau lokasi usaha PKL yang telah ditetapkan dan/atau ditentukan Walikota;

(17)

d. Berpindah tempat atau lokasi dan/atau memindahtangankan TDU tanpa sepengetahuan dan seizin Walikota;

e. Menelantarkan dan/atau membiarkan kosong lokasi tempat usaha tanpa kegiatan secara terus-menerus selama 1 (satu) bulan;

f. Mengganti bidang usaha dan/atau memperdagangkan barang ilegal;

g. Melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan atau mengubah bentuk trotoar, fasilitas umum, dan/atau bangunan di sekitarnya;

h. Menggunakan badan jalan untuk tempat usaha, kecuali yang ditetapkan untuk Lokasi PKL terjadwal dan terkendali;

i. PKL yang kegiatan usahanya menggunakan kendaraan dilarang berdagang di tempat-tempat larangan parkir, pemberhentian sementara, atau trotoar; dan

(18)

i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 3 Tahun 2015 tentang

Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.

ii. Isi ketentuan umum19

(a) Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan baik secara vertikal maupun horisontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang.

(b) Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui pengaturan lokasi pendirian, batasan luas lantai, sistem penjualan dan waktu operasional Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, serta pola Kemitraan dengan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sehingga dapat terwujud iklim usaha perdagangan yang sehat, saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

(c) Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk pemberdayaan dan pengawasan

19

(19)

terhadap Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dalam melakukan Kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Koperasi.

(d) Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun bukan berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

(e) Izin Usaha Pusat Perbelanjaan, yang selanjutnya disingkat IUPP, adalah izin untuk dapat melaksanakan usaha pengelolaan Pusat Perbelanjaan. (f) Pasar Rakyat adalah pasar yang dibangun dan

(20)

(g) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang selanjutnya disingkat UMKM adalah kegiatan ekonomi yang berskala mikro, kecil dan menengah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah. Dalam penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 31 Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan., yang menyatakan bahwa tugas dan wewenang pemerintah daerah dalam pelaksanaan penataan dan pembinaan pusat perbelanjaan dan toko swalayan, sebagai berikut :

- Pasal 31

Dalam penataan dan pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, Pemerintah Daerah mempunyai tugas dan wewenang:

a. menetapkan kebijakan teknis dan melaksanakan pembinaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan;

(21)

c. melaksanakan pembinaan dan pengawasan, monitoring dan evaluasi kegiatan informasi pasar dan stabilisasi harga serta peningkatan penggunaan produksi dalam negeri;

d. melaksanakan pembinaan, sosialisasi, informasi dan publikasi penyelenggaraan perlindungan konsumen; e. mengoordinasikan penyelesaian permasalahan dalam

penyelenggaraan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan;

f. memfasilitasi hubungan kerjasama antara Pemasok UMKM dan Koperasi dengan Toko Swalayan.

i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

ii. Isi ketentuan umum20

(a) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang selanjutnya disingkat LLAJ, adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan LLAJ, Prasarana LLAJ, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.

(b) Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang diRuang Lalu Lintas Jalan.

20

(22)

(c) Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.

(d) Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali Jalan rel dan Jalan kabel. (e) Prasarana LLAJ adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal,dan

Alat Perlengkapan Jalan yang meliputi Marka,Rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.

(f) Ruang Lalu Lintas Jalan adalah Prasarana yan diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.

(g) Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.

(23)

garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas.

(i) Pejalan Kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu Lintas Jalan.

(j) Ketertiban LLAJ adalah suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.

(k) Kelancaran LLAJ adalah suatu keadaan berlalu lintas dan penggunaan Angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.

Dalam penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 31 Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2013 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, yang menyatakan bahwa tujuan dari penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan Jalan oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaan penataan dan terwujudnya ekita dalam berlalu-lintas, sebagai berikut :

- Pasal 3

LLAJ diselenggarakan dengan tujuan:

(24)

b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum

bagi masyarakat. - Pasal 4

Ruang lingkup penyelenggaraan LLAJ mencakup keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran LLAJ melalui:

a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan; dan

b. kegiatan yang menggunakan sarana, Prasarana, dan fasilitas pendukung LLAJ.

i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030. ii. Isi ketentuan umum21

(a) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain hidup melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

(b) Struktur ruang adalah susunan pusat–pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai

21

(25)

pendukung kegiatan social ekonomi mayarakat secara hirarki memiliki hubungan fungsional.

(c) Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

(d) Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

(e) Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga yang selanjutnya disebut RTRW Kota Salatiga adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah Kota Salatiga yang berisi tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

(f) Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

(26)

(h) Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

(i) Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Dalam penataan PKL di Pasar Tiban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 15-16 Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2011 tentang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030, yang menyatakan bahwa Kelurahan Pulutan merupakan akan direnanakan sebagai pusat pelayanan lokal meliputi pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi. Hal tersebut terdapat dalam Perda RTRW Kota Salatiga, sebagai berikut :

- Pasal 15 ayat (1)

(1) Rencana pengembangan sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a terdiri dari:

a. pusat pelayanan kota;

b. subpusat pelayanan kota; dan c. pusat lingkungan.

- Pasal 15 ayat (4)

(27)

a. Kelurahan Blotongan; b. Kelurahan Bugel;

c. Kelurahan Kauman Kidul; d. Kelurahan Pulutan; e. Kelurahan Kalibening; f. Kelurahan Tingkir Lor; g. Kelurahan Tingkir Tengah; h. Kelurahan Noborejo; - Pasal 16 ayat (3)

Pusat lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c sebagai pusat pelayanan lokal meliputi pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi.

5. Teori Peran Dalam Sosiologi Hukum

(28)

status dan posisi tertentu dalam organisasi, kelompok atau lembaga-lembaga.22

Menurut Soerjono Soekanto, Peran (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak yang kewajiban-kewajiban sesuai dengan kedudukan, maka dia menjalankan suatu peranan.23 Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam Masyarakat (social-position) merupakan unsur yang statis yang menunjukan tempat Individu dalam organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.

Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal, antara lain :24

1) Peranan adalah meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3) Peranan juga dapat dikatakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial.

22

Robert M.Z Lawang, Buku Pokok Pengantar Sosiologi, Penerbit Karunia, Jakarta, hlm.85.

23

Seorjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Penerbit Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1974, hlm. 130.

24

(29)

Bahwasanya, setiap peranan bertujuan agar antara individu yang melaksanakan peranan tadi dengan orang-orang disekitarnya yang bersangkutan, atau ada hubungan dengan peran tersebut, terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati kedua belah pihak.

Abu Ahmadi juga mengatakan bahwa Peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Sebagai pola perikelakuan, maka peranan mempunyai beberapa unsur, yakni antara lain :25

a. Peranan ideal, sebagaimana dirumuskan atau diharapkan oleh masyarakat, terhadap status-status tertentu. Peranan ideal tersebut merumuskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait pada status-status tertentu.

b. Peran yang dianggap oleh dirinya sendiri, peranan ini merupakan hal yang oleh individu harus dilakukan pada situasi-situasi tertentu. Artinya, seorang individu menganggap bahwa dalam situasi-situasi tertentu (yang dirumuskannya sendiri), dia harus melaksanakan peranan tertentu.

c. Peranan yang dilaksanakan atau dikerja kan, ini merupakan peranan yang sesungguhnya dilaksanakan oleh individu di dalam kenyataannya, yang terwujud dalam perikelakuan yang nyata.

25

(30)

Peranan yang dilaksanakan dalam kenyataan, mungkin saja berbeda dengan peranan ideal maupun peranan yang di anggap oleh dirinya sendiri. Peranan yang dilaksanakan secara aktual senantiasa dipengaruhi oleh sistem kepercayaan, harapan-harapan, persepsi, dan juga oleh kepribadian individu yang bersangkutan. Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut :26

a. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.

b. Peranan tersebut seyogyanya diletakkan pada individu-individu yang oleh masyarakat di anggap mampu melaksanakannya.

c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.

d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.

Akan tetapi, didalam interaksi sosial terkadang kala kurang disadari bahwa yang paling penting adalah melaksanakan peranan dari pada

26

(31)

kedudukan sehingga terjadi hubungan-hubungan yang timpang yang tidak seharusnya terjadi. Hubungan yang timpang tersebut lebih cenderung mementingkan bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja, sedangkan pihak lain hanyalah mempunyai kewajiban belaka. 27

B.

Hasil Penelitian

Dalam penjelasan ini, penulis memaparkan 3 hal yang antara lain mengenai gambaran umum wilayah penelitian, hasil penelitian, dan analisa. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang keadaan dan situasi wilayah penelitian, serta untuk mengetahui beberapa kebijakan yang sampai saat ini telah dilakukan oleh Dinas-Dinas terkait (DISPERINDAGKOP UMKM, Dinas Perhubungan, Satpol-PP).

1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kota Salatiga terletak di antara dua Kota besar di Jawa Tengah yaitu Kota Semarang (49 km ke arah utara) dan Kota Solo (52 km ke arah selatan). Secara mortologi, Kota Salatiga berada di daerah cekungan, kaki Gunung Merbabu diantara gunung-gunung kecil antara lain: Gajah Mungkur, Telomoyo, dan Payung Rong., oleh sebab itu kota ini memiliki iklim tropis dan memiliki hawa yang sejuk dan segar. Secara astronomi Kota Salatiga terletak antara 1100.27'.56,81" - 1100.32'.4,64" BT 0070.17'. - 0070.17'.23"

27

(32)

LS 28. Kota Salatiga secara administratif terbagi atas 4 kecamatan yakni Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Sidomukti, Kecamatan Argomulyo, Kecamatan Tingkir.

Seiring dengan perkembangan kegiatan perkotaan,dampak yang timbul adalah masalah penggunaan lahan yang berubah,perubahan penggunaan lahan tersebut salah satunya terjadi karena adanya kepadatan penduduk yang tinggi. Parameter yang mengakibatkan terjadinya masalah kepadatan penduduk adalah tingginya pertumbuhan alami yang berasal dari daerah itu sendiri maupun arus penduduk yang masuk dari luar kota yang mengakibatkan bertambahnya peruntukan lahan untuk permukiman di daerah perkotaan, yang berarti berkurangnya lahan kosong di dalam kota.

Lokasi penelitian berada di kawasan Jalan Lingkar Salatiga, terutama pada sekitaran Pulutan dan Kecandran. Kawasan ini banyak dimanfaatkan oleh para PKL yang khususnya berjualan pada hari Minggu pagi-siang hari. Kebanyakan dari PKL di kawasan ini memanfaatkan trotoar dan tepi-tepi jalan sebagai tempat usahanya, baik itu di sisi kanan maupun kiri jalan di Jalan Lingkar Salatiga. Sebagian aktivitas masyarakat terpusat disini, khususnya aktivitas perdagangan. Jumlah PKL di Pasar Tiban Jalan Lingkar Salatiga kurang lebih 700 PKL dan juga 60 tukang parkir (yang menggunakan trotoar dan tepi jalan).29

28

http://salatigakota.go.id/TentangGeografi.php, dikunjungi pada tanggal 25 Oktober 2016 pukul 03.15 WIB.

