• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Diagnostik Red-Cell Distribution Width (RDW) Terhadap Troponin T Pada Kasus Sindroma Koroner Akut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Diagnostik Red-Cell Distribution Width (RDW) Terhadap Troponin T Pada Kasus Sindroma Koroner Akut"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

%.!. *1(0/,+ /0/1 0 2'4

%.!.!. 7 1*)*

Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum penyakit arteri koroner yang bersifat trombotik. Kelainan dasarnya adalah aterosklerosis yang akan menyebabkan terjadinya plaque aterom. Pecahnya plaque aterom ini akan menimbulkan trombus yang nantinya dapat menyebabkan iskemia sampai infark miokard.16

(2)

Gambar 1 . Spektrum dan definisi dari SKA. (PERKI,2012)17

(3)

bersifat akut sehingga diperlukan tindakan reperfusi segera, komplit dan menetap dengan angioplasti primer atau terapi fibrinolitik.20

%.!.%. <*( ,*/ /3*

Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Data dari GRACE 2001, didapatkan bahwa dari semua pasien yang datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada ternyata penyebab terbanyak adalah STEMI (34%), NSTEMI (31%) dan APTS (29%).21

Angka mortalitas dalam rawatan rumah sakit pada STEMI ialah 7 % sedangkan NSTEMI adalah 4%, tetapi pada jangka panjang (4 tahun), angka kematian pasien NSTEMI ternyata 2 kali lebih tinggi dibanding pasien STEMI.21

%.!.= #+24/0 *)*2/

Faktor risiko seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui interaksi dua atau lebih faktor risiko. Faktor risiko SKA dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor

yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain seperti : merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes

(4)

Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain seperti : usia, jenis

kelamin, suku/ras, dan riwayat penyakit keluarga.22

%.!.> +4/7*)*/ /3*

Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK. Aterosklerosis merupakan suatu proses multifaktorial dengan mekanisme yang saling terkait. Proses aterosklerosis awalnya ditandai dengan adanya kerusakan pada lapisan endotel, pembentukan foam cell (sel busa) dan fatty streaks (kerak lemak), pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak aterosklerotik yang tidak stabil. Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis. Aterosklerosis dianggap sebagai suatu penyakit inflamasi sebab sel yang berperan seperti makrofag yang berasal dari monosit dan limfosit merupakan hasil proses inflamasi.7

(5)
(6)

perdarahan subendotel, m keseluruhan suatu arteri k seperti angina atau infark m tidak stabil atau progresif. ciri plak yang tidak stabil a volume plak, fibrous cap

tel, mulailah proses trombogenik, yang menyumba rteri koroner. Pada saat inilah muncul berbagai p nfark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, t resif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematia bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga de

mbar 2. Patogenesis inflamasi pada aterosklerosis.23

memegang peranan penting untuk terjadinya sindrom uptur plak tergantung dari kerentanan atau ketidakstab stabil antara lain gumpalan lipid (lipid core) besar me

captipis yang mengandung sedikit kolagen dan sel

(7)

aktivitas dan jumlah sel makrofag, limfosit T dan sel mast yang meningkat. Trombosis akut yang terjadi pada plak yang mengalami ruptur memegang peran penting dalam kejadian sindroma koroner akut. Setelah plak mengalami ruptur, komponen trombogenik akan menstimulasi adhesi, agregasi dan aktivasi trombosit, pembentukan trombin dan pembentukan trombus.24,25

Trombus yang terbentuk mengakibatkan oklusi atau suboklusi pembuluh koroner dengan manifestasi klinis angina pektoris tidak stabil atau sindroma koroner lainnya. Bukti angiografi menunjukkan pembentukan trombus koroner pada >90% pasien STEMI, dan sekitar 35<75% pada pasien UAP dan NSTEMI.26

