9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Adaptasi Interaksi
Judee Burgoon tertarik pada cara pandang orang dalam beradaptasi satu
sama lain. Dalam penelitiannya bersama para peneliti lainnya menyadari bahwa
teori ini tidak menjelaskan secara luas perilaku komunikasi dan fungsinya.
Teori ini memiliki sembilan prinsip di dalamnya. Prinsip pertama dalam
teori ini adalah bahwa pada dasarnya orang-orang cenderung untuk beradaptasi
dan menyesuaikan pola interaksi mereka satu sama lain. Contohnya, jika
seseorang mulai terlihat memberikan signal-signal atau mulai memberikan
stimulus pada orang lain, setidaknya orang kedua akan memberikan sedikit respon
menaggapi orang pertama. Kecenderungan ini terjadi sebagai bentuk penyesuaian
satu perilaku untuk memenuhi berbagai tujuan, termasuk kelangsungan hidup,
komunikasi, dan kebutuhan koordinasi. Prinsip kedua dalam teori ini adalah
secara biologi terjadi tekanan-tekanan untuk melakukan interaksi antar sesama
dan sewaktu-waktu dapat memiliki kecocokan satu dengan yang lain. Prinsip
ketiga menyatakan tentang kebutuhan manusia dalam ranah kehidupan sosial,
dimana setiap individu memerlukan kerabat atau dengan kata lain memiliki
hubungan dengan yang lainnya dalam hal kekerabatan. Prinsip keempat berbicara
tentang lingkup tatanan sosial yaitu individu akan cenderung untuk menemukan
dan membalas perilaku yang diberikan orang lain. Hal ini terlihat dari segi
kesopanan, norma, dan interaksi yang rutin.
Prinsip kelima menjelaskan tentang timbal balik yang umumnya diberikan
oleh satu individu dengan yang lain sebagai perilaku kompensasi (memaklumi).
Contoh, dalam membangun hubungan, seorang karyawan akan menunjukkan
timbal balik, dengan menunjukkan atau dengan memberikan respon seperti
tertawa dan menunjukan ekspresi wajah yang menyenangkan setiap kali bosnya
melakukan hal yang sama. Prinsip keenam menyatakan bahwa meskipun orang
10
sama lain, tingkat adaptasi yang strategis akan bervariasi tergantung pada
beberapa faktor seperti konsistensi kesadaran individu dari dirinya sendri atau dari
orang lain. Kemampuan untuk menyesuaikan perilaku dalam menanggapi orang
lain dan perbedaan budaya. Prinsip ketujuh berbicara tentang batasan dalam pola
interaksi yang berlaku yaitu, biologis, psikologis dan kebutuhan sosial untuk
membatasi seberapa banyak individu yang dapat beradaptasi. Di luar dari
parameter nonakomodasi dan pemakluman. Misalnya orang yang berada pada
tingkat kebutuhan sosial interaksi rendah akan kurang dalam beradaptasi,
dibanding dengan orang yang berada pada kategori sosial interaksi tinggi. Prinsip
kedelapan lebih melihat dari faktor-faktor diadik yang akan mengarahkan pada
pembentukan pola adaptasi dalam suatu interaksi, baik faktor dari dalam atau dari
luar. Seperti hubungan yang alami, lokasi interaksi, daya tarik, umur dan gender.
Prinsip yang terakhir pada teori ini menjelaskan tentang fungsi komunikatif dari
perilaku yang sulit untuk dimengerti dalam lingkup adaptasi interpersonal
dibanding dengan perilaku individu yang terisolasi dari fungsinya.