29

(33)

2. Gambaran Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terhadap Pasar Tiban Perencanaan pemanfaatan ruang Kota Salatiga diatur dalam Perda No 4 Tahun 2011 mengenai RTRW. Dalam RTRW diatur mengenai kawasan yang dikembangkan dalam berbagai bidang seperti pendidikan, perkantoran, perindustrian, perdagangan dan jasa, serta agro bisnis. Pemerintah memiliki kebijakan bahwa kawasan yang dikembangkan untuk perdagangan dan jasa yang dapat dimanfatkan oleh PKL. Berdasarkan Perda No 4 Tahun 2011, pemerintah membuat Perda No 4 Tahun 2015 mengenai PKL agar pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan secara maksimal. Perda No 4 Tahun 2015 ditindak lanjuti dengan Perda No 4 Tahun 2011, dalam perda ini di cantumkan mengenai lokasi-lokasi yang dapat dimanfaatkan untuk berjualan oleh PKL. Kawasan-kawasan yang dapat dimanfaatkan oleh PKL untuk berjualan sebagai berikut: kawasan PKL Kridanggo di Kelurahan Kalicacing, kawasan PKL Lapangan Pancasila di Kelurahan Kalicacing, kawasan PKL Jenderal Sudirman di Kelurahan Salatiga, Kelurahan Kutowinangun dan Kelurahan Kalicacing, kawasan PKL Pasar Andong di Kelurahan Mangunsari, dan kawasan PKL Margosari di Kelurahan Salatiga.

30

Kawasan JLS terutama di kawasan Pulutan dan Kecandran yang biasanya di peruntukkan sebagai Pasar Tiban di Hari Minggu semestinya tidak dapat di peruntukkan untuk lokasi berjualan para PKL, karena tidak sesuai

30

(34)

dengan kriteria lokasi usaha PKL yaitu tidak boleh mengganggu sirkulasi pejalan kaki, tidak boleh bertentangan dengan peraturan lalulintas, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perparkiran serta tidak boleh menempati taman dan fasilitas publik. Kedua peraturan tersebut dilaksanakan dalam berbagai

kegiatan sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimiliki baik itu DISPERINDAG-UMKM dan PKL maupun Satpol PP, kegiatan yang banyak dilakukan yaitu patroli keliling, sosialisasi serta penyuluhan.

Akan tetapi, telah berlakunya kebijakan yang memang tidak secara tertulis yang di terapkan oleh Pemerintah Kota Salatiga terhadap adanya Pasar Tiban dengan syarat tidak terganggunya aktivitas lalulintas yang di sebabkan oleh adanya PKL, hal tersebutlah yang mengakibatkan Pasar Tiban sendiri sampai saat ini masih ada dan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

3. Hasil Wawancara dengan Pemerintah Kota Salatiga

(35)

akan berkoordinasi kepada paguyuban beserta pada pedagang untuk sementar meliburkan aktivitas perdagangan yang biasa di lakukan.31

Oleh karena itu, Pemerintah Kota Salatiga yang diwakili oleh Satpol PP, DISHUB, dan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) selalu memonitoring berjalannya aktivitas jual beli agar tidak mengganggu hak-hak dari pengguna jalan yang lain dengan selalu menghimbau kepada penjual dan pembeli melalui Paguyuban Pasar Tiban agar tetap tertib. Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang telah di lakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, dengan melakukan penertiban dam juga monitoring yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) selaku legal sektor dari penerapan Perda No. 4 Tahun 2015 beserta Satpol PP,32 Disamping itu juga pemerintah dilekati dengan kewajiban untuk memberikan pelayanan publik, melaksanakan fungsi pelayanan, dan juga menerapkan kebijakan publik yang memasyarakatkan masyarakat, terutama bagi negara-negara yang menganut atau dipengaruhi oleh konsep negara kesejahteraan seperti di Indonesia. Dinas-dinas yang mewakili Pemerintah Kota Salatiga tersebut bertugas untuk melakukakan tindakan, antara lain :

31Wawancara Bapak H.M. Sofi’i, Komisi C DPRD Kota Salatiga Fraksi PKB, Tanggal 11

September 2016, jam 07.28 WIB.

32

(36)

1. Melakukan Tindakan Preventif 33

Satpol-PP beserta Dishub telah melakukan sosialisasi dan penyuluhan setiap 1 bulan sekali, secara meluas kepada perwakilan PKL dan Paguyuban di Pasar Tiban. Sosialisasi dan penyuluhan PKL di berikan diruang rapat Paguyuban Pasar Tiban yang dihadiri oleh perwakilan PKL dan paguyubannya. Topik pembahasan yang di sosialisasikan adalah mengenai ketertiban dan kebersihan pedagang agar tidak mengganggu pengguna jalan yang lain.

Dimaksud dengan penyuluhan adalah tindakan untuk memberikan pengarahan ataupun edukasi kepada PKL perkawasan mengenai suatu hal atau suatu topik. Penyuluhan ini bertujuan agar keberadaan PKL tetap ada dan tidak merugikan lingkungan sekitarnya. Karena memang keberadaan PKL di Pasar Tiban telah mendapatkan kebijakan dari Walikota Salatiga untuk tetap ada selama tidak mengganggu lalu lintas di sekitar JLS. Sedangkan sosialisasi adalah memberi informasi kepada seluruh PKL beserta paguyubannya yang ada di Pasar Tiban Kota Salatiga.

Selain tindakan preventif oleh Satpol PP beserta Dishub melalui sosialisasi dan penyuluhan, tindakan preventif juga di lakukan melalui pemberian kebijakan oleh Walikota Salatiga bagi PKL di Pasar Tiban untuk tetap berjualan di sekitar kawasan Pulutan-Kecandran selama

33

(37)

tetap menjaga ketertiban lalulintas yang ada. Dengan demikian, maka Pasar Tiban tersebut secara tidak langsung telah di izinkan oleh Walikota Salatiga selama tetap tertib dan tidak mengakibatkan kemacetan, dan dengan adanya Pasar Tiban tersebut akan menambah daya tarik bagi Kota Salatiga di bidang pariwisata.

