66 BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik
(kohort prospektif), yang akan meneliti hubungan variabel independen
(kadar s-IgA, dan persentase neutrofil), dari cairan saluran napas bawah
dengan variabel dependen (VAP awitan dini). Spesimen cairan saluran napas bawah diambil dengan prosedur BAL, pada pasien yang dirawat dengan menggunakan ventilator mekanik di ruang IPI, RSUP H. Adam
Malik Medan. Pengamatan ini dilakukan dengan ikut mempertimbangkan
faktor lain seperti Simplified Acute Physiology Score (skor SAPS) dan jenis patogen saluran napas bawah, sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
Pada hari pertama, saat kondisi pasien stabil dilakukan tindakan
bronkoskopi prosedur BAL untuk mengamati kadar s-IgA, persentase neutrofil, dan kuman patogen pada cairan saluran napas bawah.
Kemudian, pada hari ketiga setelah pasien terpapar dengan ventilator
mekanik, dilakukan kembali bronkoskopi prosedur BAL.
Pada kedua kelompok ini kembali diamati kadar s-IgA, persentase
neutrofil, dan kuman patogen pada cairan saluran napas bawah. Subyek
penelitian tetap diamati selama dirawat di ruang IPI (meninggal atau
pindah ke ruang rawat biasa).
Skor SAPS digunakan untuk membantu diagnostik, prognostik dan
evaluasi penyakit selama pasien diamati di ruang IPI. Pengambilan
sampel pada penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan
dari Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang rawat Instalasi Perawatan Intensif
(IPI) RSUP H Adam Malik Medan, Sumatera Utara.
55
Waktu untuk mempersiapkan ketersediaan reagensia 13 bulan.
Waktu untuk mendapatkan subyek penelitian, pengambilan serta
pemeriksaan laboratorium spesimen (cairan BAL), untuk memperoleh data parameter penelitian, lebih kurang 12 bulan.
3.3. Populasi dan Subyek Penelitian serta Perlakuan Terhadap Subyek Berkenaan dengan Pertimbangan Etik Penelitian Kesehatan
3.3.1 Populasi
Populasi target pada penelitian ini adalah semua pasien yang mendapat perawatan suportif ventilator mekanis di ruang IPI di seluruh
Rumah Sakit, sedangkan populasi terjangkau adalah semua pasien atau subyek yang mendapat perawatan suportif ventilator mekanik di
ruang IPI, RSUP H. Adam Malik, Medan Sumatera Utara.
3.3.2 Subyek (Sampel).
Pasien (subyek) yang menggunakan ventilator mekanik dirawat di
ruang IPI RSUP H. Adam Malik, yang dapat dilakukan prosedur BAL. Subyek dibagi dalam 2 kelompok yaitu :
1. Kelompok pertama, yaitu: subyek yang tidak pneumonia
VAP (), setelah mendapat perawatan dengan ventilator mekanik, lebih dari 48 - 72 jam, dengan nilai skor CPIS≤ 6.
2. Kelompok kedua, yaitu: subyek dengan VAP awitan dini atau
3.3.3 Perlakuan Kepada Subyek Berkenaan dengan Pertimbangan Etik Penelitian Kesehatan
Berkenaan dengan pertimbangan aspek etik penelitian
kesehatan, subyek mendapat terapi antibiotik empiris yang sesuai
dengan pola kuman di ruang rawat IPI 6 bulan sebelumnya.
Pengobatan lainnya juga disesuaikan dengan penyakit yang
mendasari. Subtitusi yang dibutuhkan subyek, tetap diberikan
seperti pemberian cairan elektrolit, albumin, dan diet yang sesuai
dengan penyakit menurut SOP RSUP Adam Malik. Dilakukan pencatatan tanggal masuk ruang rawat IPI, keluar dan masuk ruang
rawat biasa, atau tanggal meninggal, serta penyebab kematian.
3.4. Perkiraan Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 3.4.1. Perkiraan Besar Sampel Pemeriksaan Kadar s-IgA:
Insidens kasus HAP adalah 5-15 kasus/1000 rawat inap ruang rawat
IPI, 80% dari kasus tersebut adalah VAP (+), insidens VAP (+)
di negara Asia bervariasi antara 4,646 kasus/1000 pasien yang
menggunakan ventilator mekanik. Pemeriksaan s-IgA pada VAP (-) dan VAP (+), tidak didapatkan peneliti dalam kepustakaan.
n = besar sampel minimum
Zl-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada = 5%=1,96
Zl- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada = 10% = 1,282
P0 = proporsi s-IgA tanpa VAP(-) tidak diketahui = 0,5
P1 = proporsi s-IgA pada VAP(+) = 0,8
Q1 = 0,2 Q = 1 – 0,65 = 0,35
n = 51, Perkiraan besar sampel keseluruhan = 51 orang
3.4.2. Perkiraan Besar Sampel Pemeriksaan Persentase Neutrofil : Insidens kasus HAP adalah 5-15 kasus/1000 rawat inap ruang
rawat IPI, 80% dari kasus tersebut adalah VAP(+), insidens VAP(+) di negara Asia bervariasi antara 4,6-46 kasus/1000 pasien yang
menggunakan ventilator mekanik. Hasil pemeriksaan neutrofil cairan
BAL pada VAP (-) adalah ± 60% dan pada VAP(+) akan meningkat menjadi ± 80-90% (Barreiro, 1996).
n = besar sampel minimum
Zl-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada = 5%=1,96
Zl- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada = 10% = 1,282
P0 = proporsi Neutrofil tanpa VAP () = 0,6 P1 = proporsi Neutrofil pada VAP (+) = 0,9 Q1 = 0,1 Q = 1 – 0,75 = 0,25
n = 42, Perkiraan besar sampel keseluruhan = 42 orang
3.4.3. Teknik Pengambilan Sampel (Subyek Penelitian)
Teknik pengambilan subyek penelitian dilakukan dengan cara
consecutive sampling, yaitu mengambil subyek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti, sampai
memenuhi jumlah sampel yang diperlukan.
Penyakit VAP di IPI adalah penyakit yang dipengaruhi beberapa faktor, maka kriteria inklusi dibuat lebih sempit pada pemilihan pasien,
agar faktor perancu lebih sedikit. Lama pengumpulan data pada
sehingga hasil penelitian dengan teknik consecutive sampling ini dapat mendekati atau menyerupai hasil probability sampling. Secara demografi subyek berasal dari berbagai tempat di Sumatera Utara,
karena RSUP H. Adam Malik Medan merupakan pusat rujukan.
3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
3.5.1. Kriteria Inklusi
a. Subyek yang dirawat di ruang IPI, yang menggunakan ventilator
mekanis.
b. Usia ≥ 18 - < 61 tahun. c. Skor CPIS ≤6
d. Tidak ada kontra indikasi dilakukan tindakan bronkoskopi.
e. Keluarga setuju mengikuti penelitian dengan menanda tangani
lembar persetujuan.
3.5.2. Kriteria Eksklusi
a. Ada kelainan anatomi atau trauma saluran napas bawah
b. Menderita pneumonia dan tuberkulosis paru
c. Menderita penyakit HIV, proses keganasan dan DM
d. Hemodinamik pasien tidak stabil
e. Meninggal sebelum < 48 jam
f. Spesimen yang akan diperiksa tidak memenuhi syarat
3.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.6.1. Variabel Penelitian
a. Variabel independen :
1. S-IgA cairan BAL
2. Neutrofil
c. Variabel perancu : secara sistematis yaitu dengan menerangkan definisi, cara ukur, alat
ukur dan hasil pengukuran (Tabel 3.1).
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel dan Indikator Penelitian
dipengaruhi oleh
3.7. Perlengkapan Pelaksanaan BAL dan Perlengkapan Pelaksanaan Penelitian
3.7.1. Perlengkapan Pelaksanaan BAL
3.7.1.1 Persiapan sebelum pelaksanaan tindakan BAL
b. BAL harus dilakukan dengan teknik yang benar.
c. Amati foto dada kemudian tentukan tempat yang ideal untuk
melakukan BAL. Contoh bila dijumpai infiltrat yang luas,
maka lakukan BAL pada lobus tengah kanan, atau lingula kiri dengan posisi telentang
d. Persiapkan prosedur bronkoskopi, tempat pengumpulan
preparat dan pipa isap steril
e. Persiapkan oksigen dan monitoring lengkap untuk
pemeriksaan vital sign
f. Premedikasi dengan bronkodilator, dan larutan fisiologis
(NaCl 0,9 %) hangat, agar tidak terjadi bronkospasme
g. Berikan obat sedatif dan anestesi lokal, agar pasien merasa
nyaman dan mengurangi reflek batuk.