Berdasarkan sembilan prinsip di atas, terdapat faktor-faktor yang menjadi
analisis dasar teori adaptasi interaksi yaitu, kebutuhan, harapan, keinginan, posisi
interaksi, dan perilaku sebenarnya. Dari kelima faktor tersebut, tiga diantaranya
memiliki keterkaitan. Kebutuhan, merupakan bagian dari pembawaan secara
biologis dan merupakan bagian dasar dari manusia tentang kebutuhan akan
keamanan dan kelangsungan hidup. Harapan, berhubungan dengan sosiologis
yang berasal dari norma sosial, norma budaya, tujuan komunikasi, pengetahuan
umum tentang perilaku lawan bicara. Misalnya saat A menyapa temannya B, B
akan memberikan respon yang sama dengan menyapa kembali A. Inilah yang
disebut sebagai norma budaya. Keinginan, berbicara tentang pilihan dan tujuan
dalam satu interaksi. Hal ini menyangkut spesifik seseorang dan kekhususan
dalam interaksi tersebut. Sedangkan faktor keempat yaitu posisi interaksi
merupakan kemungkinan dalam perilaku interaksi seseorang atau kemungkinan
yang diproyeksikan dari orang lain berdasarkan kombinasi hirarkis dari yang
dibutuhkan (diperlukan), diharapkan (diantisipasi), dan keinginan (disukai). Dan
11
satu interaksi. Kedua faktor terakhir merupakan rangkaian penyangkalan dari
valensi positif atau dengan kata lain merupakan valensi negatif atau bentuk
ketidaksukaan. Adaptasi interaksi melihat bagaimana perbandingan dalam suatu
interaksi dari segi posisi interaksi dan perilaku sebenarnya.
2.2 Teori Pelanggaran Harapan
Expectancy violations theory (EVT), dikembangkan oleh Judee Burgoon
dan beberapa rekannya untuk memprediksi dan menjelaskan tentang dampak dari
perilaku tak terduga atau respon di dalam suatu komunikasi.
Teori ini terdiri dari tiga asusmsi yaitu :
1. Harapan mendorong terjadinya interaksi antarmanusia
2. Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari
3. Orang membuat prediksi terhadap perilaku nonverbal
(Sobur.2014: 804-805).
Burgoon (1978) pada tulisan awalnya tentang EVT, menyatakan bahwa
orang tidak memandang perilaku orang lain sebagai sesuatu yang acak;
sebaliknya, mereka memiliki harapan mengenai bagaimana seharusnya seseorang
berperilaku dan berpikir (West.2008:159).
Pelanggaran harapan dapat bervalensi positif atau negatif, tergantung cara
pandang seseorang terhadap lawan bicaranya. Salah satu contoh yang mungkin
bisa membuka pemahaman tentang EVT: A adalah seorang ‘gadis jujur’ yang
sedang ditaksir oleh dua orang pria sekaligus. Namun diantaranya hanya ada
seorang yang disukai A. Suatu saat pria yang A sukai itu menemui A dan berdiri
terlalu dekat yang melanggar jarak komunikasi antarpribadi (jatak intim: 0-18 inci
atau sekitar 46 sentimeter), besar kemungkinan A akan menerimanya dengan
positif dan berpikir bahwa ini adalah perilaku yang gentlemen. Namun apa yang
terjadi jika pria yang tidak ditaksir mendekati A? Tentunya A akan menerimanya
sebagai sesuatu yang negatif dan berpikir bahwa ini adalah hal yang tidak benar
dan bisa saja A langsung pergi meninggalkannya. Jadi, penilaian A terhadap suatu
pelanggaran dapat tergantung pada bagaimana perasaannya, ketertarikannya
12
pelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang positif atau sesuatu yang wajar. Begitu
juga sebaliknya, jika A tidak memiliki ketertarikan dengan lawan bicara A, A
akan menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang bernilai negatif.
2.1.1 Harapan, Pelanggaran Harapan, dan Valensi Ganjaran Komunikator
Menurut Burgoon, ada tiga konstruk dalam teori ini yaitu Harapan
(expectancies), Pelanggaran Harapan (Expectancy violations), dan Valensi
Ganjaran Komunikator (communicaror reward valence).
Harapan merupakan suatu pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dan
disetujui dalam percakapan dengan orang lain. Tim Levine dan koleganya
menyatakan bahwa harapan adalah hasil dari norma-norma sosial, stereotipe,
rumor dan sifat idiosinkratik dari komunikator (West.2008:159).