Patroli keliling dilakukan setiap hari (khususnya hari Minggu) oleh Satpol PP bersama Dishub terhadap Pasar Tiban. Tindakan ini merupakan usaha untuk melakukan pengawasan dan monitoring terhadap PKL yang berjualan di JLS yang terfokus di Kelurahan Pulutan dan Kecandran. Pengawasan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memantau tempat para PKL, agar tetap berjualan dengan tertib dan tidak mengganggu pengguna jalan yang lain. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh Satpol PP beserta Dishub melalui patroli keliling dengan menggunakan mobil patroli untuk memberikan himbauan kepada PKL (Paguyuban Pasar Tiban) dengan cara lisan. Patroli dilakukan sendiri oleh Salpol PP maupun gabungan dengan Dinas Perhubungan, patroli keliling ini merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Satpol PP dengan memberlakukan 2 jadwal untuk tugas patroli (Pagi dan Sore), dalam melakukan pengawasan kepada para PKL.

(38)

Kontribusi dari Satpol-PP guna mendukung suksesnya pelaksanaan Otonomi Daerah, yang diharapkan Satpol-PP menjadi motivator dalam menjamin kepastian pelaksanaan peraturan daerah dan upaya menegakkannya ditengah-tengah masyarakat,sekaligus membantu dalam menindak segala bentuk penyelewengan dan penegakan hukum. Dalam melaksanakannya harus menunggu dari keputusan kepada daerah, dan tentunya hal tersebut tidaklah mudah karena dalam melaksanakan kewenangannya ini Satpol-PP dibatasi oleh kewenangan represif yang bersifat non yustisial.

Dalam menghadapi sitiasi seperti ini, Satpol-PP harus dapat mengambil sikap yang tepat dan bijaksana sesuai dengan paradigma baru Polisi Pamong Praja yaitu menjadi aparat yang ramah, bersahabat, dapat menciptakan suasana batin dan nuansa kesejukan bagi masyarakat, namun harus tetap tegas dalam bertindak demi tegaknya peraturan yang berlaku.

(39)

DISPERINDAGKOP UMKM yang merupakan instansi yang memang menangani Pasar Tiban tersebut.34

Sementara itu menurut dari perwakilan DISPERINDAGKOP UMKM sendiri memberi keterangan, bahwa Pasar Tiban memang sudah tidak menjadi wewenang dari DISPERINDAGKOP UMKM, karena Jalan Lingkar Salatiga sendiri sudah berubah menjadi jalan provinsi dan wewenang untuk mengawasi Pasar Tiban sekarang otomatis menjadi otoritas dari pihak provinsi untuk menertibkannya.35 Oleh karena itu DISPERINDAGKOP UMKM sudah tidak ikut dalam pengawasan Pasar Tiban yang menjadi tanggungjawab provinsi untuk mengawasinya.

Peringatan ataupun penertiban dapat di lakukan oleh Satpol-PP, karena memang tugas dan wewenang dari Satpol-PP yaitu menertibkan dan menindak warga masyarakat atau bagan hukum yang mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, penegakan Peraturan Daerah (Perda) yang harus ditaati oleh semua pihak, melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga masyarakat yang melanggar Peraturan Daerah.

Peringatan tertulis diberikan sebanyak tiga kali kepada para PKL, apabila masih tetap melanggar maka Satpol-PP melakukan tindakan penyitaan terhadap barang-barang dagangan mereka. Para PKL dapat mengambil barang dagangan yang disita oleh Satpol-PP dengan membuat surat pernyataan untuk

34

Wawancara Bapak Ahmad , KASI Penegakan Perda, Tanggal 19 Oktober 2016, jam 13.43 WIB.

35

(40)

tidak mengulangi pelanggaran tersebut kembali. Pengambilan barang yang disita oleh pihak Satpol-PP dapat dilakukan sebanyak dua kali, apabila masih melanggar maka barang dagangan yang telah di sita tidak dapat lagi di ambil oleh para PKL.

Sementara hambatan-hambatan yang di alami oleh Satpol-PP dan Dinas Perhubungan terletak dalam melakukan penyuluhan dan sosialisasi. Dalam sosialisasi dan penyuluhan banyak PKL yang tidak mengindahkan apa yang telah di berikan oleh Satpol-PP dan Dinas Perhubungan. Hal tersebut di sebabkan karena kebutuhan ekonomi yang di perlukan oleh PKL.36

4. Hasil Wawancara dengan Paguyuban Pasar Tiban

Asal mula terjadinya Pasar Tiban yang berdiri pada awal 2011 sendiri telah berjalan sebelum JLS tersebut di fungsikan seperti sekarang, ada 5 penjual makanan ringan yang berjualan di sekitaran Pulutan dan Kecandran dan nampaknya memang menguntungkan dengan Pemandangan yang ada di sekitaran JLS tersebut seperti dapat melihat Gunung Merbabu dan Merapi dengan jelas, beserta hamparan sawah yang terlihat indah dan mengagumkan mampu menarik penjual yang lain beserta pembeli yang banyak berdatangan, entah untuk berbelanja ataupun juga berjalan-jalan untuk melihat pemandangan yang ada di Jalan Lingkar Salatiga. Penjual ataupun juga pembeli yang datang di Pasar Tiban tidak hanya yang berdomisili di Kota

36

(41)

Salatiga, tetapi juga banyak yang datang dari Kabupaten Semarang dan sekitarnya, tetapi 70% memang benar-benar masyarakat Kota Salatiga itu sendiri. Sampai sekarang pedagang yang terdaftar telah mencapai 700 pedagang dan 60 pekerja parkir.37

Hal-hal yang menyangkut keberadaan dari Pasar Tiban yang sampai sekarang masih ada dan tetap berjualan pada setiap hari Minggu pagi memang nyatanya mampu mendatangkan keuntungan tidak hanya untuk pedagang saja, tetapi juga mendatangkan keuntungan bagi masyarakat sekitar dan juga menambah perekonomian dari mayarakat sekitar kawasan Pulutan-Kecandran, hal ini dikarenakan dengan adanya Pasar Tiban akan mendatangkan banyak pembeli yang tidak hanya warga Salatiga saja, dan hal ini dimafaatkan oleh warga sekitar untuk menambah penghasilannya dengan ikut berjualan dan juga menjadi juru parkir di sekitaran Pasar Tiban. Tidak hanya itu, tetapi warga Pulutan-Kecandran juga menarik pungutan terhadap para PKL yang memang tidak ditentukan besarannya melalui Paguyuban Pasar Tiban yang selanjutnya hasilnya akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu untuk karangtaruna di kawasan Pulutan-Kecandran untuk kebersihan.38

Ketertiban PKL juga sangat diperhatikan oleh pengurus paguyuban yang ikut terjun langsung untuk mengawasinya dan setelah pasar tersebut telah selesai maka dengan cepat anggota-anggota paguyuban beserta karangtaruna langsung membersihkan sampah-sampah yang ada agar tidak

37

Wawancara Bapak Sobiron, Ketua Paguyuban Pasar Tiban, Tanggal 11 September 2016, jam 07.00 WIB.

