• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Program Legalisasi Aset PRONA Tahun 2015 dalam Pelayanan Sertipikasi Tanah di Kota Binjai (Studi Pada Kantor Pertanahan Kota Binjai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Program Legalisasi Aset PRONA Tahun 2015 dalam Pelayanan Sertipikasi Tanah di Kota Binjai (Studi Pada Kantor Pertanahan Kota Binjai)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa

Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan dengan tujuan untuk memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dimana, terkandung

makna bahwa negara berkewajiban dalam memberikan pelayanan kepada setiap

warga negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya atas barang publik,

jasa publik dan pelayanan administrasi.

Lahirnya UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang

merupakan revisi dari UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

diharapkan dapat memberikan dampak secara nyata yang luas dan

bertanggungjawab dalam penyelenggaran pemerintahan yang efektif dan efisien

guna meningkatkan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya

pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat ke Daerah melalui kebijakan

desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan memungkinkan terjadinya

pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih mudah serta sesuai dengan kebutuhan

masyarakat pada saat ini. Berlakunya otonomi daerah juga dapat memberikan

peluang bagi pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberian

pelayanan kepada masyarakat. Menurut Kotler (Sinambela, 2006 : 4), pelayanan

adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan

dan menawarkan kepuasaan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk

(2)

Penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia pada saat ini dapat

dikategorikan “buruk”. Hal ini didasarkan oleh banyaknya keluhan dan pengaduan

masyarakat terkait pelayanan, yang seringkali kita dengar dan baca diberbagai

media cetak maupun media elektronik. Pelayanan yang terkesan berbelit-belit,

lambat, mahal, melelahkan, rawan akan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) serta

kemampuan aparatur yang minim merupakan deretan keluhan yang

mengambarkan pelayanan publik yang sangat memprihatinkan (Surjadi : 2009).

Upaya perbaikan pelayanan yang dilakukan pemerintah selama ini dinilai

cenderung berjalan ditempat, sementara disisi lain implikasinya sangatlah luas

mempengaruhi kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya dan lainnya. Dalam

kehidupan politik, buruknya pelayanan publik mendorong munculnya krisis

kepercayaan masyarakat pada pemerintah yang teraktualisasi dalam bentuk dan

demonstrasi yang tak terkontrol. Oleh karena itulah, perbaikan sistem pelayanan

publik secara berkesinambungan dan terintegrasi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan sangat mutlak dilakukan untuk mencapai tujuan pelayanan

yang efektif.

Sondang P Siagan (2001 : 24) mendefinisikan efektivitas sebagai

pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang

secara sadar ditetapakan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang dan

jasa atas kegiatan yang dijalankan. Efektivitas dalam hal ini menunjukan

keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil

kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Untuk

(3)

pendekatan, yaitu : Pendekatan sumber (resource approach), Pendekatan proses

(proses approach), dan Pendekatan sasaran (goals approach).

Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dijelaskan

bahwa masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan

asas dan tujuan pelayanan. Adanya persamaan pelakuan, kecepatan, kemudahan

serta keterjangkau terhadap akses pelayanan yang diberikan merupakan salah satu

dambaan masyarakat saat ini (Pasal 18 UU Pelayanan Publik). Untuk

mewujudkan hal tersebut, berbagai kebijakan, keputusan dan sederetan formulasi

atau inovasi baru pun digulirkan dari berbagai instansi publik, salah satu Badan

Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia yang betugas dalam mengurusi

masalah pertanahan di Indonesia.

Falsafah Indonesia dalam konsep hubungan tanah dengan manusia

menempatkan individu dan masyarakat sebagai kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan, dalam hal ini bahwa pemenuhan kebutuhan seseorang terhadap tanah

diletakkan dalam kerangka kebutuhan seluruh masyarakat sehingga hubungannya

tidak bersifat individualistis semata, tetapi lebih bersifat kolektif dengan tetap

memberikan tempat dan penghormatan terhadap hak perseorangan.

Tanah merupakan aset yang bernilai tinggi. Selain itu, tanah merupakan

kebutuhan vital bagi siapapun karena dapat dipergunakan dalam berbagai bidang,

baik pertanian, pemukiman, perdagangan, industri, maupun pertambangan.

Adanya pertambahan jumlah penduduk tiap tahunnya namun, tak dapat diiringi

dengan pertambahan luas tanah memungkinkan setiap orang berupaya untuk

memiliki dan menguasai tanah. Tak jarang, hal tersebut memicu munculnya

(4)

pertanahan di Indonesia telah terjadi secara turun temurun dan berdampak pada

timbulnya masalah sosial seperti yang terjadi di Kota Binjai.

Salah satu contoh konflik sosial dibidang pertanahan yang terjadi di kota

Binjai adalah konflik anatara masyarakat dengan eks HGU PTPN II di Kecamatan

Binjai Timur. Pada prinsipnya masalah sengketa tanah antara masyarakat Kota

Binjai dengan PTPN II sudah diselesaikan oleh panitia B Plus yang hasilnya

sudah ditetapkan berdasarkan SK Kepala BPN RI Nomor 42,43,44 yang telah

merekomendasikan pendistribusian Asset eks HGU PTPN II kepada masyarakat

yang berhak atas dasar penelitian panitia B Plus seluas kurang lebih 5.873,08 Ha

yang tersebar di wilayah Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, dan

Kota Binjai.

Namun, keputusan yang telah ditetapkan oleh Kepala BPN RI tersebut

belum dapat ditindak lanjuti karena adanya ketentuan tentang izin pelepasan asset

oleh pejabat yang berwenang (dalam hal ini Menteri BUMN) yang sampai saat ini

belum ada dikeluarkan. Berlarut-larutnya izin pelepasan asset ini area Eks PTPN

II yang telah direkomendasikan kepada masyarakat belum dapat dikuasai oleh

masyarakat. Sehingga masyarakat yang beranggapan tidak pasti ini merasa tidak

sabar dan rela menyerahkan tanah yang sudah direkomendasikan tersebut kepada

pihak ketiga (PT Durahman) dengan menerima ganti rugi yang tidak sesuai. Pada

sisi lain, kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan rekomendasi dari panitia

B Plus pada waktu itu merasa tuntutannya punya dasar yang kuat sehingga mereka

tetap menguasai tanah-tanah eks HGU PTPN II yang tidak direkomendasikan

(5)

Kepemilikan hak atas tanah merupakan hal penting bagi seseorang yang

memiliki tanah. Kepemilikan hak atas tanah tersebut dibuktikan dengan adanya

sertipikat tanah yang diurus di kantor Pertanahan. Sertipikat hak-hak atas tanah

berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat

1 Undang-undang pokok agrarian (UUPA) dinyatakan bahwa untuk menjamin

kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah dan diwajibkan

untuk mendaftarkan tanah yang ia miliki untuk memperoleh sertipikat tanah.

