• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAM MENURUT DUNIA BARAT TIMUR DAN INDONE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HAM MENURUT DUNIA BARAT TIMUR DAN INDONE (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HAM MENURUT DUNIA BARAT, TIMUR DAN INDONESIA

HAM Menurut Dunia Barat

istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.

Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.

Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :

1. Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.

2. Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.

3. Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.

Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran Barat. Pertama, pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat. Kedua, Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan. Ketiga, Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.

Negara-negara Barat, seperti Amerika, dengan paham Liberalismenya memungkinkan masyarakatnya untuk melakukan segala sesuatu dengan sebebas-bebasnya (peran swasta lebih dominan), sedangkan peran pemerintah sangat kecil dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut berdampak pada kondisi kehidupan masyarakatnya yang “kebablasan” pada beberapa sisi, seperti pergaulan bebas, persaingan bebas, dan sebagainya yang banyak menimbulkan masalah-masalah baru bagi sebagian masyarakat. Imbas lainnya dari paham Liberalisme adalah terhimpitnya kaum ekonomi lemah karena para pemilik modal (kaum kapitalis) memiliki kebebasan dalam melakukan investasi di berbagai sektor usaha.

(2)

Paham yang berkembang di negara-negara Timur (seperti di Uni Soviet dan RRC pada masa lalu) adalah komunisme. Dampak yang ditimbulkan oleh ideologi tersebut adalah berkebalikkan dengan apa yang ditimbulkan oleh Liberalisme. Hak-hak masyarakat diakui, namun tidak sepenuhnya dipedulikan oleh pemerintah. Peran pemerintah sangat dominan dalam mengatur berbagai aspek kehidupan. Pada praktik kehidupan bernegara, pemerintah bersikap otoriter dan tidak peduli terhadap aspirasi rakyat. Hal tersebut berdampak pada pembungkaman suara rakyat dan pers, sehingga mencukur demokrasi yang seharusnya menjadi hak rakyat.

ideologi Timur (komunisme) yang menitikberatkan pada hak-hak ekonomi. Dalam HAM ideologi timur ini terlihat adanya upaya penyelarasan antara hak individu (hak sipil dan politik) dengan hak kolektif (hak ekonomi dan sosial) seperti hak untuk kehidupan yang layak dan mendapatkan pendidikan. Juga dicantumkan hak untuk mengatur kekayaan dan sumber-sumber nasional secara bebas sebagaimana tercantum dalam kedua kovenan tersebut. Namun demikian, adanya pembedaan hak sipil dan hak politik dengan hak ekonomi dan sosial masih tetap menimbulkan persepsi yang berbeda-beda mengenai apa yang merupakan pelanggaran HAM. Negara-negara Barat berpendapat bahwa pelanggaran HAM hanya menyangkut pelanggaran hak sipil dan hak politik saja, khususnya yang berkaitan dengan hak dan kebebasan

Pemerintah RRC berpendapat bahwa hak asasi manusia sepatutnya mencakup kepuasan hidup dan kemajuan ekonomi. Dengan kata-kata berlainan, saat mengkaji dirinya, ia melihat kemajuan ekonomi dan kepuasan hidup rakyatnya sebagai meningkatkan situasi hak asasi manusianya, dan saat melihat situasi di negara-negara maju ia seringkali menotakan terdapat tingkat kriminalitas dan kemiskinan yang tinggi di tempat-tempat yang dikatakan mempunyai penghormatan terhadap hak asasi manusia yang tinggi.

hak asasi manusia menurut uni soviet berbeda dari konsepsi-konsep yang lazim di Barat. Menurut teori hukum Barat, "itu adalah individu yang merupakan penerima hak asasi manusia yang harus menegaskan terhadap pemerintah", sedangkan teori Soviet yang

menyatakan masyarakat secara keseluruhan adalah penerima. Dalam Uni Soviet, penekanan ditempatkan pada hak ekonomi dan sosial seperti akses ke perawatan kesehatan, gizi yang memadai, pendidikan di semua tingkatan, dan pekerjaan dijamin. Pemerintah Uni Soviet menganggap ini sebagai hak yang paling penting, tanpa yang politik dan hak-hak sipil yang berarti.