Contoh : midazolam (dewasa dosis 12.5 mg IV)
dan fentanyl (dewasa dosis 25100 mcg IV).
Anastesi lokal dengan dosis minimal:
a. 8.2 mg/kg lebih aman atau
b. konvensional 4-5 mg/kg 2% lidocaine.
3.7.1.2 Perlengkapan yang dibutuhkan untuk melakukan
BAL adalah:
a. Bronkoskopi lentur/ fleksibel dan balloon tip kateter steril
b. Larutan garam NaCl 0,9% steril hangat 37 oC, 200 cc
c. Spuit 20cc sekali pakai 5 set
d. Pipa isap, botol vakum yang steril
3.7.2. Teknik Pelaksanaan BAL
1. Persiapkan prosedur preparat dan alat-alatnya, berikan sedasi
yang adekuat, alat bronkoskopi yang sudah steril.
2. Rencanakan secara cermat perlakuan BAL dengan alat bronkoskopi, hindari agar jangan ada kontaminasi:
a. Hindari penyedotan sebelum hasil BAL diambil. b. Bila perlu, pipa alat sedotan dicuci terlebih dahulu
dengan larutan garam fisiologis.
3. Minimalkan penggunaan anastesi lokal lidocaine karena mempunyai efek bakteriostatik.
4. Lakukan bronkoskopi, melihat seluruh cabang saluran napas
sebelum memutuskan lokasi segmen untuk dilakukan BAL. Hindari trauma bronkus bila ada tanda-tanda perdarahan
alveoli.
5. Setelah ujung bronkoskopi mencapai segmen lobus yang
sudah ditetapkan, maka ballon tip kateter dikembangkan agar pengambilan cairan BAL, dilakukan dengan steril dari segmen yang bersangkutan. Kemudian alirkan 20 ml larutan garam
fisiologis hangat dengan spuit 20cc, dan amati aliran pada
ujung bronkoskopi sekitar 20 detik. Kemudian tarik kembali
dengan spuit yang sama, secara perlahan-lahan, minimal
sebanyak 40% dari jumlah 20 cc yang dialirkan pada awalnya.
6. Lakukan BAL, 5x berturut-turut dengan 5 set spuit 20 cc, kemudian lakukan 5x lagi berturut-turut, sambil:
a. Mengamati aliran gelembung dari rongga alveolar
b. Mengulangi isapan cairan yang keluar tadi
c. Bertindak hati-hati, karena saluran napas distal bisa kolaps,
bila dilakukan isapan dengan tekanan tinggi
d. Mengurangi tekanan isapan atau intermiten, agar saluran
napas distal tidak kolaps
f. Subyek diamati melalui monitor, 1-2 jam setelah prosedur
dilaksanakan.
3.7.3. Proses Pengiriman Spesimen ke Laboratorium
Spesimen Cairan BAL dikirim ke laboratorium riset untuk analisis, biakan patogen dan uji sensitivitas. Spesimen
dimasukkan ke dalam termos es standar, untuk pengiriman
spesimen ke laboratorium riset. Pembiakan patogen, uji
sensitivitas dan pemeriksaan presentase neutrofil cairan BAL
dilakukan di laboratorum mikrobiologi RSUP H. Adam Malik,
Medan.
Analisis BAL (pengukuran kadar s-IgA) dilakukan di laboratorium riset Patologi Klinik, dengan cara sebagai berikut:
cairan BAL segera disentrifuge 2500 rpm 10 menit, supernatan diambil, masukkan ke dalam 3 sampel cup @ 0.3 cc. Supernatan (beri identitas, nama, tanggal, dan jenis pemeriksaan), segera
dibekukan dan disimpan dalam lemari pendingin 20 hingga 70oC. Cairan sampel dapat bertahan sampai 6 bulan di laboratorium riset.
3.7.4. Menghindari Kesalahan Acak
Untuk menghindari kesalahan acak pada alat dan analis,
maka peneliti melakukan prosedur penelitian dan pembacaan hasil,
dengan:
1. Prosedur pemeriksaan cairan BAL dilakukan 2 kali setiap sampel.
2. Peneliti dan personal analis yang terlibat dalam
pemeriksaan di laboratorium riset ini, sudah terlatih dan
cakap untuk melakukan pengukuran (CV <10 %).
3. Variasi yang bermakna sebagai bias instrumen dapat
dikurangi dengan kalibrasi instrumen yang dilakukan
yang digunakan dilaboratorium riset ini juga secara manual
dilakukan kalibrasi setiap tahun, sesuai dengan SOP
laboratorium riset.
3.7.5. Pemeriksaan kadar s-IgA dari BAL
3.7.5.1. Persiapan dan penyimpanan reagen
a. Untuk menjalankan pengujian lebih dari satu kali, pastikan bahwa reagen disimpan pada kondisi yang dinyatakan pada
label. Siapkan hanya pada jumlah tepat yang dibutuhkan untuk
tiap pengujian.Alat dapat digunakan hingga tanggal kedaluarsa
yang tertera pada label.
b. ELISA Washbuf (wash buffer concentrate) harus diencerkan dengan air yang sangat murni 1:10 sebelum digunakan
(100 ml Washbuf + air yang sangat murni). Kristal dapat
terbentuk karena konsentrasi garam tinggi. Kristal-kristal harus
dihilangkan lagi sebelum pengenceran larutan buffer,
menggunakan penangas air (37oC). Konsentrat buffer stabil pada 2-8o C hingga tanggal kedaluarsa yang tertera pada label. Larutan yang diencerkan dapat disimpan pada 2-8o C selama 1 bulan.
c. STD (standar) dan CTRL (control) harus disusun kembali dengan 500 μl air yang sangat murni. Membolehkan isi botol kecil untuk dilarutkan selama 10 menit dan dicampur
sepenuhnya dengan inversi lembut, untuk memastikan
penyusunan kembali telah sempurna. Standar dan control
penyusunan kembali, stabil pada 20o C, hingga tanggal kedaluarsa yang tertera pada label dan dapat diperlakukan
hingga maksimum dua siklus pencairan-beku.
d. CONJ (konjugasi; POD-dinamakan antibodi) harus diencerkan 1:101 penangas buffer pencuci (100 μl CONJ + 10 ml buffer
pencuci). Konjugasi yang tidak diencerkan stabil pada 2-8o C hingga tanggal kedaluarsa yang tertera pada label. Konjugasi
e. Semua uji reagen lain siap untuk digunakan. Uji reagen stabil hingga tanggal kedaluarsa (lihat label dari pembungkus uji)
dengan cara menyimpan reagen pada suhu 2-8oC. Hanya digunakan untuk diagnostik in vitro.
Bahan dari manusia yang digunakan pada komponen alat, dites dan negatif HIV, Hepatitis B, dan Hepatitis C. Namun, untuk alasan keamanan, seluruh komponen alat harus dianggap
berpotensi infeksius.
Larutan diam terdiri dari asam sulfur, yaitu asam kuat. Selama pengenceran, proses ini harus ditangani dengan hati-hati.
Reagen tidak boleh digunakan melebihi tanggal kedaluarsa yang tertera pada label alat.
Catatan :
1. Sampel yang digunakan adalah cairan BAL manusia 2. Reagen Kit yang digunakan untuk pemeriksaan s-IgA
Elisa adalah produk Immundiagnostik AG,
Stubenwald-Allee 8a, D64625 bensheim, Cat: K8870,
Lot: K8870-120817, ED: 31-05-2014
1.1. Rentang standar adalah 22,2-600.000 ng/ml,
limit deteksi: 13,4 ng/ml
1.2. Faktor pengenceran: 1000x
1.3. Kit yang digunakan adalah Kit khusus untuk
penelitian (for research use only, not for use in diagnostic or therapeutic procedures)
3.7.5.2. Prinsip Pemeriksaan
Pemeriksaan ini menggunakan teknik quantitatif sandwich enzyme immuno-assay untuk mengukur s-IgA. Pada tahap inkubasi pertama, s-IgA pada sampel akan terikat dengan antibodi
permukaan mikrotiter well. Untuk menghilangkan substansi yang
tidak terikat, dilakukan tahap pencucian.
Pada tahap inkubasi kedua ditambahkan larutan conjugate,
yang mengenali secara spesifik ikatan s-IgA. Setelah tahap
pencucian kembali, untuk menghilangkan partikel yang tidak
terikat, larutan substrat ditambahkan dan diinkubasi kembali.
