• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta Pautan Genetik Dan Analisis QTL Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Pada Populasi Hasil Persilangan RRIM 600 Dengan PN 1546 Sebagai Dasar Strategi Peningkatan Produksi Lateks.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peta Pautan Genetik Dan Analisis QTL Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Pada Populasi Hasil Persilangan RRIM 600 Dengan PN 1546 Sebagai Dasar Strategi Peningkatan Produksi Lateks."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian di Indonesia salah satunya dihasilkan dari pengembangan

perkebunan karet. Fungsi dari perkebunan karet tidak hanya sebagai sumber

devisa, sumber bahan baku industri, sumber pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat tetapi sekaligus berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Selama tiga dekade ini pengembangan karet di Indonesia mengalami

pertumbuhan yang sangat pesat. Di awal tahun 1968, luas areal karet baru 2,2 juta

ha dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 3,2 juta ha atau meningkat menjadi

sekitar 50%. Hampir 85% pengusahaan karet diusahakan oleh rakyat, dan sisanya

oleh perkebunan besar. Dari luasan tersebut, produksi yang dihasilkan mencapai

sebesar 2,2 juta ton dengan produktivitas rata-rata sebesar 840 kg/ha/th

(Dirjenbun, 2006).

Tanaman karet dikenal mempunyai daya adaptasi yang cukup luas dapat

tumbuh pada berbagai jenis tanah dan kondisi iklim. Tetapi walaupun demikian

keunggulan yang dimiliki akan terealisasi secara maksimal apabila ditanam pada

kondisi agroekosistim yang sesuai.

Berdasarkan aktivitas pemuliaan dan seleksi tanaman karet, maka kultivar

unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu:

• Generasi-1 (1910 – 1935) : Seedling selected

• Generasi-2 (1935 – 1960) : Tjir 1, PR 107, GT 1, AVROS 2037

• Generasi-3 (1960 – 1985) : BPM 1, BPM 107, PR 255, TM 2

(2)

Kemajuan produktivitas yang telah dicapai selama 10 tahun penyadapan

dari generasi-1 ke generasi-4, adalah sebagai berikut: rata-rata produktivitas dari

seedling terseleksi pada generasi-1 adalah 20,9 g/p/s, dan klon primer dihasilkan

pada generasi-2 sekitar 35,6 g/p/s (70% lebih baik dari generasi-1). Adapun, klon

generasi-3 merupakan hasil persilangan diantara klon generasi-2 dengan rata-rata

produktivitas sebesar 44,9 g/p/s (26% lebih baik dari generasi-2). Peningkatan

produktivitas pada generasi-3 agak lambat dibanding peningkatan produktivitas

pada generasi-1. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sempitnya keragaman

genetik dari turunan Wickham 1876. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa

peningkatan produktivitas masih dapat dicapai, karena karet bersifat heterozygous

(Liu, 1998; Aidi-Daslin, et al., 2000).

Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk memperbesar keragaman

genetik tanaman karet di Indonesia yaitu dengan memanfaatkan plasma nutfah

yang telah dikonservasi sejak tahun 1984 – 1989. Plasma nutfah tanaman karet

merupakan hasil ekspedisi IRRDB pada tahun 1981 di lembah Amazone, Brazil.

Peluang untuk mendapatkan genotipe unggul baru akan lebih besar apabila

dilakukan penggabungan genetik antara Wikham 1876 dengan Plasma Nutfah

1981.

