PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan gula di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun hingga saat ini belum mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan produksi gula nasional secara optimal. Budidaya tanaman tebu yang merupakan faktor kunci penentu produksi gula harus terus menerus diperbaiki (Sunaryo, 2003).
Pada prinsipnya peningkatan produksi gula dapat dilaksanakan dengan perluasan areal, peningkatan bobot tebu per hektar dan peningkatan rendemen. Kehilangan rendemen dapat mencapai 50% jika menyerang tanaman tebu umur 4-5 bulan dan 4-15% pada tebu yang berumur 10 bulan (P3GI, 2008). Dalam hal ini pengaruh hama terhadap produktivitas tebu sangat signifikan. Penurunan produksi tebu yang diakibatkan serangan hama dapat mencapai 10-50% tergantung intensitas serangannya. Pada kondisi serangan tertentu yang sangat parah dapat mengakibatkan kegagalan panen (Pratama et al., 2010).
Salah satu faktor penting yang berpotensi mengganggu produktivitas perkebunan tebu di Indonesia adalah serangan hama tanaman. Di antara jenis-jenis hama yang dominan, penggerek batang tebu berkilat Chilo aurichilius (Lepidoptera: Pyralidae) memerlukan perhatian khusus karena serangannya yang merugikan. Penggerek tebu ini dilaporkan menyebabkan kerugian cukup penting pada perkebunan tebu di Provinsi Lampung. Serangan penggerek batang tebu pada perkebunan tebu PT GMP, Lampung Tengah, dilaporkan mencapai 6,43%, sementara pada varietas rentan kerusakan dapat mencapai hingga 19 % (Sunaryo,
2003). Perilaku biologi penggerek batang lebih banyak berada di dalam jaringan
tanaman tebu, sehingga hama ini sulit dikendalikan secara kimiawi (Sudarsono, 2011).
Tingkat serangan hama penggerek batang tebu dapat mencapai 25%. Serangan hama ini dapat menyebabkan kematian tanaman dan menyerang tanaman muda dan juga tanaman tua (Abraha, 2003). Di Afrika timur penggerek batang tebu dapat menyebabkan penurunan hasil hingga 40% (Jiang et al., 2004).
Pengendalian secara kimia umumnya tidak efektif, mahal dan pada saat ini tidak ada yang direkomendasikan untuk mengendalikan hama penggerek batang tebu. Pengendalian biologi merupakan pilihan yang baik yang menggabungkan
pelestarian lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati (Goebel et al., 2010).
Salah satu cara pengendalian yang berpeluang untuk dikembangkan adalah pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid Cotesia flavipes (Hymenoptera: Braconidae) yang merupakan parasitoid penting penggerek batang graminaceous. Parasitoid ini telah digunakan untuk pengendalian hayati di seluruh dunia. C. flavipes sekarang banyak dikembangkan di timur dan selatan negara Afrika termasuk Ethiopia (Abraha, 2003).
Selama 60 tahun terakhir telah ada upaya untuk memperkenalkan parasitoid ke Afrika dan kepulauan Samudera Hindia untuk pengendalian penggerek batang. Pada tahun 1993, endoparasit larva C. flavipes diperkenalkan ke Kenya dan Pakistan untuk mengendalikan penggerek batang. Tingkat parasitisme C. flavipes rata-rata 6% pada beberapa daerah di Kenya, namun pada
dua tahun berikutnya tingkat parasitisme meningkat hingga 13% di lapangan (Kfir et al., 2002).
Anggota kelompok spesies kompleks C. flavipes adalah parasitoid yang paling berhasil dalam upaya pengendalian hayati penggerek batang di seluruh dunia. Keberhasilan mereka umumnya didasarkan pada kemampuan untuk mengenali petunjuk kimia dan fisik saat mengenali habitat dan lokasi inang, serta kemampuan untuk menjangkau inang di dalam lubang gerekan. Selain itu keberhasilan kelompok ini dalam reproduksi dan penyesuaian dengan inang juga telah banyak dilaporkan (Muirhead et al., 2008).
Pemanfaatan C. flavipes sebagai pengendali hayati hama penggerek batang tebu bergaris (Chilo saccariphagus) telah diterapkan di berbagai perkebunan tebu, termasuk di PTPN II Risbang Tebu Sei Semayang. Dalam pengembangbiakan parasitoid ini belum diketahui secara pasti perbandingan betina dan jantan yang efektif dari hasil perbanyakannya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh jumlah inang C. sacchariphagus dan parasitoid C. flavipes terhadap nisbah kelamin parasitoid tersebut.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh jumlah inang C. sacchariphagus dan nisbah kelamin C. flavipes terhadap keturunan yang dihasilkan.
Hipotesis Penelitian.
Terdapat perbedaan nisbah kelamin Cotesia flavipes yang dihasilkan dari jumlah inang Chilo sacchariphagus yang berbeda.
Kegunaan Penulisan
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan - Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.