BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut BKKBN (2006, dalam Seto, dkk, 2011) jumlah penduduk yang terus meningkat merupakan masalah besar bagi Negara-negara di dunia khususnya negara berkembang. Indonesia merupakan negara berkembang yang termasuk mempunyai masalah dalam bidang kependudukan. Dengan jumlah yang sangat besar yaitu sekitar 215 juta jiwa. Pada tahun 2007 menduduki urutan ke-4 dari seluruh dunia. Kepesatan penduduk Indonesia tersebut merupakan fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan yang lebih sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Keadaan ini sangat mempengaruhi masalah kualitas sumber daya manusia karena masih dijumpainya penduduk yang sangat miskin, yang sangat memerlukan bantuan untuk sekedar hidup.
tersebut masih berada dibawah target Millennium Development Goals (MDG’S) yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup. Terlebih bila dibandingkan dengan AKI di negara-negara ASEAN, AKI di Indonesia 3-6 kali lipat jumlahnya. Oleh karena itu, berbagai beban kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan akibat tekanan penduduk. (Fienalia 2012).
Menurut BPS (2010, dalam Herlinawati, 2012) pada awal tahun 2010, pemerintah telah melakukan sensus penduduk dan diperoleh jumlah penduduk Indonesia saat itu adalah 237.556.363 jiwa yang tersebar dari sabang sampai merauke dengan tingkat kepadatan 124/km2.
Menurut BPS (2010, dalam Herlinawati, 2012) adapun jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara sebanyak 12.982.204 jiwa, mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 6.382.672 (49.16%), sedangkan yang bertempat tinggal di desa sebanyak 6.599.532 (50,84%) dengan kepadatan penduduk 178 jiwa/km2 dan laju pertumbuhan penduduk 1,10 %/tahun.
Menurut BKKBN (2006, dalam Seto, dkk, 2011) Salah satu upaya yang perlu dilakukan pemerintah untuk masalah ini adalah dengan menggalakkan dan
mengaktifkan kembali program keluarga berencana Indonesia untuk
Kontrasepsi adalah pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempel nya sel sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim. (Mulyani, 2013).
Menurut data Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia tahun 2012 kesehatan masyarakat pada metode kontrasepsi mantap masih rendah jumlah peserta KB yang memakai kontrasepsi MOW atau tubektomi 3,2%. Padahal tubektomi merupakan alat kontrasepsi yang dianggap sangat efektif, murah dan aman dalam menghentikan kehamilan. (Herlinawati, 2012).
Kontrasepsi sterilisasi adalah salah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur. Dengan cara ini, proses reproduksi tidak lagi terjadi dan kehamilan akan terhindar untuk selamanya. Karena sifatnya yang permanen, kontrasepsi ini hanya di perkenankan bagi mereka yang sudah mantap memutuskan untuk tidak lagi mempunyai anak. (Mulyani, 2013).
Program keluarga berencana mempunyai tujuan yang salah satunya adalah menjarangkan kehamilan dengan menggunakan metode kontrasepsi. Program KB Nasional salah satu diantaranya yakni mengakhiri kehamilan dengan metode yang paling efektif yaitu Kontrasepsi mantap Medis Operatif Wanita, khususnya untuk Pasangan Usia Subur (PUS) wanita usia minimal 35 tahun dan telah memiliki 2 orang anak atau lebih. Pengembangan metode kontrasepsi mantap masih jauh tertinggal, hal ini disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan
Data SDKI tahun 2007 memperlihatkan bahwa peserta sterilisasi (vasektomi maupun tubektomi) paling banyak dilakukan oleh mereka yang berusia 45-49 tahun (masing-masing 7,4 persen untuk tubektomi dan 0,5 persen untuk vasektomi), dan tertinggi pada mereka yang telah memiliki anak lebih dari 5 (masingmasing 7,1 persen dan 0,5 persen). Hasil analisis lanjut ”Pola Pemakaian Kontrasepsi” berdasarkan data dari Pemantauan PUS Melalui Mini Survei tahun 2009 juga memperkuat temuan di atas, bahwa proporsi terbesar peserta MOW dan MOP adalah mereka yang berusia 40 tahun ke atas, dan telah memiliki 3 anak bahkan lebih. Kenyataan ini menggambarkan bahwa saat disterilisasi umumnya para akseptor memang telah memiliki jumlah anak banyak dan berumur relatif tua, sehingga secara demografis kurang memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kelahiran.
Menurut Purwanti (2009, dalam Etty, 2010) di Bandung, Karakteristik ibu terutama paritas berpengaruh terhadap pemilihan jenis kontrasepsi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa paritas tinggi meningkatkan angka kejadian seksio sesarea sebesar 3,2 kali lipat. Begitu pula dalam penelitian yang dilakuakan oleh Mesleh di Saudi Arabia (2008) yang menyebutkan bahwa paritas tinggi (lebih dari 3) mengalami persalinan bantuan alat (forsep) sebesar 1,6 kali lipat.
Dari latar belakang di atas penulis tertarik melakukan penelitian tentang “karakteristik peserta kontrasepsi sterilisasi di Klinik Mantap Medan tahun 2014”.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik peserta kontrasepsi sterilisasi di Klinik Mantap Medan Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik peserta kontrasepsi sterilisasi berdasarkan umur di Klinik Mantap Medan Tahun 2014.
2. Untuk mengetahui karakteristik peserta kontrasepsi sterilisasi berdasarkan pendidikan Klinik Mantap Medan Tahun 2014.
3. Untuk mengetahui karakteristik peserta kontrasepsi sterilisasi berdasarkan pekerjaan di Klinik Mantap Medan Tahun 2014.
4. Untuk mengetahui karakteristik peserta kontrasepsi sterilisasi berdasarkan paritas (jumlah anak hidup) di Klinik Mantap Medan Tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi insitusi pendidikan
2. Bagi Klinik Mantap
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan
masukan dan informasi bagi pihak Klinik Mantap Medan.
3. Bagi peneliti
Sebagai bahan masukan dalam menerapkan metode penelitian yang telah dipelajari untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi tentang karakteristik peserta kontrasepsi sterilisasi di Klinik Mantap Medan tahun 2014.