• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada Penyortir Tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang SUTK PTPN II Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada Penyortir Tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang SUTK PTPN II Tahun 2015"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL PADA PENYORTIR TEMBAKAU DI GUDANG SORTASI TEMBAKAU

KEBUN KLUMPANG SUTK PTPN II TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

FRISKA YUNI UTARI NIM. 111000135

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL PADA PENYORTIR TEMBAKAU DI GUDANG SORTASI TEMBAKAU

KEBUN KLUMPANG SUTK PTPN II TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

FRISKA YUNI UTARI NIM. 111000135

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN

SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL PADA PENYORTIR TEMBAKAU DI GUDANG SORTASI TEMBAKAU KEBUN KLUMPANG SUTK PTPN II TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2015 Yang membuat pernyataan,

(5)

ABSTRAK

Aktivitas penyortir tembakau dengan sikap kerja tidak ergonomis berisiko untuk menyebabkan gangguan otot dan rangka atau musculoskeletal disorders (MSDs). Gangguan musculoskeletal adalah keluhan pada sendi, ligamen dan tendon yang disebabkan karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang merupakan populasi total penyortir tembakau (total population). Pengumpulan data menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) untuk penilaian sikap kerja dan kuesioner Nordic Body Map untuk menilai tingkat keluhan musculoskeletal. Analisis data menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyortir tembakau mengalami keluhan musculoskeletal kategori rendah sebanyak 10 orang (33,3%) dan kategori sedang sebanyak 20 orang (66,7%). Pekerja mengalami keluhan sakit terbanyak pada punggung yaitu sebanyak 25 orang (83,3%). Keluhan sakit lain yang dialami pekerja yaitu pada pinggang, bokong, betis, leher bawah, bahu dan paha. Pekerja mengalami keluhan sangat sakit terbanyak pada betis yaitu sebanyak 5 orang (16,7%) dan keluhan sangat sakit lainnya berada pada pinggang, paha, bokong, pergelangan kaki, kaki, lengan atas, dan lutut. Hasil penilaian sikap kerja dengan menggunakan metode REBA menunjukkan bahwa pekerja dengan sikap kerja resiko rendah 8 orang (26,7%) dan pekerja dengan sikap kerja resiko sedang sebanyak 22 orang (73,3%). Dari hasil uji statistik Chi Square didapatkan p value sebesar 0,007 atau p < 0,05, yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal.

Dengan demikian, sikap kerja memiliki hubungan dengan terjadinya keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau. Pekerja disarankan untuk bekerja dengan sikap kerja duduk tegak, diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk.

(6)

ABSTRACT

The activity of tobacco sorter with unergonomics work posture have some risks to cause musculoskeletal disorders. Musculoskeletal disorders are disorders on joints, ligaments and tendons that caused by static load receives on muscle repetitive and continuously in long periods of time.

The research was survey analitic with cross sectional design that aims to find out the correlation of work posture to musculoskeletal disorder in tobacco sorter at Tobacco Storeroom Kebun Klumpang SUTK PTPN II. Sample of this study was 30 workers of tobacco sorter (total population). The data of work posture were gathered with REBA (Rapid Entire Body Assessment) method and Nordic Body Map questionnaire to assess the level of musculoskeletal complaints. The data analyzed using Chi Square statistic test.

The result of the study showed that worker in low category of musculoskeletal complaints was 10 workers (33,3%) and 20 workers (66,7%) was in medium category. The biggest number of musculoskeletal complaint in pain was in the back 83,3%. The other was in waist, buttocks, legs, lower neck, shoulders, and thighs. The biggest number of musculoskeletal complaint in very pain was in legs 16,7%. The other was in waist, thighs,buttocks, ankles, foots, upper arm, and knees. The result of work posture assessment with REBA method showed that worker with low level risk of work posture was 8 workers (26,7%) and the worker with medium level risk was 22 workers (73,3%). The result of Chi Square statistic test showed that there were significant relation between work posture with musculoskeletal complaint at p value 0,007 which was p < 0,05.

Thus, work posture had relation with the occurrence of musculoskeletal disorders in tobacco sorter. It is recommended for the worker to work with sitting erect posture, interspersed with bent slightly.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada Penyortir

Tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang SUTK PTPN II Tahun

2015” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari peran serta dan dukungan dari berbagai pihak dan orang-orang terdekat penulis yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya.

1. Terimakasih kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, selaku Ketua Departemen Kesehatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara beserta seluruh dosen dan staf Departemen Keselamatn dan Kesehatan Kerja yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.

3. Terimakasih kepada Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

saran-5. Terimakasih kepada Bapak Tobing dan pihak Kantor Distrik SBU Tembakau PTPN II yang telah membantu penulis dengan memberikan banyak informasi dan data-data yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.

6. Terimakasih kepada Bapak T. Sinuraya dan semua pekerja di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II yang telah membantu penulis dengan memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penulis.

7. Terimakasih untuk semua teman dari departemen k3 Jumirsa, Sabrina, Erizka, Daniel, Agnes, Bayu, Cici, Widnaz, Bang Hengky, Junita dan Rafika. Teman seperjuangan Sarah, Mutia, Annisa, Wini, Putri, Ivan, Ival dan Desrifa. Terimakasih atas semua dukungan, bantuan dan waktu kalian semua untuk saling berbagi ilmu dan motivasi. Semoga kita semua menjadi orang sukses. 8. Terimakasih untuk M.Zein Gusandi Siregar atas dukungan, doa dan motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat dan semua Pekerja di Klambir V PTPN II yang selalu memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penulis. disebutkan satu persatu atas dukungan, kerjasama dan doanya.

Ucapan terimakasih sebesar-besarnya untuk kedua orang tua penulis Supriadi dan Suhartini, dan adik Fariz Rionaldi yang selalu memberikan

dukungan baik moril maupun materiil serta do’a yang sangat luar biasa.

