• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reaksi Kusta Tipe 1 Pada Penderita Kusta Tipe Multibasiler Yang Telah Release From Treatment

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Reaksi Kusta Tipe 1 Pada Penderita Kusta Tipe Multibasiler Yang Telah Release From Treatment"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

REAKSI KUSTA TIPE 1 PADA PENDERITA

KUSTA TIPE MULTIBASILER YANG TELAH

RELEASE FROM TREATMENT

DERYNE ANGGIA PARAMITA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

DAFTAR ISI

Daftar Isi ... 1

I. Pendahuluan ... 2

II. Laporan Kasus ... 5

III. Diskusi ... 9

(3)

I. PENDAHULUAN

Kusta atau yang juga dikenal dengan penyakit Hansen’s adalah penyakit granulomatos kronik yang menyerang saraf tepi dan kulit. Penyebabnya adalah bakteri tahan asam Mycobacterium

leprae yang pertama sekali ditemukan oleh peneliti dari Jerman, Gerhard Henrik Armauer

Hansen pada tahun 1873.1,2 WHO membagi kusta menjadi dua klasifikasi untuk kepentingan pengobatan dan pengontrolan penyebaran. Pada tahun 1981 oleh kelompok studi kusta di WHO, klasifikasi dibagi dua yaitu kusta tipe Multibasiler (MB) dan Pausibasiler (PB).1

Kusta endemis pada beberapa benua kecuali Antartika. Populasi terbanyak terdapat di India dengan hampir duapertiga dari populasi kusta dunia. Menurut data regional WHO pada tahun 2007 prevalensi di Afrika adalah 29.548, di Asia Tenggara 116.663, di Pasifik Barat 9.805. Pada semua penelitian populasi kusta, penyakit ini lebih umum pada pria dibandingkan wanita dengan rasio 1:2. Umur rata rata penderita kusta tipe tuberkuloid lebih rendah dibandingkan tipe lepromatous, tetapi pada kedua grup ini, kusta predominan pada usia muda dengan umur rata rata adalah 35 tahun.

1

Kusta adalah penyakit kronik dengan periode inkubasi yang panjang. Rata-rata masa inkubasi adalah 2-5 tahun untuk kasus tuberkuloid, dan 8-12 tahun atau sampai 20 tahun untuk kasus lepromatos.

Diagnosis dari kusta berdasarkan gejala klinis dimana dijumpainya satu atau lebih dari satu atau lebih tiga tanda kardinal : yaitu lesi kulit eritem atau hipopigmentasi yang anestesi; penebalan saraf tepi dengan hilangnya sensasi pada daerah distribusi; dan pewarnaan kulit yang positif untuk bakteri tahan asam.

1,3

4,5

Pada daerah endemis lesi kulit selalu konsisten dengan kusta jika terdapat kehilangan sensori saraf dengan atau tanpa penebalan saraf dan pewarnaan slit kulit yang positif.

Menurut WHO, kusta diklasifikasikan menjadi PB (pausibasiler) dan MB (multibasiler) yang diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1982 sebagai dasar untuk pengobatan dan meminimalkan tingkat relaps.

4

5

(4)

klinis, perubahan histopatologi dan status imunitas. Dibagi menjadi 5 bentuk yaitu kusta tipe TT (Tuberkuloid), BT (Borderline tuberkuloid), BB (Borderline), BL (Borderline lepromatos), dan LL(Lepromatos).