Burgoon dan Hale membagi harapan menjadi dua jenis yaitu
prainteraksional dan interaksional. Prainteraksional mencakup jenis pengetahuan
dan keahlian yang dimiliki komunikator sebelum ia memasuki fase interaksi atau
percakapan. Sedangkan harapan interaksional mencakup kemampuan seseorang
dalam mempertahankan interaksi itu sendiri.
Adapun variabel-variabel yang terkadung dalam sebuah harapan adalah
HARAPAN
Gambar 2.1 Faktor-faktor Harapan
Komunikator (pelaku, aktor). Variabel ini lebih melihat bagaimana karakteristik dari seorang komunikator atau si penyampai pesan dari
segi gender, umur, atau negara/daerah asal. Contoh, perempuan akan
Individual Komunikator (gender,kepribadian,usia,penampilan, daerah atau negara asal dan reputasi
Relasional (Sejarah hubungan yang melatarbelakangi, status, tingkat ketertarikan dan rasa suka)
13
cenderung memiliki jarak kedekatan satu dengan yang lain dibanding
dengan lelaki. Orang yang berasal dari daerah yang sama akan
cenderung memiliki kedekatan dibanding dengan berdekatan dengan
yang berasal dari daerah yang berbeda.
Hubungan. Variabel ini merujuk pada hubungan atau konektivitas individu dengan yang lainnya dalam hal pengalaman sebelumnya
dengan lawan bicara, status, hubungan kekeluargaan, dan daya tarik
atau rasa suka.
Konteks. Pada variabel ini lebih melihat mengenai pengaturan dan tipe interaksi yang akan terjadi. Apakah formal atau informal. Dalam hal
ini lebih mengarah pada situasi dalam interaksi tersebut.
Asumsi pertama tentang pelanggaran harapan yaitu seseorang memiliki
harapan dalam interaksinya dengan orang lain. Harapan merupakan suatu bentuk
antisipasi terhadap perilaku lawan bicara termasuk dalam perilaku verbal dan
nonverbal seseorang. Dalam bukunya, West (2008) memberikan sebuah contoh
tentang dua orang, Janet Muller dan Margie Russo yang adalah seorang
pewawancara dan orang yang akan diwawancarai, dalam mengawali
pembahasannya mengenai teori pelanggaran harapan. Diceritakan bahwa dalam
proses wawancara Margie Russo yang pada awalnya merasa sangat percaya diri
dapat mengikuti wawancara tersebut dengan lancar dan mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan baik. Namun hal tersebut tidak berjalan sesuai
dengan yang diharapkan, karena dalam wawancara Margie merasa tidak nyaman
dengan perilaku-perilaku nonverbal yang ditunjukan oleh Janet, sehingga hal ini
mempengaruhi kondisinya dalam wawancara. Contoh tersebut menjelaskan bahwa
dalam suatu interaksi setiap orang memiliki harapan-harapan dengan lawan
bicaranya. Margie sebagai orang yang diwawancarai memiliki harapan agar
diperlakukan dengan sewajarnya saat wawancara, begitu juga Janet sebagai
pewawancara ia tentu memilik harapan-harapan tertentu termasuk jarak yang
masuk akal antar keduanya.
Asumsi yang kedua menyatakan bahwa orang mempelajari harapannya
14
Individu-individu dalam suatu budaya sangat berpengaruh dalam
mengkomunikasikan harapan. Burgoon dan Hale (1988) menyatakan bahwa
sangatlah penting bagi kita untuk memperhatikan perbedaan-perbedaan yang
didasari oleh pengetahuan awal kita mengenai orang lain, bisa dalam bentuk latar
belakang hubungan kita dengan mereka dan observasi kita (West.2008:160).
Asumsi yang ketiga berkaitan dengan prediksi masing-masing orang
mengenai komunikasi nonverbal. Atau dengan kata lain orang membuat prediksi
mengenai perilaku nonverbal orang lain. Awalnya teori pelanggaran harapan ini
lebih mengacu pada perilaku nonverbal namun seiring dengan berjalannya waktu
teori ini berkembang dan perilaku verbal juga merupakan bagian dari teori ini.
