BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA REAKSI KUSTA
Terminologi reaksi digunakan untuk menggambarkan keadaan mengenai pelbagai gejala dan tanda radang akutk lesi pasien kusta, yang dapat dianggap kelajiman pada perjalanan penyakit atau komplikasi kusta. Seluruh komplikasi penyakit kusta. Seluruh komplikasi penyakit kusta meliputi:
- Komplikasi jaringan akibat invasi masif M. Leprae - Komplikasi akibat reaksi
- Komplikasi akibat imunitas yang menurun - Komplikasi akibat kerusakan saraf
- Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat kusta
Istilah reaksi pada kusta dipergunakan untuk menjelaskan munculnya gejala dan tanda peradangan akut pada penderita kusta. Secara klinis ditandai adanya pembengkakan, kemerahan nyeri pada saraf disertai dengan kehilangan fungsi saraf.
Definisi
Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen antibody (humoral response) dengan akibat merugikan penderita, terutama jika mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi (cacat).
Reaksi ini dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi selama atau setelah pengobatan.
Penyebab
Faktor Pencetus
Berbagai faktor pencetus yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi kusta antara lain:
- Setelah pengobatan anti kusta yang intensif - Infeksi rekuren
- Pembedahan - Stress fisik - Imunisasi - Kehamilan
- Saat-saat setelah melahirkan
Reaksi imun sendiri dapat menguntungkan ataupun merugikan yang disebut reaksi imun patologik, dan reaksi kusta ini tergolong di dalamnya. Dalam klasifikasi yang bermacam-macam itu, yang tampaknya paling banyak dianut pada akhir-akhir ini yaitu :
- Reaksi kusta tipe 1 disebabkan oleh hipersensitivitas selular (reaksi reversal upgrading)
- Reaksi kusta tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral (ENL/eritema nodusum leprosum)
Fenomena lucio atau reaksi kusta tipe 3, sebenarnya merupakan bentuk yang lebih berat.
Dari segi imunologis terdapat perbedaan prinsip antara reaksi tipe 1 dan tipe 2 yaitu pada reaksi tipe yang memegang peranan adalah imunitas seluler (SIS), sedangkan pada reaksi tipe 2 yang memegang peranan adalah imunitas humoral.
a. Reaksi Tipe I
keseimbangan antar imunitas dan basil. Dengan demikian sebagai hasil reaksi tersebut dapat terjadi upgrading/reversal, apabila menuju kearah bentuk lepromatosa (terjadi penurunan sistem imun seluler).
Pada kenyataannya reaksi tipe I ini diartikan dengan reaksi reversal oleh karena paling sering dijumpai terutama pada kasus-kasus yang mendapatkan pengobatan, sedangkan down grading reaction lebih jarang dijumpai oleh karena berjalan lebih lambat dan umumnya dijumpai pada kasus-kasus yang tidak mendapat pengobatan.
Meskipun secara teoritis reaksi tipe I ini dapat terjadi pada semua bentuk kusta yang subpolar, tetapi pada bentuk BB jauh lebih sering terjadi daripada bentuk yang lain sehingga disebut reaksi borderline.ertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relative singkat. Adanya lesi hipopigmentasi menjadi eritema, lesi macula menjadi infiltrate, lesi luas.
[image:3.595.271.408.446.581.2]Gejala klinis reaksi reversal, umumnya lesi yang telah ada
Gambar 1. Reaksi Tipe 1
b. Reaksi Tipe II
macam-macam, pada umumnya kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan dan paha, serta dapat pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah kepala yang berambut, aksila, lipatan paha dan daerah perineum. Selain itu didapatkan nyeri, pustulasi dan ulserasi juga disertai gejala sistematik seperti demam dan malaise. Perlu juga memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi, testis dan limfe.
[image:4.595.184.451.414.548.2]Penatalaksanaan ENL bertujuan untuk mengatasi peradangan akut, mengurangi nyeri, menghentikan kerusakan mata dan mencegah serangan selanjutnya. Penderita ENL harus istirahat dan mendapat terapi anti inflamasi. Prednisone merupakan obat pilihan terutama sedang dan berat dimulai dengan dosis tinggi 40 mg/hari. Prednisone akan menunjukkan reaksi cepat sehingga dosis dapat diturunkan secepat mungkin sampai 30 mg/hari, dan kemudian diturunkan dengan perlahan.
Tabel 5. Perbedaan Reaksi Kusta Tipe 1 dan Tipe 2
No .