Satu karakteristik dari penyakit kusta yang menjadi penyebab terjadinya cacat adalah terjadinya peradangan yang mengenai saraf. Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (respon selular) atau reaksi antigen-antibodi (respon humoral). Reaksi dapat terjadi sebelum pengobatan tetapi terutama terjadi selama atau setelah pengobatan. Gambaran klinis sangat khas berupa merah, panas, bengkak, nyeri dan dapat disertai gangguan fungsi saraf. Sejumlah faktor pencetus memegang peranan penting. Diantaranya; Penderita dalam kondisi stres fisik karena kehamilan, setelah melahirkan, sesudah mendapat imunisasi, penyakit infeksi, anemia, kurang gizi, kelelahan ; Penderita dalam kondisi stres mental karena malu, takut. Ditinjau dari proses terjadinya maka reaksi kusta dibagi menjadi 2 tipe. Reaksi tipe 1 atau reaksi reversal dan reaksi tipe 2 atau erythema nodosum leprosum (ENL). Reaksi tipe 1 terutama terjadi selama pengobatan dan terjadi karena peningkatan hebat respon imun seluler secara tiba-tiba mengakibatkan terjadinya respon radang pada daerah kulit dan saraf yang terkena penyakit ini. Gejala reaksi tipe 1 ini dilihat perubahan pada kulit, maupun saraf dalam bentuk peradangan. Kulit merah, bengkak, nyeri dan panas. Pada saraf manifestasi yang terjadi berupa nyeri atau gangguan fungsi saraf. Kadang-kadang dapat terjadi gangguan keadaan umum seperti demam dan lain. Reaksi tipe 2 terjadi pada penderita MB dan merupakan reaksi humoral karena tingginya respon imun humoral, dimana tubuh membentuk antibodi karena salah satu protein M.leprae bersifat antigenik. Antigen yang ada akan bereaksi dengan antibodi dan akan mengaktifkan sistem komplemen membentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut akan menimbulkan respon inflamasi dan akan terdegradasi dalam beberapa hari. Oleh karena itu reaksi yang tejadi tampak sebagai kumpulan nodul merah maka disebut

Erythema Nodosum Leprosum (ENL) dengan konsistensi lunak dan nyeri. Umumnya

menghilang dalam 10 hari atau lebih dan bekasnya kadang menimbulkan hiperpigmentasi. 1

(5)

No Gejala / Tanda Reaksi Tipe 1 Reaksi Tipe 2 1 Keadaan umum Umumnya baik, demam

ringan (subfebris) atau tanpa dan nyeri tekan. Biasanya pada lengan dan tungkai. Nodul dapat pecah (ulserasi)

3 Saraf Sering terjadi, umumnya berupa nyeri tekan saraf

Hampir tidak ada Terjadi pada mata, kelenjar getah bening, sendi, ginjal, testis, dll. 5 Waktu

6 Tipe Kusta Dapat terjadi pada kusta tipe PB maupun MB

Hanya pada kusta tipe MB

Tbl 1. Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2

Sebelum memulai penanganan reaksi terlebih dahulu lakukan identifikasi tipe reaksi yang dialami serta derajat reaksinya. Obat anti reaksi terdiri dari prednison, lamprene. Penanganan reaksi ringan 1) Berobat jalan, istirahat dirumah 2) Pemberian analgetik/antipiretik 3) MDT diberikan terus dengan dosis tetap 4) Menghindari/menghilangkan faktor pencetus. Penanganan reaksi berat sama seperti reaksi ringan namun diberikan obat anti reaksi. 8 Skema pemberian prednison dapat dilihat pada gambar 1 :

(6)

II. LAPORAN KASUS

Seorang wanita, usia 34 tahun, wiraswasta, datang ke poliklinik kusta RSUP Haji Adam Malik Medan dengan keluhan utama timbul pembengkakan kemerahan pada pipi kiri dan bercak kemerahan pada pipi kanan yang disertai nyeri sejak 1 minggu sebelum datang berobat. Awalnya hanya berupa bercak merah yang timbul pada daerah bekas penyakitkusta yang lama dan seiring waktu menjadi semakin membengkak dan bertambah nyeri. Satu minggu ini pasien mengalami demam dan nyeri pada sendi terutama pada siku. Riwayat stress tidak dijumpai. Pasien mengatakan bahwa dalam 1 bulan terakhir sering merasa letih akibat faktor pekerjaan. Sebelumnya pasien telah berobat ke dokter umum dan mendapat obat makan dan salep namun tidak ada perbaikan. Pada tahun 2008, pasien didiagnosis menderita kusta tipe MB dan telah menyelesaikan pengobatan dengan MDT-MB secara teratur dalam 12 bulan. Pasien dinyatakan RFT (release from treatment) sejak bulan Agustus 2009.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 100 x/menit, frekuensi pernafasan 24 x/menit, dan suhu 37,8o

Pasien kemudian didiagnosis banding dengan reaksi kusta tipe 1, kusta relaps, dan reaksi kusta tipe 2, dengan diagnosis sementara reaksi kusta tipe 1.

