BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gaya komunikasi (communication style) adalah sebagai seperangkat
perilaku antar pribadi yang terspesialisasi digunakan dalam suatu situasi tertentu
(a specialized set of interpersonal behaviors that are used in a given situation).
Gaya komunikasi merupakan cara penyampaian dan gaya bahasa yang baik. Gaya
yang dimaksud sendiri dapat bertipe verbal yang berupa kata-kata atau nonverbal
berupa vokallik, bahasa badan, penggunaan waktu, penggunaan ruang dan jarak.
Pengalaman membuktikan bahwa gaya komunikasi sangat penting dan bermanfaat
karena akan memperlancar proses komunikasi dan menciptakan hubungan yang
harmonis (Parwiyanto, 2000).
Gaya komunikasi dapat diuraikan sebagai hubungan perilaku pimpinan
dalam situasi tertentu menyampaikan pesan melalui: kebijakan, komunikasi
organisasi dan komunikasi antar pribadi. Komunikasi merupakan upaya individu
dalam menjaga dan mempertahankan individu untuk tetap berinteraksi dengan
orang lain. Komunikasi seseorang adalah suatu proses yang melibatkan perilaku
dan interaksi antar individu dalam berhubungan dengan orang lain. Pada profesi
keperawatan komunikasi menjadi sangat penting karena komunikasi merupakan
alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Perawat dituntut untuk dapat
melakukannya, tentu saja harus memiliki pemahaman dasar akan proses
komunikasi dan bagaimana teori komunikasi berfungsi dalam hidup individu
Gaya komunikasi yang baik merupakan salah satu yang banyak berperan
dalam pencitraan seseorang adalah kemampuan berbicara dan kepiawaian
seseorang berkomunikasi secara luas. Keahlian ini akan membantu seseorang
berkembang lebih cepat dalam karier dibandingkan lembar-lembar ijazah dan
sertifikat kelulusan yang ada. Orang-orang sukses kebanyakan adalah orang-orang
yang luwes dalam berbincang-bincang dan pandai berkomunikasi, baik dengan
orang dibawahnya juga dengan atasannya. Cara atau gaya berkomunikasi
terkadang menjadi lebih penting dari konten komunikasi tersebut. Bagaimana
tidak, banyak orang yang memahami konten dengan baik tetapi pesan
komunikasinya tidak sampai atau tidak diterima orang lain karena
ketidakmampuan dalam menyampaikan pesan tersebut. dalam hal ini gaya
komunikasi menjadi penting untuk diterapkan (D.D Cremer, 1997).
Tubbs dan Sylvia (2002), menjelaskan bahwa ada enam komponen dari
gaya komunikasi yaitu: the controlling style (gaya komunikasi mengendalikan),
the equaliturian style (gaya komunikasi dua arah dilandasi kesamaan), The
structuring style (gaya komunikasi berstruktur), the dynamic style (gaya
komunikasi yang dinamis dan agresif), the relinguishing style (gaya komunikasi
memberi saran atau masukan) dan the withdrawal style (gaya komunikasi
menghindari persoalan). Menerut Liliweri (2011) ada empat komponen dari gaya
komunikasi yaitu: emotion style (gaya komunikasi aktif namun lembut), director
style (gaya komunikasi yang menyampaikan pendapat sebagai orang sibuk),
reflektive style (gaya komunikasi mengontrol ekspresi), dan Supportive style
Gaya komunikasi yang baik akan menciptakan budaya kerja yang
produktif, berkualitas, mempunyai dedikasi tinggi terhadap pekerjaan sehinggga
pada akhirnya, diharapkan dapat meningkatkan budaya kerja dalam suatu instansi.
Gaya komunikasi merupakan masalah yang utuh yang patut mendapat perhatian
(Mason dkk, 2012). Hasil penelitian Barbara (2015) mengemukakan terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara komponen gaya komunikasi dengan
budaya kerja karena komponen ini memiliki dampak yang signifikan pada budaya
kerja dan dicatat sebagai faktor yang berharga untuk meningkatkan budaya kerja.
Hasil penelitian West dan Turner (2010) mengemukakan gaya komunikasi atau
communication style memberikan pengetahuan tentang bagaimana perilaku
manusia dalam suatu budaya kerja ketika melaksanakan tindakan dan
pekerjaanya.
Penelitian terdahulu Martinez (2012), menemukan bahwa gaya
komunikasi mempengaruhi budaya kerja. Hasil penelitian lain juga menyatakan
bahwa manajemen rumah sakit harus memperhatikan gaya komunikasi kepala
ruagan karena berpengaruh terhadap budaya kerja perawat (Santa Maria, 2013).