Pada APTS terjadi erosi atau fisur pada plak atherosklerosis yang relative kecil dan menimbulkan oklusi trombus yang transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10<20 menit. Pada NSTEMI kerusakan plak lebih berat dan menimbulkan oklusi trombus yang lebih persisten dan berlangsung lebih dari 1 jam. Pada sekitar 25% pasien NSTEMI terjadi oklusi trombus yang berlangsung > 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terjadi kolateral. Pada STEMI disrupsi plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menetap yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba<tiba yang berlangsung > 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.24,26

(8)

suatu protein prokoagulan yang akan mengaktifkan kaskade pembekuan ekstrinsik sehingga paling kuat sifat trombogeniknya. Faktor jaringan akan membentuk kompleks dengan faktor Vva dan akan mengaktifkan faktor IX dan faktor X yang selanjutnya terjadi mata rantai pembentukan trombus.27

Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada pathogenesis sindroma koroner akut. Ini terjadi sebagai respons terhadap disrupsi plak khususnya trombus yang kaya platelet dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus vaskuler dengan melepaskan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal dengan Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin dan faktor kontraksi seperti endothelin/1, thromboxan A2, prostaglandin H2. Trombus kaya platelet yang mengalami disrupsi, terjadi platelet dependent vasoconstriction yang diperantarai serotonin dan thromboxan A2 sehingga menginduksi vasokonstriksi pada daerah ruptur plak atau mikrosirkulasi.25

%.!.&. *+31/)*) *1(0/,+ /0/1 0 2'4

(9)

muntah dan keringat dingin. Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dapat dijumpai perubahan berupa depresi ST segmen atau T inverse, elevasi segmen ST, dimana pada awal masih dapat berupa hiperakut T yang kemudian berubah menjadi ST elevasi, dapat dijumpai LBBB baru yang juga merupakan tanda terjadinya infark gelombang Q. Marker yang biasa dipakai sebagai penanda adanya kerusakan miokard ialah enzym CK (Creatinin kinase) dan CK<MB (isoenzym CK). Enzim ini akan meningkat setelah 4 jam serangan. Sehingga pada awal serangan nilainya masih dalam batas normal. Selain enzim tersebut, juga dapat dinilai Troponin T dan I yang biasanya meningkat 3<12 jam setelah infark.28

(10)

skeletal selama pertumbuhan janin. Selama jejas otot dan regenerasinya, otot skeletal nampaknya kembali ke keadaan janin, yang melepas Troponin T dalam darah. Peningkatan kadar Troponin T ditemukan pada gagal ginjal kronik, kemungkinan disebabkan oleh myopati akibat gagal ginjal kronik.29

Dari penelitian yang dilakukan oleh Nawawi RA dkk, terhadap 90 penderita SKA yang diperiksa di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo pada bulan Maret sampai Juli 2005 didapatkan: kadar troponin T terbanyak pada laki<laki berkadar 0,1 sampai 2,0 ng/ml, kelompok umur 60 sampai 69 tahun yang banyak menderita SKA, dengan jenis kelamin laki<laki lebih banyak daripada perempuan, terdapat korelasi peningkatan kadar troponin T dengan gambaran EKG pada penderita IMA, juga terdapat hubungan yang bermakna antara kadar Troponin T terhadap CKMB dan LDH.30

Penelitian yang dilakukan oleh Lopez<Cuenza AA dkk, terhadap 392 pasien SKA non STE didapatkan 204 pasien (51,9%) dengan peningkatan kadar troponin T.31

(11)

dua lead yang berdampingan dengan prominent R atau rasio R/S >1 dan peningkatan enzim jantung. Diagnosis ST elevation myocardial infarction (STEMI) dapat ditegakkan apabila didapatkan adanya nyeri dada khas infark yang terjadi pada saat istirahat selama > 20 menit, Elevasi segmen ST baru pada J point pada 2 lead yang berdampingan dengan cut point ≥ 0,1 mV pada semua lead selain V2<V3 dimana pada lead V2<V3 cut point ialah ≥ 0,2 mV pada pria atau ≥ 0,15 mV pada wanita dan peningkatan serial dari enzim jantung.28,32