C, status gizi baik, dan konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, tonsil tidak hiperemis. Berdasarkan pemeriksaan dermatologis didapatkan makula eritematosa yang edematous anular dengan ukuran plakat, pada regio maksilaris sinistra dan makula eritematosa anular dengan ukuran plakat pada regio maksilaris dekstra (Gambar 1). Pada pemeriksaan neurologis ditemukan pembesaran saraf pada N. Ulnaris +/+ disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan fungsi sensibilitas didapatkan rasa raba berkurang pada daerah lesi dan pada kedua telapak tangan. Pada telapak kaki dijumpai normal. Pada pemeriksaan fungsi saraf motorik didapatkan kekuatan otot pada regio manus dan pedis dekstra dan sinistra kuat.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan bateriologis (BTA) dari kedua cuping telinga dan lesi namun tidak didapatkan adanya BTA. Kemudian diagnosis kerja menjadi reaksi kusta tipe 1 pada penderita kusta tipe MB yang telah RFT.

(7)

bertahap setiap 2 minggu sebesar 5-10 mg, parasetamol 3 x 500 mg, antasida 3 x 1 tab dan roboransia 1x1 tab.

Gbr

2. Foto pasien saat pertama datang, tampak makula eritematosa yang edematous pada regio maksilaris sinistra dan makula eritem pada regio maksilaris dekstra

Pada kontrol kedua, 2 minggu setelah pengobatan, tampak makula eritematosa yang edematous sudah mulai menyusut (Gambar 3). Keluhan demam dan nyeri sudah tidak dijumpai. Kemudian prednison diturunkan menjadi 30 mg/ hari (dosis tunggal pada pagi hari), antasida 3x1 tab, dan roboransi 1x 1 tab.

(8)

Pada kontrol ke 4, didapati makula eritem semakin susut dan eritem semakin berkurang (Gambar 4). Dosis prednison semakin berkurang menjadi 15 mg /hari (dosis tunggal pada pagi hari), antasida 3x1 tab, dan roboransia 1x1 tab.

Gbr 4. Foto pasien kontrol ke 4

(9)

Gba 4. Foto pasien kontrol ke 6, makula eritem pada kedua regio maksilaris dekstra sinistra

Prognosis quo ad vitam bonam, quo ad funtionam bonam, quo ad sanationam dubia ad bonam.

III. DISKUSI

Diagnosis reaksi pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Berdasarkan anamnesis diketahui pembengkakan kulit berwarna merah yang disertai nyeri pada pipi sejak 1 minggu sebelum datang berobat. Awalnya hanya berupa bercak merah yang timbul pada daerah bekas kusta yang lama dan seiring waktu menjadi semakin membengkak dan bertambah nyeri. Satu minggu ini pasien mengalami demam dan nyeri pada sendi terutama pada siku. Kepustakaan menyebutkan pada riwayatnya reaksi kusta mempunyai gambaran khas berupa merah, panas, bengkak, nyeri dan dapat disertai gangguan fungsi saraf.8 Kemudian dari anamnesis riwayat stress tidak dijumpai namun pasien mengatakan bahwa dalam 1 bulan terakhir sering merasa letih akibat faktor pekerjaan. Dari kepustakaan dikatakan bahwa penyebab pasti terjadinya reaksi adalah belum jelas, beberapa faktor pencetus antara lain; penderita dalam kondisi stress fisik karena kehamilan, anemia, kurang gizi dan kelelahan.8

(10)

atau tidak.8

Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai makula eritematosa yang edematous anular dengan ukuran plakat pada regio maksilaris sinistra dan makula eritem anular dengan ukuran plakat pada regio maksilaris dekstra. Dan letak kelainan berada pada ruam penyakit kusta yang lama. Hal ini sesuai dengan pada riwayatnya reaksi kusta tipe 1 mempunyai gambaran khas berupa merah, panas, bengkak, nyeri dan peradangan terletak pada bercak kusta yang lama.