Hasil penelitian Williams (2014) menunjukkan bahwa 67% dari perawat
melaporkan bahwa mereka memiliki komunikasi yang buruk, sementara 25% dan
8% masing-masing berada pada gaya komunikasi menengah dan baik. Hal ini
berarti pihak manajemen rumah sakit belum sepenuhnya menerapkan aspek-aspek
Hasil penelitian dari Gillies (1994), yang mengatakan selain gaya
komunikasi kepemimpinan juga mempunyai pengaruh terhadap budaya kerja
dimana pada dasarnya kepemimpinan yang baik akan menghasilkan budaya kerja
yang baik pula. Kartono (1994) mengartikan pemimpin adalah seorang pribadi
yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan di
satu bidang, sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaiaan satu atau beberapa
tujuan. Hasil penelitian Dorgahi (2013), menemukan bahwa kepemimpinan
mempengaruhi budaya kerja. Hasil penelitian Sandau (2013), menunjukkan
bahwa 59% dan perawat melaporkan bahwa memiliki kepemimpinan pada tingkat
menengah, sementara 27% dan 14% masing-masing berada pada kepemimpinan
yang buruk dan baik. Hal ini berarti pihak manajemen rumah sakit belum
sepenuhnya menerapkan aspek-aspek kepemimpinan yang baik.
Hasil penelitian Chen (2013) membuktikan hasrat untuk memimpin adalah
motif kunci untuk meningkatkan budaya kerja. Berdasarkan hasil penelitian
Vincent (2007) menunjukkan bahwa kememimpinan yang memiliki ambisi dan
energy yang kuat akan mendorong kepemimpinan untuk mencapai tujuan pribadi
maupun tujuan organisasi serta menentukan budaya kerja individu. Penelitian
yang dilakukan di Iran terhadap 25 kepemimpinan administrasi perawat dalam
penelitian menyatakan bahwa kepercayaan diri kurang (37%), beberapa
menyatakan ambisi dan energy mereka tidak begitu besar dalam melakukan
Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan kemampuan dan
keterampilan seorang manajer keperawatan dalam mempengaruhi perawat lain di
bawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam
memberikan pelayanan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai.
Pemberian pelayanan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang komplek dan
melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan
berbagai kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan (Nurahmah,
2005). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok
untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti
tingkat manajerial pada suatu organisasi. Karena posisi manajemen terdiri atas
tingkatan yang biasanya menggambarkan otoritas, seorang individu biasa
mengasumsikan suatu peran kepemimpinan sebagai akibat dari posisi yang ia
pegang pada organisasi (Robbins, 2006).
Yokl (1989) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu individu yang
menunjukkan kemampuan untuk mempengaruhi individu untuk jadi efektif
berdasarkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan pekerjaan organisasi.
Melalui kepemimpinan, perawat dapat dipengaruhi. Hanya ketika sebuah
organisasi terlihat untuk mengubah gaya kepemimpinannya akan perubahan
budaya komunikasi untuk karyawannya, memungkinkan bagi organisasi mencapai
potensi kinerja penuh. Komunikasi kepemimpinan dapat membuat budaya kerja
yang tidak termotivasi kembali memperoleh produktivitas. Faktor kepemimpinan
memegang peranan penting, karena kebutuhan bekerja tergantung dari
Robbins (2006), menjelaskan ada lima komponen dari kepemimpinan
yaitu: ambisi dan energy, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas,
kepercayaan diri dan kecerdasan. Kepemimpinan yang baik akan menciptakan
sumber daya manusia produktif, mempunyai komitmen dan dedikasi tinggi
terhadap pekerjaan, sehingga harapan yang ingin dicapai dapat terwujud dalam
meningkatkan budaya kerja. Menurut penelitian Gillies (1994), menjelaskan ada
lima komponen dalam kepemimpinan keperawatan yaitu: 1) kepiawaian dalam
menggunakan posisi, 2) kemampuan dalam memecahkan masalah secara efektif,
3) ketegasan sikap dan komitmen dalam mengambil keputusan, 4) mampu
menjadi media dalam penyelesaian konflik kinerja, dan 5) mempunyai
keterampilan dalam komunikasi dan avokasi. Kepemimpinan dalam keperawatan
dapat ditumbuhkan lebih optimal, apabila seorang manjer/kepala ruangan
keperawatan mampu memperlihatkan keterampilan dalam menghadapi orang lain
dengan efektif.