Sedangkan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah menjelaskan mengenai tujuan pendaftaran hak atas tanah yang

meliputi: 1) untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas tanah, 2) untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak

yang berkepentingan, dan 3) terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Berdasarkan uraian diatas, maka sertipikat tanah memiliki kedudukan yang sangat

penting dan selain itu, sertipikat memilki nilai ekonomi yang tinggi apabila

dijadikan jaminan utang dengan hak tanggungan atas tanah.

Minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kepemilikan hak atas

tanah disebabkan berbagai faktor, diantaranya kondisi birokrasi yang

menyediakan pelayanan publik dalam bidang kepengurusan hak atas tanah yang

dinilai rumit dan berbelit-belit. Banyak masyarakat yang hanya menggunakan

surat lurah atau surat perjanjian jual beli sebagai dokumen kepemilikan hak atas

tanah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah melakukan

terobosan-terobosan baru sebagai langkah awal membantu masyarakat untuk memenuhi

(6)

PRONA adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi asset dan pada

hakekatnya merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi; adjudikasi,

pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah

dan diselenggarakan secara massal. PRONA dimulai sejak tahun 1981

berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 89 Tahun 1981 tentang

Proyek Operasi Nasional Agraria. Berdasarkan keputusan tersebut, Penyelenggara

PRONA bertugas memproses pensertipikatan tanah secara masal sebagai

perwujudan daripada program Catur Tertib di Bidang Pertanahan.

Kegiatan PRONA pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah

pertama kali. PRONA dilaksanakan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap

lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah dan menyeselaikan

secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis. Tujuan

PRONA adalah memberikan pelayanan pendaftaran pertama kali dengan proses

yang sederhana, mudah, cepat dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran

tanah diseluruh Indonesia dengan mengutamakan desa miskin/tertinggal, daerah

pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau

daerah miskin kota, daerah pengembangan ekonomi rakyat. (www.BPN.go.id)

Legalisasi Aset PRONA merupakan salah satu wujud upaya pemerintah

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi lemah

sampai dengan menengah. Biaya pengelolaan penyelenggaraan PRONA,

seluruhnya dibebankan kepada rupiah murni di dalam APBN pada alokasi DIPA

BPN RI. Sedangkan biaya-biaya yang berkaitan dengan alas hak/alat bukti

perolehan/penguasaan tanah, patok batas, materai dan BPHTB/PPh menjadi

(7)

Kepemilikan sertipikat tanah di Kota Binjai masih dapat dikategorikan

minim mengingat banyaknya masyarakat yang belum memiliki sertipikat hak atas

tanah. Masyarakat kota Binjai masih banyak yang menggunakan surat keterangan

dari camat ataupun lurah sebagai tanda bukti hak atas tanah mreka. Hal tersebut

yang menjadi masalah pertanahan di Kota Binjai, walaupun Program Legalisasi

Aset PRONA muncul dengan tujuan untuk memberikan pelayanan pendaftaran

tanah pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat, dan murah dalam

rangka percepatan pendaftaran tanah, namun tetap saja kesadaran yang masih

rendah dikalangan masyarakat menyulitkan pihak kantor Pertanahan kota Binjai

untuk menjalankan program tersebut. Pada tahun 2015, Kantor Pertanahan Kota

Binjai memiliki target operasi PRONA sebanyak 1000 bidang tanah. Dalam

merealisasikan kebijakan tersebut, maka Kantor Pertanahan Kota Binjai

membentuk Satgas (Satuan Tugas) yang khusus bertanggungjawab dalam

pelaksanaan program tersebut. Dikalangan masyarakat juga timbul keluhan akan

pelaksanaan program tersebut diantaranya masih banyaknya masyarakat yang

belum mengetahui tujuan maupun manfaat dari program Legalisasi aset PRONA

tahun 2015 di Kota Binjai.

Berdasarkan Uraian Latar Belakang Diatas, peneliti ingin melihat sejauh

mana peranan dari pemerintah khususnya Kantor Pertanahan Kota Binjai dalam

mengurusi sertipikasi tanah di kota Binjai. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul: “Efektivitas Program Legalisasi Aset

(8)

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Diatas, adapun yang menjadi rumusan

masalah didalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah Efektifitas Program Legalisasi Aset PRONA Tahun

2015 Dalam Pelayanan Sertipikasi Tanah di Kota Binjai?

2. Bagaimanakah Pandangan Masyarakat tentang Program Legalisasi

Aset PRONA Tahun 2015 dalam Pelayanan Sertipikasi Tanah di Kota

Binjai?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Efektifitas Program Legalisasi Aset PRONA Tahun

2015 Dalam Pelayanan Sertipikasi Tanah di Kota Binjai.

2. Untuk mengetahui Pandangan Masyarakat tentang Program Legalisasi

Aset PRONA Tahun 2015 dalam Pelayanan Sertipikasi Tanah di Kota

Binjai.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah atau fenomena sosial

yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Manfaat yang diambil dari penelitian

ini adalah:

1. Secara Subjektif

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis untuk meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan, pengetahuan serta kemampuan menulis

(9)

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi

pemerintah khususnya Badan Pertanahan Nasional dalam memberikan

pelayanan publik melalui program Legalisasi Aset PRONA tahun 2015.

3. Secara Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah kemampuan berpikir

secara ilmiah dan memberikan kontribusi baik secara langsung maupun

tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara

FISIP USU.

1.5. Kerangka Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang

mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang

membentu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa

suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan

dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan

selanjutnya.

Menurut Karlinger (1973:1), teori adalah serangkaian asumsi, konsep,

konstruk, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara

sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dalam penelitian

kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan dasar yang berguna untuk

membantu penelitian dalam memecahkan masalah. Kerangka teori dimaksudkan

(10)

sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan, dengan demikian penulis dapat

mengambil teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian.

1.5.1. Manajemen Strategis

Efektivitas organisasi dalam melaksanakan suatu program akan

meningkat apabila dapat ditemukan cara mengenai apa yang dilakukan

organisasi dan mengapa. Manajemen strategis merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari proses pencapaian tujuan organisasi. Sehingga munculnya

teori manajemen strategis yang dapat menjadi solusi akan pentingnya

penyusunan suatu strategi dalam menjalankan suatu organisasi.

Menurut Fred R. David (2004) manajemen strategis adalah seni dan

pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi

keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai

objektifnya. Sedangkan menurut Bambang Hariadi (2003 : 3) manajemen

strategis adalah suatu proses yang dirancang secara sistematis oleh manajemen

untuk merumuskan strategi, menjalankan strategi dan mengevaluasi strategi

dalam rangka menyediakan nilai–nilai yang terbaik bagi seluruh pelanggan

untuk mewujudkan visi organisasi.

Menurut Pearch dan Robinson (1997) dikatakan bahwa manajemen

strategis adalah kumpulan dan tindakan yang menghasilkan perumusan

(formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) dan juga melihat dari hasilnya

(evaluasi) dari rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai

sasaran-sasaran organisasi. Pada prinsipnya, manajemen strategis terdiri atas tiga

(11)

1. Tahap Formulasi

Meliputi pembuatan misi, pengidentifikasian peluang dan tantangan

eksternal organisasi, penentuan kekuatan dan kelemahan internal,

pembuatan sasaran jangka panjang, pembuatan pilihan-pilihan strategi,

serta pengambilan keputusan strategi yang dipilih untuk diterapkan. Dalam

hal penyusunan strategi, Fred R. David membagi proses ke dalam tiga

tahapan aktivitas, yaitu: input stage, matching stage, dan decision stage.

2. Tahap Implementasi

Meliputi penentuan sasaran tahunan, pengelolaan kebijakan, pemotivasian

pegawai, pengalokasian sumber-sumber agar strategi yang diformulasikan

dapat dilaksanakan. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan kultur

yang mendukung strategi, penciptaan struktur organisasi yang efektif,

pengarahan usaha-usaha pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan

dan pemanfaatan sistem informasi, serta mengkaitkan kompensasi pegawai

dengan kinerja organisasi.

3. Tahap Evaluasi

Meliputi kegiatan mencermati apakah strategi berjalan dengan baik atau

tidak. Hal ini dibutuhkan untuk memenuhi prinsip bahwa strategi

perusahaan haruslah secara terus-menerus disesuaikan dengan

perubahan-perubahan yang selalu terjadi di lingkungan eksternal maupun internal.

Tiga kegiatan utama pada tahap ini adalah: (a) menganalisa faktor-faktor

eksternal dan internal sebagai basis strategi yang sedang berjalan; (b)

(12)

Manajemen strategis tidak hanya digunakan pada sektor swasta tetapi

juga sudah diterapkan pada sektor publik. Penerapan manajemen strategis

pada kedua jenis institusi tersebut tidaklah jauh berbeda, hanya pada

organisasi sektor publik tidak menekankan tujuan organisasi pada pencarian

laba tetapi lebih pada pelayanan. Menurut Anthony dan Young dalam Salusu

(2003) penekanan organisasi sektor publik dapat diklasifikasikan ke dalam 7

hal yaitu: (1) Tidak bermotif mencari keuntungan. (2) Adanya pertimbangan

khusus dalam pembebanan pajak. (3) Ada kecenderungan berorientasi semata

– mata pada pelayanan. (4) Banyak menghadapi kendala yang besar pada

tujuan dan strategi. (5) Kurang banyak menggantungkan diri pada kliennya

untuk mendapatkan bantuan keuangan (6) Dominasi profesional. (7) Pengaruh

politik biasanya memainkan peranan yang sangat penting. Seorang ahli

bernama Koteen menambahkan satu hal lagi yaitu less responsiveness

bureaucracy dimana menurutnya birokrasi dalam organisasi sektor publik

sangat lamban dan berbelit – belit. Sedangkan pada sektor swasta penekanan

utamanya pada pencarian keuntungan atau laba dan tentunya kelangsungan

hidup organisasi melalui strategi dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Bagian ilmu Manajemen Strategis senantiasa akan menyikapi pada

dinamika-dinamika yang terjadi baik itu dari lingkungan internal maupun

eksternalnya yang kemudian akan berlanjut dengan bagaimana cara berupaya

untuk menyesuaikan hingga pada akhirnya pada tujuan yang telah ditetapkan

itu dapat segera terlaksana atau direalisasikan dengan baik. Manajemen

(13)

Dengan demikian, manajemen strategis dapat dimanfaatkan secara

baik untuk lingkungan makronya misalnya di dalam manajemen pemerintahan

dan juga dapat dimanfaatkan pula untuk di lingkungan mikronya misalnya di

dalam manajemen perusahaan atau organisasi. Kebijakan makro yang harus

digunakan dan diperhatikan yaitu subyek dan objek dalam suatu manajemen

tersebut adalah yang berupa pelayanan kepada masyarakat yang bersifat

aggregate, sedangkan untuk ruang lingkup mikro maka perhatiannya pun

terhadap subyek dan obyek di suatu manajemen berupa individual rumah

tangga perusahaan atau para pelanggan yang memakai hasil produksi.

Disamping itu mengenai prinsip kerja untuk manajemen strategis

makro kemungkinannya perhatian mengarah pada efektivitas, sedangkan pada

manajemen strategis yang rangkumannya secara mikro maka harus sesuai

kepada prinsip kerja efisiensinya. Dari berbagai uraian diatas telah dijelaskan

bahwa manajemen strategis yang bersifat makro meliputi sektor pemerintah

dimana indikator keberhasilannya diukur dengan pelayanan kepada

masyarakat dan lebih memberikan perhatian yang mengarah kepada

efektivitas suatu organisasi instansi pemerintahan.

1.5.2.Efektivitas

1.5.2.1. Pengertian Efektivitas

Keberhasilan suatu organisasi dapat dilihat dari tata cara

pengelolaan organisasi yang efektif atau tidak. Kata efektivitas pada

dasarnya berasal dari kata “efek” dan digunakan dalam hubungan sebab

akibat. Efektifitas dapat dipandang sebagai suatu sebab dari variabel lain.

(14)

dapat tercapai. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, efektif

didefinisikan sebagai berikut berhasil guna (tentang usaha tindakan), dapat

membawa hasil, manjur atau mujarab (tentang obat), ada efeknya

(akibatnya, pengaruhnya, kesan).

Stoner dalam Tjatjuk Siswandoko (2011 :196) juga menjelaskan

bahwa Efektivitas adalah konsep yang luas mencakup berbagai faktor

didalam maupun diluar organisasi, yang berhubungan dengan tingkat

keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran

organisasi. Sedangkan menurut Sondang P Siagan (2001 : 24)

mendefinisikan : Efektivitas sebagai pemanfaatan sumber daya, sarana dan

prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapakan sebelumnya

untuk menghasilkan sejumlah barang dan jasa atas kegiatan yang

dijalankan. Efektivitas dalam hal ini menunjukan keberhasilan dari segi

tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan

semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.

James L. Gibson dkk dalam Pasolong (2007 : 3) mendefinisikan

Efektivitas adalah pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat

pencapaian sasaran menunjukan derajat efektivitas. Sedangkan menurut

Keban (2004 :140), mengatakan bahwa suatu oranganisasi dapat dikatakan

efektif apabila tujuan organisasi atau nilai-nilai sebagaimana ditetapkan

dalam visi tercapai. Nilai-nilai yang disepakati bersama antara para

stakeholders dari oraganisasi yang bersangkutan.

Dari pengertian-pengertian efektivitas yang dikemukakan diatas

(15)

tujuan dengan menggunakan waktu sesuai dengan apa yang direncanakan

sebelumnya tanpa mengabaikan mutu. Efektivitas menjadi sebuah konsep

yang penting dalam suatu organisasi karena efektivitas memberikan

gambaran mengenai keberhasilan organisasi untuk mencapai sasarannya.

Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran berarti makin tinggi

efektivitasnya.

1.5.2.2.Pendekatan Efektivitas

Tingkat efektivitas dalam suatu organisasi dapat diukur dengan

membandingkan antara rencana atau target yang telah ditentukan dengan

hasil yang dicapai, maka usaha atau hasil pekerjaan tersebut itulah yang

dikatakan efektif. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan yang dilakukan

tidak tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan maka hal itu dikatakan

tidak efektif.

Hari Lubis dan Martani Huseini (1987:55), menyatakan efektifitas

sebagai konsep yang sangat penting dalam organisasi karena menjadi

ukuran keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Karenanya,

pengukuran efektifitas bukanlah hal yang sederhana mengingat perbedaan

tujuan masing-masing organisasi dan keragaman tujuan organisasi itu

sendiri.

Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur

tingkat efektivitas organisasi dalam melaksanakan suatu program maupun

strategi. Lebih lanjut, Hari Lubis dan Martani Huseini (1987:55),

menyebutkan ada tiga pendekatan utama dalam pengukuran efektivitas,

(16)

1. Pendekatan sumber (resource approach)

Pendekatan sumber yaitu mengukur efektivitas dari input.

Pendekatan ini mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk

memperoleh sumber daya baik fisik maupun non fisik yang sesuai

dengan kebutuhan organisasi. Pendekatan ini didasarkan pada teori

mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya

karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan

lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang

merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga

dilemparkan pada lingkungannya.

2. Pendekatan proses (proses approach)

Pendekatan proses adalah untuk melihat sejauh mana

efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal

atau mekanisme organisasi. Pendekatan proses mengukur efektivitas

dengan efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal.

Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar

dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi.

Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan

memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan oleh lembaga

yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

3. Pendekatan sasaran (goals approach)

Pada pendekatan sasaran dimana pusat perhatain pada output,

mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang

(17)

mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak

dicapai. Sasaran yang diperhatikan dalam pengukuran efektivitas

dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan

hasil maksimal berdasarkan sasaran resmi official goal.

Sondang P. Siagian (2001 : 76) mengemukakan bahwa efektivitas

suatu organisasi dapat diukur dari berbagai hal, yaitu kejelasan tujuan,

kejelasan strategi, pencapaian tujuan, proses analisa dan perumusan

kebijakan yang mantap, tersedianya sarana dan prasarana yang efektif dan

efisien, sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.

Ada beberapa faktor yang dapat digunakan untuk mengukur

efektivitas kerja dari organisasi dalam memberikan pelayanan, antara lain :

1. Faktor waktu

Ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan

oleh pemberi layanan. Hanya saja pengunaan ukuran tentang tepat

tidaknya atau cepat tidaknya pelayanan yang diberikan berbeda dari

satu orang ke orang lain.

2. Faktor kecermatan

Faktor kecermatan disini adalah faktor ketelitian dari pemberi

pelayanan kepada pelanggan. Pelanggan akan cenderung memberikan

nilai yang tidak terlalu tinggi kepada pemberi layanan apabila terjadi

banyak kesalahan.

3. Faktor gaya pemberian layanan

Faktor ini melihat cara dan kebiasaan pemberi layanan dalam

(18)

1.5.3.Pelayanan Publik

1.5.3.1. Pengertian Pelayanan

Pelayanan merupakan salah satu kegiatan dalam proses

administrasi. Pada dasarnya, pelayanan dapat didefinisikan sebagai

aktivitas seseorang, sekelompok orang atau organisasi baik langsung

maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan pelayanan sebagai perihal cara

melayani, servis/jasa cara atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan

melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minuman,

menyediakan keperluan orang, menerima atau menggunakan.

Davidow dalam Waluyo (2007 : 127) menyebutkan bahwa

pelayanan adalah hal-hal yang jika diterapkan terhadap sesuatu produk

akan meningkatkan daya atau nilai terhadap pelanggan. Menurut Kotler

dalam Sinambela (2006 : 4), mendefinisikan Pelayanan adalah setiap

kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan

menawarkan kepuasaan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk

secara fisik.

Menurut pendapat Monir dalam Pasolong (2007 : 128) Pelayanan

adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara

langsung. Sedangkan Sampara Lukman dalam Sinambela (2006 : 5)

berpandangan bahwa pelayanan sebagai suatu kegiatan atau urutan

kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan

(19)

Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas

birokrat terhadap masyarakat.

1.5.3.2. Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik merupakan kegiatan dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat yang bertujuan untuk mempermudah

masyarakat dalam menjalankan proses administrasi. Pengertian pelayanan

publik menurut Sinambela (2005 : 5) adalah setiap yang dilakukan oleh

pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki kegiatan yang

menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan

kepuasan meskipun hasilnya tidak terkait pada suatu produk secara fisik.

Pelayanan publik menurut Agung Kurniawan dalam Pasolong (2007 : 128)

adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau

masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai

dengan aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan.

Didalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik mendefinisikan pelayanan publik sebagai kegiatan atau rangkaian

kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk

atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan publik.

Menurut Robert (1996:30), Pelayanan publik adalah segala bentuk

kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah

(20)

dalam bentuk barang atau jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan

ketertiban-ketertiban. Menurut Joko Widodo (2001:131), Pelayanan publik adalah

pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang

mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan

pokok dan tata cara yang telah ditetapakan.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik

adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh

instansi pemerintah pusat atau daerah dan lingkungan badan usaha milik

negara atau daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang

mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan

pokok dan tata cara yang telah ditetapakan. Pelayanan Publik uga dapat

dikatakan sebagai suatu fungsi aparat Negara sebagai pelayan masyarakat

merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dengan

sebaik-baiknya. Pelayanan tersebut diberikan untuk memenuhi hak

masyarakat. Kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan

suatu hak, hak itu melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun

berkelompok (organisasi).

1.5.3.3. Asas dan Tujuan Pelayanan Publik

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi

masyarakat, maka penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas

pelayanan berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang

(21)

1. Kepentingan umum, yaitu pemberian pelayanan tidak boleh

mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan.

2. Kepastian hukum, yaitu jaminan terwujudnya hak dan kewajiban

dalam penyelenggaraan pelayanan.

3. Kesamaan hak, yaitu pemberian pelayanan tidak membedakan suku,

ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

4. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pemenuhan hak harus

sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh

pemberi maupun penerima pelayanan.

5. Profesional , yaitu pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi

yang sesuai dengan bidang tugas.

6. Partisipatif, yaitu peningkatan peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan dan harapan masyarakat.

7. Persamaan perlakuan atau tidak bersikap diskriminatif kepada warga

negara yang ingin memperoleh pelayanan yang adil.

8. Keterbukaan, yaitu setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah

mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang

diinginkan.

9. Akuntabilitas, yaitu proses penyelengaraan pelayanan harus dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

10.Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu

kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan daam

(22)

11.Ketepatan waktu, yaitu penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan

tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.

12.Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan, yaitu jenis pelayanan

dilakukan secara cepat, mudah dan terjangkau.

Pada dasarnya, tujuan pelayanan publik adalah memuaskan

masyarakat. Untuk mencapai kepuasaan itu dituntut kualitas pelayanan

prima yang dimuat dalam Keputusan MENPAN nomor 58 tahun 2002

tentang pedoman pelaksanaan penilaian dan penghargaan citra pelayanan

prima sebagai unit pelayanan percontohan sesungguhnya, yang terdiri atas:

1. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat

diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3. Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan

kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang

pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta

masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi

dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status

sosial dan lain-lain

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang

mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima

(23)

1.5.3.4. Karakteristik Pelayanan Publik

Menurut Zethaml & Haywood Farmer dalam Pasolong (2007 :

133), ada tiga karakteristik utama tentang pelayanan, yaitu :

1. Intangibility

Pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil

pengalaman bukan objeknya. Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung,

diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas.

Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites

kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.

2. Heterogenity

Pemakai jasa atau klien atau pelanggan memilki kebutuhan yang

sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin

mempunyai prioritas berbeda. Demikian pula performance sering

bervariasi dari suatu prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu ke

waktu.

3. Inseparability

Produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan

Konsekuensinya didalam industri pelayanan kualitas tidak direkayasa

kedalam produksi disektor pabrik kemudian disampaikan kepada

pelanggan. Kualitas terjadi selama interkasi antara klien/pelanggan dengan

penyedia jasa.

Selain itu, MENPAN juga membuat tujuh dimensi yang dapat

dijadikan dasar untuk mengukur kinerja pelayanan publik instansi

(24)

Keputusan MENPAN nomor 58 tahun 2002 tentang pedoman pelaksanaan

penilaian dan penghargaan citra pelayanan prima sebagai unit pelayanan

percontohan sesungguhnya, yaitu :

1. Kesederhanaan prosedur pelayanan, mencakup kemudahan/kesulitan

pelayanan dan persyaratan pelayanan

2. Keterbukaan informasi pelayanan, mencakup informsi tentang

prosedur, persyaratan dan biaya. Apakah jelas dapat diketahui

masyarakat.

3. Kepastian pelaksanaan pelayanan, mencakup ketepatan waktu

penyelesaian dan keseuaian biaya yang dibayar dengan tarif resmi

4. Mutu produk layanan, mencakup kualitas pelayanan meliputi cara

kerja, dan hasil.

5. Tingkat profesional petugas, mencakup keterampilan kerja, sikap,

perilaku dan disiplin pegawai

6. Tertib pengelolaan administrasi dan manajemen, mencakup kegiatan

pencatatan, pengelolaan, pembagian tugas.

7. Sarana dan prasarana, mencakup keberadaan dan fungsi dari fasilitas

yang tersedia.

1.5.3.5.Jenis-jenis Pelayanan Publik

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

(MENPAN) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan

Indeks Kepuasan Masayarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah,

(25)

1. Pelayanan administratif

Pelayanan administrastif merupakan jenis pelayanan yang

menghasilkan sebagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh

publik, misanya status kewarganegaraan, sertifikat kompentensi,

kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya.

Dokumen-dokumen ini antara lain kartu tanda penduduk (KTP), akte

pernikahan, akte kelahiran, akte kematian, Buku Pemilik Kendaraan

Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor

Kendaraan Bermotor (STNK).

2. Pelayanan Barang

Pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai

bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan

telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.

3. Pelayanan jasa

Sedangkan pelayanan jasa adalah pelayanan yang menghasilkan

berbagai bentuk jasa yang di butuhkan oleh publik, misalnya

pendidikan, pemeliharaan kesehatan pelayanan transportasi dan

sebagainya.

Ketiga jenis pelayanan tersebut, orientasinya adalah pelanggan atau

masyarakat (publik). Artinya, kinerja pelayanan publik instansi pemerintah

harus berorientasikan kepada publik sehingga dapat mengubah paradigma

aparatur dari “dilayani” menjadi “melayani”. Hakikat pelayanan publik

adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan

(26)

karena itu, pengembangan kinerja pelayanan publik senantiasa

menyangkut tiga unsur pokok, yaitu : unsur kelembagaan penyelenggara

pelayanan, proses pelayanan serta sumber daya manusia pemberi layanan

(Surjadi, 2009 : 9).