Keadaan yang ditemukan pada pasien berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa keluhan awalnya berupa bercak kemerahan, timbul pada daerah bekas kusta yang lama dan seiring waktu menjadi semakin membengkak dan bertambah nyeri. Satu minggu ini pasien mengalami demam dan nyeri pada sendi terutama pada siku. Ini sesuai dengan teori mengenai gambaran fisik pada pasien reaksi kusta tipe 1.

8

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan pembesaran syaraf pada N. Ulnaris +/+ disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan fungsi sensibilitas didapatkan rasa raba berkurang pada daerah lesi dan pada telapak tangan. Ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa pada reaksi kusta tipe 1 umumnya terdapat nyeri tekan saraf dan/atau gangguan fungsi saraf.

Pasien didiagnosis banding dengan kusta relaps reaksi dan kusta tipe 2. Kusta relaps dapat disingkirkan dari pemeriksaan BTA pada cuping telinga dan lesi yang menunjukkan BTA (-) serta tidak dijumpainya lesi baru selain lesi lama yang kembali meradang.

8

8

Reaksi kusta tipe 2 dapat disingkirkan karena gambaran klinis pada ENL terdapat nodul-nodul eritematosa yang terasa nyeri dan lunak pada perabaan, dengan lokasi seringkali pada permukaan ekstensor lengan dan tungkai, punggung, wajah, atau dimana saja dengan distribusi cenderung bilateral dan simetris.8

Prinsip penatalaksanaan reaksi kusta antara lain pemberian obat antireaksi, istirahat atau imobilisasi, pemberian analgetik dan sedatif untuk mengatasi rasa nyeri.

8

Pada kontrol kunjungan ke 2, terlihat plak mulai menipis, sehingga kemudian dosis prednison diturunkan dan pemberian parasetamol dihentikan karena keluhan nyeri dan demam sudah tidak ada. Setelah pemberian prednison selama 12 minggu terlihat ruam menyusut dan yang terlihat hanya makula eritem.

(11)
(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Rea TH, Modlin RL. Leprosy. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th

2. Zulkifli. Penyakit Kusta Dan Masalah Yang Ditimbulkannya. Available from :

ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 1786-96

3. Lockwood DNJ. Leprosy. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology 7th ed. Italy: Blackwell Science; 2004. p. 29.1-29.21

4. Charles D, Stoppler MC. Leprosy (Hansen’s Disease). Available from :

6/11/2009

5. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Treatment. In Leprosy 3rd ed. Singapore: Longman; 1990. p. 77-91

6. Gautam VP. Treatment of Leprosy in India. J Postgrad Med July 2009;55:3:220-224 7. Sehgal NV, Sardana K, Dogra S. The Imperative of Leprosy Treatment in The Pre-

and Post- Global Leprosy Elimination Era: Appraisal of Changing The Scenario To Current Status. Journal of Dermatological Treatment 2008;19:82-91

Gambar

gambar 1 :  2 minggu pertama 40 mg/hari

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, secara keseluruhan tujuan dari public relations adalah untuk menciptakan citra baik perusahaan sehingga dapat menghasilkan kesetiaan publik terhadap produk yang ditawarkan oleh

Untuk pengukuran gain maksimum antena wajanbolic ini dilakukan dengan cara membandingkan level sinyal maksimum yang diterima modem USB 3G dengan level sinyal maksimum yang

Data yang diperoleh adalah data yang menjelaskan perbandingan kemampuan berbicara antara yang menggunakan metode debat dan yang menggunakan model artikulasi siswa SMK Negeri 1

1. Melakukan studi pustaka tentang berbagai metode statistika yang banyak digunakan pada penelitian guru SMP/SMA dan dirasa masih sulit diaplikasikan guru. Melakukan pengurusan

Teaching how the structural and behavioral aspects of a system can be analyzed, specifed and designed using Class, Sequence and Activity Diagrams.... Usecase

Biaya deteksi lingkungan (environmental detection cost) adalah biaya- biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan apakah produk, proses dan aktivitas

Budidaya pem%esa"an lele me"upakan sala! satu a"a untuk mendapatkan keuntungan yang le%i!.. BAB

Dengan demikian dapat diakumulasikan bahwa tari adalah gerakan dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan musik, diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan