• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Putus Berobat Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Putus Berobat Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Medan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. Setiap tahun ada sekitar 9 juta kasus baru TB, dengan 2 juta orang meninggal karena penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis paru banyak dijumpai diseluruh negara, tetapi kasus tertinggi (85%) terjadi di Afrika (30%)dan Asia (55%), dengan India dan Cina mencakup 35% dari semua kasus dunia. Didapati 22 negara dengan beban tinggi TB atau high-burdens countries (HBCs) yang mencapai sekitar 80% dari kasus TB didunia, dan yang telah diberikan perhatian khusus dalam pengendalian TB sejak sekitar tahun2000. TB paru merupakan penyebab utama kematian peringkat kedelapan dinegara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (ketujuh untuk pria dan kesembilan untuk perempuan). Penderitanya umumnya adalah orang dewasa berusia 15-59tahun, peringkat ketiga sebagai penyebab kematian setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Aquired Immunodeficiency Syndrome

(AIDS) dan penyakit jantung iskemik. Namun dalam kebanyakan kasus, TB

merupakan penyakit yang dapat disembuhkan. Terapi kombinasi lini pertama pertama kali diperkenalkan antara tahun 1950-an dan 1980-an, dimana 90% penderita TB paru dapat disembuhkan dalam waktu enam bulan.1

(2)

Kemampuan untuk mendeteksi secara akurat infeksi M.tuberculosis menjadi sangat penting untuk mengendalikan epidemi tersebut. Cara yang tepat untuk mendeteksi infeksi M.tuberculosis akan mempercepat diagnosis dini pada pasien yang secara klinis tersangka tuberkulosis dan segera diikuti penatalaksanaan yang tepat.

(3)

yang cukup besar untuk memenuhi persyaratan ketenagaannya. Tantangan lain dikawasan ini adalah tingginya angka kasus putus berobat dikarenakan masalah akses serta tingginya biaya transportasi serta opportunity cost.2,3

Salah satu penyebab paling penting peningkatan TB di seluruh dunia adalah ketidakpatuhan terhadap program, diagnosis dan pengobatan tidak adekuat, migrasi, endemik HIV, resistensi ganda (Multi Drug Resistance/MDR). Prevalensi MDR di dunia sekitar 4,3%. Selain itu diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu keadaan yang mempermudah reaktivasi infeksi TB dengan risiko relatif berkembangnya TB bakteriologik positif sebesar 5 kali lebih tinggi.Selain itu DM secara bermakna juga berkaitan dengan MDR TB.4

Respon kekebalan terhadap tuberkulosis (TB) memainkan peranan penting dalam hasil infeksi M.tuberculosis. Hal ini jelas bahwa sistem kekebalan tubuh bereaksi efisien dalam sebagian besar infeksi. Hal ini terutama jelas dalam kasus TB, dimana sebagian besar orang terinfeksi oleh basil tuberkel (~90%) tidak mengembangkan penyakit sepanjang hidup mereka. Namun demikian, risiko mengembangkan penyakit tersebut meningkat infeksi TB jauh ketika co-exist dengan perubahan dalam sistem kekebalan tubuh, seperti co-infection dengan HIV.5

(4)

tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. Hasil survei prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, pertama, wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, kedua, wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, ketiga, wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk provinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survei prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara nasional 3-4% setiap tahunnya. Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries).6

(5)

dibandingkan dengan awal tahun 1990 tidak akan terpenuhi diseluruh dunia. Secara regional, tingkat prevalensi menurun disemua enam wilayah yang disebutkan WHO. Kelima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2011 adalah India (2,0-2,5 juta), Cina (0.9-1.1 juta), Afrika Selatan (0.4-0.6 juta), Indonesia (0.4-0.5 juta) dan Pakistan (0.3-0.5 juta). India dan Cina sendiri menyumbang 26% dan 12% dari masing-masing kasus global. Dari 8,7 juta kasus insiden pada tahun 2011, 1,0 juta-1,2 juta (12-14%) berada diantara orang yang hidup dengan HIV, dengan prediksi terbaik dari 1,1 juta (13%).7Kasus putus berobat merupakan masalah yang tidak kalah penting, angka penderita TB paru putus berobat di Indonesia menurut hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh tim TB external monitoring mission pada tahun 2005 dan evaluasi yang dilakukan oleh WHO serta program nasional TB menunjukkan bahwa meskipun angka penemuan kasus TB paru dirumah sakit masih tinggi, angka keberhasilan pengobatan masih rendah yaitu dibawah 50% dengan angka putus berobat yang mencapai 50% sampai 80%. Putus berobat merupakan masalah dalam penanggulangan TB paru, putus berobat merupakan salah satu penyebab terjadinya kegagalan pengobatan yang berpotensi meningkatkan kemungkinan terjadinya resistensi terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis) dan biaya pengobatan akan lebih banyak dan waktu berobat yang lama dan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas penderita TB paru.