(9)

penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juli 2015 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Friska Yuni Utari Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 25 Juni 1993 Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Nama Ayah : Supriadi

Suku Bangsa Ayah : Jawa

Nama Ibu : Suhartini

Suku Bangsa Ibu : Jawa

Pendidikan formal

(11)

DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN………. xiii xiv BAB I PENDAHULUAN……… 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 8

2.1 Ergonomi……..………...

2.3 Sikap Tubuh Alamiah...……….. 14

2.4 Gangguan Musculoskeletal.……… ………… 2.4.1 Kerja Otot Statis dan Dinamis……….………….. 2.4.2 Keluhan Musculoskeletal……….………… 2.4.3 Faktor Terjadinya Keluhan Musculoskeletal…………... 16 16 17 18 2.5 Nordic Body Map……… 22

2.6 Rapid Entire Body Assessment (REBA)……….. ……….. 24

2.7 Kerangka Konsep………....………… 31

BAB III METODE PENELITIAN……… 32

3.1 Jenis Penelitian……… 32

(12)

3.4.2 Data Sekunder……….. 33 3.7 Teknik Pengolahan Data……….. 39

3.8 Metode Analisis Data……….. BAB IV HASIL PENELITIAN………. 42

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………. 42

4.1.2 Gambaran Umum Perusahaan……… 42

4.1.3 Visi&Misi Perusahaan……… 43

4.1.4 Strategic Business Unit(SBU) Tembakau ………. 43

4.1.3 Proses Produksi dan Pengolahan Tembakau……….. 45

4.2 Karakteristik Pekerja Penyortir Tembakau……… 48

4.2.1 Umur……… 48

4.3 Hasil Uji Bivariat……… 53

4.3.1 Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada

5.2 Keluhan Musculoskeletal………. 57

5.3 Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal……….. 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……… 62

6.1 Kesimpulan……… 62

6.2 Saran……… 63

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung………. 26

Tabel 2.2 Skor Range Pergerakan Leher………. 27

Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki……….. 27

Tabel 2.4 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Atas………. 28

Tabel 2.5 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah………. 28

Tabel 2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan………. 29

Tabel 2.7 Tabel A Skor REBA……… 29

Tabel 2.8 Tabel B Skor REBA……… 30

Tabel 2.9 Tabel C Skor REBA……… 30

Tabel 2.10 Level Resiko Ergonomi………... 31

Tabel 3.1 Interpretasi Hasil………. 37

Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Resiko Otot Skeletal……… 39 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pekerja Penyortir Tembakau Berdasarkan

Kelompok Umur di Kebun Klumpang PT Perkebunan

Nusantara II 2015………..

48

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pekerja Penyortir Tembakau Berdasarkan Masa Kerja di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II

2015……….

49

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Keluhan Musculoskeletal pada Pekerja Penyortir Tembakau di Kebun Klumpang PT Perkebunan

Nusantara II 2015………..

50

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Keluhan Musculoskeletal Berdasarkan Tingkatan Keluhan pada Pekerja Penyortir Tembakau di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II

2015………..

51

Tabel 4.5 Pengukuran Sikap Kerja dengan Metode REBA pada Pekerja Penyortir Tembakau di Kebun Klumpang PT Perkebunan

Nusantara II 2015………..……….

(14)

di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II 2015…….

Tabel 4.7 Hasil uji exact fisher Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada Pekerja Penyortir Tembakau di Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara II 2015………..

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Nordic Body Map……….. 23

Gambar 2.2 Pergerakan Punggung……… 26

Gambar 2.3 Pergerakan Leher………... 27

Gambar 2.4 Pergerakan Kaki………. 27

Gambar 2.5 Pegerakan Lengan Atas……….. 28

Gambar 2.6 Pergerakan Lengan Bawah………. 28

Gambar 2.7 Pergerakan Pergelangan Tangan……… 29

Gambar 2.8 Kerangka Konsep Penelitian……….. 31

Gambar 3.1 Nordic Body Map………... 38

Gambar 4.1 Proses Produksi dan Pengolahan Tembakau……….. 45

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Nordic Body Map Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 4. Dokumentasi

(17)

ABSTRAK

Aktivitas penyortir tembakau dengan sikap kerja tidak ergonomis berisiko untuk menyebabkan gangguan otot dan rangka atau musculoskeletal disorders (MSDs). Gangguan musculoskeletal adalah keluhan pada sendi, ligamen dan tendon yang disebabkan karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang merupakan populasi total penyortir tembakau (total population). Pengumpulan data menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) untuk penilaian sikap kerja dan kuesioner Nordic Body Map untuk menilai tingkat keluhan musculoskeletal. Analisis data menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyortir tembakau mengalami keluhan musculoskeletal kategori rendah sebanyak 10 orang (33,3%) dan kategori sedang sebanyak 20 orang (66,7%). Pekerja mengalami keluhan sakit terbanyak pada punggung yaitu sebanyak 25 orang (83,3%). Keluhan sakit lain yang dialami pekerja yaitu pada pinggang, bokong, betis, leher bawah, bahu dan paha. Pekerja mengalami keluhan sangat sakit terbanyak pada betis yaitu sebanyak 5 orang (16,7%) dan keluhan sangat sakit lainnya berada pada pinggang, paha, bokong, pergelangan kaki, kaki, lengan atas, dan lutut. Hasil penilaian sikap kerja dengan menggunakan metode REBA menunjukkan bahwa pekerja dengan sikap kerja resiko rendah 8 orang (26,7%) dan pekerja dengan sikap kerja resiko sedang sebanyak 22 orang (73,3%). Dari hasil uji statistik Chi Square didapatkan p value sebesar 0,007 atau p < 0,05, yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal.

Dengan demikian, sikap kerja memiliki hubungan dengan terjadinya keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau. Pekerja disarankan untuk bekerja dengan sikap kerja duduk tegak, diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk.

(18)

ABSTRACT

The activity of tobacco sorter with unergonomics work posture have some risks to cause musculoskeletal disorders. Musculoskeletal disorders are disorders on joints, ligaments and tendons that caused by static load receives on muscle repetitive and continuously in long periods of time.

The research was survey analitic with cross sectional design that aims to find out the correlation of work posture to musculoskeletal disorder in tobacco sorter at Tobacco Storeroom Kebun Klumpang SUTK PTPN II. Sample of this study was 30 workers of tobacco sorter (total population). The data of work posture were gathered with REBA (Rapid Entire Body Assessment) method and Nordic Body Map questionnaire to assess the level of musculoskeletal complaints. The data analyzed using Chi Square statistic test.

The result of the study showed that worker in low category of musculoskeletal complaints was 10 workers (33,3%) and 20 workers (66,7%) was in medium category. The biggest number of musculoskeletal complaint in pain was in the back 83,3%. The other was in waist, buttocks, legs, lower neck, shoulders, and thighs. The biggest number of musculoskeletal complaint in very pain was in legs 16,7%. The other was in waist, thighs,buttocks, ankles, foots, upper arm, and knees. The result of work posture assessment with REBA method showed that worker with low level risk of work posture was 8 workers (26,7%) and the worker with medium level risk was 22 workers (73,3%). The result of Chi Square statistic test showed that there were significant relation between work posture with musculoskeletal complaint at p value 0,007 which was p < 0,05.

Thus, work posture had relation with the occurrence of musculoskeletal disorders in tobacco sorter. It is recommended for the worker to work with sitting erect posture, interspersed with bent slightly.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena tenaga kerja merupakan pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan tersebut, maka diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan. Salah satu upaya pembangunan ketenagakerjaan adalah dengan menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja dengan tujuan untuk perlindungan pekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat (1) yaitu setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Pada ayat (2) juga disebutkan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

(20)

meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja. Alat kerja dan lingkungan fisik yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tenaga kerja akan menyebabkan hasil kerja tidak optimal, bahkan berpotensi menimbulkan keluhan kesehatan dan penyakit akibat kerja (Anies, 2014).

Pada saat ini, tidak sedikit proses produksi perusahaan yang masih menggunakan alat-alat manual yang melibatkan manusia dalam pekerjaannya. Pekerjaan yang aktifitasnya bersifat manual, manusia dituntut untuk mempunyai kemampuan lebih khususnya pada otot dan tulang karena otot dan tulang merupakan dua alat yang sangat penting dalam bekerja. Tetapi manusia memiliki kemampuan dan keterbatasan, sehingga pada pekerjaan manual, sering ditemukan permasalahan yang berkaitan dengan keluhan/gangguan pada sistem otot dan tulang/muskuloskeletal (Bukhori, 2010).

Menurut Anies (2014) sikap tubuh serta aktivitas tertentu terhadap alat kerja, berpotensi menimbulkan suatu gangguan kesehatan, bahkan penyakit. Sikap tubuh saat bekerja yang salah juga dapat menjadi penyebab timbulnya masalah kesehatan antara lain nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan. Selain itu, sikap kerja yang statis baik itu sikap duduk atau sikap berdiri dalam jangka waktu yang lama juga dapat menyebabkan permasalahan tersebut. Dampak negatif tersebut akan terjadi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.

(21)

yang tegang atau kaku dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau saraf belakang daripada sikap duduk yang condong ke depan (Nurmianto, 2004).

Menurut ILO (International Labour Organization) tahun 2013, setiap tahun terjadi 2,3 juta kematian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Data tersebut juga menyebutkan bahwa 2 juta kematian terjadi disebabkan oleh penyakit akibat kerja. Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2013, di Indonesia terdapat 428.844 kasus penyakit akibat kerja. Selain penyakit akibat kerja, masalah kesehatan lain pada pekerja yang perlu mendapat perhatian antara lain ketulian, gangguan musculoskeletal, gangguan reproduksi, penyakit jiwa, sistem syaraf dan sebagainya. ILO juga melaporkan bahwa gangguan musculoskeletal saat ini mengalami peningkatan kasus di banyak negara. Contohnya, di Republik Korea gangguan musculoskeletal mengalami peningkatan sekitar 4.000 kasus dalam kurun waktu 9 tahun dan di Inggris, 40% kasus penyakit akibat kerja merupakan gangguan musculoskeletal.

(22)

pergerakan dan koordinasi gerakan anggota tubuh atau ekstremitas sehingga dapat mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan produktivitas kerja menurun.

Pada penelitian sebelumnya mengenai sikap kerja dan keluhan musculoskeletal yang dilakukan Gayo (2010) didapatkan bahwa para pekerja penyortir kopi bekerja dengan sikap duduk pada kursi tanpa sandaran dan bantalan dengan kepala agak menunduk menyebabkan keluhan pada leher sebanyak 28 orang (100%) dan sikap tubuh yang cenderung membungkuk menyebabkan keluhan pada pinggang sebanyak 28 orang (100%). Penyortir kopi dengan sikap berdiri juga mengalami keluhan seperti pada leher sebanyaak 70 orang (80,5%) , lutut (kiri dan kanan) sebanyak 78 orang (89,7%), dan pada betis (kiri dan kanan) sebanyak 85 orang (97,7%).

Penelitian lain yang dilakukan Putri (2013) mengenai keluhan musculoskeletal pada pekerja gambang menunjukkan bahwa sikap duduk pekerja gambang tembakau yang dinamis dengan postur tubuh yang tidak benar mengakibatkan keluhan pada leher bagian atas sebanyak 65 orang (81,3%), leher bagian bawah sebanyak 80 orang (100%), bahu kanan 26 orang (32,5%), punggung 41 orang (51,3%), pinggang 49 orang (61,3%) dan bokong sebanyak 50 orang (62,5%).

(23)

memuaskan. Selain itu, biaya yang timbul akibat absensi pekerja akan menyebabkan penurunan keuntungan, biaya pelatihan karyawan baru untuk menggantikan karyawan yang sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan atau agensi dan biaya lainnya.

Gudang Sortasi Tembakau Deli Klumpang merupakan salah satu dari 3 gudang tembakau yang dimiliki PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Pekerjaan yang dilakukan para pekerja di gudang adalah melakukan sortasi daun tembakau yang dikirim dari lapangan. Proses kerja di gudang ini dimulai dari saring ikat kasar, yaitu proses pemisahan daun tembakau yang baik dan tidak baik, selanjutnya daun tembakau difermentasi, proses selanjutnya adalah proses sortasi daun tembakau yaitu memilih daun tembakau berdasarkan kualitas warna daun tersebut. Setelah disortir, daun tembakau diberikan kepada tukang terima tembakau untuk memilih daun tembakau mana yang telah disortasi dengan baik. Daun tembakau tersebut kembali difermentasi selama 30 hari. Setelah itu, dilakukan penyaringan daun tembakau untuk melihat apabila ada daun tembakau yang tercampur saat dilakukan sortasi. Proses terakhir yaitu pengebalan/pengepakan daun tembakau.

(24)

bekerja dengan posisi duduk statis diatas tempat duduk dengan meja di depan pekerja. Tempat duduk berbentuk memanjang dan terdapat sekitar 10 pekerja dalam satu barisan tempat duduk. Posisi duduk pekerja juga cenderung membungkuk karena tempat duduk tidak memiliki sandaran. Pekerjaan yang dilakukan adalah memilih daun tembakau yang tercampur pada saat sortasi awal dan dilakukan dengan menggunakan kedua tangan. Pekerjaan dilakukan dengan satu tangan menggenggam ikatan daun tembakau dan tangan lainnya memilih daun tembakau yang berbeda warna dalam satu ikatan. Pekerja melakukan pekerjaan dengan posisi duduk statis tersebut selama kurang lebih 8 jam satu hari. Posisi kaki pekerja agak sedikit tertekuk pada pijakan dibawah tempat duduk. Terkadang posisi kaki pekerja berada di tempat duduk dengan posisi bersila . Dalam wawancara singkat tersebut, didapatkan juga informasi bahwa beberapa pekerja mengalami keluhan di pinggang, bahu, lengan dan bokong.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II Tahun 2015. 1.2 Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II Tahun 2015 ?

