BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare
2.1.1 Pengertian Diare
Diare adalah buang air dengan konsentrasi cair tiga kali atau lebih dalam sehari, dibandingkan orang normal pada umumnya. Hal ini biasanya merupakan
gejala dari infeksi gastrointestinal, yang dapat disebabkan oleh berbagai organisme bakteri, virus dan parasit. Infeksi menyebar melalui makanan yang terkontaminasi atau air minum, atau dari orang ke orang karena kurangnya
kebersihan. Diare berat menyebabkan kehilangan cairan, dan mungkin mengancam hidup, terutama pada anak-anak dan orang yang kekurangan gizi atau
memiliki gangguan kekebalan (WHO, 2013).
Menurut Hippocrates dalam Suharyono (2008) diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsentrasi tinja yang
lebih lembek atau cair. Sedangkan menurut Suraatmaja (2010) diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsentrasi tinja (menjadi cair), dengan
atau tanpa darah dan/atau lendir.
2.1.2 Klasifikasi Diare
Menurut WHO (2009) ada tiga bentuk diare pada anak-anak, yang semuanya berpotensi mengancam kehidupan dan memerlukan perlakuan berbeda, yaitu:
1. Diare akut berair termasuk kolera yaitu yang menyebabkan kehilangan cairan dengan cepat dan dehidrasi yang dialami individu yang terinfeksi dan
penyebab diare akut berair yaitu Vibrio cholerae atau bakteri Escherichia coli, serta rotavirus.
2. Diare berdarah atau sering disebut disentri yaitu diare yang ditandai oleh terlihat darah dalam tinja. Itu disebabkan karena kerusakan usus dan kurang
gizi yang dialami individu yang terinfeksi. Patogen yang umumnya penyebab diare berdarah adalah Shigella.
3. Diare terus-menerus adalah episode diare dengan atau tanpa darah, yang berlangsung setidaknya 14 hari.
Menurut Suraatmaja (2010), terdapat dua jenis diare pada anak yang dapat
terjadi antara lain :
1. Diare Akut yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Ditinjau dari sudut patofisiologi kehilangan cairan tubuh
penyebab diare akut dapat dibagi dalam : a) Diare sekresi (secretory diarrhea), dan b) Diare osmotik (osmotic diarrhea)
2. Diare Kronik yaitu diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)
selama masa diare tersebut. Diare kronik sering juga dibagi lagi menjadi : a) Diare persisten yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi.
b) Protracted diare yaitu diare yang berlangsung lebih dari dua minggu
dengan tinja cair dan frekuensi empat kali atau lebih per hari c) Prolonged diare yaitu diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.
d) Chronic non specific diarrhea yaitu diare yang berlangsung lebih dari 3
2.1.3 Penyebab Diare
Menurut Kemenkes RI (2011) secara umum penyakit diare disebabkan: 1. Infeksi (kuman-kuman penyakit) seperti; bakteri, virus, parasit
Kuman-kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui
makanan/minuman yang tercemar atau kontak langsung dengan tinja penderita (feces oral). Di dalam istilah bahasa Inggris disebutkan 5 F (Feces, Flies, Food, Finger, Fomites) penyebaran penyakit diare bisa digambarkan sebagai berikut
melalui:
a) Feces atau tinja
b) Flies atau lalat c) Food atau makanan
d) Fomites atau peralatan makanan
e) Finger atau tangan (jari tangan)
Dibawah ini beberapa contoh perilaku terjadinya penyebaran kuman yang menyebabkan penyakit diare:
a) Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara esklusif sampai 6 bulan kepada bayi atau dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu
(MP ASI) terlalu dini. Memberi MP ASI terlalu dini mempercepat bayi kontak terhadap kuman.
b) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit
diare karena sangat sulit membersihkan botol dan juga kualitas air dibeberapa wilayah Indonesia juga sudah terkontaminasi kuman-kuman penyakit seperti bakteri E. coli
e) Tidak mencuci tangan setelah buang air besar (BAB), atau setelah
membersihkan BAB anak.
f) Membuang tinja (termasuk tinja bayi) sembarangan. 2. Penurunan Daya Tahan Tubuh
Penurunan daya tahan tubuh pada bayi atau balita disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a) Tidak memberikan ASI kepada bayi sampai usia dua tahun atau lebih. Di dalam ASI terdapat antibodi yang dapat melindungi bayi dari kuman penyakit.
b) Kurang gizi/malnutrisi terutama anak yang kurang gizi buruk akan mudah terkena diare.