Budaya kerja merupakan salah satu isu yang aktual saat ini. Budaya kerja
sudah lama dikenal oleh umat manusia, tetapi belum disadari bahwa suatu
keberhasilan kerja itu berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang
menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut
dinamakan budaya. Budaya selalu dikaitkan dengan mutu/kualitas kerja, hal
tersebut dinamakan budaya kerja. Budaya kerja merupakan suatu upaya
membangun sumber daya manusia, proses kerja, dan hasil kerja yang lebih
baik. Pencapai tingkat kualitas yang semakin baik tersebut diharapkan
bersumber dari setiap individu yang terkait dalam budaya kerja itu sendiri
Menurut Kementrian Kesehatan (Kemenkes), tahun 2011, mengatakan
lebih dari 61% budaya kerja di rumah sakit dalam bidang keperawatan masih
memiliki budaya kerja yang kurang kesadaran akan bekerja terlihat dari evaluasi
kerja, hanya 6 dari 10 pekerja yang aktif dan bertangguang jawab dalam
pekerjaannya dan sekitar 45 % budaya kerja masih menggunakan sistem budaya
kerja yang harus diperintah baru dapat bekerja, seharusnya budaya kerja dalam
lingkungan pekerjaan sudah memiliki tugasnya masing-masing. Ndraha (2005)
menyatakan komponen-komponen yang dinilai pada budaya kerja yaitu:
1) anggapan dasar tentang kerja, 2) sikap terhadap pekerjaan, 3) perilaku ketika
bekerja, 4) lingkungan kerja dan alat kerja, dan 5) etos kerja.
Pada sebuah budaya kerja Rumah Sakit swasta, kesuksesan atau kegagalan
dalam pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan, dipengaruhi oleh gaya komunikasi
dan kepemimpinan kepala ruangan yang memadai, maka penyelenggaraan tata
pemerintahan yang baik akan terwujud, sebaliknya kelemahan gaya komunikasi
dan kepemimpinan kepala ruangan merupakan salah satu sebab keruntuhan
budaya kerja di Rumah Sakit di indonesia. Gaya komunikasi dan kepemimpinan
kepala ruangan dapat dikatakatakan sebagai cara dari seorang pemimpin dalam
mengarahkan, mendorong dan mengatur seluruh unsur-unsur didalam kelompok
budaya kerja untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Oleh karena pemimpin
harus bisa menempatkan perannya sebagai kepala semua bidang sehingga dapat
mengatur para bawahan agar bekerja dengan baik dan juga bisa memotivasi (W.
Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin mempunyai komitment yang tinggi
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, memuaskan dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. RSU. Bunda Thamrin Medan telah
dibuka secara resmi berdasarkan surat izin resmi menyelenggarakan Rumah Sakit
Umum dari dinas kesehatan Propinsi Sumatera Utara, No 440.441/1791/III/2009.
Selanjutnya RSU. Bunda Thamrin Medan telah melaksanakan kegiatan pelayanan
rumah sakit untuk masyarakat umum berupa kegiatan pelayanan rumah sakit
untuk masyarakat umum berupa kegiatan konsultasi, rawat inap rawat jalan dan
penunjang medik (Rekam Medis RSU Bunda Thamrin, 2015).
Pelayanan keperawatan yang dilakukan dalam memberikan asuhan
keperawatan secara profesional mengingat Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan
merupakan rumah sakit swasta Non Pendidikan di kota medan. Rumah Sakit
Bunda Thamrin Medan ingin terus-menerus berkembang tentunya mengharapkan
kepala ruangannya memiliki gaya komunikasi dan kepemimpinan kepala ruangan
yang mampu menggerakkan anggotanya dalam membentuk suatu budaya kerja
dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan, akan tetapi berdasarkan
wawancara yang dilakukan terhadap 19 orang perawat pelaksana yang ada di
ruangan rawat inap rumah sakit Bunda Thamrin Medan diperoleh data bahwa 13
orang mengeluh mengatakan tentang gaya komunikasi kepala ruangannya kasar,
11 orang mengeluh tentang komunikasi yang kurang baik dimana kepala ruangan
selalu menyalakan anggotanya tanpa memberi contoh yang baik, 9 mengatakan
8 orang mengatakan kepala ruangan kurang merespon informasi yang kita
berikan, dan 5 orang mengatakan kepala ruangan tidak konsisten dengan apa yang
dia katakan.
Berdasarkan kepemimpinan kepala ruangan, 12 orang mengeluh tentang
ambisi dan energy, 15 orang mengeluh tentang hasrat untuk memimpin, 6 orang
mengeluh tentang kejujuran dan integritas, 7 orang mengeluh tentang kepercayaan
diri, 6 orang mengeluh tentang kecerdasan. Berdasarkan Budaya kerja unit
pelayanan keperawatan, 17 orang mengeluh tentang anggapan buruk tentang
kerja, 6 orang mengeluh tentang buruknya sikap terhadap bekerjaan, 8 orang
mengeluh tentang buruknya prilaku ketika bekerja, 13 orang mengeluh tentang
lingkungan kerja dan alat kerja yang kurang memadai, 7 orang mengeluh tentang
etos kerja yang kurang baik.