(42)

mengganggu pemandangan kota dan keindahan Jalan Lingkar Salatiga. Untuk peran Pemerintah Kota Salatiga memang pada kenyataannya tidak ada keterkaitan yang terjun langsung untuk mengatasi Pasar Tiban karena Pemerintah Kota Salatiga telah mempercayakan ketertiban kepada Paguyuban Pasar Tiban.

Keberadaan Pasar Tiban sendiri tidak hanya mendatangkan keuntungan, tetapi terdapat kerugian yang di timbulkan dengan adanya Pasar Tiban, Pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan Jalan Lingkar Salatiga telah menimbulkan dampak yang negatif bagi lingkungan sekitarnya, seperti terhambatnya aktivitas lalu lintas (kemacetan) di sekitar tempat tersebut, itu dikarenakan para PKL melakukan aktivitas perdagangannya di bahu-bahu jalan dan sampai di jalur lalu lintas yang dipergunakan untuk aktivitas berkendara motor dengan memparkirkan kendaraannya yang dipergunakan untuk berjualan di dalam mobil yang mengakibatkan kawasan JLS menjadi sempit, dan tentu saja apa yang telah dilakukan oleh para PKL Pasar Tiban di JLS telah mangganggu kenyamanan pengendara dan para pejalan kaki dikarenakan pada kenyataannya adanya pemanfaatan trotoar-trotoar jalan dan juga badan jalan di kawasan JLS di pagi hari yang semestinya dipergunakan untuk para pejalan kaki dan aktivitas berlalu lintas berubah menjadi tempat para PKL untuk mendirikan untuk tempat usaha, kota menjadi tidak teratur, menjadikan kemacetan, tidak bersih dan tidak tertib.39

39

(43)

Paguyuban Pasar Tiban sebagai wakil dari seluruh PKL yang berada di Pasar Tiban sendiri memang terus melakukan koordinasi mengenai ketertiban dan kenyamanan Pasar Tiban sendiri kepada Satpol-PP dan Dinas Perhubungan Kota Salatiga, dengan demikian di harapkan akan terjadi harmonisasi antara Paguyuban dengan Pemerintah Kota Salatiga untuk duduk bersama-sama dalam pengawasan terhadap Pasar Tiban yang juga menjadi aset dari Salatiga untuk kehidupa bermasyarakat dan kesejahteraan masyarakat di Salatiga.40

5. Hasil Wawancara dengan Pedagang Kaki Lima (PKL)

Permasalahan keberadaannya para PKL memang tidak terlepas dari dampak krisis ekonomi yang terjadi secara global akhir-akhir ini, bahkan memberikan dampak hingga di semua bidang. Akibat dari pemutusan hubungan kerja itu mengakibatkan pengangguran, disamping itu terdapat golongan masyarakat angkatan kerja yang mengalami kesulitan mencari pekerjaan, hah tersebut diperparah dengan minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia yang mengakibatkan semakin tertekannya perekonomian mereka. Berhubungan dengan itu, maka usaha untuk mencari nafkah salah satunya dengan cara berjualan di pinggir jalan. Masyarakat cenderung memanfaatkan ruang ataupun fasilitas umum untuk dipergunakan dalam aktivitas mereka berjualan karena memang tidak memiliki modal yang cukup untuk menyewa

40

(44)

ruko ataupun berjualan di tempat yang semestinya dan dengan berjualan dengan memanfaatkan fasilitas publik tentu akan mengurangi biaya mereka bilamana harus menyewa toko atau kios.

Melihat fakta yang ada menunjukan bahwa masih banyak PKL di Pasar Tiban Kota Salatiga yang memanfaatkan fasilitas-fasilitas publik yang semestinya tidak diperuntukan sebagai tempat usaha mereka, antara lain memanfaatkan trotoar dan tepi jalan. Tidak semua PKL mengetahui bahwa tempat-tempat yang mereka gunakan untuk berjualan tersebut di larang untuk di manfaatkan sebagai tempat berjualan, sebagaimana tergambar dalam tabel dibawah ini :

Tabel 3.1.

Pengetahuan responden mengenai tempat yang tidak diizinkan untuk berjualan.

Jawaban Jumlah Presentase (%)

Mengetahui 18 PKL 72 %

Tidak Mengetahui 7 PKL 28 %

Jumlah 25 PKL 100 %

Sumber: Wawancara Penulis, 16 Oktober 2016

(45)

untuk tempat usaha. Jumlah PKL yang mengetahui bahwa badan jalan dan trotoar di larang untuk di manfaatkan yaitu 18 PKL (72%), sedangkan yang tidak mengetahui hanya 7 PKL (28%).

Ada dua alasan yang di kemukakan oleh PKL tentang mengapa masih tetap memanfaatkan fasilitas-fasilitas publik sebagai tempat berjualan bagi mereka, yakni ada yang beralasan karena banyak pembeli yang datang karena tempat yang mereka pilih memanglah cukup strategis dan ada yang beralasan sudah adanya pelanggan ataupun mereka telah mendapatkan pembeli tetap bagi dagangan mereka, sebagaimana didata dalam tabel dibawah ini :

Tabel 3.2

Alasan responden menggunakan fasilitas publik sebagai tempat berjualan.