Untuk menghentikan reaksi, ditambahkan larutan stop yang
bersifat asam Perubahan warna terjadi dari biru ke kuning.
Intensitas warna kuning yang diukur menggambarkan konsentrasi
dari s-IgA.
3.7.5.3. Prosedur Kerja
a. Cuci pre-coated PLATE (microtiter plate) sebanyak 5 kali dengan 250 μl larutan ELISA wash buffer
b. Tambahkan 100 μl STD (standards), CTRL (controls) dan sampel ke dalam masing-masing well
c. Inkubasi selama 1 jam pada horizontal orbital microplate shaker di suhu ruang
d. Buang isi dari tiap well dan cuci well sebanyak 5 kali dengan
β50 μl larutan ELISA wash buffer
e. Tambahkan 100 μl CONJ (conjugate; POD antibody) ke dalam masing-masing well.
f. Inkubasi selama 1 jam pada horizontal orbital microplate shaker di suhu ruang
g. Buang isi dari tiap well dan cuci well sebanyak 5 kali dengan
β50 μl larutan ELISA wash buffer
h. Tambahkan 100 μl SUB (TMB substrate) ke dalam masing-masing well
i. Inkubasi selama 10-20 menit pada suhu ruang.
k. Tentukan optical density dari tiap well dalam waktu 30 menit menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 450 nm.
3.7.5.4. Alat-alat yg digunakan utk pengerjaan tes metode ELISA a. Micropipette
Merupakan instrumen volumetrik yang digunakan untuk
mengukur dan mentransfer cairan ke dalam well dengan volume yang tepat. Tujuan penggunaan pipet ini adalah untuk
mempercepat proses dan memperkecil variasi volume cairan
yang ditransfer. Maintenance mingguan dilakukan dengan membersihkan bagian dalam alat. Kalibrasi dilakukan
terhadap sejumlah cairan (H2O) yang sudah diketahui
beratnya, setiap setahun.
b. Microplate Shaker
Merupakan alat yang digunakan untuk inkubasi microplate
yang membutuhkan penggoyangan (shaker) plate dengan kecepatan rendah selama inkubasinya. Maintenance harian
dilakukan dengan membersihkan seluruh permukaan alat
setelah digunakan. Kalibrasi rotasi/kecepatan shaker
dilakukan setiap bulan menggunakan tacometer yang sudah
terkalibrasi, CV maksimum yang diperbolehkan adalah 10%.
c. Washer
Merupakan alat yang didesain khusus untuk membersihkan
microplate well yang sudah coating, sehingga partikel-partikel yang tidak terikat pada well dapat dibersihkan. Alat ini meliputi unit pompa dan unit pencuci yang saling terhubung, dan terdiri
atas 8 channel penyedot dan pengisian, untuk membersihkan sekaligus 8 well dalam microplate sekali cuci. Maintenance
alat dengan lap basah dan deterjen. Maintenance bulanan dilakukan oleh teknisi, dengan cara melakukan pencucian
bagian-bagian alat secara terpisah dengan aquabidest.
3.8. Alur Operasional Penelitian
Subyek dengan Kriteria
Inklusi menggunakan
Ventilator Mekanik
Hari ke-0:
Karakteristik Subyek;Skor CPIS
≤6
;Cairan BAL(s-IgA; Neutrofil;Biakan Patogen); Skor SAPS
VAP (+)
Lama Rawat
VAP (-)
Lama Rawat
Hari ke-3
3.9. Validitas, Realiabilitas dan Pengolahan Data
3.9.1. Validitas dan Reliabilitas
Validitas mempunyai arti seberapa besar ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Dengan kata lain, suatu tes atau instrumen pengukur dapat
dikatakan mempunyai validitas yang tingg, bila alat tersebut
menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang
sesuai. Uji dilakukan dengan menggunakan analisis faktor
konfirmatori (confirmatory factor analysis) pada masing-masing variabel laten. Apabila nilai loading factor pada indikator > 0.5 maka indikator dapat mengukur.
3.9.2. Analisis Data
Data dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer dengan
tahapan sebagai berikut :
3.9.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran
dari keseluruhan sampel penilitian, yang terdiri dari
rata-rata, nilai minimum dan maksimum, median, standar
deviasi dan distribusi data dari setiap variabel.
3.9.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel. Sebelum melakukan beberapa uji
tersebut, data diuji terlebih dahulu dengan menggunakan
uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui kenormalan
distribusi data.
3.9.2.2.1 Uji t-berpasangan (dependen)
Uji ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai
berskala numerik dan berdistribusi normal dengan jumlah
yang sama (n1 = n2). Uji ini digunakan untuk analisis
perbedaan variabel pada hari pertama dengan hari ketiga
menggunakan ventilator mekanik
3.9.2.2.2 Uji t-independen (tidak berpasangan)
Uji ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai
rata-rata dua kelompok pengamatan Digunakan untuk data
berskala numerik dan berdistribusi normal dengan jumlah
yang sama (n1≠ n2). Uji ini digunakan untuk analisis variabel
pada kelompok VAP( ) dan VAP(+).
3.9.2.2.3 Uji Mann-Whitney
Uji ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai
rata-rata dua kelompok pengamatan yang tidak
berpasangan. Digunakan untuk data berskala numerik dan
berdistribusi tidak normal dengan jumlah sampel sama
ataupun berbeda (n1 = n2 ; n1 ≠ n2). Digunakan untuk
menganalisis variabel s-IgA.
3.9.2.2.4 Uji Korelasi Spearman
Uji ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara dua
variabel. Digunakan pada data berskala numerik dengan
distribusi tidak normal. Digunakan untuk menganalisis
variabel s-IgA dengan variabel neutrofil dan lainnya,
3.9.2.2.5 Uji Kruskal-Wallis
Uji ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai
rata-rata lebih dari dua kelompok pengamatan. Dengan
ketentuan data, yaitu data berskala kategorik atau numerik,
ataupun berbeda (n1 = n2 ; n1≠ n2). Untuk melihat hubungan
variabel jenis patogen dan lama rawat.
3.9.2.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan variabel bebas dengan kejadian VAP dengan menguji sekaligus variabel yang mempunyai kemaknaan statistik pada
analisis bivariat, melalui analisis regresi logistik. Untuk
menganalisis hubungan antar skor SAPS dan prediksi mortalitas
(Budiarto,2002; Santoso,2012; Dahlan,2013; Syofiuddin,2013).
3.10. Etika Penelitian
3.10.1. Persetujuan / Informed Consent
Informed consent (IC) atau Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) adalah pilihan sukarela seseorang untuk
berpatisipasi dalam penelitian setelah mendapat penjelasan
dan telah memahami seluruh aspek penelitian yang relevan
dengan keputusannya untuk berpartisipasi (lampiran A,B)
3.10.2. Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KPEK)
Persetujuan pelaksanaan penelitian dikeluarkan
berdasarkan ketentuan etik yang bersifat internasional
maupun nasional, oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan
(KPEK) FK USU. Pengeluaran persetujan mengutamakan
kepentingan pasien, tidak merugikan pasien secara ekonomi,
tidak melakukan publikasi pribadi pasien, rahasia pasien akan
dijaga dengan baik (terlampir).
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti
terlebih dahulu harus membuat lembar penjelasan yang jujur
dan terbuka tentang prosedur, tujuan, keuntungan dan
yang dinilai dan ditelaah oleh Komisi Etik Penelitian
Kesehatan FK USU. Hal ini diperlukan untuk memperoleh
persetujuan etik (Ethical Clearance) dari Komisi Etik Penelitian FK USU. Keikutsertaan responden bersifat sukarela, dan
mereka berhak tidak bersedia atau mengundurkan diri selama
proses pengumpulan data berlangsung. Apabila responden
bersedia maka calon responden menandatangani surat
persetujuan mengikuti penelitian (informed consent). Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti dan data-data
yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian ini. Selama penelitian berlangsung
segala pembiayaan adalah tanggung jawab peneliti dan tidak
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian observasional analitik (kohort prospektif),
yang meneliti hubungan variabel independen (kadars-IgA, persentase
neutrofil), dari cairan saluran napas bawah yang diambil dengan prosedur
BAL pada pasien yang dirawat di ruang IPI, RSUP H. Adam Malik Medan;dengan variabel dependen(VAP awitan dini), dengan variabel perancu skor SAPS dan kuman patogen.