(3)

HAM Menurut Indonesia

Hak asasi manusia menggelora di Indonesia diawali ketika terjadi revolusi sosial tahun 1997. Ditandai turunnya kepimpinan orde baru, mulailah babak baru yang disebut dengan era reformasi. Dalam era reformasi ini menggema berbagai tuntutan perlunya menegakkan hak asasi manusia.

Ketika Presiden BJ Habibie berkuasa, terbentuklah suatu undang-undang yang mengatur tentang hak asasi manusia, yaitu UU No. 39 Tahun 1999. Walaupun jauh sebelumnya telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, perlindungan, dan penegakan terhadap hak asasi manusia terabaikan. indonesia menganut ideologi Demokrasi Pancasila, sehingga implementasi hak asasi manusia di Indonesia seharusnya berjalan dengan baik sesuai dengan sifat-sifat dasar dari paham Demokrasi Pancasila. Menurut ideologi tersebut, hak-hak asasi setiap rakyat Indonesia pada dasarnya diimplementasikan secara bebas, namun tetap dibatasi oleh hak-hak asasi orang lain. Jadi, ideologi ini menawarkan kebebasan yang bertanggung jawab dalam

mengimplementasikan hak asasi manusia. Namun hal tersebut perlu dikaji lebih dalam, sebab ideologi yang dianut oleh negara Indonesia tercinta ini belum tentu dapat diterapkan oleh rakyat tersebut dengan benar sepenuhnya.

Sejak indonesia merdeka, sesungguhnya telah memberikan pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negaranya, jauh sebelum PBB mencetuskan Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan sedunia hak-hak asasi manusia). Pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia tersebut diabadikan dalam konstitusi negara yaitu dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan piagam HAM bagi bangsa Indonesia.seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.

hak bagi setiap warga negara indonesia yang secara umum seperti, antara lain:

1.Hak untuk hidup

2.Hak untuk memperoleh pendidikan

3.Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain 4.Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama 5.Hak untuk mendapatkan pekerjaan

(4)

Hak akan pendidikan mutlak sekali didapatkan bagi setiap warga negara yang tinggal dan hidup di negeri Indonesia ini. Sesungguhnya hal ini tidak hanya memberikan keuntungan bagi si penerima hak ini tetapi bagi pemerintah juga demikian. Kenapa dikatakan seperti itu, karena jika warga negaranya memiliki atau berwawasan luas akan dunia pendidikan secara tidak langsung akan membaga dampak yang besar bagi negara Indonesia ini, khususnya di waktu yang akan datang. Seorang tokoh pembangun bangsa pernah perkata, “seribu orang tua bisa bermimpi, satu roang muda bisa merubah dunia”. Dari ucapan beliau tersebut kita bisa mengerti betapa pendingnya generasi muda bagi setiap bangsa.

PERBEDAAN HAM (hak asasi manusia) VERSI PBB DAN VERSI ISLAM (Oleh Habib Muhammad Rizieq Syihab)

Sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendeklarasikan Hak Asasi Manusia (HAM) seiring dengan pendiriannya pada tahun

1945, maka HAM muncul sebagai issue internasional yang selalu menjadi perhatian masyarakat dunia. Namun sayangnya, HAM yang semula lahir dimaksudkan untuk membebaskan umat manusia dari penjajahan dan perbudakan, belakangan justru menjadi senjata ampuh untuk menghidupkan kembali Imperialisme Modern.

Dengan dalih HAM, para Kapitalis mengeruk keuntungan sebesar-besarnya di berbagai sektor ekonomi, tanpa peduli kerugian pihak lain. Dengan dalih HAM pula, negara-negara Kapitalis bersekutu memporak-porandakan berbagai negara yang tidak mereka sukai, secara politik mau pun ekonomi. Bahkan kini, dengan dalih HAM juga, berbagai perilaku anti agama ditumbuh-suburkan tanpa peduli batasan ajaran agama.