%.%. ( *)40*6'4*/1 *(4 %.%.!. 7*1*)*

Red Cell Distribution Width (RDW) merupakan suatu hitungan matematis yang menggambarkan jumlah anisositosis (variasi ukuran sel) dan pada tingkat tertentu menggambarkan poikilositosis (variasi bentuk sel) pada pemeriksaan darah tepi.33 RDW adalah cerminan dari nilai koefisien variasi dari distribusi volume sel darah merah. Baik MCV dan RDW keduanya dinilai dari histogram eritrosit (RBC). MCV dihitung dari seluruh luas area dibawah kurva, sedangkan RDW dihitung hanya dari basis tengah histogram.34 Ada 2 metode yang dikenal untuk mengukur nilai RDW, yaitu RDW<CV (Coefficient Variation) dan RDW<SD (Standard Deviation).35

Nilai RDW<CV dapat diukur dengan formula.34

(12)

Nilai normal berkisar antara 11.5 % < 14.5%. Sedangkan RDW<SD merupakan nilai aritmatika lebar dari kurva distribusi yang diukur pada frekwensi 20%. Nilai normal RDW<SD adalah 39 sampai 47 fL. Semakin tinggi nilai RDW maka semakin besar variasi ukuran sel.33

Nilai RDW<CV sangat baik digunakan sebagai indikator anisositosis ketika nilai MCV adalah rendah atau normal dan anisositosis sulit dideteksi, namun kurang akurat digunakan pada nilai MCV yang tinggi. Sebaliknya nilai RDW<SD secara teori lebih akurat untuk menilai anisositosis terhadap berbagai nilai MCV. Namun tidak semua laboratorium kesehatan mengukur nilai RDW<SD pada pemeriksaan hitung darah lengkap nya.34

(13)

Gambar 4. Penilaian RDW. RDW dinilai dari lebar histogram pada 1 standard deviasi (1SD) dibagi nilai rerata MCV. Nilai normal RDW<CV adalah 11,5% sampai 14,5%. RDW<SD adalah nilai aritmatika lebar dari kurva distribusi yang diukur pada frekwensi

20%. Nilai normal RDW<SD adalah 39 sampai 47 fL.35 RDW<CV = Red Cell Distribution Width < Coefficient Variation.

RDW<SD = Red Cell Distribution Width < Standard Deviation

%.%.%. (+1 *1(0/,+ /0/1 0 2'4

(14)

Marcello T dkk pada tahun 2008 melakukan pengamatan terhadap populasi dengan penyakit jantung koroner selama hampir 60 bulan masa penelitian. Dari hasil pengamatan disimpulkan bahwa adanya hubungan antara peningkatan kadar RDW dengan risiko kematian dan kejadian kardiovaskular pada penderita infark miokard.10

Diduga peningkatan RDW pada penderita SKA memiliki hubungan dengan proses aktivasi hormone hepsidin yang dapat menyebabkan akumulasi lipid intraselular, peningkatan proses stress oksidatif, inflamasi dan apoptosis.39

(15)

Gambar 5. Mekanisme yang mendasari ketidakstabilan plak diinduksi hepcidin Pada penelitian Yan<Ling Wang dkk, dilakukan pada pasien yang dirawat di instalasi gawat darurat lokal yang dicurigai diagnosis SKApada populasi Chinese. Dalam penelitian ini kadar RDW yang meningkat dihubungkan dengan peningkatan mortalitas penyakit jantung, gagal jantung dan infark berulang pada pasien sindrom koroner akut. Dimana penelitian tersebut signifikan (p<0,001) secara statistik.12

Penelitian yang dilakukan oleh Giuseppe Lippi dkk, menganalisa kadar RDW

pada 2304 pasien dewasa, dengan keluhan nyeri dada selama periode 1 tahun. Hasilnya

menunjukkan dari 456 pasien dengan diagnosis SKA, didapatkan kadar RDW yang

meningkat dibandingkan dengan pasien non SKA.37

Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Adam Beker dkk, terhadap 251

(16)

Referensi

Dokumen terkait