• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLITIK KELAS MENENGAH MILLENIAL INDONES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POLITIK KELAS MENENGAH MILLENIAL INDONES"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

POLITIK KELAS MENENGAH MILLENIAL INDONESIA : CATATAN

SEDERHANA

1

Wasisto Raharjo Jati2

Millenial dalam Sikap Politik Mereka

Studi mengenai milenial di Indonesia belumlah banyak dikaji oleh kalangan akademisi

sosial dan politik Indonesia. Padahal riset mengenai generasi millennial di Indonesia ini penting

dilakukan untuk melihat proyeksi strategis politik Indonesia ke depan. Dikatakan sebagai

proyeksi strategis dikarenakan politik di Indonesia tidak lagi mengarah pada proses elitis,

formalistik, dan permisif, namun akan lebih pada egalitarian, informalistik, dan reaksioner.

Indikasi perubahan tersebut setidaknya bisa disimak dalam survey KOMPAS 26-27 Oktober

2017 berjudul “Wajah Kebangsaan Pemuda Milenial” yang secara ringkas menunjukkan empat

gejala penting yakni 1) generasi milenial cenderung menghindari institusi partai politik (86,9

% tidak bersedia dan 11,6 % bersedia), 2) identitas menjadi satu Indonesia menjadi hal utama

(61,7 % menerima dan 16,2 % menolak), dan 3) cenderung ini melakukan perubahan dan

pengabdian pada masyarakat lewat jalur non negara (68,9 % jadi pengusaha dan 10,9 % jadi

birokrasi).

Dengan melihat ketiga gejala tersebut, karakteistik sosial - politis generasi milenial

Indonesia ini ingin berupaya mencari rekognisi dan juga mencari representasi baik secara

individu maupun kolektif. Upaya meneguhkan rekognisi ini menarik karena sebenarnya

geenrasi milenial ini sebenarnya adalah generasi yang protektif dan dibentuk secara by design

oleh orang tua, namun kemudian hari berusaha menemukan jati dirinya sendiri. Oleh karena

itulah, secara psiko analisis, generasi milenial ingin membuktikan bahwa mereka mampu dan

bisa konsekuen dengan pilihan hidup mereka. Termasuk dalam hal politik, sikap generasi

milenial hari ini lebih berupaya membangun forum-forum secara informal untuk menujukkan

bahwa mereka “ada”. Sedangkan untuk aspek representasi, kalangan milenial lebih

mengandalkan aspek voluntarisme dan berjejaring dalam berupaya membangun representasi

politik.Pola praktik instituiona Generasi milenial lebih berupaya membangun konektivitas

daripada kolektivitas dan membangun realibilitas daripada kredibilitas dalam melakukan

representasi politik. Oleh karena itulah, semangat politik tanpa platform kemudian digaungkan

oleh kalangan milenial di Indonesia karena dengan dan tanpa memiliki ikatan insitusional yang

1 Paper didiskusikan di Forum Diskusi Cak Tarno Institute, FIB UI Depok, 4 November 2017

(2)

baku. Maka dengan mudah dalam menyampaikan idealisme politik mereka hari ini. Generasi

milenial berupaya menjadi generasi korektif dan kuratif terhadap situasi sosial-politik

Indonesia hari ini. Salah satu tantangan terbesar milenial untuk menjadi suksesor

kepemimpinan politik di Indonesia adalah masih kuatnya senioritas dan faktor identitas

primordial sebagai kompor kepentingan politik. Maka penting untuk disimak lebih lanjut,

mengenai siapa milenial ini dan bagaimana tantangan dan harapannya dalam politik Indonesia

ke depan.

Milenial sebagai Embrio Kelas Menengah Baru Indonesia

Munculnya generasi milenial di Indonesia merupakan hasil bonus demografi dalam

struktur populasi Indonesia sampai 2030 mendatang. Bonus demografi tersebut diartikan

sebagai besarnya populasi kaum produktif (umur 25-64 tahun) daripada kalangan lansia dan

balita dimana 52,63 persen penduduk muda akan menanggung beban hidup 1 lansia per 100

penduduk maupun 5 balita per 100 penduduk (Jati, 2015 : 5). Dengan demikian, Indonesia akan

mengalami pertumbuhan penduduk tenaga kerja produktif sebagai mesin pertumbuhan

ekonomi baru. Generasi milenial adalah bagian dari gerbong perubahan, namun pertanyaan

berikutnya adalah model kelas menengah seperti apakah yang dibangun milenial ini.