3. Faktor Lingkungan dan Perilaku
Penyakit diare adalah penyakit berbasis lingkungan dengan faktor utama dari kontaminasi air atau tinja yang berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat. Menurut Suharyono (2008), faktor yang mempengaruhi terjadinya
diare antara lain: 1. Faktor gizi
Makin buruk gizi seorang anak, ternyata seemakin banyak episode diare yang dialami. Hubungan gizi dengan diare di negara yang sedang berkembang sering merupakan lingkaran yang sulit dipecahkan.
2. Faktor makanan yang terkontaminasi pada saat masa penyapihan
Insidens diare dalam masyarakat golongan berpendapatan rendah dan kurang pendidikan mulai bertambah pada saat anak untuk pertama kali mengenal
Indonesia periode umumnya berlangsung antara 6-24 bulan pada saat frekuensi
serangan diare dan kematian sebagai akibatnya mencapai angka tertinggi. Lebih penting lagi bahwa serangan diare pada umur ini berpengaruh sangat buruk pada pertumbuhan anak-anak dengan akibat terjadinya malnutrisi.
Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak. ini penyebab utama bahwa susu botol merupakan suatu yang
berbahaya. Meneruskan pemberian ASI, menghindari pemberian susu botol, perhatian penuh terhadap higieneI makanan anak serta pemberian cairan elektrolit seawal munkin, jika anak menderita diare adalah kunci utama dalam
menanggulangi keadaan ini. 3. Faktor lingkungan
Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap terjadinya
diare. Interaksi antara agent (penyakit), tuan rumah (manusia) dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan diare. Peranan faktor lingkungan (air, makanan, lalat dan
serangga lain), enterobakteri, parasit usus, virus, jamur dan beberapa zat kimia telah secara klasik dibuktikan pada berbagai penyelidikan epidemiologis
sebagai penyebab penyakit diare, walaupun demikian, banyak yang masih perlu dijelaskan mengenai pentingnya sebagai faktor lingkungan.
2.1.4 Gejala dan Tanda Diare
Menurut Widoyono (2008) beberapa gejala dan tanda diare antara lain: 1. Gejala umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare.
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis,
bahkan gelisah. 2. Gejala spesifik
a. Bakteri Vibrio cholera dapat menyebabkan diare hebat yaitu dengan ciri
warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis. b. Disenteriform yaitu tinja berlendir dan berdarah
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan hal-hal berikut, antara lain:
1. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat diklasifikasikan menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Drajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a) Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa.
b) Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.
c) Dehidrasi berat, anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali dengan lambat, nafas cepat, dan anak terlihat lemah.
2. Gangguan sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok
3. Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri.
4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi
(kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk kedalam cairan intraseluler sehingga terjadi oedema otak yang
mengakibatkan koma. 5. Gangguan gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita mengalami kekurangan gizi (malnutrisi).
2.1.5 Pencegahan Penyakit Diare
Menurut Kemenkes RI (2011), tujuan pencegahan adalah untuk tercapainya penurunan angka kesakitan diare dengan meningkatkan akses
masyarakat terhadap sarana sanitasi. Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
1. Perilaku Sehat
A.Menggunakan Air Bersih yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Oral. Kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil di banding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh keluarga, yaitu :
a) Ambil air dari sumber air yang bersih
b) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air
c) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak d) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e) Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup.
B.Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam mencegah terjadinya diare.
C.Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
keluarga harus buang air besar di jamban. Beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh keluarga, yaitu:
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga
b) Bersihkan jamban secara teratur
c) gunakan alas kaki bila akan buang air besar
D.Membuang Tinja Bayi dengan Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan
orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh keluarga, yaitu :
a) Kumpulkan segera tinja bayi dan membuangnya ke jamban
b) Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau olehnya.
c) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti di
dalam lubang atau dikebun kemudian ditimbun.
d) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan
sabun.