Tahapan awal pada pemuliaan tanaman karet adalah memilih tanaman

terbaik di pembibitan atau Seedling Evaluation Trial (SET). Seleksi dilakukan

terhadap peubah utama yaitu potensi produksi (lateks dan kayu) dan pertumbuhan

seperti lilit batang, tinggi tanaman, jumlah payung, tebal kulit, anatomi kulit

(jumlah dan diameter pembuluh lateks), indeks penyumbatan, dan DRC (Woelan

(3)

batang, jumlah payung daun, dan jumlah tangkai daun pada umumnya diamati

sampai dengan umur 2 tahun. Lilit batang dan hasil lateks (dengan metode

testateks) yang pengamatannya dilakukan pada umur 2 s/d 5 tahun, sedangkan

indeks penyumbatan dan kadar karet kering diamati setelah tanaman berumur 5

tahun. Peubah pertumbuhan umumnya kurang berkorelasi positif dengan hasil

lateks yang pengamatannya dilakukan untuk menentukan lamanya masa TBM

(Tanaman Belum Menghasilkan). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

karakter jumlah dan diameter pembuluh lateks, indeks penyumbatan, kadar

sukrosa lateks dan kadar tiol merupakan peubah yang berhubungan erat dengan

potensi produksi lateks (Gomez et al., 1972; Ho, 1976; Milford et al., 1969;

Premakumari et al., 1996). Berdasarkan dari hasil sidik lintas yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa, komponen jumlah pembuluh lateks memiliki

pengaruh langsung.

Projeni yang terseleksi diperbanyak secara vegetatif dan kemudian

dievaluasi pada beberapa tahapan yaitu: pengujian pendahuluan, pengujian

lanjutan, dan pengujian adaptasi. Dengan demikian, sebagai tahapan dari kegiatan

pemuliaan maka kegiatan pengujian potensi produksi sejak awal pengujian sampai

pengujian adaptasi klon harapan perlu dilakukan secara sistematis dan

berkesinambungan (Tan, 1987; Simmond, 1989).

Lamanya siklus pemuliaan tanaman karet yang mencapai 25 – 30 tahun

merupakan suatu kendala yang secara terus-menerus dihadapi. Beberapa peneliti

mencoba untuk memanfaatkan teknologi baru seperti pengujian plot promosi

untuk memperpendek siklus pemuliaan tanaman karet (Tan, 1987). Upaya

(4)

beberapa komponen produksi yang berkaitan dengan produksi lateks. Menurut

Narayanan, Gomez & Chen (1973) bahwa pembuluh lateks, tebal kulit batang,

dan lingkar batang saling berhubungan dan mempunyai peranan yang besar

terhadap pendugaan produksi. Subronto & Harris (1976) menyatakan di samping

faktor tersebut di atas panjang alur sadap dan kandungan karet kering mempunyai

korelasi yang positip dengan produksi. Indeks produksi dan indeks pertambahan

lingkar batang juga dapat digunakan sebagai parameter penentuan produksi

(Subronto & Napitupulu, 1978). Hasil penelitian Ginting (1985), menyatakan

bahwa perbedaan jumlah partikel karet per pembuluh lateks untuk masing-masing

klon menunjukkan pola yang sama dengan perbedaan pola produktivitas. Hal ini

juga telah dikemukakan oleh Waykin et al. (1983) yang menyatakan bahwa terjadi

perbedaan jumlah partikel karet per pembuluh dari 11 klon karet umur 3 tahun di

Thailand. Karakter-karakter fisiologi yang banyak dilaporkan memiliki kaitan

dengan produksi tanaman karet diantaranya adalah kadar sukrosa lateks, kadar

fosfat anorganik, kadar tiol, pH, indeks penyumbatan, kadar karet kering, bursting

index dan aktivitas enzim invertase (Milforvet et al., 2006; Jacob et al., 1989a;

Sumarmadji, 1999; Yeang, 2005; Mesquita et al., 2006).

Berkembangnya teknik molekuler, dapat dimanfaatkan sebagai salah satu

strategi alternatif untuk memecahkan masalah tersebut di atas. Penggabungan

antara teknologi marka molekuler ke dalam seleksi, atau yang lazim disebut

marker-assisted selection (MAS). Secara empiris maupun teoritis MAS efektif

dan mampu memperpendek siklus seleksi pada tanaman (Edwards & Page, 1994;

Lee, 1995). Salah satu persyaratan untuk melaksanakan MAS adalah tersedianya

(5)