4.1 Subyek Penelitian
Pasien yang dirawat di ruang IPI RSUP H. Adam Malik Medan,
yang menggunakan ventilator mekanik, dalam rentang waktu penelitian,
berjumlah 78 orang. Namun subyek yang dapat diamati pada penelitian ini
sebanyak 61 orang dari 78 orang, dan subyek tetap diamati selama
dirawat di ruang IPI (meninggal atau pindah ke ruang rawat biasa).
Subyek yang tidak dapat diamati berjumlah 17 orang, yaitu tujuh (7)
orang meninggal sebelum tiga hari, karena perdarahan dan mati batang
otak pada kasus trauma kepala dan strok. Delapan (8) orang merupakan
kontra indikasi bronkoskopi, karena pada hari ketiga, hemodinamik subyek
tidak stabil, dan dua (2) orang lagi karena sampel tidak layak kirim
(sampel diambil pada malam hari, sehingga waktu pengiriman sampel
terlambat dan proses penyimpanan sampel tidak baik).
Pada hari pertama, saat kondisi pasien stabil, hasil pemeriksaan
kadar s-IgA, persentase neutrofil pada cairan saluran napas bawah, pada
kelompok VAP (), dan VAP (+), tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Pada hari ketiga setelah pasien terpapar dengan ventilator
mekanik, dilakukan kembali bronkoskopi prosedur BAL, dan pasien dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
3. Kelompok pertama, yaitu: pasien tidak pneumonia VAP (), setelah mendapat perawatan dengan ventilator mekanik, lebih
dari 48 - 7β jam, dengan nilai skor CPIS ≤ 6.Jumlah subyek yang dapat diamati sampai akhir penelitian: 28 orang
4. Kelompok kedua, yaitu: pasien dengan VAP awitan dini atau
VAP (+), setelah mendapat perawatan dengan ventilator mekanik, lebih dari 48 - 72 jam dengan nilai skor CPIS > 6.
Jumlah subyek yang dapat diamati sampai akhir penelitian:
33 orang.
Berkenaan dengan pertimbangan aspek etik penelitian kesehatan,
subyek mendapat terapi antibiotik empiris yang sesuai dengan pola
kuman di ruang rawat IPI,dan pengobatan lainnya juga disesuaikan
dengan penyakit yang mendasari. Subtitusi yang dibutuhkan subyek, tetap
diberikan seperti pemberian cairan elektrolit, albumin, dan diet yang
sesuai dengan penyakit menurut SOP RSUP Adam Malik.
4.2 Karakteristik Subyek Penelitian
4.2.1 Gambaran umum karakteristik subyek penelitian.
Pada penelitian ini terlihat bahwa subyek penelitian laki-laki lebih
banyak dari perempuan, umur rata-rata 40 tahun, dan pada subyek yang
mengalami pneumonia VAP (+) pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik, lama rawat menjadi lebih lama, dan yang menemui kematian
Tabel 4.1. Gambaran umum karakteristik subyek penelitian
Status akhir di IPI (orang/ %)
Hidup (pindah rawat)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa pemilihan pasien sebagai
subyek penelitian dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, tidak
ada kelainan anatomi sistem pernapasan, dan tidak ada kontraindikasi
untuk dilakukan bronkoskopi. Secara umum, urutan terbanyak diagnosis
awal subyek penelitian adalah trauma kepala (37 orang), strok(10 orang),
pascabedah (8 orang), ensefalopati 6 (orang), dan tidak ada pneumonia
Tabel 4.2. Diagnosis awal subyek yang menggunakan ventilator mekanik
Diagnosis Awal
Masuk Ruang IPI
Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
n % N % n %
Semua
Subyek
Trauma kepala 29 78,4 8 21,6 37 100,0
Strok 5 50,0 5 50,0 10 100,0
Pascabedah 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Encefalopati 3 50,0 3 50,0 6 100,0
Pneumonia 0 0 0 0 0 0,0
Total 41 67,2 20 32,8 61 100,0
Subyek
VAP()
Trauma kepala 17 77,3 5 22,7 22 100,0
Strok 1 33,3 2 66,7 3 100,0
Pascabedah 1 50,0 1 50,0 2 100,0
Encefalopati 1 100,0 0 0 1 100,0
Pneumonia 0 0 0 0 0 0,0
Total 20 71,4 8 28,6 28 100,0
Subyek
VAP(+)
Trauma kepala 12 80,0 3 20,0 15 100,0
Strok 4 57,1 3 42,9 7 100,0
Pascabedah 3 50,0 3 50,0 6 100,0
Encefalopati 2 40,0 3 60,0 5 100,0
Pneumonia 0 0 0 0 0 0,0
Total 21 63,6 12 36,4 33 100,0
4.2.3. Gambaran skor CPIS pada hari pertama dan hari ketiga
menggunakan ventilator mekanik pada VAP () dan
VAP (+).
Pada hari pertama, nilai rata-rata skor CPIS pada semua subyek
() dan VAP (+), nilai rata-rata skor CPIS tidak berbeda bermakna (p= 0,39). Berdasarkan ketentuan nilai skor CPIS, semua subyek tidak mengalami pneumonia. Namun pada hari ketiga menggunakan ventilator
mekanik, didapati peningkatan skor CPIS pada kelompok VAP () dan
Tabel 4.3. Skor CPIS hari pertama dan hari ketiga menggunakan ventilator mekanik pada kelompok VAP () dan kelompok VAP (+)
Kelompok Hari 1 Hari 3 p. Uji Hipotesis
4.3 HasilPemeriksaan Kadars-IgAdari Saluran NapasBawah
Pada hari pertama,nilai rata-rata kadar s-IgA pada kelompok
VAP () dan VAP (+) tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada kedua kelompok tersebut (64437,29; median: 51468,50 vs 57626,70;
median: 54300,50) (uji t-independen,p= 0,465).
Pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik, di kelompok
VAP (-), didapati peningkatan nilai rata-rata kadar s-IgA yang bermakna, dibandingkan nilai kadar s-IgA pada hari pertama(64437,29 ng /ml;
median51468,50 ng/ml vs 78144,03 ng/ml; median: 65457,45 ng/ml) (uji t
berpasangan; p = 0,019). Demikian pula hal nya dikelompok VAP(+) (57626,70 ng/ml; median: 54300,50 ng/ml vs 96778,82 ng/ml; median:
74954,30 ng/ml) (uji t berpasangan; p = 0,048).
Pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik, nilai rata-rata
kadar s-IgA, dikelompok VAP (-) dan VAP (+), tidak menunjukkan perbedaan bermakna (78144,03 ng/ml; median 65457,45 ng/ml vs
96778,82 ng/ml; median:74954,30 ng/ml) (uji t-independen; p = 0.309). Hasil pemeriksaan terhadap kadar s-IgA dari saluran napas bawah dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
4.4 Hasil Pemeriksaan Persentase Neutrofil dari Saluran
Napas Bawah
Pada hari pertama, nilai rata-rata persentase neutrofil pada
kelompok VAP (-) dan VAP (+) tidak menunjukkan perbedaan bermakna di antara kedua kelompok tersebut (61,04 %; median: 60,20 % vs
Tabel 4.4. Kadars-IgA (ng/ml) pada semua subyek pada hari
pertamadan hari ketiga menggunakan ventilator mekanik di
kelompok VAP() dan kelompok VAP(+)
Kelompok Hari 1 Hari 3 p. Uji Hipotesis
Semua subyek
Pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik, di kelompok
VAP (), didapati peningkatan nilai rata-rata persentase neutrofil yang tidak bermakna, dibandingkan nilai rata-rata persentase neutrofil pada hari
pertama(61,04 %; median: 60,20 % vs 66,57%; median69,00 %) (uji
t berpasangan; p = 0,111). Namun di kelompokVAP (+), didapati peningkatan bermakna dari persentase neurofil pada hari pertama
median: 60,70 % vs 83,28 %; median: 85,70 %)(uji t berpasangan;
p = 0,0001).
Pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik,nilai rata-rata
persentase neutrofil dikelompok VAP (-) dan VAP (+), menunjukkan
dan hari ketiga menggunakan ventilator mekanik di kelompok
VAP () dan kelompok VAP (+)
0,111 Uji t-berpasangan*
4.5 Hasil Penilaian skor SAPS
Pada hari pertama, nilai rata-rata skor SAPS pada kelompok
VAP () dan VAP (+) tidak menunjukkan perbedaan bermakna (34,18 pts; median: 34,00 pts vs 32,61 pts; median: 32,00 pts) (uji t-independen,
p = 0,499).
Pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik, di kelompok
VAP () didapati penurunan nilai rata-rata skor SAPS yang bermakna, dibandingkan nilai rata-rata skor SAPS pada hari pertama (34,18 pts; median: 34,00 pts vs 26,36 pts; median 25,00 pts) (uji t berpasangan;
p = 0,0001). Namun di kelompok VAP (+), didapati peningkatan bermakna dari skor SAPS, pada hari pertama dibandingkan hari ketiga menggunakan ventilator mekanik, (32, 61 pts; median: 32,00 pts vs
40,09 pts; median: 41,00 pts) (uji t berpasangan; p = 0,001).
Tabel 4.6.Penilaian skor SAPS (pts) pada semua subyek pada hari pertama dan hari ketiga menggunakan ventilator mekanik di
kelompokVAP () dan kelompokVAP (+)
Kelompok Hari 1 Hari 3 p. Uji Hipotesis
SD 32,00
9,74
41,00
14,82
0,499
0,0001
Uji t-independen****
Uji t-independen*****
Pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik, nilai rata-rata
skor SAPS dikelompok VAP (-) dan VAP (+), menunjukkan perbedaan bermakna (26,36 pts; median 25,00 pts vs 40,09 pts; median: 41,00 pts)
(uji t-independen; p = 0.0001). Hasil pemeriksaan skor SAPS pada kelompok VAP (-) dan VAP (+) dapat dilihat pada Tabel 4.6.
4.6 Hasil Pemeriksaan Patogen dari Saluran Napas Bawah
Urutan empat terbanyak dari patogen, pada subyek yang
menggunakan ventilator mekanik > 48 jam, adalah: Acinetobacter baumanii 42,31%, MRSA 21,79%, Klebsiella pneumonia 12,82%,
Pseudomonas aeruginosa 8,97% (Tabel 4.7).
Tabel 4.7.Jenis patogen dari saluran napas bawah pada subyekyang
menggunakanventilator mekanik > 48 jam
No. Jenis Patogen n %
1
2
Tidak ada pathogen
Acinetobacter baumanii
8
32
8,97
42,31
3 MRSA 17 21,79
4 Klebsiella pneumoniae 10 12,82
5 Pseudomonas aeruginosa 7 8,97
6 Burkholderia cepacia 2 2,56
7 Escherichia coli 1 1,28
8 Staphylococcus aureus 1 1,28
Total 78 100,00
4.7 Hubungan Antara Variabel
4.7.1 Hubungan variable CPIS dengan variabel VAP, neutrofil,
skor SAPS, s-IgA, dan jenis patogen pada hari ketiga
menggunakan ventilator mekanik
Pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik,
pengamatan terhadap hubungan variabel CPIS dengan variabel
VAP, neutrofil dan skor SAPS, menunjukkan korelasi positif : dengan
VAP (nilai korelasi = 1,000), neutrofil (nilai korelasi = 0,607), skor
SAPS (nilai korelasi = 0,517). Dengan demikian, peningkatan skor
CPIS akan diikuti peningkatan ketiga variabel tersebut. Sedangkan
hubungan variabel CPIS dengan variabel s-IgA, dan varibel jenis
patogen, boleh dikatakan tidak ada (Tabel 4.8).
Tabel 4.8. Hubungan variable CPIS dengan variabel VAP, neutrofil, skor SAPS, s-IgA, dan jenis patogen pada hari ketiga
menggunakan ventilator mekanik
Variabel Variabel
VAP Neutrofil Skor SAPS S-IgA Jenis Patogen
Skor
CPIS
p 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,748** 0,103**
r 1,000** 0,607** 0,517** 0,042** 0,211**
4.7.2 Hubungan antara variabel kadar s-IgA dengan variabel persentase neutrofil
Pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik, pengamatan
terhadap hubungan variabel kadar s-IgA dengan variabel persentase
neutrofil pada semua subyek, menunjukkan korelasi sebesar 0,299. Nilai
korelasi ini menunjukkan bahwa jika s-IgA meningkat maka neutrofil akan
menurun, atau sebaliknya.
Pada kelompok VAP (+), terlihat bahwa variabel kadars-IgA memilliki hubungan yang lebih nyata, dengan variabel persentase neutrofil (angka
korelasi sebesar 0,461). Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa jikas-IgA
meningkat maka neutrofil akan menurun, atau sebaliknya. Namun pada
kelompok VAP () korelasi antara s-IgA dan neutrofil sangat kecil (p = 0,967) (Tabel 4.9).
Tabel 4.9 Hubungan antara variabel kadar s-IgA dengan variabel
persentase neutrofil pada kelompok VAP (+) dan VAP ()
Hubungan
antar variabel
Semua subyek VAP(+) VAP()
n r p n r p n r p
s-IgA BAL
dengan
Neutrofil BAL
61 0,299 0,019 33 0,461 0,007 28 0,008 0,967*
4.7.3 Hubungan variabel umur dengan variabel kadar s-IgA dan persentase neutrofil pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik
Pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik, nilai rata-rata
kadar s-IgA yang lebih tinggi, didapati pada subyek dengan kelompok
umur≥ 40 tahun (974γ7,74 ng/ml83708,70), sedangkan nilai rata-rata persentase neutrofil yang lebih tinggi didapati pada subyek dengan
kelompok umur < 40 (76,42 % 18,77). Berdasarkan kelompok umur
( 40 tahun dan < 40 tahun), tidak didapati perbedaan bermakna pada
nilai rata-rata kadars-IgA dan persentase neutrofil (p = 0,305 dan
p = 0,718) (Tabel 4.10).
Tabel 4.10. Hubungan umur dengan kadar s-IgA dan persentase
neutrofil pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik
Umur
(Tahun) n
s-Ig A (ng/ml) p Neutrofil (%) p
< 40 30 78705,4653834,28 0,305* 76,4218,77 0,718*
> 40 31 97437,7483708,70 74,8215,58
Total 61 88225,1470664,70 76,7515,52
*uji t-independen
SD
4.7.4 Respon s-IgA dan neutrofil terhadap jenis patogen
Nilai rata-rata kadar s-IgA tertinggi didapati pada kelompok subyek
dengan beberapa jenis patogen (+MRSA) (124161,66 ng/ml136370,00), dan nilai rata-rata persentase neutrofil tertinggi didapati pada kelompok
subyek dengan jenis patogen MRSA (83,30+14,36) (Tabel 4.11).
Tabel 4.11. Respon S-IgA dan neutrofil terhadap jenis patogen
Jenis Patogen n S-Ig A Neutrofil
Tidak Ada 8 75538,6338028,01 63,7612,99
A. baumanii 23 92604,6268416,30 74,2718,76
P. aeruginosa 3 75517,9712491,54 72,8312,36
MRSA 10 50433,8150849,82 83,3014,36
K. pneumoniae 4 83960,5549214,11 75,5815,50
Multi 1 (+MRSA) 7 124161,66136370,00 83,2311,26
Multi 2 (-MRSA) 6 118592,1250884,72 68,5322,43
Total 61 88225,1470664,70 75,6117,10
4.7.5 Respon S-IgA dan neutrofil terhadap jenis patogen dari saluran pernapasan bagian bawah berdasarkan jenis patogen
Gram (/+)
Nilai rata-rata kadar s-IgA tertinggi didapati pada kelompok subyek
dengan beberapa jenis patogen (+MRSA) (129503,99 ng/ml134885,49). Sedangkan nilai rata-rata persentase neutrofil tertinggi juga terdapat pada
kelompok subyek yang sama (85,74 % 5,94) (Tabel 4.12).
Tabel 4.12. Respon s-IgA dan neutrofil terhadap jenis patogen dari
saluran penapasan bagian bawah berdasarkan jenis patogen
Gram (/+)
SD
Jenis Patogen n S-Ig A Neutrofil
Tidak adapatogen 8 75538,6338028,01 63,7612,99
Gram (+) 11 52751,6048843,81 81,1915,31
Gram () 29 88933,6862938,25 75,7717,73
Multi 1 (+MRSA) 7 129503,99134885,49 85,745,94
Multi 2 (-MRSA) 6 118592,1250884,72 68,5322,43
TOTAL 61 88225,1470664,70 76,6117,10
4.7.6 Hubungan variabel kadar S-IgA dengan variabel lainnya pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik
Hasil uji korelasi variabel kadar s-IgA dengan variabel persentase
neutrofil menunjukkan korelasi (r = 0,272; p=0,034), sedangkan variabel kadar s-IgA dengan variabel skor CPIS dan skor SAPS tidak
menunjukkan korelasi yang bermakna (Tabel 4.13).