Burgoon percaya bahwa ketika seseorang menunjukan respon seperti
menjauhi, atau menyimpang dari yang di harapkan, tergantung dari potensi
penghargaan dari orang lain. Dalam hal ini ia dan rekannya Deborah dan Ray
Coker yakin bahwa tidak semua pelanggaran atas perilaku yang diharapkan
menimbulkan persepsi negatif. Dalam hal ini tergantung dari penghargaan yang
diberikan oleh komunikator kepada komunikan, jika ia memberikan penghargaan
yang tinggi seperti senyuman, sapaan, anggukan kepala dan lainnya kepada
komunikan. Namun jika penghargaan yang diberikan ada pada tingkat
penghargaan rendah dapat menimbulkan persepsi negatif. Ia menyebutnya sebagai
valensi penghargaan komunikator (communicator reward valence). Atau dengan
kata lain valensi penghargaan komunikator adalah keseluruhan sifat positif atau
negatif yang diberikan oleh komunikator termasuk kemampuan komunikator
untuk memberikan ganjaran atau keuntungan kepada komunikan. Valensi
penghargaan komunikator ini merupakan hasil penafsiran dan penilaian kita
terhadap komunikator.
Di samping ketiga konstruk di atas, Burgoon juga mengemukakan sebelas
proposisi yang menjadi landasan teoritisnya yaitu :
1. Manusia memiliki dua kebutuhan yang saling berlomba untuk dipenuhi
yakni kebutuhan untuk berkumpul atau bersama-sama dengan orang
15
2. Hasrat untuk bergabung dengan orang lain digerakan oleh ganjaran
dalam berkomunikasi. Ganjaran tersebut dapat bersifat biologis
maupun sosial.
3. Tinggi rendahnya derajat dalam suatu situasi atau anggapan ketika
seseorang dianggap menguntungkan atau merugikan mempengaruhi
kedekatan antara individu yang satu dengan yang lain. Semakin dinilai
menguntungkan, semakin besar kecenderungan orang untuk
mendekati. Sebaliknya semakin dinilai merugikan, semakin besar
kecenderungan orang untuk menjauh.
4. Manusia memiliki kemampuan untuk merasakan gradasi dalam jarak.
5. Pola interaksi manusia, termasuk ruang pribadi atau pola jarak, bersifat
normatif.
6. Manusia dapat mengembangkan suatu pola tingkah laku yang dapat
berbeda dari norma sosial yang berlaku.
7. Dalam konteks komunikasi manapun, norma-norma adalah fungsi dari
faktor karakteristik orang yang berinteraksi, bentuk dari interaksi itu
sendiri, dan lingkungan sekitarnya saat komunikasi itu berlangsung.
8. Manusia mengembangkan harapan-harapan tertentu pada perilaku
komunikasi orang lain. Tiap orang memiliki kemampuan untuk
membedakan atau memberikan tanggapan, respon, secara berbeda
terhadap perilaku komunikasi orang lain yang dinilai menyimpang atau
yang sejalan dengan norma sosial.
9. Penyimpangan dari harapan-harapan yang muncul akan
membangkitkan tanggapan tertentu.
10. Orang-orang membuat evaluasi saat berintekasi dengan orang lain.
11. Penilaian-penilaian yang dilakukan dipengaruhi oleh persepsi terhadap
sumber, bila sumber dinilai memiliki ganjaran maka pesan
komunikasinya akan dianggap penting pula begitu juga sebaliknya.
16
2.3 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian
(Tahun)
Tujuan Penelitian dan
Manfaat Penelitian Sumber
1 Etolson Bernhard
Rumbruren (Universitas Kristen Satya Wacana-Salatiga)
Komunikasi Antar
Budaya : Studi
Tentang Penggunaan
Bahasa Dalam
Konteks Komunikasi antar Mahasiswa Etnis
Papua dengan
Mahasiswa Etnis Jawa di Universitas Kristen
Satya Wacana
Salatiga (2013)
Tujuan:
1. Menggambarkan
proses-proses
terjadinya komunikasi
antarbudaya yang
dilakukan oleh
mahasiswa etnis Jawa dan Etnis Papua
2. Menjelaskan
faktor-faktor yang
mempengaruhi komunikasi
antarbudaya antara dua etnis mahasiswa yang berbeda.