1.5.4. Hak Atas Tanah

1.5.4.1. Pengertian Hak atas Tanah

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada

seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil

manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah sebagaimana ditetapkan pasal

16 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), khususnya hak atas tanah

primer (Orisinil) yaitu hak atas tanah yang langsung diberikan oleh Negara

kepada subjek hak sehingga subjek hak atas tanah memiliki perlindungan

hukum dalam hal kepemilikan hak atas tanah.

Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Kata

“menggunakan” memiliki arti bahwa hak atas tanah itu digunakan untuk

kepentingan bangunan (non-pertanian), sedangkan perkataan “mengambil

manfaat” mengandung arti bahwa hak atas tanah itu digunakan untuk

kepentingan bukan mendirikan bangunan, misalnya untuk kepentingan

pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.

Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas

tanah yang dapat diberikan kepada perseorangan baik warga Negara

Indonesia maupun warga Negara asing, sekelompok orang secara

(27)

Menurut Soedikno Mertokusumo dalam Santoso (2005 : 87)

wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya

terbagi atas:

1. Wewenang umum

Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah

mempunyai wewenang untuk mengunakan tanahnya termasuk juga

tubuh bumi dan air dan ruang yang ada diatasnya sekadar diperlukan

untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan

tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang Pokok Agraria

(UUPA) dan peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih tinggi

(Pasal 4 ayat (2) UUPA).

2. Wewenang Khusus

Wewenanag yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah

mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan

macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik

adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan

bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah

menggunakan tanah mendirikan dan mempunyai bangunan diatas

tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah hak guna usaha

adalah menggunakan tanah hanya untuk kepentingan perusahaan

dibidang pertanian, perikanan, peternakan, atau perkebunan.

Menurut Tehupeiory (2012 : 21) hak atas tanah merupakan hak

penguasaan atas tanah yang memberi wewenang bagi subjeknya untuk

(28)

1. Hak atas tanah orisinil atau primer

Adalah hak atas tanah yang bersumber pada hak bangsa Indonesia dan

yang diberikan oleh Negara dengan cara memperolehnya melalui

permohonan hak. Hak atas tanah primer terdiri atas:

a. Hak milik

b. Hak guna bangunan

c. Hak guna usaha

d. Hak pakai

2. Hak atas tanah derivatif atau sekunder

Adalah hak atas tanah yang tidak langsung bersumber kepada hak

bangsa Indonesia dan diberikan pemilik tanah dengan cara

memperolehnya melalui perjanjian pemberian hak antara pemilik tanah

dengan calo pemegang hak yang bersangkutan. Hak atas tanah

sekunder antara lain:

a. Hak guna bangunan

b. Hak pakai

c. Hak sewa

d. Hak usaha bagi hasil

e. Hak gadai

f. Hak menumpang

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hak atas tanah adalah hak yang

dimilki oleh seseorang untuk memanfaatkan dan mengelola tanah yang

(29)

1.5.4.2.Pendaftaran Hak Atas Tanah

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi

pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan

data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai

bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian

surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya

dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang

membebaninya.

Didalam Tehupeiory (2012 : 6-7) pendaftaran tanah merupakan

rangkaian kegiatan yang terdiri dari:

1. Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian data fisik

bidang-bidang tanah tertentu.

2. Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian data yuridis

tertentu.

3. Penerbitan surat tanda bukti haknya.

4. Pencatatan perubahan-perubahan pada data fisik dan data yuridis yang

terjadi kemudian.

Kegiatan pendaftaran tanah yang akan menghasilkan tanda bukti

hak atas tanah yang disebut dengan sertipikat tanah, yang merupakan

realisasi salah satu tujuan Undang-undang pokok agraria (UUPA).

Kewajiban untuk melakukan pendaftaran itu, pada prinsipnya dibebankan

(30)

daerah demi daerah berdasarkan pertimbangan ketersediaan peta dasar

pendaftaran.

1.5.4.3.Tujuan Pendaftaran Tanah

Tujuan dari kegiatan pendaftaran hak atas tanah yang dimuat pada

pasal 19 ayat (1) UUPA adalah untuk menjamin kepastian hukum yang

bersifat recht cadaster. Recht cadaster artinya untuk kepentingan

pendaftaran tanah saja dan hanya untuk mempermasalahkan haknya apa

dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan

maupun jual beli. Hal ini dilakukan bertujuan bagi kepentingan pemegang

hak atas tanah, agar dengan mudah dapat membuktikan bahwa dialah yang

berhak atas suatu bidang tanah tertentu, melalui pemberian sertifikat hak

atas tanah.

Berdasarkan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997

tentang pendaftaran tanah, tujuan pendaftaran hak atas tanah yang juga

meliputi:

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas tanah dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan

mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang

bersangkutan.

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat

memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan

(31)

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dimana setiap

bidang tanah termasuk peralihan, pembebanan dan penghapusan hak

atas tanah wajib daftar.

Apabila kita melihat pendaftaran tanah ditinjau dari tujuannya,

maka pendaftaran hak atas tanah dapat dikatakan sebagai berikut:

1. Fiscal Cadastre, yaitu pendaftaran tanah dalam rangka pemungutan

pajak tanah. Contoh: Pajak Bumi atau Landrente, Verponding

Indonesia, Verponding EROPA, IPEDA, PBB.

2. Legal Cadastre atau Rechts Kadaster, yaitu pendaftaran tanah dalam

rangka menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah.

Contoh: sertifikat hak atas tanah.

1.5.4.4. Asas-Asas Pendaftaran Hak Atas Tanah

Menurut Tehupeiory (2012 : 9-11) Pendaftaran tanah dilaksanakan

dengan asas sederhana, terjangkau, mutakhir dan terbuka.

1. Asas sederhana

Untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan

dengan teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat menjamin kepastian

hukum sesuai dengan tujuannya.

2. Asas Terjangkau

Dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan,

khususnya dengen memperhatikan kebutuhan dan kemampuan

golongan ekonomi lemah sehingga dapat memberikan pelayanan

(32)

3. Asas Mutakhir

Mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam

pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan data. Asas

mutakhir menuntut untuk dipeliharanya data pendaftaran tanah secara

terus-menerus dab berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di

kantor pertanahan selalu up to date sesuai dengan kenyataan

dilapangan.