Tabel 4.13. Hubungan variabel kadar S-IgA dengan variabel lainnya
pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik
Variabel
Variabel
Neutrofil Skor
CPIS
Skor SAPS Jenis
Patogen
S-IgA p 0,034* 0,362* 0,082* 0,922*
r -0,272* -0,119* -0,224* -0,013*
*uji korelasi Spearman
SD
4.7.7 Pengaruh variabel jenis patogen terhadap variabel lain pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik
Hanya nilai rata-rata variabel VAP dan kadar s-IgA yang berbedasecara bermakna berdasarkan perbedaan jenis patogendari saluran napas
bawah. Namun,jenis patogen tidak mempengaruhi skor SAPS. Semua
jenis patogen dapat meningkatkannilai persentase neutrofil, sehingga
kenaikan ini tidak berbeda bermakna di antara masing-masing
patogen(Tabel 4.14).
Tabel 4.14. Pengaruhvariabel jenis-jenispatogen terhadap variabel
lainnyapada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik
Variabel Independen Variabel Dependen p.
Jenis Patogen Skor CPIS (VAP) 0,010*
(7 jenis patogen) S-IgA 0,049*
Skor SAPS 0,233*
Neutrofil 0,227*
4.7.8 Pengaruh variabel jenis-jenispatogen Gram (+) dan Gram ()
terhadap variabel lain pada hari ketiga menggunakan ventilator mekanik
Dari hasil pengamatan pada penelitian ini didapati adanya
pengaruh variabel jenis patogen Gram (+/) terhadap variabel VAP dan kadar s-IgA (Tabel 4.15).
Tabel 4.15. Pengaruhvariabel jenis patogenGram (+) dan Gram ()
terhadap variabel lainpada hari ketiga menggunakan
ventilator mekanik
p.
Jenis Patogen Skor CPIS(VAP) 0,016*
(Gram +/) S-IgA 0,035*
Skor SAPS 0,258*
Neutrofil 0,457*
*uji chi-square
4.7.9 Analisis Regresi Logistik
4.7.9.1 Analisis regresi logistik variabel s-IgA dan neutrofil terhadap variabel VAP
Hasil analisis regresi logistik, menunjukkan bahwa variabel kadar
s-IgA tidak berpengaruh terhadap kejadian VAP (p = 0,257). Namun pada semua subyek yang menggunakan ventilator mekanik, kadar s-IgA
meningkat. Di sisi lain, variabel persentase neutrofil memiliki pengaruh
terhadap kejadian VAP (p = 0,0001), dengan OR 0,085 (CI 95%: 0,023 - 0,308). Hal ini berarti bahwa subyek dengan persentase neutrofil >
mengalami VAP(+), sebesar 0,085 kali dibandingkan dengan subyek yang memiliki persentase neutrofil < 83,28% (Tabel 4.16)
Tabel 4.16. Hasil analisis regresi logistik variabel s-IgA dan neutrofil
terhadap variabel VAP
Variabel p. B Exp(B) OR CI 95%
S-IgA 0,257* 0,744 2,104 [0,581-7,617]
Neutrofil 0,0001* -2,465 0,085 [0,023-0,308]
Constanta 0,016* 2,730 0,004
*uji regresi logistik
4.7.9.2 Analisis regresi seluruh variabel independen terhadap variabel VAP
Hasil analisis regresi logistik secara menyeluruh, menunjukkan
bahwa variabel kadar s-IgA tidak berpengaruh terhadap kejadian VAP
(p = 0,073), namun pada uji t berpasangan, kadar s-IgA meningkat
bermakna pada kedua kelompok VAP (/+) dihari ketiga. Dalam hal ini
s-IgA sangat dipengaruhi oleh jenis patogen, dan menunjukkan nilai kadar
s-IgA yang bervariasi pada jenis patogen yang berbeda. Sedangkan tiga
variabel lainnya, memiliki pengaruh terhadap kejadian VAP (Tabel 4.17).
Tabel 4.17. Hasil analisis regresi seluruh variabel independen terhadap
variabel VAP
Variabel p. B Exp(B) OR CI 95%
S-IgA 0,073* 1,574 4,828 [0,86227,037]
Neutrofil 0,001* 4,079 0,017 [0,0030,181]
Skor SAPS 0,0001* 5,023 151,917 [9,4982429,812]
Patogen 0,045* 2,429 11,347 [1,057121,863]
Constanta 0,022* 5,552 0,004
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik (kohort
prospektif), yang meneliti hubungan variabel independen (kadar s-IgA,
persentase neutrofil, dan kuman patogen), dari cairan saluran napas
bawah yang diambil dengan prosedur BAL, pada pasien yang yang menggunakan ventilator mekanik di ruang IPI, RSUP H. Adam Malik
Medan; dengan variabel dependen (VAP awitan dini).
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling,
dengan jangka waktu yang relatif lama (> 12 bulan), agar dapat menyerupai
probabilitas sampling (Sastroasmoro, 2002)
Selama pengamatan, mungkin saja terjadi drop out subyek (subyek tidak dapat diamati). Jumlah subyek penelitian yang dapat diamati pada
penelitian ini berjumlah 61 orang dari 78 orang yang dianggap memenuhi
kriteria penelitian. Pengamatan tidak dapat dilakukan pada 17 orang,
dengan alasan yang telah dikemukakan pada bab 4 (Hasil Penelitian),
karena memiliki kriteria ekslusi (meninggal sebelum tiga hari, hemodinamik
tidak stabil, dan merupakan kontraindikasi bronkoskopi pada hari ketiga
menggunakan ventilator mekanik, dan spesimen yang diambil dari saluran
napas bawah, tidak memenuhi syarat pemeriksaan)
Penelitian ini menggunakan kontrol internal berupa data dasar atau
data kontrol yang diambil sesaat sebelum terpajan faktor risiko, atau
sebelum ada efek infeksi atau penyakit, akibat menggunakan ventilator
mekanik. Data dasar yang diambil adalah data demografi pasien, skor CPIS, skor SAPS kadar s-IgA, persentase neutrofil dan biakan patogen yang diperoleh dari pemeriksaan sampel cairan saluran napas bawah (BAL). Selanjutnya, berbagai data tersebut diamati dan dicatat kembali pada hari
ketiga menggunakan ventilator mekanik.
Pada pengamatan di hari ketiga menggunakan ventilator mekanik,
berdasarkan kriteria yang menggunakan ketentuan skor CPIS dan SAPS,
28 orang dari 61 orang subyek yang menggunakan ventilator mekanik, tidak
mengalami pneumonia (VAP (), tetapi 33 orang lagi mengalami pneumonia
(VAP (+).
Hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa s-IgA dan neutrofil
merupakan faktor proteksi terhadap kejadian VAP (Sastroasmoro, 2002; Suradi, 2006). Untuk mengetahui kondisi yang mendasari terjadinya
perbedaan tersebut, dilakukan analisis hubungan antar variabel s-IgA,
neutrofil, biakan patogen dari saluran napas bawah, skor CPIS dan skor
SAPS, pada kelompok VAP () dan VAP (+). .
5.2 Karakteristik Subyek Penelitian 5.2.1 Jenis Kelamin (Gender) dan Umur
Pada penelitian ini, subyek penelitian laki-laki lebih banyak dari
perempuan. Hal ini mungkin terjadi oleh karena jenis kelamin laki-laki lebih
banyak terpapar atau terlibat dalam kondisi yang berisiko untuk mengalami
trauma, strok, dan berbagai kondisi lain yang memerlukan perawatan
intensif / menggunakan ventilator. Namun, jenis kelamin tidak diperhitungkan
sejak awal, karena tidak ada referensi yang menyatakan bahwa kedua
kelompok ini menunjukkan perbedaan bermakna terhadap konsekuensi
paparan ventilator mekanik.
Umur subyek penelitian ini ditentukan (subyek yang sudah dewasa),
karena umur merupakan faktor risiko yang dapat mempengaruhi ketahanan
tubuh terhadap dampak trauma dan kemungkinan mengalami infeksi serta
upaya tubuh terhadap proses pemulihan untuk kembali mencapai kondisi
5.2.2 Kejadian VAP, Lama Rawat, dan Biaya Perawatan
Diketahui bahwa VAP merupakan pneumonia yang terjadi pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik setelah > 48 jam;disebut VAP
awitan dini bila terjadi >48 jam (2 hari), dan dinyatakan sebagai VAP awitan lambat, bila >120 jam (5 hari).
Diagnosis awal subyek yang menggunakan ventilator mekanik pada
penelitian ini adalah trauma kepala, strok, pascabedah, ensepalopati, yang
tidak mengalami pneumonia.