Manfaat:
1. Diharapkan mampu
memberikan
sumbangan yang positif bagi semua etnis di
UKSW agar
mengetahui tentang
bahasa/lambang yang
dapat mempengaruhi
proses-proses komunikasi
antarbudaya yang hidup
dan berkembang di
UKSW.
2. Dapat memberikan
sumbangsih pemikiran
bagi
mahasiswa-mahasiswi UKSW
dalam melihat dan
memahami etnis
manapun dengan
menggunakan bahasas/lambang,
sehingga tidak
menimbulkan miss
komunikasi.
3. Mampu membangun
proses-proses
komunkasi antarbudaya khususnya antar etnis
Jawa dan Papua,
sehingga dapat
17
memperkokoh
hubungan mahasiswa
beda etnis yang ada di UKSW.
2 Yiska Mardolina
(Universitas Hasanuddin-Makasar)
Pola Komunikasi
Lintas Budaya
Mahasiswa Asing
Dengan Mahasiswa
Lokal Di Universitas Hasanuddin (2015)
Tujuan:
1. Untuk
mengkategorisasi pola
komunikasi lintas
budaya yang dilakukan oleh mahasiswa asing
dengan mahasiswa
lokal dalam
berkomunikasi di
kampus
2. Untuk
mengkategorisasi
faktor-faktor yang
menjadi pendukung dan penghambat mahasiswa
asing dengan
mahasiswa lokal dalam
berkomunikasi di
kampus. Manfaat:
1. Diharapkan menambah
pengetahuan tentang
Ilmu Komunikasi
Lintas Budaya dan
Sosiologi Komunikasi,
khususnya mengenai
Pola Komunikasi
Lintas Budaya
2. Dapat memberikan
kontribusi serta
menambah wawasan
tentang subculture
dalam memahami
mahasiswa asing untuk
terhindar dari
miscommunication dan ketegangan-ketegangan pada mahasiswa lokal
akibat sikap
etnosentrisme.
3. Diharapkan dapat
memberikan informasi dan bermanfaat bagi
mahasiswa asing
dengan mahasiswa
lokal mengenai
hubungan pola
komunikasi lintas
budaya kedua belah
18
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu pihak
3 Jeliana Gabrella
Seilatuw (Universitas Kristen Satya Wacana-Salatiga)
Studi Pelanggaran
Harapan Pada
Anggota Media
Komunitas
Angkringan, Desa
Timbulharjo Sewon, Bantul.
Tujuan:
1. Menjelaskan sikap serta
nilai hubungan yang
dievaluasi oleh
komunikator berdasarkan
pelanggaran harapan
nonverbal pada anggota
Media Komunitas
Angkringan Desa
Timbulharjo Sewon,
Bantul. Manfaat:
1. Peneliti berharap dapat memberikan tambahan
wawasan serta
pengetahuan juga
memperkaya teori
dalam penelitian yang
berbasis pada
komunikasi
antarpribadi serta
perkembangannya.
Terutama dalam
konteks perilaku
nonverbal serta
perkembangan Teori
Pelanggaran Harapan
yang dipopulerkan oleh Judee K. Burgoon.
2. Peneliti juga berharap
dari penelitian ini
nantinya dapat
memberikan manfaat
secara praktis bagi
komunitas yang
memiliki media.
Penelitian ini akan
memberikan gambaran
atau pengetahuan
mengenai
bentuk-bentuk pelanggaran
harapan atau yang tidak
melanggar harapan
pada anggota Media Komunitas Angkringan
melalui perilaku
19
2.4 Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pikir dari penelitian ini adalah :
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
MAHASISWA UKSW YANG BERASAL DARI LUAR JAWA (TEORI ADAPTASI INTERAKSI)
KOMUNIKASI (VERBAL dan NONVERBAL)-PELANGGARAN HARAPAN
PELANGGARAN HARAPAN POSITIF PELANGGARAN HARAPAN NEGATIF