4. Asas Keterbukaan

Terbuka dimaksudkan agar masyarakat dapat memperoleh keterangan

dalam hal penyelenggaraan pendaftaran tanah mengenai data yang

benar setiap saaat di Kantor Pertanahan.

Untuk menjamin dan memberikan kepastian dan perlindungan

hukum, maka kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan

diberikan sertipikat hak atas tanah. Sementara itu, untuk melaksanakan

fungsi informasi data yang berkaitan dengan aspek fisik dan yuridis dari

bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar, terbukak untuk umum sesuai

dengan asas keterbukaan.

1.5.4.5.Sertipikat Hak Atas Tanah

Secara etimologi sertipikat berasal dari bahasa Belanda

“certificat” yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang

membuktikan tentang sesuatu. Salah satu kegiatan pendaftaran tanah

adalah pemberian tanda bukti hak. Tanda bukti yang diberikan kepada

pemegang hak atas tanah adalah sertipikat. Didalam Undang-Undang

(33)

kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah maka perlu dilakukan

kegiatan pendaftaran tanah oleh pemerintah sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang telah diatur.

Menurut Douglas J. Willem dalam Adrian Sutedi (2012 : 205),

pendaftaran tanah adalah pekerjaan yang kontinu dan konsisten atas

hak-hak seseorang sehingga memberikan informasi dan data administrasi atas

bagian-bagian tanah yang didaftarkan. Menurut PP No. 10 Tahun 1960

(Aartje Tehupeiory : 2012), sertipikat tanah adalah salinan buku tanah dan

surat ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama dengan kertas sampul

yang bentuknya ditentukan oleh Menteri Agraria.

Sedangkan didalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran

tanah, sertipikat tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak atas

pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak

tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang

bersangkutan.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa

sertipikat tanah terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang asli

dijahit menjadi sampul. Buku tanah yaitu dokumen dalam bentuk daftar

yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah

yang sudah ada haknya. Sedangkan surat ukur adalah dokumen yang

memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.

Sertipikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang

(34)

dalam buku tanah. Data fisik (pemetaan ) meliputi letak tanah, batas-batas

tanah, luas tanah dan bangunan/tanaman yang ada diatasnya. Sedangkan

data yuridis berupa status tanah (jenis haknya), subjeknya, hak-hak pihak

ketiga yang membebaninya dan jika terjadi perisitiwa hukum atau

perbuatan hukum, wajib didaftarkan. Selanjutnya, sertipikat tanah hanya

diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah

sebagai pemegang hak atau kepada pihak yang diberikan kuasa oleh

pemegang hak. Sertipikat hak atas tanah memberikan berbagai manfaat,

misalnya dapat mengurangi kemungkinan timbulnya sengketa dengan

pihak lain, memperkuat posisi tawar-menawar apabila hak atas tanah

diperlukan hak lain untuk kegiatan pembangunan, serta mempersingkat

proses peralihan dan pembebanan hak atas tanah.

1.5.4.6.Fungsi Sertipikat Hak Atas Tanah

Hasil dari rangkaian proses pendaftaran hak atas tanah adalah

sertifikat tanah. Sehingga sertifikat tanah tersebut memiliki fungsi tertentu.

Menurut Adrian Sutedi (2012 : 57), fungsi sertifikat tanah, yaitu :

1. Sertifikat tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA.

Seseorang atau badan hukum akan mudah membuktikan dirinya

sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah. Apabila telah jelas

namanya tercantum dalam sertifikat itu. Semua keterangan yang

tercantum dalam sertipikat itu mempunyai kekuatan hukum dan harus

(35)

2. Sertipikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak

bank/kreditor untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya.

Dengan demikian, apabila pemegang hak atas tanah itu seorang

pengusaha maka akan memudahkan baginya mengembangkan

usahanya karena kebutuhan akan modal mudah diperoleh.

3. Bagi pemerintah, dengan adanya sertipikat hak atas tanah

membuktikan bahwa tanah yang bersangkutan telah terdaftar pada

Kantor Pertanahan. Ini tentu akan membantu dalam memperbaiki

administrasi pertanahan di Indonesia.

1.5.5. Program Legalisasi Aset PRONA 1.5.5.1. Pengertian Program

Pembahasan mengenai program tidak dapat dilepaskan dengan

aspek kebijakan. sebagai suatu instrumen yang dibuat oleh pemerintah,

kebijakan publik dapat berbentuk aturan-aturan umum dan atau khusus

baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang berisi pilihan-pilihan

tindakan yang merupakan keharusan, larangan atau kebolehan yang

dilakukan untuk mengatur seluruh warga masyarakat, pemerintah dan

dunia usaha dengan tujuan tertentu.

Menurut Jones (1984), program adalah cara yang disahkan untuk

mencapai tujuan. Dalam pengertian tersebut menggambarkan bahwa

program-program adalah penjabaran dari langkah-langkah dalam

mencapai tujuan itu sendiri. Dalam hal ini, program pemerintah berarti

(36)

ditetapkan. Program-program tersebut muncul dalam Rencana Strategis

Kementerian/Lembaga atau Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di

dalam setiap program dijelaskan mengenai:

1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai.

2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.

3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

5. Strategi pelaksanaan.

Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih

terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini sesuai

dengan pengertian program yang diuraikan. Program dapat dikatakan baik

apabila suatu program telah didasarkan pada model teoritis yang jelas,

yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan

memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran

yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa

yang menjadi solusi terbaik. (Jones, 1996:295).

1.5.5.2. Pengertian PRONA

PRONA (Program Nasional Agraria) adalah salah satu bentuk

kegiatan legalisasi asset dan pada hakekatnya merupakan proses

administrasi pertanahan yang meliputi; adjudikasi, pendaftaran tanah

(37)

diselenggarakan secara massal. PRONA dimulai sejak tahun 1981

berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981

tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Berdasarkan keputusan tersebut,

Penyelenggaran PRONA bertugas memproses pensertipikatan tanah secara

masal sebagai perwujudan daripada program Catur Tertib di Bidang

Pertanahan. Pada awalnya PRONA hanya ditujukan bagi golongan

ekonomi lemah tetapi kemudian berkembang secara melembaga dan

meluas.