Setelah hari ketiga menggunakan ventilator mekanik, subyek yang
mengalami VAP (+ ) > VAP () (33 subyek vs 28 subyek). Hal ini mungkin disebabkan oleh diagnosa awal pasien yang menggunakan ventilator
mekanik (trauma kepala, strok, pascabedah, ensepalopati), merupakan
kondisi yang cukup serius dan berat, yang sangat memungkinkan
penurunan daya tahan tubuh, sehingga memudahkan subyek mengalami
infeksi oleh berbagai patogen
Kelompok subyek dengan VAP (+), sudah barang tentu memerlukan fasilitas perawatan yang lebih intensif dibandingkan kelompok subyek
dengan VAP (), dan menunjukkan nilai rata-rata lama rawat yang lebih
panjang (11,48 8,58) hari, dibandingkan dengan kelompok VAP (), yaitu
(6,82 4,65) hari, sehingga akan meningkatkan biaya perawatan
(penggunaan ventilator mekanik dan alat-alat perawatan intensif lainnya;
obat-obatan, terutama jenis antibiotik yang lebih spesifik bila terinfeksi oleh
jenis patogen MDR dan biaya rawat inap). Selain itu, kelompok VAP (+) juga menunjukkan angka mortalitas yang lebih tinggi (63.6 %), dibandingkan
dengan kelompok VAP () (17,9 %). Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa kejadian VAP (+) sangat berhubungan dengan peningkatan lama rawatan, angka morbiditas dan
mortalitas (Ranes, 2005; Medford, 2009).
Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lama rawat pasien dengan VAP
bertambah rata-rata 4-13 hari, dengan jumlah 250.000-300.000 kasus/tahun,
dan menghabiskan biaya $ 5000-20.000 perkasus (Koenig, 2006; Erbay,
bahwa biaya perawatan VAP bertambah mencapai $ 40.000/ rawat inap,
dan biaya perawatan dalam setahun $ 1,2 milyar.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil survei terhadap 10 negara
Asia yang menyatakan bahwa VAP merupakan permasalahan kesehatan
masyarakat yang sangat penting, karena morbititas, mortalitas, insidens
dan prevalensnya lebih tinggi dibanding negara barat, serta dapat mencapai
70%, memperpanjang lama rawat, serta meningkatkan biaya rawat inap.
(Chawla, 2008).
5.3 Metode Diagnosis
Metode untuk penegakan diagnosis VAP yang akurat pada penelitian ini adalah dengan menggunakan skor CPIS, yaitu dengan mengukur atau menilai kondisi klinis subyek, yang dinilai dari demam, foto toraks, jumlah
leukosit, kebutuhan oksigen, perubahan jumlah dan bentuk dahak. Rentang
nilainya dari 0-10, bila nilai > 6, maka dinyatakan VAP.(+).
Pemilihan nilai skor CPIS sebagai metode diagnosis untuk menetapkan VAP (+), didukung oleh beberapa hasil penelitian terdahulu, seperti yang dipaparkan di bawah ini.
Diagnosis VAP ditentukan berdasarkan 3 komponen tanda infeksi sistemik yaitu demam, takikardi dan leukositosis disertai gambaran infiltrat
baru ataupun perburukan pada foto toraks dan penemuan patogen
penyebab pneumonia. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
pemeriksaan foto toraks berulang memiliki akurasi diagnostik lebih dari 68%
yang umumnya disertai gambaran konsolidasi nonhomogen (air bronchogram). (Niederman, 2005; Agustyn, 2007; Muller, 2007).
Torres, 2009, menyatakan bahwa diagnosis VAP meliputi tanda-tanda infiltrat baru maupun progresif pada foto toraks, gejala demam, leukositosis
atau leukopeni dan sekret purulen.
Gambaran foto toraks disertai dua dari tiga kriteria gejala tersebut
memberikan sensitivitas 69% dan spesifisitas 75% (ATS, 2005).
95,7% dan pada hari ketiga 78,3% dan 81,3% berturut-turut, dibandingkan
dengan kriteria klinis pasien.
Junshan, 2011, melakukan penelitian meta analisis di beberapa
Rumah Sakit di China. Dari 13 penelitian dengan metode dirancang sama,
menyatakan skor CPIS sederhana dan mudah dilakukan, skor CPIS sangat membantu untuk diagnosis, cukup akurat, dapat digunakan untuk evaluasi
keberhasilan pengobatan, dengan angka sensitivitas 93% dan angka
spesivisitas 100%.
Harde, 2013, melakukan pengukuran skor CPIS kepada subyek trauma kepala dan neurologi yang menggunakan ventilator mekanik >48
jam, bila skor CPIS lebih dari 6 poin maka dilakukan mini BAL dengan jumlah subyek 29 orang, patogen yang terbanyak adalah A. Baumanii dan
Enterobacter, disimpulkan oleh Harde bahwa skor CPIS sangat baik digunakan untuk evaluasi secara kohort dugaan VAP, dan dapat digunakan untuk memutuskan kapan diberikan antibiotika atau pengurangan pemberian
antibiotika.
5.4 Kadar s-IgA dari Saluran Napas Bawah pada Subyek yang Menggunakan Ventilator Mekanik
Pada penelitian ini, kadar s-IgA yang berasal dari saluran napas
bawah subyek, yang diambil dengan melakukan tindakan bronkoskopi
(BAL), terhadap subyek pada hari pertama dan hari ketiga. Pilihan pengambilan sampel melalui BAL, karena mempunyai sensitivitas 97% dan spesivisitas 100% (Laursen, 1994; Mayer, 2005; Medford 2009).
Data dasar kadar s-IgA hari pertama diambil sesaat setelah pasien
menggunakan ventilator mekanik dan hemodinamik stabil. Hal ini dilakukan
karena peneliti tidak menemukan penelitian sebelumnya mengenai data
dasar kadar s-IgA pasien menggunakan ventilator mekanik. Pada hari ketiga
menggunakan ventilator, kadar s-IgA meningkat secara bermakna pada
kedua kelompok, namun bila dilakukan uji t-independen di antara kelompok
Hal ini dapat terjadi karena kadar s-IgA dipengaruhi oleh jenis patogen pada
biakan cairan BAL dari saluran napas bawah. Pada pengelompokan patogen, terlihat kadar IgA bervariasi terhadap jenis patogen. Kadar
s-IgA tertinggi terdapat pada subyek dengan kelompok patogen multi MRSA, sedangkan kadar s-IgA yang terendah adalah pada kelompok patogen
MRSA.
Fenomena ini, belum dapat diterangkan secara pasti apakah ada
hubungan antara jenis patogen dengan stimulasi atau penghancuran s-IgA.
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis dan uji Chi-Square, diperoleh bahwa
patogen dari saluran napas bawah secara keseluruhan mempengaruhi
kadar s-IgA secara bermakna.
Diebel, 2009 meneliti evolusi albumin bronkial, kadar IgA dan kadar
IgG dari sputum pasien yang menggunakan ventilator mekanik di IPI, yang
dihubungkan dengan pneumonia nosokomial, hasil pemeriksaan darah
secara serial dan protein bronkial. Hasil penelitian menunjukan albumin dan
kadar IgG tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada kelompok yang
mengalami pneumonia dan yang tidak pneumonia. Namun kadar s-IgA
meningkat selama pasien dalam ventilator, tetapi produksi s-IgA menurun
pada sebagian pasien yang berkembang menjadi VAP.
Penelitian Daniele 1990, secara in vitro menemukan patogen Gram
() pada pasien pneumonia nosokomial, mempunyai aktifitas IgA protease
yang menyebabkan lisisnya s-IgA, sehingga berkembang menjadi infeksi
pada paru. Rusaknya s-IgA oleh patogen juga mempengaruhi fungsi
anti-inflamasi IgA. Patogen gram negatif Pseudomonas aeruginosa dan
Acinetobacter baumanii dapat merusak fungsi efektor selular s-IgA, sehingga berkembang menjadi pneumonia dan keparahan penyakit bertambah karena tidak terkontrolnya respon inflamasi.
Diebel, 2006, mengamati bahwa jenis patogen dapat mempengaruhi
kadar s-IgA. Patogen yang membentuk IgA protease dapat menghancurkan
s-IgA. Namun ada pula patogen tertentu yang dapat merangsang produksi
pneumonia memberikan kontribusi tersendiri terhadap kemampuan
menghancurkan imunitas lokal.