1.3 Tujuan Penelitian

(25)

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini yaitu adanya hubungan antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada pekerja penyortir daun tembakau Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II Tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukkan bagi Perusahaan dalam penerapan ergonomi penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II.

2. Sebagai bahan masukan agar pekerja penyortir tembakau dapat melakukan perkerjaannya tanpa menimbulkan resiko bagi kesehatannya.

3. Sebagai media bagi peneliti untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian di bidang kesehatan kerja terutama mengenai sikap kerja dan keluhan musculoskeletal, sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomi

2.1.1 Defenisi Ergonomi

Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Pada berbagai negara digunakan istilah yang berbeda, seperti Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factors Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. Ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja

(Suma’mur, 2009).

(27)

Menurut Tarwaka (2004) ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.

Jadi, ergonomi pada hakikatnya berarti ilmu tentang kerja, yaitu bagaimana pekerjaan dilakukan dan bagaimana bekerja lebih baik sehingga ergonomi sangat berguna dalam desain pelayanan atau proses. Dengan demikian, ergonomi membantu menentukan bagaimana digunakan, bagaimana memenuhi kebutuhan , dan membuat nyaman serta efisien. Ergonomi berbicara mengenai desain sistem terutama sistem kerja agar sesuai dengan atribut atau karakteristik manusia (to fit the job to the man).

2.1.2 Tujuan Ergonomi

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

(28)

dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. (Tarwaka, 2004).

Ergonomi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada suatu institusi atau organisasi. Hal tersebut dapat tercapai apabila adanya kesesuaian antara pekerja dan pekerjaannya. Pendekatan ergonomi mencoba untuk mencapai kesesuaian tersebut untuk kebaikan pekerja dan pimpinan institusi.

Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang baik ini pertimbangan-pertimbangan ergonomi antara lain menyarankan hal-hal seperti : 1. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi

membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. 2. Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang

bisa dilakukan.

3. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring.

4. Penetapan sikap dan posisi kerja sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas pada dasarnya bertujuan memberikan kenyamanan pada pekerja dengan memperhatikan sikap dan posisi kerja yang mereka senangi (Nurmianto, 2004).

2.1.3 Prinsip Ergonomi

Prinsip-prinsip ergonomi yaitu : 1. Segala sesuatu harus mudah dijangkau

(29)

4. Menghindari penggunaan tenaga yang berlebihan 5. Memperkecil kelelahan

6. Mengurangi gerakan-gerakan repetitif yang berlebihan 7. Penyediaan kemudahan dalam akses dan luas ruangan 8. Meminimalisasi kontak stress

9. Buatlah kemungkinan sehingga postur bisa bergerak dan berubah dengan mudah

10.Mengusahakan lingkungan yang nyaman (Winarsunu, 2008) 2.2 Sikap Kerja

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu :

1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian.

2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis diperkecil. 3. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani

melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot – otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan juga untuk mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas (Anies, 2014).

(30)

Sikap kerja duduk merupakan sikap kerja yang kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Kegiatan bekerja sambil duduk harus dilakukan secara ergonomi sehingga dapat memberikan kenyamanan dalam bekerja. Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah – masalah punggung. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100% ; maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190% (Nurmianto, 2004).

Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lardosa pada

pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung (Suma’mur, 1989). Sikap

duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Selain itu, duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks (Hasibuan, 2011).

(31)

b. Terhindarnya sikap – sikap yang tidak alamiah. c. Berkurangnya pemakaian energi dalam bekerja. d. Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah.

Namun, kegiatan bekerja sambil duduk juga dapat menimbulkan kerugian/ masalah bila dilakukan secara tidak ergonomis. Kerugian tersebut antara lain :

a. Melembeknya otot – otot perut. b. Melengkungnya punggung.

c. Tidak baik bagi organ dalam tubuh, khususnya pada organ pada sistem pencernaan jika posisi dilakukan secara membungkuk.

2. Sikap kerja berdiri.

Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk (Hasibuan, 2011).

3. Kerja Berdiri Setengah Duduk

(32)

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok.

Menurut Suma’mur (1989) posisi kerja yang baik adalah bergantian antara

posisi duduk dan posisi berdiri, akan tetapi antara posisi duduk dan berdiri lebih baik dalam posisi duduk. Hal itu dikarenakan sebagian berat tubuh di sangga oleh tempat duduk disamping itu konsumsi energi dan kecepatan sirkulasi lebih tinggi dibandingkan tiduran, tetapi lebih rendah dari pada berdiri. Posisi duduk juga dapat mengontrol kekuatan kaki dalam pekerjaan, akan tetapi harus memberi ruang yang cukup untuk kaki karena bila ruang yang tersedia sangat sempit maka sangatlah tidak nyaman.

2.3 Sikap Tubuh Alamiah

Sikap tubuh alamiah yaitu sikap atau postur dalam proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan muskuloskeletal dan sistem tubuh yang lain (Merulalia, 2010).

1. Pada tangan dan pergelangan tangan

Sikap normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah berada dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah tidak miring ataupun mengalami fleksi atau ekstensi.

2. Pada leher.

(33)

3. Pada bahu

Sikap atau posisi normal pada bahu adalah dalam keadaan tidak mengangkat dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaanlurus dan proporsional.

4. Pada punggung

Sikap atau postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah kiposis dan bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke kanan.

Kasus umum yang berkaitan dengan sikap kerja adalah :

1. Leher dan kepala inklinasi ke depan karena medan display terlalu rendah dan objek terlalu kecil.

2. Sikap kerja membungkuk, karena medan kerja terlalu rendah dan objek diluar medan jangkauan.

3. Lengan terangkat yang diiringi dengan bahu terangkat, fleksi dan abduksi pada muskulus trapesius dan levator pada skapula seratus anterior, deltoid dan supra spinator bisep. Ketentuan bahu terangkat dan terabduksi.

4. Pada sikap asimetris terjadi perbedaan beban pada kedua sisi tulang belakang. Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada pekerja antara lain :

1. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-lain.

2. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.

(34)

4. Dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring, bongkok).

Untuk bisa mencapai efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal serta memberikan rasa nyaman pada saat bekerja bisa dilakukan dengan cara :

1. Menghindarkan sikap tubuh yang tidak alamiah. 2. Mengusahakan agar beban statis sekecil mungkin.

3. Membuat dan menentukan kriteria serta ukuran baku tentang sarana kerja (meja, kursi, dll.) yang sesuai dengan antropometri pemakainya.

4. Mengupayakan agar sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dengan sikap duduk atau kombinasi duduk dan berdiri (Sinurat, 2011).

2.4 Gangguan Musculoskeletal 2.4.1 Kerja Otot Statis dan Dinamis

Kerja otot dapat statis (menetap) dan dinamis (ritmis, berirama). Pada kerja otot statis suatu otot menetap berkontraksi untuk suatu periode waktu secara kontinu, untuk kerja otot dinamis kerutan dan pegenduran suatu otot terjadi silih berganti. Kedaaan peredaran darah berbeda pada kerja otot statis dan dinamis. Dalam otot yang bekerja statis, buluh-buluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan dalam otot dan dengan begitu peredaran darah dalam otot berkurang. Sebaliknya, pada otot yang berkontraksi dinamis berlaku sebagai suatu pompa bagi peredaran darah.

(35)

darah dan harus menggunakan cadangan yang ada. Hal ini lah yang menyebabkan otot yang berkontraksi statis menderita rasa nyeri dan otot menjadi lelah.

Pekerjaan yang menuntut otot dalam keadaan statis sebaiknya harus dihindari. Secara fisiologis, sudah terbukti bahwa kerja otot statis kurang efisien dibanding kerja otot dinamis. Pada kerja otot statis, energi lebih banyak

diperlukan dibanding kerja otot dinamis (Suma’mur, 1989)

2.4.2 Keluhan Musculoskeletal

Keluhan musculoskeletal atau gangguan otot rangka adalah gangguan yang dialami karena kerusakan pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago dan diskus invertebralis. Gangguan dapat berupa kerusakan pada otot yang dapat berupa ketegangan otot, inflamasi dan degenerasi. Sementara itu, kerusakan pada tulang dapat berupa memar, mikrofraktur, patah atau terpelintir. (Soedirman dan

Suma’mur, 2014).

Secara garis besar keluhan kesehatan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebenan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. (Tarwaka, 2004)

2.4.3 Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Musculoskeletal

(36)

1. Peregangan Otot yang Berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeleletal.

2. Aktivitas Berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus - menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat – angkut dan lain – lain. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus – menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap Kerja Tidak Alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

(37)

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

c. Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolism karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot. 5. Penyebab Kombinasi

(38)

Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. b. Jenis Kelamin

Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot.

Hal ini terjadi karena kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria. Perbandingan antara keluhan otot pria dan wanita adalah 1:3.

c. Kebiasaan Merokok

Keluhan otot memiliki hubungan dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, maka semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Hal ini terkait dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang karena kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan mengkonsumsi oksigen akan turun dan akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun.

d. Kesegaran Jasmani

(39)

Hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan musculoskeletal masih menjadi perdebatan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan, namun penelitian lainnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan otot skeletal.

f. Ukuran Tubuh(antropometri)

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan, dan massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan tubuh yang gemuk memiliki resiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Temuan lain juga menyatakan bahwa pada tubuh tinggi umumnya sering menderita keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan.

2.5 Nordic Body Map

Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Untuk mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja digunakan body map. Melalui Nordic Body Map dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa yang tidak nyaman (agak sakit) sampai rasa sangat sakit (Hasibuan, 2011).

(40)

bagian tubuh dari pekerja yang mengalami keluhan muskuloskeletal. Tingkat keluhan terdiri dari, tidak sakit, agak sakit, sakit, dan sangat sakit. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner menyangkut bagian tubuh secara keseluruhan (Priyadi, 2011).

Hasil Kuesioner akan menetukan keluhan yang dirasakan pekerja pada waktu bekerja. Nordic Body Map merupakan indikator awal, apabila terjadi keluhan muskoloskeletal yang dirasakan oleh pekerja. Melalui kuesioner ini peneliti dapat mengindikasikan keluhan yang dirasakan oleh pekerja. Penilaian Nordic Body Map berdasarkan jawaban yang diberikan oleh pekerja diantaranya tidak sakit, agak sakit, sakit, dan sangat sakit. Rasa sakit dengan nilai 1, agak sakit dengan nilai 2, sakit dengan nilai nilai 3, dan sangat sakit dengan nilai 4. Dari jawaban ini akan diketahui persentase dari pekerja yang mengalami keluhan akibat kerja.

(41)

Keterangan Gambar :

0 : Leher Bag. Atas 10 : Siku Kiri 1 : Leher Bag. Bawah 11 : Siku Kanan

2 : Bahu Kiri 12 : Lengan Bawah Kiri 3 : Bahu Kanan 13 : Lengan Bawah Kanan 4 : Lengan Atas Kiri 14 : Pergelangan Tangan Kiri 5 : Pinggang 15 : Pergelangan Tangan Kanan 6 : Lengan Atas Kanan 16 : Tangan Kiri

7 : Punggung 17 : Tangan Kanan 8 : Bokong 18 : Paha Kiri 9 : Pantat 19 : Paha Kanan

20 : Lutut Kiri 24 : Pergelangan Kaki Kiri 21 : Lutut Kanan 25 : Pergelangan Kaki Kanan 22 : Betis Kiri 26 : Kaki Kiri

23 : Betis Kanan 27 : Kaki Kanan 2.6 Rapid Entire Body Asessment (REBA)

Rapid Entire Body Assesment (REBA) dirancang oleh Lynn Mc Atamney dan Sue Hignett sebagai sebuah metode penilaian dan pengamatan postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh secara keseluruhan dengan cepat dan mudah. REBA adalah alat analisis untuk memberikan pengamatan terhadap postur kerja yang cepat dan mudah.

(42)

Metode REBA tepat untuk menganalisa aktivitas pekerjaan yang dominan menggunakan tubuh bagian atas karena tubuh bagian atas dianalisa secara detail. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh, kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan dan pegangan. Faktor postur tubuh yang dinilai dibagi atas dua kelompok utama atau grup yaitu grup A yang terdiri atas postur tubuh kanan dan postur tubuh kiri dari batang tubuh (trunk), leher (neck) dan kaki (legs). Sedangkan grup B terdiri atas postur kanan dan kiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist). Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/kekuatan dan pegangan (coupling). Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi tingkat resiko dan tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil (Bukhori, 2010).