2. Penyehatan Lingkungan
A.Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas
terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah
tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
B.Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa, dan sebagainya. Selain itu
sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat
dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar. C.Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
a) menggunakan air bersih. Tanda-tanda air bersih adalah „3T‟ yaitu tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
b) Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit.
c) Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan, dan sesudah BAB.
d) Memberikan ASI pada anak sampai berusia 2 tahun. e) Menggunakan jamban yang sehat.
f) Membuang tinja anak dan bayi dengan benar.
2.2 PERSEPSI
2.2.1 Pengertian Persepsi
Menurut Thoha (2007) Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif
yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan
bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang antara lain:
(a) Psikologi
Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat
dipengaruhi oleh keadaan psikologi. (b) Famili
Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah Famili-nya. Orang tua
melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi mereka yang
diturunkan kepada anak-anaknya. (c) Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu
faktor yang kuat didalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.
Menurut Robbins (2008) Persepsi (Perception) adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun apa yang diterima seseorang
pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Walau seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering timbul.
2.3 Program Pencegahan Diare
Menurut WHO (2009), Program pencegahan diare berfokus pada lima hal utama, yaitu unsur-unsur untuk mengurangi diare dalam jangka menengah dan jangka panjang antara lain:
1. Melakukan promosi kesehatan mengenai Inisiasi Menyusui Dini, ASI ekslusif, dan pemberian suplemen vitamin A
2. Melakukan promosi kesehatan tentang CTPS (cuci tangan pakai sabun) 3. meningkatkan pasokan air yang kuantitas dan kualitas, termasuk perawatan
dan penyimpanan air rumah tangga
4. Melakukan promosi kesehatan mengenai sanitasi lingkungan kepada masyarakat luas
Dalam melakukan kegiatan di atas, maka pihak yang terkait dalam
a. Keluarga dan masyarakat dapat memastikan bahwa keluarga mampu
melakukan hal-hal seperti : menyusui, mencuci tangan, sanitasi dan menerima pasokan air rumah tangga dengan layak. Serta pemerintah mau mendukung dalam kegiatan dalam mengakses pasokan air yang aman. Selain pemerintah,
seluruh masyarakat harus terlibat dalam kegiatan ini.
b. Sektor publik dapat memajukan program pencegahan dan pengobatan diare
di tingkat nasional dan tingkat daerah, tidak hanya melalui Departemen Kesehatan, tetapi juga melalui lembaga yang terlibat seperti lembaga pendidikan, perdagangan, air dan sanitasi, nutrisi, urusan perempuan, serta
pembangunan pedesaan.
c. Sektor swasta dapat mempromosikan dan memberikan inovasi dalam
pasokan dan pengiriman seperti air bersih, dan melakukan kemitraan dengan
lembaga-lembaga publik.
d. Pemerintah dapat meningkatkan kesadaran publik mengenai masalah dan solusi tentangpenyakit menular. Dengan demikian dapat meningkatkan upaya
pelayanan untuk mengurangi kematian akibat diare.
e. Kemitraan global dan jaringan dapat menempa link baru
2.4 PERILAKU
2.4.1 Pengertian Perilaku
Dari segi biologis, prilaku adalah suatu kegiatanatau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
tindakan atau akivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain : berjalan berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Jadi yang dimaksud dengan perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012). Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2012), merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon. Teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Skiner membedakan adanya dua
respon yaitu :
1. Respondent respond atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behavior), yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran,
dan sikap yang terjadi pada orang yang menrima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior), yaitu respon seseorang terhadap stimulus
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan
mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. 2.4.2 Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan adalah suatu repon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dengan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjdi tiga kelompok yaitu :
1. perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) adalah perilaku atau
usaha-usaha seseorang untuk memelihara dan menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek, antara lain :
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapi
tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaiknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. 3. Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan
perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya.