Loci (QTL) terhadap peubah yang akan dijadikan sebagai kriteria seleksi (Lee,

1995). Proses seleksi dengan menggunakan bantuan marka dapat dilakukan bila

telah dapat dilokalisir lokus suatu sifat kuantitatif (QTL) yang terpaut dengan

marka molekuler atau dengan sifat sederhana. Metode untuk menemukan dan

melokalisir QTL disebut sebagai pemetaan QTL. Pemetaan ini membutuhkan peta

genomik dan mencari hubungan antara sifat dan marka polimorfik. Adanya kaitan

yang nyata antara nilai suatu karakter dengan marka kemungkinan akan menjadi

bukti bahwa posisi QTL berada di daerah marka.

Pada tanaman tahunan seperti halnya karet yang melakukan penyerbukan

silang kemungkinan gen-gen atau marka DNA yang terdapat pada satu individu

tanaman mempunyai genotipe berbeda, yaitu sebagian bersifat heterozygote dan

sebagian lain bersifat homozygote dominan dan homozygote resesif. Sehingga

persilangan antara dua tanaman tetua yang mempunyai sifat tersebut pada turunan

tanaman pertamanya akan menyerupai konfigurasi backross pada sebagian

markanya dan yang marka lainnya akan seperti F1 dan F2 (Grattapaglia &

Sederoff, 1994).

Pemetaan QTL yang telah dilakukan pada tanaman karet yaitu yang

berasosiasi dengan ketahanan terhadap penyakit yang dilakukan oleh Lespinasse

et al. (1997). Sedangkan pemetaan QTL yang berhubungan dengan sebagian dari

komponen produksi telah dilaporkan oleh Novalina (2009). Peta pautan dengan

pemanfaatan marka RAPD untuk mengkonstruksi peta pautan juga dilakukan pada

tanaman lain seperti pada kelapa sawit (Irwansyah, 2004), padi (Wang, et al.,

2005), terung (Nunome et al., 1999), semangka (Levi, et al., 2001), lechee (Liu

(6)

Berdasarkan atas hasil-hasil penelitian tersebut di atas, upaya penelitian

penggunaan marka genetik terus dilakukan untuk efisiensi seleksi projeni-projeni

unggul baru yaitu dengan menggabungkan data fenotipe dan genetik dari turunan

hasil persilangan RRIM 600 dengan PN 1546 dengan tahapan penelitian yang

telah disajikan pada Gambar 1.

1.2. Perumusan Masalah

Tantangan yang dihadapi dalam perbaikan produktivitas dan komponen

yang berkaitan dengan potensi produksi lateks melalui perakitan genotipe unggul

baru adalah waktu yang dibutuhkan cukup lama yaitu antara 20 – 25 tahunan.

Upaya yang telah dilakukan dalam perbaikan produktivitas melalui kegiatan

pemuliaan rata-rata menghasilkan potensi produksi karet kering 2000 – 2500

kg/ha/th. Potensi produksi karet kering yang sebenarnya dapat mencapai 7000 –

10.000 kg/ha/th. Karena itu peluang untuk dapat mencapai peningkatan

produktivitas melalui perakitan klon unggul baru sangat dimungkinkan dengan

tindakan pemuliaan yang lebih progresif lagi.

Metode seleksi yang dipercepat merupakan suatu strategi yang harus

diciptakan. Pendekatan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengkombinasikan

antara program pemuliaan secara konvensional dengan inkonvensional dengan

bantuan teknologi molekuler. Penggunaan parameter seleksi marka molekuler

yaitu marka DNA dengan teknik Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

memberikan hasil yang optimal untuk membangun peta pautan genetik dan QTL

(7)

1.3. Tujuan Penelitian

• Mendapatkan data karakteristik komponen hasil lateks dan mendapatkan

komponen-komponen yang mempengaruhi hasil lateks pada populasi

tanaman turunan pertama dari hasil persilangan RRIM 600 dengan PN

1546.

• Menghasilkan marka-marka DNA spesifik untuk identifikasi karakter

komponen hasil lateks tanaman karet.

• Mendapatkan peta pautan genetik tanaman karet dari populasi RRIM 600

dengan PN 1546.

