• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jumlah Inang Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Pyralidae) dan Nisbah Kelamin Cotesia flavipes Cam (Hymenoptera: Braconidae) terhadap Keturunan yang dihasilkan di Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jumlah Inang Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Pyralidae) dan Nisbah Kelamin Cotesia flavipes Cam (Hymenoptera: Braconidae) terhadap Keturunan yang dihasilkan di Laboratorium"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi

Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, sering dekat pelepah. Setelah menetas, instar awal masih tetap dalam daun dan mulai memakan permukaan daun. Telur akan menetas 7-10 hari tergantung pada suhu (Hutchison et al., 2007).

Gambar 1. Telur C. sacchariphagus

Larva yang baru menetas panjangnya + 2,5 mm dan berwarna kelabu. Semakin tua umur larva, warna tubuhnya berubah menjadi kuning coklat dan kemudian kuning putih. Disamping itu warna garis-garis hitam membujur pada permukaan abdomen sebelah atas juga semakin jelas (Pratama et al., 2010).

(2)

Masa perkembangan larva 28-35 hari. Instar 3 hingga instar 6, larva masuk ke dalam pelepah dan tangkai daun hingga ke batang tebu. Pada tubuh larva terdapat bintik-bintik gelap sepanjang permukaan dorsal dan kapsul kepala

berwarna coklat (Gambar 2). Larva dewasa berukuran sekitar 25 mm (Hutchison et al., 2007).

Larva yang siap untuk menjadi pupa akan memotong keluar lubang kulit batang dan kemudian menggerek. Periode pupa sekitar 12-15 hari. Pupa berwarna merah coklat mengkilat, panjangnya antara 3-4 cm (Gambar 3). Pada bagian dorsal terdapat bintik-bintik halus seperti pasir dan garis membujur di tengah-tengah ruas (Conlong dan Goebel, 2002).

Gambar 3. Pupa C. sacchariphagus

Pupa penggerek batang berwarna coklat kehitaman. masa pupa berkisar 8-10 hari. Pupa dalam kokon, umumnya berada dalam pangkal batang beberapa cm di atas permukaan tanah. Pupa betina biasanya lebih besar dari pupa jantan (Diperta Jabar, 2009)

(3)

(Gambar 4 a dan b). Keperidian betina berkisar 320-380 telur. Jumlah maksimun

telur yang diletakkan oleh betina adalah 400 btelur (Siddalingappa et al., 2010).

Gambar 4. Ngengat C. sacchariphagus jantan (a) dan betina (b)

Ngengat bersifat nokturnal, bersembunyi pada siang hari. Oviposisi terjadi saat dan berlanjut pada malam hari. Ngengat betina dapat mengasilkan telur sampai empat hari. Umur ngengat jantan 4-8 hari dan ngengat betina 4-9 hari (Capinera, 2009).

Gejala Serangan

Penggerek batang tebu bergaris Chilo sacchariphagus merupakan salah satu hama yang sangat penting pada tanaman tebu. Serangga hama ini menyerang tanaman tebu sejak dari awal tanam hingga saat panen. Selanjutnya Sunaryo (2003) menyatakan bahwa populasi larva C. sacchariphagus mulai meningkat dari umur tanaman 3,5 bulan dan mencapai puncaknya pada saat tanaman berumur 9,5 bulan. Tingkat serangan hama penggerek batang pada pertanaman tebu di Lampung cenderung meningkat dari 5% pada tahun 1998 menjadi 12% pada tahun 2002 (Purnomo, 2006).

(4)

Gejala serangan hama ini dimulai dari larva muda yang baru menetas hidup dan menggerek jaringan dalam pupus daun yang masih menggulung, sehingga apabila gulungan daun ini nantinya membuka maka akan terlihat luka-luka berupa lobang gerekan yang tidak teratur pada permukaan daun (Deptan, 2013). Setelah beberapa hari hidup dalam pupus daun, larva akan keluar dan menuju ke bawah serta menggerek pelepah daun hingga menembus masuk hingga ke ruas batang. Larva akan masuk ke dalam jaringan tanaman melalui batang muda. Bila ruas-ruas yang terganggu pertumbuhannya sangat banyak maka tanaman tebu menjadi kerdil (Way dan Rutherford, 2011). Pada serangan berat menyebabkan tanaman mudah patah dan apabila ruas-ruas batang tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong- lorong gerek yang memanjang. Gerekan ini kadang-kadang menyebabkan titik tumbuh mati, daun muda layu atau kering. Biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari satu ulat penggerek (Pratama et al., 2010).