Seorang ahli lain Backer dalam Notoatmodjo (2012), membuat klasifikasi
lain tentang perilaku kesehatan antara lain :
1) Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya. Perilaku ini mencakup :
a) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet) b) Olah raga teratur
c) Tidak merokok
d) Tidak minum-minuman keras dan narkoba
e) Istirahat cukup f) Mengendalikan stres
g) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan
2) Perilaku sakit (illness behavior), yakni mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.
kewajiban sebagai orang sakit. Hak dan kewajiban itu harus diketahui oleh
orang sakit sendiri maupun orang lain, yang selanjutnya disebut perilaku orang sakit. Perilaku ini melipuli :
a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b) Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak.
c) Mengetahui hak dan kewajiban orang sakit.
2.5 Peran Karakteristik Ibu
Salah satu faktor yang menentukan terjadinya masalah kesehatan di masyarakat adalah ciri manusia atau karakteristik manusia. Yang termasuk dalam unsur karakteristik manusia antara lain: pengetahuan, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, status sosial ekonomi, ras/etnik, agama dan sosial budaya.
2.5.1 Pendidikan
Pendidikan bertujuan untuk memerangi kebodohan, dapat berpengaruh
terhadap peningkatan kemampuan berusaha atau bekerja, sehingga dapat meningkatkan pendapatan (ekonomi). Selanjutnya akan dapat meningkatkan
kemampuan mencegah penyakit, meningkatkan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2012).
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat
agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh
lama (long lasting) dan menetap (langgeng), karena didasari oleh kesadaran.
Kelamahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya lama, karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo, 2010).
Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif utuk kesehatan.
Dengan kata lain, pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
2.5.2 Pekerjaan
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu biasanya bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan sering sekali tidak
disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan
sebelumnya (Anoraga, 2006)
2.4.3 Pendapatan Keluarga
Menurut Gilarso (2008), Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. Pendapatan
keluarga merupakan balas karya atau jasa atau imbalan yang diperoleh karena sumbangan yang diberikan dalam kegiatan produksi. Secara konkritnya pendapatan keluarga berasal dari :
1) Usaha itu sendiri : misalnya berdagang, bertani, membuka usaha sebagai
2) Bekerja pada orang lain: misalnya sebagai pegawai negeri atau karyawan 3) Hasil dari pemilihan: misalnya tanah yang disewakan dan lain-lain.
Pendapatan bisa berupa uang maupun barang misal berupa santunan baik
berupa beras, fasilitas perumahan dan lain-lain. Pada umumnya pendapatan manusia terdiri dari pendapatan nominal berupa uang dan pendapatan riil berupa barang.
Hal ini mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah mendrita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak punya penyediaan
air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu, faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan
penanggulangan diare (Suharyono, 2008).
2.5.4 Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian bedar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dalam
pengetahuan ini terdapat enam tingkatan, yaitu: 1. Tahu (know)
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebatkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan meramalkan,
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini daprat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Untuk dapat mengukur kemampuan seseorang dalam menganalisis dapat dilihat dari kemampuannya dalam
menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada. 2.5.5 Sikap
Menurut Notoatmodjo (2012) sikap (attitude) merupakan reaksi atau
respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan antara lain:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide
tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengejak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. 2.5.6 Tindakan atau praktik
setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikan apa yang
diketahui atau disikapinya. Inilah yang disebut tindakan atau praktik kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan ini mencakup: a) Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit, b) tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
1. Karakteristik ibu adalah hal hal yang melekat pada diri ibu yang membedakan
seseorang dengan lainnya, meliputi: pendidikan, pendapatan keluarga, pengetahuan, dan sikap.
2. Persepsi tentang program pencegahan diare adalah persepsi (anggapan) ibu
balita terhadap pendidikan kesehatan, promosi kesehatan maupun penyuluhan kesehatan tentang pencegahan dan penanganan diare pada balita.
3. Tindakan pencegahan diare adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh ibu dalam rangka menghindari dan mengurangi resiko terjadinya diare pada bayi/balita.
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat di susun hipotesis sebagai berikut : “terdapat pengaruh karakteristik (pendidikan, pendapatan
keluarga, pengetahuan, dan sikap) dan persepsi ibu tentang program pencegahan
diare terhadap tindakan pencegahan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016”.
Karakteristik Ibu 1. Pendidikan
2. Pendapatan keluaga 3. Pengetahuan
4. Sikap
Persepsi tentang program pencegahan