• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur Menjadi Akseptor Keluarga Berencana Di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur Menjadi Akseptor Keluarga Berencana Di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang serius. Program pembangunan termasuk pembangunan dibidang kesehatan harus didasarkan pada dinamika kependudukan. Situasi dan kondisi Indonesia dalam bidang kependudukan, kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Hal ini merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama. Hingga saat ini telah dilakukan berbagai usaha untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, terutama melalui pengendalian angka kelahiran atau fertilitas. Upaya penurunan angka kelahiran ini dilakukan dengan cara pemakaian kontrasepsi secara sukarela kepada pasangan usia subur. Dengan pemakaian kontrasepsi oleh pasangan usia subur yang semakin memasyarakat diharapkan semakin banyak kehamilan dan kelahiran yang dapat dicegah, yang kemudian akan menurunkan angka kelahiran atau fertilitas (Depkes RI, 2014).

(2)

berada diatas rata-rata TFR negara ASEAN, yaitu 2,4%. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49%. Ini berarti setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta lebih pertahunnya (BPS, 2014). Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045 bisa menjadi sekitar 450 juta jiwa (BKKBN, 2014).

Data SDKI 2012 menunjukkan tren Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia sejak 1991-2012 cenderung

meningkat, sementara tren angka fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) cenderung menurun. Tren ini menggambarkan bahwa meningkatnya cakupan wanita usia 15-49 tahun yang melakukan KB sejalan dengan menurunnya angka fertilitas nasional. Bila dibandingkan dengan target RPJMN 2014, CPR telah melampaui target (60,1%) dengan capaian 61,9%, TFR juga sudah mencapai target nasional sebesar 2,36% dengan angka tahun 2013 sebesar 2,6% (Kemenkes RI, 2014).

Tingginya angka pertumbuhan di Indonesia tidak hanya berdampak pada ledakan penduduk di indonesia tetapi juga berhubungan dengan angka kematian Ibu (AKI) Dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Tingginya angka fertilitas akan berdampak pada persalinan ibu yang sangat berisiko mengalami komplikasi apabila terlalu sering melahirkan dan mengakibatkan kematian.

(3)

359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi jika dibandingkan dengan negara–negara tetangga.

Untuk menekan angka pertumbuhan di indonesia yang terlalu tinggi negara menerbitkan Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan dalam rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia 15-49 tahun. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T yaitu terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak (Depkes RI, 2014).

Dalam paradigma baru program keluarga berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak hak reproduksi, sebagai integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) pada dasarnya mengacu

(4)

program Keluarga Berencana (KB) sebagai pilar pertama, telah dianggap berhasil

(Saifudin, 2010).

Dalam berjalannya program KB di Indonesia cakupan KB aktif secara nasional sebesar 75,88% pada tahun 2013. Dari 34 provinsi, ada 15 provinsi yang cakupannya masih berada dibawah cakupan nasional. Provinsi Bengkulu merupakan provinsi dengan cakupan tertinggi sebesar 87,70%, dan Provinsi Papua merupakan provinsi dengan cakupan terendah sebesar 67,15% (Kemenkes RI, 2014). Provinsi Aceh tahun 2014 dengan cakupan KB aktif sebesar 78,76% sudah melampaui cakupan KB aktif secara nasional. Tetapi hal itu berbanding terbalik dengan yang terjadi di setiap kabupaten di Provinsi Aceh.

(5)

peningkatan jumlah pasangan usia subur yang ada di daerah tersebut, yaitu 60,88% (Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2013).

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2014, peneliti menemukan bahwa di Kecamatan Arongan Lambalek adalah salah satu kecamatan yang ada di wilayah Aceh Barat dengan jumlah penduduk yang cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 jumlah penduduknya sebanyak 11.436 jiwa, meningkat pada tahun 2014 menjadi sebanyak 12.257 jiwa dengan jumlah PUS yang tidak menjadi akseptor KB adalah sebanyak 573 PUS. (PPKS Kabupaten Aceh Barat, 2014).

Dalam berjalannya program KB di Indonesia yang menjadi penyebab kurangnya minat PUS menggunakan alat kontrasepsi karena adanya sosial budaya yang mengikat individu dalam menentukan pilihan. Menurut Tumanggor (2010) sosial budaya merupakan konsep, kepercayaan, nilai, moral, hukum, adat istiadat, dan norma yang dianut masyarakat yang mempengaruhi prilaku masyarakat yang berasal dari alam sekelilingnya.

(6)

melahirkan anak dan juga menilai anak sebagai rezeki, sehingga menyatakan bahwa banyak anak lebih baik.