Program PRONA pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran

tanah pertama kali. PRONA dilaksanakan secara terpadu dan ditujukan

bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah

dan menyeselaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang

bersifat strategis. (Siregar, 2007 : 109-110).

1.5.5.3.Tugas PRONA

Didalam Keputusan Menteri dalam Negeri (MENDAGRI) No.189

tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria, dijelaskan bahwa

tugas dari PRONA antara lain:

1. Memproses pensertifikatan tanah secara masal sebagai perwujudan

daripada program Catur Tertib dibidang pertanahan yang

pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dan ditujukan pada

masyarakat yang berada di golongan ekonomi lemah.

2. Menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang

(38)

Tugas PRONA itu diharapkan dapat melaksanakan suatu program

pensertifikatan secara masal untuk memberikan jaminan kepastian hukum

bagi penguasaan dan kepemilikan hak atas tanah sebagai bukti yang kuat

terutama dalam rangka meningkatkan maupun menunjang pelaksanaan

landreform di Indonesia disamping melaksanakan pemeriksaan dan

penelitian secara cermat terhadap kasus-kasus tanah sengketa yang

sifatnya strategis agar tercapai penyelesaiannya secara tuntas. Dengan

demikian, tugas PRONA tersebut ditingkat Provinsi hanya bersifat

koordinatif dan pengawasan, sedangkan ditingkat kabupaten dan kota

lebih bersifat operasional secara teknis dilapangan.

1.5.5.4.Tujuan PRONA

Tujuan PRONA secara umum adalah memberikan pelayanan

pendaftaran pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat dan

murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah diseluruh indonesia

dengan mengutamakan desa miskin atau tertinggal, daerah pertanian subur

atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah

miskin kota, daerah pengembangan ekonomi rakyat. Tujuan pelaksanaan

PRONA, yaitu:

1. Untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam bidang

pertanahan sebagai usaha untuk berpartisipasi dalam menciptakan

stabilitas sosial politik serta pembangunan nasional.

2. Untuk menyelesaikan sengketa tanah yang bersifat strategis agar dapat

(39)

3. Ditujukan kepada golongan ekonomi lemah agar para pemilik dapat

memperoleh jaminan kepastian hukum atas tanah yang mereka kuasai

sehingga dapat merasa lebih aman dalam menggunakan tanahnya.

1.5.5.5. Legalisasi Aset PRONA

Legalisasi asset adalah proses administrasi pertanahan yang

meliputi adjudikasi (pengumpulan data fisik, data yuridis, pengumuman

serta penetapan dan penerbitan surat keputusan pemberian hak atas tanah),

pendaftaran hak atas tanah serta penerbitan sertipikat hak atas tanah.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia untuk melegalisasi (mensertipikasi) asset berupa tanah yang

belum memiliki sertipikat hak milik.

Kegiatan Legalisasi Asset PRONA merupakan kegiatan

pendaftaran tanah (sertipikasi tanah) yang dibiayai dari DIPA / APBN

dengan tujuan untuk percepatan pendaftaran tanah dan sasaran utamanya

adalah kelompok masyarakat menengah kebawah. Pembiayaan yang

ditanggung oleh pemerintah dalam hal ini adalah Badan Pertanahan

Nasional RI yang meliputi biaya pendaftaran tanah, biaya pengukuran, dan

biaya pemeriksaan tanah.

1.6. Definisi Konsep

Menurut Singarimbun (1995:33), konsep adalah istilah dan definisi yang

digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok

atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti

(40)

istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Konsep

sangat penting dalam penelitian karena dia menghubungkan dunia teori dan dunia

observasi, antara abstraksi dan realitas.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari

masing-masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep

dari penelitian, yaitu:

1. Efektivitas adalah suatu penilaian terhadap tercapainya sasaran, target, tujuan

dengan menggunakan waktu sesuai dengan apa yang direncanakan

sebelumnya tanpa mengabaikan mutu.

2. Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang

dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat maupun daerah dan lingkungan

badan usaha milik negara atau daerah dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat.

3. Sertipikat hak atas tanah adalah surat tanda bukti hak untuk hak atas tanah

yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan,

yang terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu

bersama-sama dengan kertas sampul yang bentuknya ditentukan oleh Menteri

Agraria.

4. Legalisasi Aset PRONA adalah kegiatan pendaftaran tanah (sertipikasi tanah)

untuk pertama kali, yang dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

(DIPA) yang bersumber dari APBN dengan tujuan untuk percepatan

pendaftaran tanah dan sasaran utamanya adalah kelompok masyarakat yang

(41)

1.7.Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini menggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang yang mendasari munculnya

maslah dalam penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep serta

sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Pada Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan

penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai

karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan

dokumentasi yang akan dianalisis, serta memuat deskripsi atau

interpretasi dari data yang akan disajikan pada bab sebelumnya.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini memberikan pemaparan tentang data yang diperoleh dari

fakta yang terjadi yang selanjutnya di analisis menggunakan

teori-teori dan juga peraturan yang telah ada.

BAB VI PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian

Referensi

Dokumen terkait

melaksanakan koordinasi penyusunan perencanaan dan program dinas yang meliputi bidang bina kelembagaan dan penyuluhan koperasi, pemberdayaan usaha koperasi,

Pewarnaan graph adalah pemberian warna terhadap simpul sedemikian sehingga dua simpul yang berdampingan mempunyai warna yang berlainan, jumlah warna inilah yang nantinya akan

Metode penelitian yang dilakukan terdiri dari studi lapangan dengan mendatangi Apotek untuk pengumpulan data penulisan dengan wawancara terhadap bagian yang terkait serta studi

[r]

Media penyampaian informasi dan pelayanan melalui situs WAP inilah yang tepat diterapkan pada Hotel Santika Jakarta berbagai fitur yaitu informasi dan pelayanan pemesanan kamar

Dalam hal ini pengaruh luas tutupan hutan tidak berpengaruh nyata dengan angka kesakitan malaria seperti dicerminkan oleh nilai P value sebesar 0,125 Lain halnya

Hasil penilaian aspek administrasi, teknis, dan aspek biaya telah dilakukan terhadap peserta Pelelangan Umum dengan Pascakualifikasi yang telah ditetapkan sebagai

Terdiri dari 7 pertanyaan positif dan 3 pertanyaan negatif Baik 8-10 Cukup 4-7 Kurang 0-3 Ordinal - Afektif orang tua dalam menangani hambatan komunikasi pada anak