Gejala / Tanda Tipe 1 Tipe2
1 Kondisi umum Baik atau demam ringan Buruk, disertai malaise dan febris
2 Peradangan di kulit Bercak kulit lama menjadi lebih meradang (merah), dapat timbul bercak baru.
Timbul nodul
kemerahan, lunak dan nyeri tekan. Biasanya pada lengan dan tungkai. Nodul dapat pecah (ulserasi)
3 Waktu terjadi Awal pengobatan MDT Biasanya setelah pengobatan yang lama, umumnya lebih dari 6 bulan
4 Tipe Kusta Dapat tipe PB dan MB Hanya terjadi pada MB
5 Saraf Sering terjadi, umumnya
berupa nyeri tekan saraf dan/atau gangguan fungsi saraf
Dapat terjadi
6 Peradangan pada organ lain
Tabel 6. Perbedaan Reaksi Kusta Ringan dan Berat Tipe 1 dan Tipe 2
N o
Gejala / Tanda
Tipe 1 Tipe 2
Ringan Berat Ringan Berat
1 Kulit Bercak : merah, tebal, panas, nyeri Bercak : merah, tebal, panas, nyeri yang bertambah parah sampai pecah Nodul : Merah, panas, nyeri
Nodul : merah, panas, nyeri yang bertambah parah sampai pecah
2 Saraf Tepi Nyeri pada perabaan (-) Nyeri pada perabaan (+) Nyeri pada perabaan (-) Nyeri pada perabaan (+) 3 Keadaan Umum
Demam (-) Demam (+) Demam (+) Demam (+) 4 Gangguan pada organ lain - - - + Terjadi peradangan pada: Mata Iridocyclitis Testis: Epididimoorchiti s
* Bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf, dikategorikan sebagai reaksi berat
Fenomena Lucio
Fenomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi pada kusta tipe lepromatosa non nodular difus. Gambaran klinis berupa plak atau infiltrate difus, berwarna merah muda, bentuk tidah teratur dan terasa nyeri. Lesi terutama di ekstermitas, kemudian meluas keseluruh tubuh. Lesi yang berat tampak lebih eritematous disertai purpur, bula kemudian dengan cepat terjadi nekrosis serta ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
Terapi reaksi kusta Terapi reaksi kusta ringan Non medikamentosa
Istirahat, imobilisasi dan berobat jalan. Medikamentosa
Aspirin mengatasi nyeri dan anti radang, 600-1200 mg diberikan setiap 4 jam
Klorokuin kombinasi aspirin dan klorokuin lebih baik khasiatnya dibandingkan pemberian tunggal, 3 kali 150 mg/hari
Efek toksik pada penggunaan jangka panjang dapat berupa ruam pada kulit, fotosintesis serta gangguan gastrointestinal, penglihatan dan pendengaran.
Antimon dugunakan pada reaksi tipe 2 yang ringan untuk mengatasi rasa nyeri sendi-sendi dan tulang
Dosis 2-3 ml diberikan selang-seling
Efek samping ruam pada kulit, bradikardi, hipotensi.
Talidomid obat ini digunakan pada reaksi tipe 2 agar dapat melepaskan ketergantungan terhadap kortikosteroid
Terapi reaksi kusta berat
Jika terjadi reaksi kusta dapat diberikan prednison 30 – 60 mg/hari serta pemberian obat simtomatis, lalu diturunkan. Pedoman terapi adalah:
1. Terapi standar untuk pasien PB dengan reaksi kusta
Minggu Dosis harian 1-2
3-4 5-6 7-8 9-10 11-12
40 mg 30 mg 20 mg 15 mg 10 mg 5 mg
2. Terapi standar pasien MB dengan reaksi kusta. Pada reaksi tipe 2 dapat ditambah dengan Klofazimin 300 mg/hari selama 1 bulan, 200 mg/hari selama 3-6 bulan selanjutnya 100 mg/hari sampai gejala menghilang.
Minggu Dosis harian 1-4
5-8 9-12 13-16 17-20 21-24
MONITORING DAN EVALUASI PENGOBATAN
1. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat
2. Apabila penderita terlambat mengambil obat paling lama dalam 1 bulan harus dilakukan pelacakan
3. RFT dapat dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium. Setelah RFT penderita dikeluarkan dari form monitoring penderita
4. Masa pengamatan : pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif a. Tipe PB selama 2 tahun
b. Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium 5. Penderita PB yang telah mendapatkan pengobatan 6 dosis (blister) dalam
waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium 6. Penderita MB yang telah mendapat pengobatan MDT 12 dosis (blister) dalam
waktu 12-18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium 7. Defaulter
Jika seorang penderita PB tidak mengambil obatnya lebih dari 3 bulan maka dinyatakan sebagai Defaulter PB.
Jika seorang penderita MB tidak mengambil obatnya lebih dari 6 bulan maka dinyatakan sebagai Defaulter MB.
Tindakan bagi penderita defaulter :
a. Dikeluarkan dari monitoring dan register
b. Bila kemudian datang lagi maka harus dilakukan pemeriksaan klinis ulang, pengobatan menyesuaikan dengan gejala klinis yang didapat
8. Relaps/ Kambuh
termasuk kedaruratan. Bila hasil relaps telah dikonfirmasikan maka penderita diobati sesuai hasil pemeriksaan pada saat itu.
Catatan :
Untuk mereka yang pernah mendapat pengobatan Dapson monoterapi (sebelum diperkenalkan MDT) namun kemudian muncul kembali sebagai tanda kusta aktif yang membutuhkan MDT, maka penderita tersebut dimasukkan dalam kategori relaps.
9. Indikasi pengeluaran penderita dari register adalah : RFT, meninggal, pindah, salah diagnosis, ganti klasifikasi, default.