Di Indonesia, HAM menjadi senjata penting bagi kaum Liberal dalam mengusung seluruh programnya. Dengan dalih HAM, kaum Liberal selalu memperjuangankan "penghalalan yang haram" dan "pembelaan yang bathil", seperti legalisasi miras dan ganja, bahkan narkoba, begitu juga positivisasi perjudian dan pelacuran, bahkan formalisasi perkawinan sejenis. Dengan dalih HAM pula, kaum Liberal selalu memperjuangankan "pengharaman yang halal" dan "penolakan yang haq", seperti penolakan terhadap Undang-Undang Penodaan Agama dan Undang-Undang Pornografi, bahkan penolakan terhadap semua Undang-Undang dan Perda-Perda yang bernuansakan Syariat Islam.

Karena itulah, pembahasan tentang HAM dalam Wawasan Kebangsaan menjadi sangat penting, agar HAM tidak dijadikan senjata untuk merontokkan pilar-pilar bangsa dan negara Indonesia.

HAM MENURUT BARAT

(5)

pandangan Barat murni merupakan hasil pemikiran dan penetapan akal semata, terlepas sama sekali dari dogma agama.

Definisi tersebut melepaskan ikatan HAM dari doktrin ajaran agama, sehingga norma-norma agama sama sekali tidak menjadi ukuran penting dalam terminologi HAM. Dengan makna HAM seperti ini, maka HAM sering dihadap-hadapkan dengan agama, sehingga HAM sering dipahami sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan karena HAM sering digunakan untuk mengkerdilkan agama, akhirnya HAM dianggap sebagai musuh agama.

Berdasarkan definisi tersebut pula, maka setiap manusia berhak untuk memenuhi kebutuhan biologisnya dengan melakukan aneka hubungan sex yang diinginkannya, sebagaimana setiap manusia berhak untuk makan dan minum apa saja yang disukainya. Karenanya, menurut Barat bahwa perzinahan dan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender) serta aneka penyimpangan sex lainnya, adalah merupakan HAM. Begitu pula mengkonsumsi makanan dan minuman haram, semuanya adalah HAM.

Selain itu, HAM dalam pandangan Barat tidak statis, tapi berubah-ubah tergantung penilaian akal yang dikuasai hawa nafsu terhadap situasi dan kondisi serta kepentingan, karena lepas dari doktrin agama sama sekali. Bisa jadi, sesuatu yang dianggap HAM pada saat ini, namun di kemudian hari tidak lagi dianggap sebagai HAM. Begitu pula sebaliknya, sesuatu yang tidak dianggap HAM pada saat ini, namun di kemudian hari bisa dianggap sebagai HAM.

Misalnya, saat ini mengkonsumsi khamar (miras) di Amerika Serikat dianggap sebagai HAM, bahkan menjadi gaya hidup modern. Padahal pada tahun 1919, pemerintah AS menganggap Miras bukan bagian HAM, bahkan AS menyatakan perang terhadap Miras dan melarangnya sama sekali. Saat itu pemerintah AS mengeluarkan Undang-Undang Anti Miras yang

sosialisasinya menelan biaya US $ 60 ribu dan dana pelaksanaannya mencapai Rp.75 Milyar, sesuai dengan nilai mata uang di zaman itu. Dan menghabiskan 250 juta lembar kertas berbentuk selebaran.

Selama 14 tahun pemberlakuan UU Anti Miras di AS, telah dihukum mati sebanyak 300 orang peminum miras dan dihukum penjara sebanyak 532.335 orang. Tapi ternyata, masyarakat AS justru makin hobby meminum miras, yang pada akhirnya memaksa pemerintah mencabut UU Anti Miras pada tahun 1933 M, dan membebaskan miras sama sekali.

Nah, bisa jadi saat ini mengkonsumsi Narkoba dianggap musuh besar HAM di berbagai belahan dunia, namun di kemudian hari justru Narkoba dianggap sebagai HAM, bahkan gaya hidup masa depan, sebagaimana Kasus Miras. Gejala itu sudah mulai ada, misalnya sejak beberapa tahun lalu di Indonesia ada usulan dari Lingkar Ganja Nusantara kepada Badan Narkotik Nasional dan pemerintah serta DPR RI agar melegalisasi ganja.

Itulah sebabnya, HAM dalam pandangan Barat tidak memiliki kaidah dan batasan yang jelas, sehingga manakala definisi HAM mereka berbenturan dengan kepentingan mereka sendiri atau kemauan hawa nafsu mereka, maka mereka berlindung dibalik

pengecualian-pengecualian atau ketentuan-ketentuan hukum khusus atau perubahan ketetapan Konvensi HAM.

(6)

Dalam Islam definisi HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak lahir sebagai karunia Allah SWT, sehingga hak tersebut tidak akan pernah bertentangan dengan Kewajiban Asasi Manusia (KAM) yang telah digariskan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Inti dari KAM adalah kewajiban manusia beribadah kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam QS.51.Adz-Dzaariyaat : 56 yang terjemahnya : "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." Dengan KAM segenap umat Islam wajib tunduk, patuh dan taat menjalankan semua perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, serta wajib pula meninggalkan segala larangan Allah SWT dan Rasul-Nya, semata-mata hanya untuk mencari ridho-Nya.

Dengan demikian, HAM tidak berdiri sendiri, tapi selalu diikat dengan KAM. Jadi, definisi HAM terikat erat dengan doktrin ajaran agama Islam, sehingga norma-norma agama Islam menjadi tolok ukur paling utama dalam terminologi HAM.

Berdasarkan definisi ini, maka setiap manusia berhak untuk memenuhi kebutuhan

biologisnya, namun harus dengan cara yang dibenarkan Syariat Islam, sebagaimana setiap manusia berhak untuk makan dan minum apa saja yang disukainya, namun tetap dalam batasan makanan dan minuman yang dihalalkan Syariat Islam.

Karenanya, dalam Islam ditegaskan bahwa perzinahan dan LGBT serta aneka penyimpangan sex lainnya, merupakan pelanggaran KAM, sehingga bukan merupakan HAM. Begitu pula mengkonsumsi makanan dan minuman haram, semuanya pelanggaran KAM, dan bukan merupakan HAM.

Selain itu, HAM dalam pandangan Islam statis, tidak berubah-ubah. Artinya, apa-apa yang diharamkan atau dihalalkan Syariat Islam akan tetap berlaku hingga Hari Akhir. Sesuatu yang telah ditetapkan sebagai HAM mau pun KAM oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW, maka dari dulu hingga kini, bahkan sampai masa yang akan datang, akan tetap menjadi HAM dan KAM.

Dengan demikian, keharaman khamar (miras) yang mencakup segala jenis minuman atau makanan yang memabukkan. Dari bahan apa pun dibuatnya, apakah dari kurma, anggur atau buah lainnya, termasuk dari bahan kimia sekali pun. Dan apa pun bentuknya, apakah cair, gas, asap, jeli, bubuk, pil, serta bentuk lainnya. Dan bagaimana pun cara mengkonsumsinya, apakah diminum, dimakan, dikunyah, dioleskan, disedot, atau pun disuntikkan. Dan apa pun namanya, apakah Alkohol, Arak, Bir, Rum, Vodka, Cognac, dan sebagainya. Dan berapa pun kadar penggunaannya, banyak atau pun sedikit. Serta kapan dan dimana pun minumnya, apakah di musim panas mau pun dingin, atau apakah di negeri Arab mau pun di negeri China atau di negeri lainnya. Maka sejak dulu hingga sekarang, bahkan sampai yang akan datang, khamar adalah haram, dan bukan merupakan HAM, serta sampai kapan pun tidak akan pernah menjadi HAM.

Jadi jelas, bahwa HAM dalam pandangan Islam memiliki kaidah dan batasan yang jelas, sehingga tidak akan pernah berbenturan dengan KAM.

ISLAM vs DEKLARASI HAM PBB

(7)

didorong oleh semangat penegakan keadilan bagi seluruh umat manusia. Namun karena dasar pemikiran resolusinya bersumber dari HAM Barat, maka sejumlah item yang diatur di dalamnya bertentangan dengan ajaran agama, khususnya agama Islam.

Pasal 16 resolusi tersebut adalah "Pasal Kawin Bebas", karena menjamin kebebasan bagi pria mau pun wanita yang sudah dewasa dengan hak yang sama untuk menikah tanpa batasan agama dan tanpa peran Wali Nikah. Padahal dalam pandangan umum Islam diharamkan "Kawin Beda Agama" dan "Kawin Tanpa Wali".

Dan Pasal 18 resolusi tersebut adalah "Pasal Murtad", karena menjamin kebebasan bagi setiap orang untuk berganti agama apa pun, termasuk yang murtad dari Islam. Padahal dalam Islam setiap muslim diharamkan untuk keluar dari Islam, bahkan diancam Hukuman Mati.

Pasal 21 resolusi tersebut adalah "Pasal Demokrasi" karena mewajibkan setiap negara untuk menerapkan "Demokrasi" dengan memberikan kedaulatan sepenuhnya kepada keinginan rakyat dan mewajibkan Pemilu di setiap negara. Padahal Islam bukan Demokrasi, dan Demokrasi bukan Islam.

Pada tanggal 16 Desember 1966, Majelis Umum PBB menetapkan Resolusi 2200 A (XXI). Dalam Resolusi ini ada Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang

menekankan kembali tentang "Pasal Kawin Bebas" dan "Pasal Murtad" serta "Pasal

Demokrasi", yaitu pada Pasal 1, 2, 23 dan 25. Sedang Pasal 6 kovenan ini masih mengakui dan membolehkan pemberlakuan Hukuman Mati, namun kemudian dibatalkan melalui Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik untuk

penghapusan Hukuman Mati yang ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB No. 44 / 128 tertanggal 15 Desember 1989. Padahal dalam Islam ada pemberlakuan Hukuman Mati dalam masalah Qishash mau pun Hudud, seperti hukuman mati bagi pembunuh dan zani muhson serta murtad.

HAM ANAK dan WANITA

Majelis Umum PBB mengeluarkan sejumlah resolusi tentang Anak dan Wanita atas dasar semangat untuk memberi perlindungan terhadap anak dan wanita. Tentu ini merupakan suatu upaya terpuji yang harus didukung semua pihak. Namun sayang, lagi-lagi dasar pemikiran resolusinya bersumber dari HAM Barat, sehingga sering bertentangan dengan ajaran agama, khususnya agama Islam.

Salah satu resolusi PBB terkait Anak adalah Konvensi Hak Anak yang ditetapkan Majelis Umum PBB melalui Resolusi No. 44 / 25 tertanggal 20 November 1989. Pasal 20 resolusi ini secara eksplisit mengakui eksitensi Kafalah dalam Hukum Islam. Dan Pasal 24 resolusi ini secara rinci menjamin perlindungan terhadap anak dari segala bentuk eksploitasi sex dan pornografi. Ini merupakan hal yang sangat bagus dari resolusi ini. Hanya saja, resolusi ini tidak memberi batasan jelas tentang definisi anak.

(8)

Dalam Islam dasar dan indikator kedewasaan sesorang sangat jelas dan pasti. Islam

menetapkan bahwa kedewasaan bagi pria ditandai dengan salah satu dari dua perkara, yaitu "mimpi" yang menyebabkan junub pertama atau usia yang sudah genap 15 tahun

qomariyyah. Sedang kedewasaan bagi wanita ditandai juga dengan salah satu dari dua perkara, yaitu "Haidh" yang pertama atau juga usia yang sudah genap 15 tahun qomariyyah. Penetapan ini sangat sederhana tapi jelas dan terang, sehingga mudah diidentifikasi oleh siapa pun.

Dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 34 / 180 tanggal 18 Desember 1979 tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan disebutkan antara lain : Pelarangan kawin dan hamil di bawah usia 18 tahun dan Pelarangan Khitan bagi anak perempuan. Padahal dalam Islam, soal usia perkawinan kembali kepada ketetapan Islam tentang usia dewasa sebagaimana tersebut di atas, sehingga siapa telah dewasa maka ia berhak untuk kawin dan hamil sesuai aturan Syariat Islam.

Ada pun soal Pelarangan Khitan Perempuan, PBB mengambil sampel "Khitan Fir'aun" yang marak di Benua Afrika, yaitu "Pemotongan Alat Kelamin Wanita", lalu menggeneralisir bahwa semua bentuk khitan dilarang. Padahal "Khitan Islam" berbeda dengan "Khitan Fir'aun". Dalam Khitan Islam cukup hanya menghilangkan selaput (jaldah / colum / praeputium) yang menutupi klitoris, bukan melukai atau memotong klitorisnya, apalagi memotong alat kelaminnya. Bahkan dalam Islam sudah dianggap cukup hanya dengan melakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum klitoris).

Selain itu, dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, ternyata juga ada soal perempuan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pasal 3 kovenan tersebut adalah "Pasal Kesetaraan Gender", karena menjamin persamaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita dalam semua aspek kehidupan, termasuk waris. Selain itu, masih ada Deklarasi dan Program Aksi di Wina pada tanggal 25 Juni 1993 tentang Hak Anak dan Wanita yang secara rinci menetapkan soal "Kesetaraan Gender". Padahal Islam tidak

mengenal "Kesetaraan Gender", tapi Islam memperkenalkan "Keserasian Gender". Ada pun Hukum Waris dalam Islam sudah final.

AWASI DAN KOREKSI HAM PBB

Dengan fakta dan data tersebut di atas tentang kontroversialnya berbagai Resolusi HAM PBB, maka umat Islam di seluruh dunia berkewajiban untuk selalu melakukan pengawasan dan pengkajian terhadap setiap Resolusi HAM PBB. Apalagi disana masih banyak sekali pasal-pasal dalam berbagai Resolusi HAM PBB yang mesti disorot, dikaji dan dikoreksi agar tidak dijadikan senjata untuk membombardir Syariat Islam.

(9)

Misalnya, pada tahun 2006 di Indonesia terbit Surat Edaran (SE) Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI No : HK. 00.07.1.31047 a tertanggal 20 April 2006 tentang Larangan Medikalisasi Sunat Perempuan bagi Petugas Kesehatan, dengan alasan menyakitkan dan membahayakan serta merusak organ reproduksi perempuan, sekaligus memenuhi tuntutan WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia di PBB. SE tersebut disebar-luaskan ke semua RS dan Puskesmas, sehingga hampir semua RS menolak permintaan Khitan Anak Perempuan. Akibatnya, selama SE tersebut berlaku banyak anak perempuan umat Islam di Indonesia yang tidak dikhitan.

Lalu umat Islam Indonesia protes keras, karena Khitan dalam Islam bagi pria mau pun wanita adalah bagian dari Fithrah, sehingga merupakan Syiar Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pun pada tahun 2008 mengeluarkan Fatwa No. 9A tentang Khitan tertanggal 7 Mei 2008, sekaligus merekomendasikan kepada pemerintah agar menjadikan Fatwa tersebut sebagai acuan dalam masalah Khitan Perempuan.

Akhirnya, pada tahun 2010 terbit Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1636 / MENKES / PER / XI / 2010 tentang Sunat Perempuan yang mencabut SE Larangan Sunat Perempuan, sekaligus menerima rekomendasi MUI dengan menyetujui pelaksanaan Sunat Perempuan. Namun sayangnya Peraturan Menkes RI tersebut tidak tersosialisasikan dengan baik secara meluas, sehingga sampai saat ini masih ada sejumlah RS yang menolak Khitan Anak Perempuan.