Kelas Menengah Baru di Indonesia adalah istilah yang bertujuan untuk membedakan

dengan generasi kelas menengah sebelumnya. Berbeda dengan pengalaman Barat, kelas

menengah itu adalah hasil transformasi sosial ekonomi masyarakat dari era feodalisme – gilda

– industrialisasi yang senantiasa mengalami perubahn dan kepemilikan modal dan alat produksi secara mandiri. Kelas menengah Indonesia adalah kelompok masyarakat baru yang dibentuk

oleh kapital negara secara sosio politis. Secara sosial, mereka berada di posisi tengah antara

negara dan masyarakat di akar rumput yang menjadikan mereka menempati profesi fungsional

seperti birokrasi, penguasaha, professional, dan lain sebagainya. Secara politis, mereka adalah

kelompok loyalis pragmatis terhadap rezim yang akan mendukung pemerintahan selama

kepentingan mereka terpenuhi.

Kelas menengah baru merupakan istilah yang muncul pada edisi Majalah Prisma (2012)

yang berjudul Kelas Menengah Indonesia : Apa yang Baru ?. Secara garis besar, munculnya

kelas menengah baru di Indonesia yang muncul pada awal tahun 2009 masih mengikuti pola

klasik pertumbuhan ekonomi yang saat itu mencapai 6 persen. Namun yang menarik

sebenarnya bukan pola klasik itu, tapi adalah pola mimikri dan minim inovasi yang ditunjukkan

(3)

pola perilaku suka meniru dan mementingkan pemenuhan gaya hidup. Sedangkan minim

inovasi ditunjukkan sebagai upaya kelas menengah ini untuk berupaya menjaga status quo atas

kondisi kenyamanan yang mereka miliki.

Dalam konteks ini, kelompok milenial tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari

gerbong kelas menengah baru tersebut. Diversifikasi profesi dan status menjadi kunci menarik

dalam melihat posisi kelas menengah milenial hari ini yang pada umumnya lebih manjauhi

praktik politik praktis, namun mendamba perubahan politik. Bagi mereka, penguasaan materi

dan menumpuk aset untuk mengamankan masa depan merupakan kecenderungan kalangan

kelas menengah hari ini. Oleh karena itulah, karakteristik kelas menengah baru yang secara

mayoritas diisi kalangan milenial ini sebenarnya adalah kelompok yang pragmatis terhadap

politik. Mereka bukanlah kelompok pengambil risiko politis,namun lebih mengedepankan aksi

komunalitas tanpa kekerasan. Mereka juga bukanlah kelompok masyarakat yang mengambil

garis perjuangan politik informal yang kuat di akar rumput karena hanya berbasis isu dan

kepentingan.

Politik Kelas Menengah Milenial

Siapakah milenial itu ? Perbincangan mengenai milenial tengah mengemuka dalam

perbincangan sosial politik hari ini seiring dengan semakin tumbuh dan berkembangnya

kalangan milenial di ruang publik. Generasi ini adalah bagian dari trend populasi demografi

global mulai dari kalangan tradisionalis (1922-1945), kalangan baby boomers (1945-1964),

generasi X (1964-1980), dan kini adalah generasi Y (1980-1995). Setiap generasi tersebut

menampilkan sikap dan persepsi politik berbeda. Generasi tradisionalis mewakili kelompok

masyarakat transisi menuju negara modern, kalangan baby boomers adalah kelompok

masyarakat tumbuh di masa paska perang yang memicu adanya angka pertumbuhan penduduk

besar, dan kalangan X adalah kelompok masyarakat yang berkembang dalam masa

developmentalisme dan perang dingin. Sedangkan yang terakhir, kelompok Y atau milenial

adalah kelompok masyarakat yang tumbuh transisi dari masa analog ke digital. Secara

biologis, muncul perdebatan mengenai munculnya generasi ini mulai dari 1977-1995,

1980-1996, maupun juga 1985-1992 Disamping munculnya perdebatan umur, mereka juga dikenal

sebagai kalangan masyaakat Net Generation, Generation Next, Echo Boomers, Digital Natives,

maupun juga Generation WHY (Sheahan, 2010 : 3))..

Dalam kasus di Indonesia, kalangan milenial ini akan masuk pada kelompok kelas

(4)

akan berada di posisi 62,8 % dari jumlah populasi (Alvara, 2017 : 31). Oleh karena itulah,

kelompok milenial sejak mulai sekarang sudah harus disiapkan sebagai kelompok suksesor

sosial-politik di Indonesia ke depan. Berbicara trend politik, kalangan kelompok milenial

adalah kelompok masyarakat yang preferensinya berbasiskan pada media digital (). Hal itulah

yang menyebakan politik milenial juga lazim disebut politik digital karena menampilkan

dimensi politik yang lentur dan dinamis. Munculnya milenial dalam politik juga menandai

adanya perpindahan dari politik analog ke politik digital. Politik analog digambarkan sebagai

politik yang didasarkan pada saluran informasi tunggal dan institusionalis sehingga terkesan

formalistik. Sedangkan politik digital lebih menampilkan adanya informasi politik yang

sifatnya verifikatif. Hal itu yang terbaca dalam survey CSIS terbaru jika 54,3 persen kalangan

milenial itu membaca media online sebagai pengetahuan dan juga aksesbilitas terhadap

Facebook sebesar 81,7 persen dan WhatsApp (). Dengan demikian mereka secara psikologis

adalah kelompok yang open minded dengan segala macam limpahani informasi yang diterima

baik langsung atau tidak langsung.