Selain sosial budaya kurangnya pengetahuan dan sikap PUS terhadap cara dan manfaat dari menggunakan alat kontrasepsi juga menjadi penghambat tercapainya cakupan KB di indonesia. Hasil penelitian Nora (2011) menyatakan bahwa pengetahuan PUS berhubungan dalam pengambilan keputusan menjadi Aseptor KB, semakin tinggi pengetahuan PUS tentang cara dan manfaat dari alat kontrasepsi semakin timbul minat PUS tersebut untuk menggunakan alat kontarsepsi. Sehingga pengetahuan PUS tentang KB sangat perlu untuk diperhatikan. Selain itu sikap merupakan respon yang diberikan seseorang terhadap suatu objek.

Menurut Nora (2011) bahwa sikap berpengaruh terhadap pemilihan menggunakan alat kontrasepsi, semakin baik sikap ditunjukan oleh PUS terhadap alat kontrasepsi tertentu semakin besar kemungkinan dia akan memilih alat kontrasepsi tersebut. Menurut Saifudin (2010) apabila ingin mengubah sikap seseorang kita harus mengetahui bagaimana sikapnya tentang hal yang ingin diubah sehingga kita dapat menentukan cara untuk mengubah sikap tersebut.

(7)

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh ibu juga berpengaruh terhadap pemilihan penggunaan kontrasepsi. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi biasanya memiliki prilaku yang baik dalam menerima KB, sebaliknya ibu yang memiliki pendidikan rendah kurang baik dalam menerima KB.

Dalam mengambil keputusan menjadi akseptor KB dibutuhkan biaya untuk membeli alat kontrasepsi. Kondisi lemahnya ekonomi keluarga memengaruhi daya beli keluarga termasuk membeli alat kontrasepsi. Keluarga miskin pada umumnya memiliki anggota keluarga yang cukup banyak dan memiliki kualitas kesehatan yang rendah. Hal ini menjadikan kemiskinan menghambat partisipasi masyarakat untuk meningkatkan cakupan KB (BKKBN, 2014).

Jumlah anak yang dilahirkan hidup juga berkaitan erat dengan penggunaan alat kontrasepsi karena semakin banyak jumlah anak akan semakin cendrung mengalami risiko tinggi persalinan. Penelitian Satyawati (2012) di wilayah Indonesia Timur memperoleh hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan penggunaan kontrasepsi yaitu ibu yang memiliki anak lebih dari 2 memiliki kemungkinan menggunakan kontrasepsi 2,42 kali dibanding dengan ibu yang tidak memiliki anak dan memiliki 1 anak.

(8)

(PUS) menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB) di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya cakupan aseptor KB di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat yang berbanding terbalik dengan Provinsi Aceh yang sudah melewati batas cakupan nasional dan belum diketahuinya faktor penyebab PUS tidak ikut serta menjadi akseptor KB sehingga perlu dilakukan penelitian determinan ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB) di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis determinan ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB) di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015.

1.4. Hipotesis

(9)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan bagi kantor PP dan KS Kabupaten Aceh Barat khususnya Kecamatan Arongan Lambalek untuk dapat meningkatkan cakupan program KB.

2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat dalam meningkatkan keikutsertaan pasangan usia subur dalam program KB.

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan laporan tugas akhir ini yang berjudul “ Rancang

ad* b)» Xalau kita baoa bunyi dari paoal 1601 b Btff maka da* patlah kita oimpulkon batata, oobelum waktu yang di- perjanjikan dalaa suatu porjanjian pemborongan itu habio,

Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui densitas, kekuatan bending dan tarik bahan komposit sekam padi- urea

Analisa Kualitas Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) UPT Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kabupaten Jember; Ayu Retno Wulandari,

Menurut Sagala sebagaimana dikutip oleh Siti Aminah, dlkk., (2015) menjelaskan bahwa tujuan diterapkannya MBS adalah untuk: (a) meningkatkan efesiensi penggunaan sumber daya

Kepada peserta Pemilihan yang keberatan, diberikan kesempatan untuk menyampaikan sanggahan khususnya mengenai ketentuan dan prosedur yang telah ditentukan dalam

Aplikasi Multimedia merupakan bentuk baru untuk penggambaran program komputer yang didalamnya terdapat elemen gambar, teks, animasi, suara dan lainnya, yang digabungkan dalam satu

Interested in following INA Legal Laws or should you have any questions please do not hesitate to Contact Aurora Meliala at +62 21 5290 2177 or email at  ( law@ina.or.id ),