Ada 4 tahapan proses perhitungan yang dilalui yaitu :

1. Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video atau foto

2. Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti: a) badan (trunk)

b) leher (neck) c) kaki (leg)

d) lengan bagian atas (upper arm) e) lengan bagian bawah (lower arm) f) pergelangan tangan (hand wrist)

(43)

4. Menentukan nilai REBA untuk postur yang relevan dan menghitung skor akhir dari kegiatan tersebut (Wakhid, 2014).

Adapun tahapan pengolahan data dapat dilihat sebagai berikut (Tarwaka, 2015):

Gambar 2.2 Pergerakan Punggung

Skor pergerakan punggung dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal (tegak 1 +1 jika batang tubuh berputar/bengkok/bungkuk

0-20º (ke depan 2

<-20 atau 20-60º 3

>60º 4

Gambar 2.3 Pergerakan Leher

(44)

Tabel 2.2 Skor Range Pergerakan Leher

Gambar 2.4 Pergerakan Kaki

Skor untuk pergerakan kaki dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal 1 +1 jika lutut antara 30-60º

+2 jika lutut >60º Bertumpu pada satu kaki

lurus

2

Gambar 2.5 Pergerakan Lengan Atas

Pemberian skor terhadap pergerakan lengan atas dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut :

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-20° 1 +1 jika leher

(45)

Tabel 2.4 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Atas

Pergerakan Skor Skor Perubahan

20° (ke depan maupun ke belakang)

1 +1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar/bengkok

-1 miring, menyangga berat dari lengan

>20° (ke belakang) atau 20-45° 2

45-90° 3

>90° 4

Gambar 2.6 Pergerakan Lengan Bawah

Pemberian skor terhadap pergerakan lengan bagian bawah dilihat pada Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah

Pergerakan Skor

60-100° 1

(46)

Pemberian skor terhadap pergerakan lengan bagian bawah dilihat pada Tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan

Pergerakan Skor Skor Perubahan 0-15º (ke atas maupun ke bawah) 1 +1 jika pergelangan tangan

putaran menjauhi sisi tengah

>15º (ke atas maupun ke bawah) 2

Tabel 2.7 Tabel A Skor REBA

Punggung

Kaki

Leher

1 2 3

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6

2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7

3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8

4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9

5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Beban

1 2 3 + 1

(47)
(48)

Tabel 2.9 Tabel C Skor REBA ditahan lebih dari 1 menit

+1 = jika pengulangan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari

4 kali per menit (tidak termasuk berjalan)

+1 = jika gerakan menyebabkan perubahan

(49)

Tabel 2.10 Level Resiko Ergonomi

REBA Score Risk Level Action Level Tindakan

1 Diabaikan 0 Tidak Perlu

Gambar 2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen sikap kerja terdiri atas sikap kerja duduk yang dikategorikan menjadi resiko diabaikan, resiko rendah , resiko sedang, resiko tinggi dan resiko sangat tinggi. Sedangkan variabel dependen keluhan musculoskeletal dikategorikan menjadi keluhan rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Kedua variabel diteliti untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen sikap kerja dengan variabel dependen keluhan musculoskeletal.

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survei analitik yang bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal dengan pendekatan cross sectional dimana variable dependen dan variabel independen diukur dalam satu waktu. Pendekatan ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Notoatmodjo, 2010). Variable independen dalam penelitian ini adalah sikap kerja dan variabel dependen penelitian adalah keluhan musculoskeletal.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang SUTK PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2015 – selesai. 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pekerja penyortir tembakau yang berjumlah 30 orang.

3.3.2 Sampel

(51)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diambil secara langsung oleh peneliti terhadap sasaran (Budiarto, 2011). Data primer dalam penelitian ini diambil dengan cara :

1. Data mengenai karakteristik individu seperti nama, umur, dan masa kerja serta keluhan subjektif yang dirasakan oleh pekerja diperoleh melalui wawancara.

2. Keluhan musculoskeletal pada pekerja diperoleh dari Kuesioner Nordic Body Map

3. Sikap kerja seorang pekerja diperoleh dengan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) diukur dengan bantuan software ErgoFellow 2.0.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri (Budiarto, 2011). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari pihak perusahaan PT Perkebunan Nusantara II mengenai gambaran umum perusahaan.

3.5 Definisi Operasional 1. Sikap Kerja

(52)

Sikap kerja tersebut dikategorikan menjadi :

1) Diabaikan, artinya sikap kerja tidak beresiko dan tidak diperlukan tindakan perubahan terhadap sikap kerja.

2) Rendah, artinya sikap kerja beresiko rendah dan mungkin diperlukan tindakan perubahan terhadap sikap kerja.

3) Sedang, artinya sikap kerja beresiko sedang dan diperlukan tindakan perubahan terhadap sikap kerja serta perlu dilakukan tindakan.

4) Tinggi, artinya sikap kerja beresiko tinggi dan diperlukan tindakan perubahan secepatnya.

5) Sangat tinggi, artinya sikap kerja beresiko sangat tinggi dan diperlukan tindakan perubahan saat itu juga.

Pengukuran sikap kerja dilakukan dengan pengamatan sikap kerja dengan mengambil gambar (foto) pekerja selama bekerja. Data sikap kerja yang diperoleh dari gambar tersebut kemudian diolah dengan menggunakan software Ergofellow 2.0.

2. Keluhan Musculoskeletal

Keluhan musculoskeletal keluhan-keluhan subjektif yang dirasakan pekerja penyortir tembakau pada bagian otot rangka, terutama pada daerah bahu, pinggang, punggung, leher, pergelangan tangan dan bagian tubuh lainnya. Keluhan musculoskeletal diukur dengan Nordic Body Map.

Hasil Nordic Body Map dikategorikan menjadi :

(53)

2) Sedang, artinya keluhan yang dirasakan pekerja tergolong sedang dan mungkin diperlukan tindakan perbaikan di kemudian hari.

3) Tinggi, artinya keluhan yang dirasakan pekerja tinggi dan diperlukan tindakan segera.

4) Sangat tinggi, artinya keluhan yang dirasakan pekerja sangat tinggi dan diperlukan tindakan perbaikan menyeluruh sesegera mungkin.

Pengukuran keluhan musculoskeletal dilakukan pada saat jam istirahat yaitu pukul 12.30.