Gejala Masyarakat Diskursif

Politik Kelas Menengah Milenial sebenarnya terletak pada dua bentuk model yakni

volunatrisme dan populisme. Kedua bentuk tersebut sebenarnya mengindikasikan pilihan

politik informal yang mereka terapkan ke depan. Voluntarisme sendiri adalah bentuk

kesukarelawanan yang diinisasi untuk melakukan perubahan sosial dari akar rumput yang pada

esensinya adalah non partisan. Mereka adalah kelompok non-struktural politik yang berusaha

merubah struktur politik dengan cara menjadi kelompok kepentingan terhadap pemerintah.

Namun berbeda halnya dengan volunatrisme. Mereka yang bergerak dalam jalur populisme

cenderung berupaya untuk menjadi kelompok revolusioner dengan mengupayakan perubahan

kelompok secara radikal, namun masih permisif menuju arah ke sana karena gerakan yang

mereka lakukan masih sebatas menjadi kelompok penekan.

Pada akhirnya, kelompok kelas menengah milenial ini memperlukan payung idealisme

yang kuat dengan kontinuitas isu dan kepentingan yang diperjuangkan. Beragam aksi yang

mereka jalankan hingga hari masih sebatas selebrasi poitik atas suatu ide dengan berbagai

macam diskusi yang membingkainya. Inilah yang saya namakan sebagai kelompok masyarakat

diskursif yakni mereka yang hanya berbicara idealisme namun normatif dalam

implementasinya. Oleh karena itulah kemudian, milenial ini perlu sekiranya merumuskan ide

(5)

Kesimpulan

Hal yang bisa disimpulkan dari kelompok milenial ini kemudian adalah mereka masih

berupaya membangun eksistensi terhadap diri mereka sebagai grup dan juga eksistensi mereka

sebagai suksesor politik. Kondisi tersebut yang menyebabkan polarisasi politik dalam kelas

menengah milenial hari ini yang cenderung ada yang apatis-reaktif, emosional-rasional, dan

juga apolitik-politis. Adanya pembilahan tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa milenial ini

berupaya membangun konsolidasi internal terlebih dahulu sebelum menapak sebagai

kelompok gerakan.

Maka ke depan, kelompok milenial ini perlu menunjukkan jati dirinya sebagai

kelompok yang benar-benar bisa dipercayai sebagai kelompok generasi politik di Indonesia ke

depan.

Referensi

Buku & Jurnal

Jati, W.R. 2015. “Bonus Demografi Sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi: Jendela Peluang Atau Jendela Bencana Di Indonesia?” P opulasi 23(1) : 1-19.

Novak, Alison, 2016. Media, Milenial, and P olitics. London : Lexington Books

Pambudy,N.M. 2012. Gaya Hidup Suka Mengonsumi dan Meniru: Beranikah Ber inovasi?,

Prisma 27 (1) : 14-28.

Sheahan, Peter. 2010. Generation Y. Victoria : Hardie-Grant Press.

Survey

Alvara & Yayasan Mata Air, “Potensi Radikalisme di Kalangan Profesional Indonesia, Oktober 2017

CSIS, “Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik”, November 2017

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah telah dibangun sebuah sistem prototipe pendeteksi banjir peringatan dini menggunakan Arduino dan PHP yang memudahkan pengguna

Jika semua soal dapat diselesaikan dengan baik maka siswa tidak sering latihan..

Ini tidak saja karena Islam lahir di tengah-tengah masyarakat yang dikenal memiliki setting tradisi yang gemar melecehkan perempuan, namun kesimpang-siuran dalam memahami

KEINDAHAN GERAK TARI SEBAGAI IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS diajukan oleh Eka Susilawati, NIM 0912023021, Program Studi Seni Rupa Murni, Jurusan Seni Murni,

Pada pertemuan ASEAN Regional Forum (ARF) tahun 2013 diadakan pertemuan komisi SEANWFZ dengan para perwakilan kelima negara pemilik nuklir, Inggris kembali

Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra Quickbird dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan jumlah bidang kena pajak pada peta SIG PBB di wilayah penelitian dan informasi dari

[r]

[r]