5.5 Persentase Neutrofil dari Saluran Napas Bawah pada Subyek yang Menggunakan Ventilator Mekanik
Pada penelitian ini, neutrofil diambil dengan melakukan BAL dua kali, terhadap subyek pada hari pertama dan hari ketiga. Pilihan pengambilan
sampel dengan cara BAL, karena BAL mempunyai sensitivitas 97% dan spesivisitas 100% (Mayer, 2005; kollef, 2006; Medford 2009). Data dasar
persentase neutrofil hari pertama diambil sesaat setelah subyek
menggunakan ventilator mekanik dengan hemodinamik stabil.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa neutrofil hari pertama untuk
keseluruhan subyek pada kelompok VAP () dan kelompok VAP (+), tidak
menunjukkan perbedaan bermakna. Namun di kelompok VAP (), tampak peningkatan persentase neutrofil yang bermakna pada hari ketiga
menggunakan ventilator mekanik dibandingkan persentase neutrofil pada
hari pertama.
Di kelompok VAP (+), pada hari ketiga didapati peningkatan persentase neutrofil yang lebih bermakna dibandingkan dengan hari
pertama.
Bila dibandingan persentase neutrofil pada hari ketiga menggunakan
ventilator mekanik di kelompok VAP () dengan VAP (+), dengan menggunakan uji t-independen, maka didapatkan perbedaan persentase
neutrofil yang bermakna di antara kedua kelompok tersebut.
Dengan demikian, variabel persentase neutrofil memiliki pengaruh
terhadap kejadian VAP (p = 0,0001), dengan OR 0,085 (CI 95%: 0,023 - 0,308). Hal ini berarti bahwa subyek dengan persentase neutrofil > 83,28%
(Tabel 4.5), memiliki kemampuan proteksi terhadap kemungkinan
mengalami VAP (+), sebesar 0,085 kali dibandingkan dengan subyek yang memiliki persentase neutrofil < 83,28% (Tabel 4.16). Hal ini dapat dipahami
dan juga bersifat sebagai pro-inflamasi dalam jumlah besar. Sebagai satu
satunya PMN yang dapat masuk ke dalam alveoli, neutrofil mudah
mengalami migrasi ke dalam rongga alveoli, dan sangat respon dengan
adanya infeksi patogen. Namun, persentase neutrofil yang sangat tinggi,
memegang peranan penting untuk perburukan kejadian VAP.
5.6 Hubungan variabel kadar s-IgA dengan variabel persentase neutrofil pada kejadian VAP
Neutrofil dan s-IgA bekerjasama dalam mempertahankan imunitas
lokal saluran napas. Sebagai anti-inflamasi s-IgA mampu menekan jumlah
neutrofil sebagai pro-inflamasi. Selain itu s-IgA berfungsi sebagai opsonin,
dan bersama neutrofil, memiliki reseptor yang sama, dapat meningkatkan
efek bakteriolitik komplemen (Danielle, 1999; Mayer, 2003; Martin, 2005;
Elgert, 2009; Gottesman, 2009).
Berdasarkan hasil analisis korelasi pada penelitian ini, variabel kadar
s-IgA memilliki hubungan dengan variabel persentase neutrofil pada
semua subyek, dengan angka korelasi sebesar 0,299. Nilai korelasi ini
menunjukkan bahwa jika kadar s-IgA meningkat, maka persentase
neutrofil akan menurun. Namun, diketahui bahwa peningkatan neutrofil secara berlebihan, dapat menghancurkan s-IgA, merusak jaringan paru dan memperburuk fungsi paru. (Mayer, 2003, Elgert, 2009; Dave, 2004;
Retuerhan, 2004 Diebel, 2004-2009; Lamm, 2006; Sim, 2009).
5.7 Pengaruh Skor SAPS terhadap Kadar S-IgA dan Persentase Neutrofil pada Kejadian VAP Awitan Dini
Pada subyek VAP (+), nilai rata-rata SAPS 40. Pada hari ketiga
menggunakan ventilator, di kelompok VAP (), skor SAPS cendrung menurun secara bermakna dibandingkan hari pertama, sedangkan pada
Pada kelompok VAP (+), terdapat korelasi bermakna di antara skor
SAPS dengan skor CPIS. Setiap terjadi peningkatan skor CPIS maka skor
SAPS juga akan meningkat. Dengan demikian, skor SAPS juga berperan pada kejadian VAP.
Uji korelasi Spearman terhadap hasil penelitian ini menyatakan
bahwa terdapat hubungan tidak bermakna antara s-IgA dengan skor SAPS,
yang berarti kadar s-IgA tidak dipengaruhi oleh skor SAPS, atau sebaliknya. Namun, skor SAPS dengan neutrofil mempunyai hubungan bermakna.
Pada kepustakaan belum didapatkan penjelasan dan penelitian
mengenai korelasi fenomena tersebut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai hal ini.
5.8. Pengaruh Jenis Patogen terhadap kadar s-IgA dan persentase Neutrofil pada kejadian VAP awitan dini
Hasil jenis patogen pada penelitian ini berdasarkan urutan empat
terbanyak pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik adalah
Acinetobacter baumanii, MRSA, Klebsiella pneumoniae dan Pseudomonas aeruginosa.
Variabel jenis patogen, berdasarkan hasil uji regresi logistik
memiliki pengaruh terhadap kejadian VAP, terutama pada subyek yang menggunakan ventilator mekanik dengan multi patogen
. Pada penelitian ini, kadar s-IgA meningkat setelah pasien menggunakan ventilator mekanik, tetapi kondisi ini juga dipengaruhi oleh jenis patogen. Pada beberapa subyek, terutama yang terinfeksi oleh MRSA,
didapati kadar s-IgA yang menurun.
Dari hasil uji Kruskal-Wallis, diketahui bahwa neutrofil tidak
mempunyai hubungan bermakna dengan jenis patogen, karena pada
semua kondisi infeksi patogen, persentase neutrofil meningkat. Namun
secara deskriptif, persentase neutrofil lebih meningkat pada jenis patogen
s-IgA pada subyek dengan jenis patogen MRSA?. Untuk lebih memahami fenomena ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Secara eksperimental ditemukan bahwa bila ada infeksi, akan terjadi
mekanisme pengambilan PMN dari mikrovaskular paru, melalui tahapan
migrasi darah ke dalam rongga alveoli.. Pada prinsipnya pengambilan
neutrofil ke dalam paru merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang
penting terhadap infeksi (Retuerhan, 2004; Grigoriu, 2005; Meyer, 2012).
Joseph, 2010 melakukan penelitian kolonisasi patogen pada pasien
yang menggunakan ventilator mekanik, mendapatkan bahwa diawal
pemasangan ventilator mekanik (pre VAP+), sudah terjadi kolonisasi oleh patogen MDR seperti A. baumanii, P. aeroginosa dan MRSA. Bila kolonisasi kuman MDR telah terjadi pre-VAP, dianjurkan untuk memperpanjang terapi antibiotik.
Selain itu, hasil penelitian di Rumah Sakit Pusat Taiwan menemukan
A. baumanii sebagai patogen MDR yang terbanyak, meskipun secara statistik tidak meningkatkan angka morbiditas dan angka mortalitas (Mai,
2007).
Zaccard, 2009 melakukan 399 kali BAL, menyimpulkan bahwa untuk mendapatkan multi pathogen, melakukan BAL secara bilateral lebih baik dari pada unilateral.
Mohamed, 2013, di Turki, menemukan bahwa dari hasil BAL,
dijumpai patogen Gram (+) lebih banyak dari Gram (), dan patogen
terbanyak adalah P. aeruginosa dan K. pneumoniae.
Sebaliknya, dokter Asian Group, menyatakan bahwa patogen penyebab VAP terbanyak adalah patogen Gram (), yaitu sekitar 87% dan urutan patogen yang terbanyak adalah Acinetobacter baumanii 39%,
Pseudomonas aeruginosa 31% dan Klebsiella pneumoniae 20% (Chawla, 2008; Song, 2008; Chung, 2011).
Pengamatan Guler, 2012, terhadap biakkan patogen pada VAP
awitan dini (skor CPIS: 7-9), dan VAP () (skor CPIS: 4-6), menemukan
Medford, 2009 memberikan pendapat bahwa kolonisasi
Pseudomonas aeruginosa paling sering dijumpai dan kerap berasal dari orofaring yang terdorong saat intubasi pada awal pemasagan ventilator
mekanik, yang kemudian berkembang menjadi VAP dini setelah 48-96 jam. Di samping itu, VAP secara endemik sering terjadi akibat kontaminasi alat-alat diagnostik atau alat-alat terapi napas seperti bronkoskop, alat-alat uap nebulizer,