Jawaban Jumlah Presentase (%)

Sudah ada pelanggan 11 PKL 44 %

Banyaknya pembeli 14 PKL 56 %

Jumlah 25 PKL 100 %

Sumber : Wawancara Penulis, 16 Oktober 2016

(46)

pelanggan, sedangkan 14 PKL (56%) beralasan karena banyaknya pembeli yang ada di kawasan tersebut.

Selain itu, patroli keliling yang dilakukan setiap hari oleh Satpol PP bersama Dishub terhadap Pasar Tiban. Patroli yang dilakukan oleh Salpol PP maupun gabungan dengan Dinas Perhubungan, patroli keliling ini merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Satpol PP dengan memberlakukan 2 jadwal untuk tugas patroli (Pagi dan Sore), dalam melakukan pengawasan kepada para PKL. Nampaknya tidak semua PKL mengetahui adanya patroli keliling yang diadakan oleh instansi terkait setiap hari minggu. Hal ini terlihat dalam tabel dibawah ini :

Tabel 3.3.

Patroli keliling oleh Satpol-PP dan DISHUB Kota Salatiga.

Sumber : Wawancara Penulis, 16 Oktober 2016

Berdasarkan tabel di atas, menunjukan bahwa baik dari Satpol-PP maupun Dinas Perhubungan dalam melakukan patroli keliling tidak di lakukan setiap hari. Dari hasil observasi yang penulis lakukan terdapat 5 PKL (20%)

Jawaban Jumlah Presentase (%)

Setiap Hari Minggu 5 PKL 20 %

Kadang-kadang 14 PKL 56 %

Tidak Pernah 6 PKL 24 %

(47)

mengemukakan bahwa Satpol-PP melakukan patroli keliling setiap hari minggu, 14 PKL (56%) mengemukakan dilakukan kadang-kadang, dan 6 PKL (24%) mengemukakan tidak pernah.

C.

Analisis

1.1 Upaya kebijakan dari Pemerintah Daerah Kota Salatiga dalam menangani Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban Jalan Lingkar Salatiga.

(48)

Mangunsari, dan kawasan PKL Margosari di Kelurahan Salatiga.

41

Kawasan Jalan Lingkar Salatiga terutama di kawasan Pulutan dan Kecandran yang biasanya di peruntukkan sebagai Pasar Tiban di Hari Minggu semestinya tidak dapat di peruntukkan untuk lokasi berjualan para PKL, karena tidak sesuai dengan kriteria lokasi usaha PKL yaitu tidak boleh mengganggu sirkulasi pejalan kaki, tidak boleh bertentangan dengan peraturan lalulintas, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perparkiran serta tidak boleh menempati taman dan fasilitas publik.

Pembuatan kebijakan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga yang ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah merupakan tindakan yang semestinya tepat untuk membatasi dan mengatur keberadaan PKL dalam melakukan usaha, sehingga tidak timbul dampak negatif bagi lingkungan dan aktivitas lalulintas di sekitarnya.

Para PKL dapat memanfaatkan ruang kota sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) serta sesuai dengan kriteria lokasi usaha, ruang yang memang dapat dimanfaatkan oleh para PKL untuk berjualan yaitu ruang yang berada dalam kawasan yang di kembangkan untuk perdagangan dan jasa. Sedangkan, di Kawasan Kecandran dan Pulutan telah di tetapkan sebagai Pusat Lingkungan, tetapi sebagian besar PKL di Kota Salatiga memanfaatkannya sebagai sarana untuk berdagang di setiap Minggu Pagi. Pemanfaatan yang di lakukan oleh PKL tentu telah tidak sesuai dengan fungsi yang semestinya dari kawasan tersebut, dan tidak sesuai dengan asas

41

(49)

dan tujuan pemanfaatan ruang. Dalam pemanfaatan ruang harus sesuai dengan asas pemanfaatan ruang yaitu pemanfaatan sebagai upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.42 Sedangkan pemanfaatan ruang yang telah di lakukan oleh para PKL tidaklah sesuai dengan asas dan tujuan pemanfaatan ruang yakni pemanfaatan yang dilakukan oleh PKL tidak serasi, selaras, seimbang dan tidak sesuai dengan daya dukung ruang yang ada, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan tidak dapat menciptakan kualitas suatu ruang.

Teori dari sebuah diskresi juga di kemukakan oleh Carl I. Friedrick mendefinisikannya sebagai “serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan

ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut

ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang

ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.43 Dalam kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, pastinya telah memikirkan apa kemungkinan yang akan terjadi bila mana tetap mengijinkan Pasar Tiban tetap beroperasi, baik dampak baik maupun buruk yang akan ditimbulkan. Dengan adanya kebijakan untuk tetap dapat beroperasinya Pasar Tiban di JLS bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruhnya masyarakat Salatiga dan sekitarnya, karena dengan tetap beroperasinya Pasar

42

Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1. 43

(50)

Tiban maka akan berakibat bagi pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat sekitar dan juga dapat menjadi salahsatu wisata berbelanja di Kota Salatiga.

Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga yang di wakili oleh Satpol-PP dan Dinas Perhubungan untuk ikut melakukan pengawasan, pendataan, monitoring, dan melakukan penertiban terhadap PKL yang melanggar kesepakatan bersama Walikota terhadap keberadaan Pasar Tiban di JLS sangatlah tepat untuk dilakukan, karena walaupun selama ini pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh PKL memang jelas-jelas melanggar Pasal 9 Peraturan Daerah No 4 Tahun 2015 mengenai kriteria lokasi yang memang tidak di peruntukan bagi PKL, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi lalu lintas dan lingkungan sekitarnya. Keberadaan Pasar Tiban sendiri merupakan salah satu bentuk kebijakan yang di buat oleh pemerintah untuk tetap di bolehkan untuk berjualan selama masih mengikuti himbauan-himbauan yang di sosialisasikan oleh Pemerintah Daerah yaitu tetap menjaga keteriban umum sehingga tidak mengganggu aktivitas lalu lintas dan tetap menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

Menurut James E. Anderson, “Kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu, yang di ikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu”. 44

masih berjalannya aktivitas di Pasar Tiban sampai saat ini merupakan wujud nyata dari suatu kebijakan, dalam hal kebijakan tentang lokasi PKL telah di tetapkan dalam bentuk Perda No 4 Tahun 2015 tentang PKL. Kegiatan

44

(51)

tentang lokasi PKL di Pasar Tiban dilakukan karena Pasar tersebut merupakan pasar yang terjadwal yang sifatnya tidak tetap dan juga dengan adanya Pasar Tiban maka akan membantu perekonomian di Kecandran-Pulutan, selain itu dengan keberadaan Pasar Tiban maka akan dapat menciptakan lapangan kerja baru bukan hanya untuk masyarakat Kota Salatiga. Tetapi dalam pelaksanaannya memang kurang maksimal, karena seharusnya dengan keberadaan Pasar Tiban yang mendatangkan banyak keuntungan seharusnya terdapat kesadaran dari para PKL tidak memanfaatkan fasilitas publik untuk sarana mereka berjualan, dengan adanya mereka berjualan di bahu jalan bahkan untuk parkirpun juga memanjaatkan badan jalan.

Menurut Van Metter dan Van Hord, “implementasi sebagai suatu

tindakan yang dilaksanakan oleh individu atau pejabat/kelompok pemerintah atau swasta yang di arahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah di gariskan”.45

Implementasi dapat dilaksanakan dalam beberapa kegiatan yang menyangkut kebijakan dari Pemerintah Daerah tersebut. Dengan keberadaan Pasar Tiban selama ini dapat dikatakan sebagai kegiatan nyata dari pelaksanaan suatu kebijakan (Peraturan Daerah N0 4 Tahun 2015 tentang PKL). Oleh karenanya, implementasi Perda No 4 Tahun 2015 dinyatakan secara nyata dalam kegiatan keberadaan lokasi bagi PKL. Oleh karena itu, suatu kebijakan perlu dilakukan dalam beberapa kegiatan, sehingga tercapai

45

(52)

tujuan yang diinginkan yaitu menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan PKL menjadi ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri, serta mementingkan kepentingan publik.

Tujuan dari kebijakan publik adalah kepentingan publik. Begitu juga kebijakan lokasi PKL di area JLS yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga untuk kepentingan publik, yakni antara PKL dan masyarakat sekitar serta untuk mewujudkan kesejahteraan dan harmonisasi untuk bersama. Dengan adanya keberadaan Pasar Tiban, diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan keberadaan PKL di Pasar Tiban dapat membantu perekonomian di Pulutan-kecandran.

Dengan adanya PKL yang berjualan di sekitaran area JLS yang memang semestinya tidak semestinya menjadi tempat untuk perdagangan karena pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh PKL tidak sesuai dengan Peraturan Daerah No 4 Tahun 2015 mengenai kriteria lokasi usaha, sehingga harus dilakukan penataan ruang. Dalam penataan ruang terdapat tiga proses, yaitu :

(53)

Pulutan-Kecandran, karena kawasan ini seharusnya di kembangkan sebagai pusat lingkungan, karena kawasan ini sebagai pusat pelayanan lokal yang meliputi pelayanan ekonomi, sosial, dan administrasi.

2. Kedua, yaitu pemanfaatan ruang di kawasan JLS khususnya sekitaran Pulutan-Kecandran memang tidak sesuai kriteria tempat usaha yaitu para PKL memanfaatkan fasilitas-fasilitas publik dan tidak sesuai dengan daya dukung pertumbuhan dan perkembangan kota sehingga menimbulkan dampak negatif pula bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, agar sesuai dengan daya dukung pertumbuhan dan perkembangan kota serta terjadi keselarasan antar komponen dalam masyarakat. Pemerintah semestinya mewujudkan pemanfaatan yang serasi, seimbang sesuai dengan daya dukung pertumbuhan dan perkembangan kota dan harus sejalan dengan tujuan serta kebijakan pembangunan nasional dan daerah. Pemerintah seharusnya menyesuaikan antara pemanfaatan ruang dengan daya dukung ruang yang ada yang di peruntukan bagi PKL. Oleh sebab itu, pemerintah membuat kebijakan yaitu membiarkan Pasar Tiban tetap beroperasi. Dengan harapan dapat mewujudkan kesejahteraan dan keharmonisan antara PKL dan masyarakat sekitar, serta sejalan dengan tujuan serta kebijakan pembangunan nasional dan daerah.

(54)

sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Pengendalian pemanfaatan ruang di selenggarakan dalam bentuk pengawasan dan penertiban. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga melalui instansi terkait dilakukan dalam bentuk pemantauan dan sosialisasi yang dilakukan dengan Patroli keliling oleh Satpol-PP serta Dinas Perhubungan, sedangkan sosialisasi dilakukan dengan melibatkan Paguruban Pasar Tiban. Pengawasan dalam bentuk lain seperti pendataan dan pelaporan kurang dapat dilaksanakan. Kegiatan yang di lakukan oleh instansi-instansi tersebut masih kurang maksimal karena mereka dalam melakukan pengawasan terkhusus dalam bentuk pemantauan (Patroli) tidak dilakukansecara rutin. Tindakan yang kurang maksimal ini terlihat pada tabel 3.3 karena patroli dilakukan tidak terprogram, sehingga tidak nampak kelanjutannya.

Dengan adanya PKL di Pasar Tiban yang sebenarnya memang PKL melakukan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan kriteria lokasi usaha yaitu para PKL memanfaatkan fasilitas publik sebagai tempat usaha, keadaan ini nampak memang di Pasar Tiban yang berlokasi di sekitaran JLS. Tindakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam bentuk pengawasan dan monitoring terhadap para PKL di Pasar Tiban yaitu dengan melakukan pengawasan terhadap para PKL, agar tetap berjualan dengan rapi dan tidak mengganggu lalulintas yang ada.