3. Pekerja penyortir tembakau adalah pekerja yang melakukan pekerjaan menyortir daun tembakau.

3.6 Metode Pengukuran Variabel

No Variabel Alat Ukur Skala Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

Ordinal Software Ergofellow 2.0

(54)

Langkah-langkah dalam penggunaan software ErgoFellow ini adalah : 1. Mengobservasi postur kerja dengan menggunakan kamera

2. Memasukkan data postur kerja ke dalam softwareErgoFellow 2.0 3. Membuka softwareErgoFellow 2.0, lalu memilih metode REBA 4. Memasukkan data yang diperlukan dalam metode REBA

a. Neck, Trunk, Legs (untuk menentukan penggunaan posisi leher , batang tubuh dan kaki saat bekerja)

b. Load (untuk menentukan beban kerja)

c. Upper arm, Lower arm, Wrist (untuk menentukan penggunaan lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan)

d. Coupling (untuk menentukan kekuatan genggaman pekerja)

e. Activity (untuk menentukan aktifitas pekerja yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu)

5. Hasil didapatkan dengan menekan tanda result dalam software ErgoFellow. Hasil yang didapat sudah dalam bentuk Grand Skor akhir REBA sehingga memudahkan untuk menentukan tindakan apa yang akan terhadap sikap kerja pekerja tersebut. Interpretasi hasil metode REBA dalam software Ergofellow 2.0 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1 Interpretasi Hasil

Skor Resiko

1 Diabaikan

2 - 3 Low, mungkin diperlukan perubahan

(55)

Dari tabel diatas didapatkan bahwa variabel sikap kerja dikategorikan menjadi :

1. Diabaikan (1) , artinya sikap kerja tidak beresiko dan tidak diperlukan tindakan perubahan terhadap sikap kerja.

2. Rendah (2-3), artinya sikap kerja beresiko rendah dan mungkin diperlukan tindakan perubahan terhadap sikap kerja.

3. Sedang (4-7), artinya sikap kerja beresiko sedang dan diperlukan tindakan perubahan terhadap sikap kerja serta perlu dilakukan

4. Tinggi (8-10), artinya sikap kerja beresiko tinggi dan diperlukan tindakan perubahan secepatnya.

5. Sangat tinggi (11-15), artinya sikap kerja beresiko sangat tinggi dan diperlukan tindakan perubahan saat itu juga.

3.6.2 Keluhan Musculoskeletal

Untuk mengukur keluhan musculoskeletal digunakan kuesioner Nordic Body Map. Penilaiannya sangat subjektif, artinya keberhasilan metode ini sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukannya penilaian. Dalam aplikasinya metode ini menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh yang sangat sederhana dan mudah dipahami, serta membutuhkan waktu yang sangat singkat sekitar 5 menit (Tarwaka, 2015).

(56)

Gambar 3.1 Nordic Body Map (Sumber : Santoso, 2004)

Definisi dari skoring tingkat kesakitan diatas adalah (Tarwaka, 2015):

A. Tidak Sakit = Skor 0, artinya tidak ada keluhan/kenyerian pada otot-otot atau tidak ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh pekerja selama melakukan pekerjaan.

B. Agak sakit = Skor 1, artinya dirasakan sedikit adanya keluhan atau kenyerian pada bagian otot, tetapi belum mengganggu pekerjaan .

No. Lokasi Tingkat Kesakitan

(57)

C. Sakit = Skor 2, artinya dirasakan sedikit adanya keluhan/kenyerian tau sakit pada bagian otot dan sudah mengganggu pekerjaan, tetapi rasa kenyerian segera hilang setelah dilakukan istirahat dari pekerjaan.

D. Sangat Sakit = Skor 3, artinya dirasakan keluhan sangat sakit atau sangat nyeri pada bagian otot dan kenyerian tidak segera hilang meskipun telah beristirahat lama atau bahkan diperlukan obat pereda nyeri otot.

Dari penilaian skor diatas, hasil akhir skor Nordic Body Map dapat diklasifikasikan seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Resiko Otot Skeletal

Tingkat Total Skor Tingkat Tindakan

1 0-20 Rendah Belum diperlukan adanya 2 21-41 Sedang Mungkin diperlukan tindakan 3 42-62 Tinggi Perlu tindakan segera 4 63-84 Sangat Tinggi Perlu tindakan menyeluruh

sesegera mungkin (Sumber: Tarwaka, 2015)

Dari tabel diatas didapatkan bahwa variabel keluhan musculoskeletal dikategorikan menjadi :

1. Rendah (0-20), artinya keluhan yang dirasakan pekerja rendah dan belum diperlukan adanya tindakan perbaikan.

2. Sedang (21-41), artinya keluhan yang dirasakan pekerja tergolong sedang dan mungkin diperlukan tindakan perbaikan di kemudian hari.

3. Tinggi (42-62), artinya keluhan yang dirasakan pekerja tinggi dan diperlukan tindakan segera.

(58)

3.7Teknik Pengolahan Data

Dalam suatu penelitian, pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting untuk memperoleh penyajian data dan kesimpulan yang baik (Notoatmodjo, 2010). Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Menyunting data (data editing)

Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner.

2. Mengkode Data (data coding)

Proses pemberian kode setiap variable yang telah dikumpulkan untuk memudahkan dalam pengolahan lebih lanjut.

3. Memasukkan data (data entry)

Memasukkan data dalam program software computer berdasarkan klasifikasi. 4. Membersihkan data (data cleaning)

Pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

3.8 Metode Analisis Data

Data yang telah diolah dengan baik tidak akan memiliki makna apabila tidak dilakukan analisis data. Analisis data bertujuan untuk memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian (Notoatmodjo, 2010).

(59)

3.8.1 Analisis Univariat

Analisa data pada penelitian ini menggunakan Analisis Univariat, yaitu analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.

Dimana pada umumnya, menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Hal ini sangat dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran awal mengenai keadaan umum responden.

3.8.2 Analisis Bivariat

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.2 Gambaran Umum Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) adalah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor perkebunan. Wilayah perkebunan tersebar di Sumatera Utara dan Papua, terdiri dari perkebunan kelapa sawit (85%), perkebunan tebu (12%), perkebunan tembakau (1%), perkebunan karet (2%), dan kebun bibit kakao.

4.1.3 Visi & Misi Perusahaan 1. Visi Perusahaan

Dari perusahaan perkebunan menjadi perusahaan multi usaha berdaya saing tinggi.

2. Misi Perusahaan

Mengoptimalkan selurh potensi seumber daya dan usaha, memberikan kontribusi optimal, menjaga kelestarian dan pertambahan nilai.

3. Nilai Budaya

Professional, Kesetaraan, Kemakmuran, Kejujuran, Integritas dan Kerjasama.