• Mendapatkan lokus DNA yang berasosiasi dengan karakter hasil lateks

yang mempunyai potensi efek genetik terbesar dan yang akan digunakan

sebagai penanda dalam seleksi projeni karet Hevea penghasil lateks tinggi.

1.4. Hipotesis Penelitian

Variabilitas genetik terjadi diantara projeni hasil persilangan interspesifik

RRIM 600 dengan PN 1546 baik berdasarkan fenotipe maupun marka

molekuler. Variabilitas genetik tersebut sangat diperlukan sebagai materi dasar

di dalam proses pemuliaan dan seleksi untuk mendapatkan projeni baru.

Hubungan kekerabatan diantara genotipe dan kedua induknya digambarkan

sebagai pohon filogenetik dan DNA yang terkandung di dalamnya dapat

diverifikasi menggunakan primer spesifik (mikrosatelit). Terbentuknya peta

pautan karena adanya DNA dari ke dua tetua yang bersifat polimorfisme dan

lokus pengendali produksi yang terkait dengan sifat komponen produksi tertentu

dapat diperoleh. Terbentuknya peta pautan genetik dan diperolehnya lokus-lokus

(8)

1.5. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai suatu marka

spesifik yang berhubungan dengan komponen hasil lateks yang dapat digunakan

sebagai alternatif metoda seleksi yang dipercepat dalam program pemuliaan

melalui marker assisted selection (MAS) dan kemungkinan dapat digunakan

(9)

Gambar 1. Bagan Alir Rencana Penelitian Yang Dilakukan PETA PAUTAN GENETIK DAN ANALISIS QTL TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) PADA POPULASI HASIL PERSILANGAN

RRIM 600 DENGAN PN 1546 SEBAGAI DASAR STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI LATEKS

PENELITIAN – 3

KONSTRUKSI PETA PAUTAN MARKA GENETIK ANALISIS QTL KOMPONEN PRODUKSI LATEKS DAN PRODUKSI LATEKS TANAMAN KARET PADA POPULASI HASIL PERSILANGAN RRIM 600 DENGAN PN 1546.

Tujuan :

- Mendapatkan peta pautan genetik tanaman karet dari populasi hasil persilangan RRIM 600 dengan PN 1546

- Mendapatkan lokus DNA yang berasosiasi dengan karakter hasil lateks yang mempunyai potensi efek genetik terbesar dan yang akan digunakan sebagai penanda dalam seleksi projeni karet Hevea penghasil lateks tinggi. persilangan dan 2 induk (RRIM 600 ; PN 1546).

- Mendapatkan marka DNA spesifik untuk identifikasi karakter hasil lateks.

Pendekatan :

- Analisis segregasi DNA dari 25 projeni hasil persilangan

- Mendapatkan data keragaman projeni berdasarkan karakter

Gambar

Gambar 1. Bagan Alir Rencana Penelitian Yang Dilakukan

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan: persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Deasy adalah topik yaitu pelaporan keuangan melalui internet ( Internet Financial.. Reporting ) dan

[r]

Karena pada pelaksanaan siklus II mengalami peningkatan rata – rata nilai hingga mencapai 80% maka , penelitian tindakan kelas yang berjudul peningkatan hasil

alami  pada  mallusia  dan  bila  dikelola  dengan  baik  emosi 

Dalam penelitian analisis verifikatif digunakan untuk mengetahui pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi pada

Maka, Pokja ULPD Propinsi Kepulauan Riau menyatakan PELELANGAN GAGAL atas pekerjaan Pembangunan Dock Kering Speed Boat Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau

calon peserta lelang yang masih membutuhkan n diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanya Kementerian Keuangan www.lpse.depkeu.go.id selama waktu. Senin tanggal 09

Skenario pendanaan pendidikan dalam kurun waktu 2010--2014 mengacu pada amanat UUD RI 1945 dan UU Sisdiknas serta melanjutkan fungsi dan tujuan pendidikan yang ditetapkan