(6)

tunawisma, penggangguran, migrasi, penyalahgunaan alkohol dan penggunaan narkoba jenis suntikan.8

Menurut penelitian Silva Garrido Mdkk di Brazil 2012, bawa penyebab putus berobat pasien TB paru di negara Amazona adalah tingkat pengetahuan, jarak dari pelayanan kesehatan, efek samping obat, jenis kelamin, usia, penggunaan obat-obatan saat dirawat inap dan selama pengobatan, riwayat penyakit paru sebelumnya dan infeksi TB / HIV. Dalam pengobatan TB paru, putus berobat merupakan sebuah persoalan besar, Kemungkinan putus berobat pada pasien TB lebih tinggi pada pasien yang sudah pernah meninggalkan pengobatan sebelumnya. Petugas kesehatan harus mempertimbangkan bahwa penyebab putus berobat pada pasien TB mungkin karena tidak menerima informasi mengenai penggobatan dan penyakitnya. Rendahnya kualitas penyediaan pelayanan TB dan pelaksanaan kegiatan difasilitas kesehatan masyarakat adalah penentu utama terhadap penggobatan TB paru.9

(7)

penyakit TB paru, cara pencegahan dan akibat ketidak teraturnya menjalankan pengobatan, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan penderita untuk datang berobat. Mengingat pengobatan penderita TB paru membutuhkan waktu yang cukup lama dengan berbagai risiko kebosanan dan putus berobat, maka disarankan agar dilakukan penanganan terpadu pada penderita, PMO maupun keluarga penderita. Memberdayakan Puskesmas pembantu dan bidan didesa dalam proses pendistribusian obat serta memberikan pembinaan kepada PMO dirumah agar dapat mengawasi penderita dengan rasa tanggung jawab.10 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa, didaerah perkotaan, kepatuhan terkait dengan pengetahuan pasien tentang TB dan penyediaan pendidikan tentang penyakit tertentu oleh penyedia layanan kesehatan pada pasien. Putus berobat lebih sering diantara mereka yang telah gagal pengobatan awal, sedangkan kegagalan yang paling umum diantara orang-orang dengan gagal sebelumnya. Meskipun pedoman penafsiran sering sama untuk pasien dengan gagal, default, atau kambuh selagi pengobatan awal, hasil ini menunjukkan bahwa dapat diambil manfaat dari strategi manajemen yang berbeda. Misalnya kegagalan pengobatan umumnya karena resistensi obat, sedangkan kekambuhan mungkin karena ketidak patuhan, tingginya pertumbuhan bakteri.11

(8)

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan putus berobat pasien TB Paru.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan putus berobat pada pasien TB paru di Medan.

1.3.2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin terhadap putus berobat pada penderita TB paru.

b. Untuk mengetahui hubungan umur terhadap putus berobat pada penderita TB paru.

c. Untuk mengetahui hubungan pendidikan terhadap putus berobat pada penderita TB paru.

d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang lama pengobatan terhadapputus berobat pada penderita TB paru.

e. Untuk mengetahui hubungan Tahu risiko menghentikan pengobatan terhadap putus berobat pada pasien penderita TB paru.

f. Untuk mengetahui hubungan pendapatan keluarga terhadap putus berobat pada penderita TB paru.

(9)

h. Untuk mengetahui hubungan jarak rumah ke yankes terhadap putus berobat pada penderita TB paru.

i. Untuk mengetahui apakah ada hubungan merasa sudah sembuh/enak saat minum OAT terhadap putus berobat pada penderita TB paru.

j. Untuk mengetahui apakah ada hubungan merasa tidak ada perbaikan saat

minum OAT (makin memburuk) terhadap putus berobat pada penderita TB paru.

k. Untuk mengetahui apakah ada hubungan penyakit penyerta/penyakit lain terhadap putus berobat pada penderita TB paru.

l. Untuk mengetahui apakah ada hubungan biaya terhadap putus berobat

pada penderita TB paru.

1.4. MANFAAT PENELITIAN 1. Peneliti :

a. Dapat diketahui apa faktor-faktor yang menyebabkan putus berobat pada pasien TB paru.

2. Pasien :

a. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang pentingnya pengobatan TB secara teratur.

b. Mengurangi risiko penyebaran TB terhadap lingkungan dan keluarga. c. Pasien tidak lagi putus berobat dalam pengobatan TB paru.

3. Praktisi Spesialis Paru :

(10)

4. Rumah Sakit Umum :

a. Untuk mengetahui kualitas pelayanan petugas kesehatan terhadap pengobatan pasien TB paru.

b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengobatan TB paru. 5. Pemerintah :

a. Sebagai masukan dalam program nasional penanggulangan TB paru. b. Mengambil kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya putus berobat

Referensi

Dokumen terkait

Pendapatan maksimal yang diperoleh nelayan pancing ulur dari hasil penangkapan ikan merupakan hasil pengalokasian input produksi yang digunakan, dalam hal ini

Dalam perancangan program aplikasi ini,penulis menggunakan komputer dengan konfigurasi : AMD Duron 1200, Memory 256 MB, Windows âXP dan Microsoft Visual Basic 6.0 Kesimpulan yang

Satu kelebihan dari software Adobe Photoshop 7.0 adalah kemampuannya dalam menggabungkan beberapa gambar dan menambahkan efek gambar. Banyak dijumpai poster film yang

[r]

Penulisan Ilmiah inihanya membahas dan mengulas tentang pengelolaan data dan pembuatan laporan data anggota, transaksi simpanan, transaksi pinjaman, dan transaksi cicilan

Nilai praksis dalam kehidupan ketatanegaraan dapat ditemukan dalam undang-undang organic, yaitu semua perundang-udangan yang berada dibawah UUD 1945 sampai

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Yaitu suatu penelitian yang menekankan pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku

Tenaga kependidikan pada satuan pendidikan kedinasan terdiri atas tenaga penunjang akademik dan pengelolaan satuan pendidikan. Tenaga penunjang akademik pada pendidikan kedinasan