(55)

Paguyuban di Pasar Pagi. Selain itu, bentuk pengawasan hanya dilakukan dalam bentuk pemantauan, sedangkan pengawasan dalam bentuk pelaporan dan pendataan tidak dilaksanakan oleh instansi terkait dalam rangka melakukan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam penerapan kebijakan tersebut di butuhkan kesadaran dari masing-masing individu untuk melaksanakan kebijakan tersebut dengan sebaik-baiknya.

Tindakan preventif lain yang telah dilakukan yaitu sosialisasi dan penyuluhan, tetapi berdasarkan pada tabel 3.1 pada kenyataannya masih banyak PKL di Pasar Tiban yang tidak mengetahui bahwa tempat-tempat yang dimanfaatkan merupakan tempat yang tidak boleh dimanfaatkan untuk berjualan. Ini menandakan bahwa masih kurang sekali sosialisasi dan penyuluhan mengenai larangan untuk memanfaatkan lokasi usaha yang dapat mengganggu kepentingan umum. Sehingga banyak PKL yang memanfaatkan fasilitas-fasilitas publik.

(56)

Provinsi. Dengan demikian hanya Satpol-PP dan DISHUB yang masih melakukan pengawasan terhadap Pasar Tiban.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Satpol-PP dan Dinas Perhubungan sampai saat ini telah melakukan beberapa tindakan, baik itu tindakan preventif maupun represif. Berdasarkan tugas dan wewenan yang dimiliki oleh Satpol-PP yang telah di uraikan di Bab II. Satpol-PP telah melakukan beberapa tindakan baik preventif maupun represif. Pemerintah Kota Salatiga telah menjalankan kebijakannya terhadap keberadaan Pasar Tiban, tepatnya terhadap keberadaan PKL yang memanfaatkan sekitaran JLS untuk berjualan, baik itu di sisi kiri maupun kanan jalan. Dengan keadaan seperti ini semestinya Pemerintah Kota Salatiga harus melakukan pengawasan khusus terhadap keberadaan PKL yang telah memanfaatkan ruang-ruang yang semestinya tdak diperuntukkan bagi PKL.

(57)

PKL. Evaluasi perlu dilakukan karena ini akan menilai apakah kebijakan yang di terapkan oleh Pemerintah telah berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dinas terkait tidak melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang ditetapkan dan evaluasi terhadap kebijakan adanya Pasar Tiban di JLS. Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses kebijakan dan dapat mengetahui kelebihan kekurangan bahkan gagalnya suatu kebijakan. Tetapi instansi terkait tidak dilakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut maupun evaluasi terhadap adanya Pasar Tiban, sehingga para PKL tetap melaksanakan aktivitasnya seperti biasa walaupun PKL mengganggu pengguna jalan yang lain.

(58)

2.1 Hambatan-hambatan yang dialami dalam pelaksanaan kebijakan dari Pemerintah Daerah Kota Salatiga terhadap keberadaan Pasar Tiban di JLS , yaitu :

a. Hambatan dari Pedagang Kaki Lima

Kebanyakan PKL belum mengindahkan apa yang telah menjadi kesepakatan dari Pemerintah Daerah dengan Paguyuban Pasar Tiban, dan banyaknya PKL yang tidak mengindahkan apa yang telah di sosialisasikan oleh Satpol-PP dan Dinas Perhubungan. Hal tersebut di sebabkan karena kebutuhan ekonomi yang di perlukan oleh PKL untuk membiayai kehidupannya beserta keluarganya. Masih banyak PKL yang berjualan sampai di badan jalan sehingga mengganggu aktivitas pengguna jalan. Selain itu, untuk tempat parkir yang belum di sediakan sehingga panyak yang memarkirkan kendaraannya di badan jalan.

b. Hambatan dari Pemerintah Daerah

Jumlah petugas yang di miliki oleh Satpol-PP hanya berjumlah 67 petugas dan 3 PPNS (petugas penyidik). Apabila Satpol-PP akan melakukan penertiban, petugas yang bisa di turunkan hanya 37 petugas saja dalam sekali melakukan penertiban, hal ini disebebkan karena petugas yang lain bertugas menjaga Pemerintahan dan Rumah Dinas Walikota. Dengan petugas yang sedikit dalam melakukan penertiban, maka Satpol-PP meminta bantuan kepada Dinas Perhubungan untuk melakukan penertiban. Sedangkan, DISPERINDAGKOP UMKM yang sejatinya memang menjadi legal sector

Gambar

Tabel 3.1.
Tabel 3.2 Alasan responden menggunakan fasilitas publik
Tabel 3.3.

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan

The results of this study indicate that: (1) class climate can be classified well, ilearning interest can be classified well, the learning discipline can be

Papan pantul terbuat dari papan keras yang ditempatkan di belakang ring untuk memantulkan bola jika tidak masuk ke dalam keranjang atau untuk memasukkan bola ke dalam keranjang

26 Tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika dari siswa yang menjadi sampel. penelitian

Kondisi laboratorium Produksi (jumlah peralatan, lantai keramik, sirkulasi udara) 56,00% sesuai dan memadai, di- dukung jendela sepanjang 12m dan exhouse fan dan kipas angin

Langkah-langkah mencari artikel menggunakan search engine Disusun Sebagai Kelengkapan RPL.Prodi DIII Keperawatan. Program Percepatan Pendidikan

Tes akademik adalah sebuah tes yang bertujuan untuk mengukur kemampuan.. seseorang di bidang

Kaca TZN yang telah dikristalkan sebagian mengalami perubahan sifat dari sebelum dikristalkan, yaitu: penurunan indeks bias seiring dengan penambahan natrium pada komposisi