Hasil penelitian Siagian (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
kepemimpinan menurut perpektif kepala ruangan pada rumah sakit negeri lebih
baik dari pada rumah sakit swasta (Rumah Sakit Pemerintah > Rumah Sakit
Swasta) dengan perbedaan rata-rata 1,752. Pada perspektif budaya kerja dan
administrasi rumah sakit rumah sakit negeri jauh lebih baik dari pada rumah sakit
swasta (Rumah Sakit Pemerintah > Rumah Sakit Swasta) dengan perbedaan
rata-rata 2,57. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk
meneliti pengaruh gaya komunikasi dan kepemimpinan kepala ruangan terhadap
budaya kerja unit pelayanan keperawatan di rumah sakit swasta Bunda Thamrin
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian terdahulu Shabnam Hamdi (2012) mengemukakan bahwa gaya
komunikasi dan kepemimpinan keperawatan dalam suatu rumah sakit
mempengaruhi budaya kerja para perawatnya. Hasil penelitian lain juga
menyatakan bahwa pihak manajemen harus memperhatikan gaya komunikasi dan
kepemimpinan kepala ruangan karena akan mempengaruhi rasa kewajiban kerja
dan berkomitmen untuk bekerja (Anis, 2011). Berdasarkan wawancara yang
dilakukan terhadap 19 orang perawat pelaksana yang ada di ruangan rawat inap
rumah sakit Bunda Thamrin Medan diperoleh data bahwa terdapat perawat
pelaksana mengeluh tentang gaya komunikasi kepala ruangan, kepemimpinan
kepala ruangan belum sepenuhnya dapat menyelesaikan konflik yang terjadi
dalam keperawatan dan masih memiliki budaya kerja perawat yang berprilaku
buruk saat bekerja.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian
ini adalah :
a. Apakah ada pengaruh gaya komunikasi kepala ruangan terhadap budaya kerja
di rumah sakit Bunda Thamrin Medan dan rumah sakit Bina Kasih Medan
tahun 2016.
b. Apakah ada pengaruh kepemimpinan kepala ruangan terhadap budaya kerja di
rumah sakit Bunda Thamrin Medan dan rumah sakit Bina Kasih Medan tahun
2016.
c. Apakah ada pengaruh gaya komunikasi dan kepemimpinan kepala ruangan
terhadap budaya kerja di rumah sakit Bunda Thamrin Medan dan rumah sakit
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya
komunikasi dan kepemimpinan kepala ruangan terhadap budaya kerja unit
pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan Tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi gaya komunikasi kepala ruangan di rumah sakit Bunda
Thamrin Medan dan rumah sakit Bina Kasih Medan tahun 2016.
2. Mengidentifikasi kepemimpinan kepala ruangan di rumah sakit Bunda
Thamrin Medan dan rumah sakit Bina Kasih Medan tahun 2016.
3. Mengidentifikasi budaya kerja di rumah sakit Bunda Thamrin Medan dan
rumah sakit Bina Kasih Medan tahun 2016.
4. Mengetahui pengaruh gaya komunikasi dan kepemimpinan kepala ruangan
terhadap budaya kerja di rumah sakit Bunda Thamrin Medan dan rumah
sakit Bina Kasih Medan tahun 2016.
1.4Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi Pengaruh gaya
komunikasi dan kepemimpinan kepala ruangan terhadap budaya kerja unit
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1.5.1 Manfaat Bagi Rumah Sakit
1.5.1.1Pihak Manajemen
Mengetahui bagaimana pentingnya gaya komunikasi dan kepemimpinan
kepala ruangan dalam upaya membangun budaya kerja mereka.
1.5.1.2Kepala Ruangan
Sebagai bahan pembelajaran atau masukan mengenai pentingnya gaya
komunikasi dan kepemimpinan bagi kepala ruangan keperawatan dalam
mengelola budaya kerja khususnya tenaga keperawatan.
1.5.1.3Perawat Pelaksana
Mengetahui bagaimana pentingnya gaya komunikasi dan kepemimpinan
kepala ruangan dalam upaya melaksanakan tugas dan mengetahui tugas-tugas
pokok dari perawat peleksana membangun budaya kerja.
1.5.2 Manfaat Bagi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu
yang telah didapat di bidang kajian Administrasi Keperawatan.
1.5.3 Bagi Tim Kesehatan Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam Tim
Kesehatan lainnya dan sebagai sumber informasi yang yang berkaitan dengan
pengaruh gaya komunikasi dan kepemimpinan kepala ruangan terhadap budaya
kerja unit pelayanan keperawatan di rumah sakit Bunda Thamrin Medan tahun