4.1.4 Strategic Business Unit (SBU) Tembakau

(61)

karyawan pelaksana yang berjumlah 584 orang yaitu pada karyawan pimpinan 23 orang, karyawan kantor 34 orang, karyawan BPTD (Balai Penelitian Tembakau Deli) 67 orang, Kebun Helvetia 183 orang, Kebun Klumpang 149 orang, dan Kebun Bulu Cina 128 orang.

Kebun Klumpang merupakan salah satu perkebunan tembakau milik PTPN II dengan luas areal perkebunan 152 Ha. Tenaga kerja keseluruhan di PTPN II Kebun Klumpang berjumlah 149 orang. Produk yang dihasilkan PTPN II Kebun Klumpang adalah daun tembakau kering yang nantinya akan diekspor ke Jerman.

Produk yang dihasilkan dari perkebunan tembakau adalah Tembakau Deli. Tembakau Deli sangat terkenal dalam industri cerutu dan dikenal sebagai ‘daun

emas’ pembungkus tembakau. Tembakau Deli adalah tembakau bahan cerutu

khususnya untuk wrapper yang secara proses pelayuannya disebut juga Dark Air Cured (DAC) Tobacco.

Tembakau Deli dipasarkan melalui 2 (dua) cara yaitu : I. Secara Lelang di Bremen (seluruhnya wrapper)

II. Secara Langsung di Medan (wrapper dan chewing) Keistimewaan dari tembakau ini adalah : - Warna yang halus dan sangat bagus - Kapasitas pembakaran yang baik - Rasa dan aroma yang spesifik dan enak - Bentuk daun yang bagus

(62)

Semua keistimewaan tersebut berasal dari faktor iklim, tanah dan jenis tembakau itu sendiri. Hal ini telah dibuktikan bahwa sampai sekarang Tembakau Deli sebagai pembungkus tembakau tidak dapat tertandingi dalam hal rasa dan kualitas dengan semua pembungkus tembakau di dunia.

4.1.3 Proses Produksi dan Pengolahan Tembakau

Proses produksi dan pengolahan tembakau dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan proses produksi dan pengolahan tembakau dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.1 Proses Produksi dan Pengolahan Tembakau Sumber:Proses Produksi dan Pengolahan Tembakau Deli,BPTD PTPN II

Persiapan lahan dilakukan satu setengah tahun atau dua tahun sebelum penanaman tembakau. Persiapan lahan dilakukan untuk memperbaiki kembali

Persiapan Areal (Nursery) 90 Hari

Penanaman (Planting) 40 Hari

Dikirim Ke Belawan 2 Hari Panen dan Pengeringan (Harvesting and Curing) 80

Hari

Pemeraman (Fermentation) 71 Hari

Sortasi/Saring (Sortation) 203 Hari

(63)

menekan perkembangan penyakit. Persiapan pembibitan tembakau dilakukan 60 hari sebelum dilakukan penanaman. Penyemaian benih selama 25 hari, kemudian disiapkan media tanaman yang terdiri dari campuran tanah, pupuk, kompos, pasir dan bahan bahan lainnya. Kemudian campuran tersebut dipanaskan pada suhu 100°C. setelah itu media tanam dimasukkan kedalam plat-plat pembibitan. Setelah 40 hari tanaman tembakau siap dipindahkan kekebun tembakau.

Proses pemeliharaan tanaman tembakau membutuhkan perawatan berupa pupuk dan penyiraman tanaman agar tembakau tumbuh subur dan perawatan kimia memberantas hama atau gulma yang dapat merusak daun tembakau.

Panen dilakukan setelah 45-75 hari penanaman tembakau. Dua daun pada setiap tumbuhan dipetik bersamaan dalam interval 2-3 hari tergantung pada kematangan daun dimulai dari daun pasir. Panen harus dilakukan di pagi hari pada saat kondisi kering dan tidak hujan. Daun yang telah dipetik dibawa ke bangsal dan harus dilakukan sebelum pukul 9 – 10 pagi. Daun yang dipetik dalam satu tanaman adalah 16-22 lembar daun yang terdiri dari daun pasir, daun kaki pertama dan daun kaki kedua. Daun yang dibawa ke bangsal digantung pada tali tipis secara vertical untuk dikeringkan. Setelah daun-daun tersebut kering dan halus, kemudian diletakkan di kotak-kotak untuk dipindahkan ke gudang fermentasi dan sortasi.

(64)

yang diinginkan antara lain : warna jadi matang (kecoklatan) dan rata, rasa, aroma, elastisitas, dan daya bakar.

Proses selanjutnya yaitu proses sortasi daun tembakau berdasarkan tekstur, warna dan ukuran. Harga daun tembakau di pelelangan tergantung pada proses sortasi ini. Tujuan sortasi adalah untuk mendudukkan kualitas daun yang sudah matang berdasarkan party dan warna sehingga menjadi grade LB (Lelang Bremen) merupakan tembakau wrapper yang bermutu tinggi, NIS (Nobel Inspection Sumatera), SUS-Dek (Special Use Sumatera), SUS Filler, DGR dan TA. Tahapan sortasi adalah sebagai berikut :

1. Memblok

Daun dari stapel D diembunkan dari siang sampai malam hari hingga daun menjadi supel, selanjutnya dimasukkan kedalam peti, esok harinya daun tersebut dibuka dari lipatan dalam ikatan, kemudian disusun sesuai dengan bloknya, yaitu :

- Blok Kuning Baik + Pecah

- Blok Hijau Baik + Pecah

- Blok Minyak Baik + Pecah

- Blok PP 2. Pilih dan Gambang

Sesudah di blok (kecuali Blok PP) daun-daun tersebut ditulis dan digambang (diikat) sesuai dengan merk dan bloknya.

3. Menyaring (Pemisahan Akhir) dan Mengebal

Gambar

Gambar 2.1 Nordic Body Map
Gambar 2.2 Pergerakan Punggung
Gambar 2.5 Pergerakan Lengan Atas
Tabel 2.5 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks relationship marketing , mempertahankan dan membangun hubungan dengan pelanggan yang saling menguntungkan, image perusahaan dan kepuasan merupakan dua

LOKASI POSKO LEBARAN 2017 PROVINSI JAWA TENGAH. LOKASI POSKO LEBARAN 2017 PROVINSI JAWA

Reviewers rate proposals’ alignment to basic Scientiic Merit criterias as described in Section 5: DIPI Scientiic Review Guidelines as excellent, good, fair, or poor and

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin Tahun 2005;.2. Peraturan Daerah

[r]

RASEUKI BERATA.menggunakan topologi star sebagai konfigurasi jaringan,dan pada setiap Pc yang terdapat pada tiap ruangan dihubungkan ke Hub menuju ruangan switching

[r]

[r]