Gambar 5. Gejala serangan lobang gerek batang tebu

Pengendalian

Berbagai pengendalian dilakukan untuk mengendalikan Chilo sacchariphagus antara lain secara kultur teknis yaitu menanam tanaman

(5)

(Suhartawan, 1989). Dari hasil penelitian belum ditemukan varietas yang benar-benar tahan terhadap penggerek, namun dengan ditemukannya varietas baru seperti PS, POJ, BZ yang memiliki sifat agronomis yang tinggi, pemanfaatan varietas ini masih dapat diandalkan (Deptan, 2010).

Pengendalian hayati menggunakan musuh alami berupa parasitoid, predator, dan patogen sudah banyak dilakukan. Parasitoid yang sudah digunakan

untuk mengendalikan penggerek adalah parasitoid telur, ulat dan pupa (Pramono, 2005).

Salah satu musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan penggerek batang tebu adalah parasitoid Cotesia flavipes Cameron (Hymenoptera: Braconidae). Menurut Sunaryo (2003) upaya pemanfaatan C. flavipes belum memberikan hasil yang efektif dalam mengendalikan hama penggerek batang tebu, sehingga berbagai penelitian yang bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang dapat meningkatkan keefektifan penggunaan C. flavipes perlu terus dilakukan .

Dalam pengendalian hayati tercatat 31 spesies parasitoid telah ditemukan, namun di dalam usaha pengendalian hanya dua parasitoid yang umum digunakan yaitu endoparasitoid larva Cotesia flavipes dan parasitoid telur Trichogramma australicum. Bahkan dalam kasus serangan serius dari C. saccharipaghus

(6)

insektisida tidak pernah direkomendasikan. Sedangkan penggunaan feromon seks untuk pengendaliannya mulai diteliti (Soma dan Ganeshan, 1998).

Parasitoid Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) Biologi

Seekor C. flavipes betina dapat meletakkan telur rata-rata 30-60 butir per inang. Jumlah telur C. flavipes sekitar 150-200 butir telur yang dapat diletakkan dan jumlah keturunan yang dapat diletakkan pada inang kurang lebih 150 telur. Telur menetas dalam waktu 3-4 hari dalam tubuh inang. C. flavipes merupakan parasitoid yang bersifat proovigenik dan memiliki telur yang telah matang pada saat menetas (Potting, 1997).

Parasitoid dewasa berkembang melalui tiga instar larva dalam tubuh inang dan instar pertama sudah mulai memakan tubuh inang. Periode larva rata-rata adalah 11 hari. Setelah menyelesaikan perkembangannya larva muncul dari tubuh inang. Periode pra-pupa dan pupa adalah 4-5 hari. Masa Perkembangan selesai dalam waktu 16 hari pada suhu 30ºC (periode larva 11,5 hari, pra-pupa dan pupa periode 4,5 hari (Smith et al., 1993 dalam Abraha, 2003).

Gambar 7. (a) Larva mulai membentuk pupa setelah keluar dari inang, (b) Larva C. flavipes umur 12 hari

Menjelang kokon terbentuk larva instar terakhir yang akan keluar dari sisi midlateral ulat inang dengan membentuk pintalan benang putih di sisi atau di

(7)

Gambar 8. (a) Larva keluar dari tubuh inang C. sacchariphagus, (b) Kokon C. flavipes, (c) Pupa

Setelah 10-11 hari ulat terparasit, maka terbentuklah kokon secara berkelompok dekat pada inang, Imago C. flavipes akan keluar yang ditandai dengan pupa yang berada di dalam kokon berwarna kehitaman. Imago biasanya keluar pada pagi hari. Umur serangga dewasa 1-3 hari tanpa pakan. Pada kondisi kelembaban yang tinggi dan pakan yang tersedia C. flavipes mampu bertahan hidup 5-6 hari. Seekor betina dapat memarasit 1-2 ulat per hari dengan masa peletakan telur 1-3 hari (Potting, 1997).

Parasitoid C. flavipes memiliki panjang tubuh sekitar 2 mm. Tubuh betina berwarna hitam, antena berwarna coklat gelap dengan scape yang lebih terang. Palpus berwarna kuning, kaki berwarna kuning kecoklatan dengan tarsus yang lebih gelap. Mesokoksa berwarna coklat muda, metakoksa gelap hingga hitam bagian dasarnya kecoklatan, sayap depan berwarna coklat dengan venasi yang jelas . Jantan seperti pada betina kecuali lebih panjang dan warnanya lebih terang. scutum terlihat jelas dan tebal, terutama di bagian depanm (Kimani-Njogu dan Overholt, 1997).

(8)

Gambar 9. C. flavipes jantan (a) dan betina (b)

Parasitoid ini dapat segera berkopulasi beberapa jam setelah menjadi imago, apabila mendapat cahaya. Kopulasi berlangsung lebih kurang satu menit. Untuk mendorong agar segera memarasit inang dan menghasilkan nisbah kelamin yang ideal, maka pasangan parasitoid yang akan dikawinkan ditempatkan di bawah cahaya terang dengan kelembaban yang tinggi selama beberapa jam (Mohyuddin, 1971).

Ukuran larva inang merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap jumlah kokon parasitoid karena parasitoid C. flavipes merupakan parasitoid gregarius, artinya lebih dari satu individu dapat hidup bersama-sama dalam satu inang. Persentase keberhasilan kokon menjadi imago lebih tinggi pada inang berukuran besar (Doutt et al, 1976).

C. flavipes memiliki kemampuan mencari inang yang tinggi karena perilakunya memasuki lubang gerek batang dan menyerang larva penggerek batang. Banyak parasitoid penggerek batang lainya hanya berada di luar batang dan memarasit larva dengan cara melakukan pengeboran pada batang menggunakan ovipositornya (Overholt et al., 1998). C. flavipes betina masuk melalui lubang di batang yang digerek oleh hama penggerek batang, menuju terowongan untuk mencari larva penggerek batang tersebut dan kemudian lansung

(9)

memarasit dengan memasukkan telur ke tubuh inang melalui ovipositornya (Abraha, 2003).

Setelah menemukan lubang penggerek batang, C. flavipes betina akan memasuki lubang gerek. Hal ini bisa berlangsung lama karena lubang gerekan sering dihambat oleh serbuk larva dan kadang C. flavipes harus melalui lubang kecil. Waktu yang dihabiskan di dalam lubang gerek tergantung pada posisi larva dan jumlah serbuk di dalam gerekan. Seekor C. flavipes betina membutuhkan 40

detik untuk meletakkan telur sekitar 45 telur ke dalam tubuh inang (Potting, 1997).

Perkembangbiakan C. flavipes di laboratorium kondisi suhu 25-28ºC dan kelembaban relatif 60-70% merupakan kombinasi terbaik. Kondisi lingkungan untuk di lapangan harus diperkirakan pada kisaran suhu 20-30ºC dan kelembaban 40-90% (Emana, 2007).

Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin dan reproduksi parasitoid dipengaruhi oleh umur dan kepadatan populasi inang. Umur parasitoid mempengaruhi kemampuan reproduksi dan penurunan proporsi betina. Persentase betina yang banyak akan menguntungkan bagi perbanyakan massal. Jumlah betina yang keluar merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan parasitoid mengendalikan populasi inangnya dan dapat menjadi indikator potensi parasitoid dalam mempertahankan hidupnya di lapangan (Mangangantung, 2001).

(10)

menguntungkan populasi tersebut, karena betina lebih menentukan eksistensi suatu populasi dibandingkan jantan. Jadi, populasi yang memiliki individu-individu yang cenderung untuk mempunyai keturunan betina akan lebih bugar. Proporsi jumlah keturunan betina yang lebih banyak diduga karena kecenderungan imago betina parasitoid meletakkan telur-telur jantan pada inang

yang kecil dan meletakkan telur-telur betina pada inang yang besar (Clausen 1939 dalam Godfray, 1994).

Gambar

Gambar 1. Telur C. sacchariphagus
Gambar 3. Pupa C. sacchariphagus
Gambar 4. Ngengat C. sacchariphagus jantan (a) dan betina (b)
Gambar 5. Gejala serangan lobang gerek batang tebu
+5

Referensi

Dokumen terkait

mengamati parasitoid yang muncul dari larva C. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga parasitoid tersebut mati, selanjutnya dihitung nisbah imago jantan dan betina dari

sangat nyata terhadap jumlah imago C. Pengaruh ukuran larva terhadap jumlah imago C. flavipes yang muncul. sacchariphagus ) 56.00 a.. Keterangan : Angka yang diikuti dengan

Gambar: Tempat Penelitian Gambar: Pemeliharaan Kokon dalam tabung. Gambar: C.flavipes keluar dari

banyak sehingga jumlah telur lebih banyak terdapat di dalam tubuh inangnya serta tingkat perkawinan parasitoid betina dengan jantan lebih besar sehingga jumlah

Uji pengaruh jenis inang dilakukan di laboratorium mengunakan larva penggerek batang tebu sehat yang telah dipelihara sebelumnya di laboratorium dan larva

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parasitisasi dan kapasitas reproduksi Cotesia flavipes (Hymenoptera: Braconidae) pada n beberapa n jumlah dan ukuran larva

Data suhu dan kelembaban udara harian di laboratorium saat perlakuan dan pengamatan.. LAMPIRAN

Uji pengaruh jenis inang dilakukan di laboratorium mengunakan larva penggerek batang tebu sehat yang telah dipelihara sebelumnya di laboratorium dan larva