Selain negara-negara Islam yang harus pro aktif mengawasi berbagai resolusi PBB, maka umat Islam pun harus pro aktif juga mengawasinya. Apalagi secara perorangan atau

organisasi pun diperkenankan untuk menyampaikan laporan ke PBB, baik usul dan saran mau pun kritik dan protes. Untuk itu ada sejumlah alamat yang bisa digunakan sesuai dengan bidang laporannya. Khusus masalah HAM bisa dialamatkan ke : Centre for Human Rights - United Nations Office of Geneva, 1211 Geneva 10, Switzerland.

HAM INDONESIA

Fakta sejarah membuktikan bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang menolak segala bentuk penjajahan di atas muka Bumi, lebih dulu ada dari pada Piagam PBB yang lahir tanggal 24 Oktober 1945. Artinya, Indonesia lebih dulu memiliki Deklarasi Universal HAM ketimbang PBB.

Namun demikian, aturan HAM secara rinci di Indonesia baru lahir pasca Reformasi 1998 melalui Amandemen UUD 1945 yang melahirkan Pasal 28 dan Pasal 28 huruf a s/d j tentang HAM. Lalu dilanjutkan dengan lahirnya UU No. 33 Th. 1999 tentang HAM yang sekaligus menjadi dasar pendirian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang disingkat Komnas HAM.

Penegakan HAM di Indonesia patut diapresiasi dan wajib kita dukung. Namun sayang sejuta sayang, pendefinisian HAM dalam UUD dan UU HAM yang ada masih merujuk kepada definisi HAM Barat, sehingga pada prakteknya menjadi bertolak belakang dengan pilar-pilar bangsa dan negara Indonesia. Buktinya, Komnas HAM di Indonesia banyak melakukan tindakan yang bertentangan dengan Asas Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi inti Pancasila dan UUD 1945 sebagai dua pilar utama negara.

(10)

Penodaan Agama yang tertuang dalam Penpres No.1 / 1965, UU No.5 Th.1969 dan KUHP Pasal 156a tentang larangan Penodaan Agama, mestinya semua aliran sesat yang telah menodai dan menistakan agama ditolak keras oleh Komnas HAM, bukan dijustifikasi dan dilegitimasi dengan pembelaan hingga tingkat internasional. Apalagi sesuai Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 2200 A (XXI) Pasal 18 ayat 3 yang memberikan hak kepada negara untuk melakukan pembatasan hukum yang diperlukan untuk melindungi keselamatan, ketertiban, kesehatan atau moral umum, atau hak asasi dan kebebasan orang lain. Ditambah lagi dengan putusan Sidang PBB di Jenewa - Swiss pada tanggal 26 Maret 2009 bahwa penodaan agama adalah pelanggaran HAM.

Kedua, Pembelaan Komnas HAM secara terang-terangan terhadap LGBT. Itu terlihat dalam pembelaan Komnas HAM terhadap Irsyad Manji dan Lady Gaga yang merupakan icon LGBT Internasional. Bahkan Komnas HAM pernah terlibat langsung dalam rangkaian acara "Kontes Waria" di Hotel Bumi Wiyata Jl. Margonda Raya, Depok - Jawa Barat, pada tanggal 30 April 2010. Dan kini sudah kesekian kali Komnas HAM mengajukan atau merestui para Aktivis LGBT ikut Fit and Proper Tes di DPR RI untuk jadi anggota Komnas HAM. Padahal, LGBT itu bertentangan dengan ajaran agama Islam dan bertentangan juga dengan empat pilar utama negara dan bangsa Indonesia, yaitu : Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

Ketiga, Pembelaan Komnas HAM secara terang-terangan terhadap gerakan Anti Perda Syariah dan aksi penolakan UU Pornografi, dengan dalih menolak diskriminasi dan perlindungan terhadap minoritas serta pelestarian budaya dan adat istiadat. Padahal, pemberlakuan Syariat Islam hanya kepada mayoritas muslim dan tidak dipaksakan kepada minoritas non muslim, sehingga tidak ada itu tindak diskriminatif yang merugikan kalangan non muslim. Bahkan manakala mayoritas diwajibkan tunduk dan patuh kepada Syariat Islam, justru minoritas akan terlindungi, karena Syariat Islam adalah Syariat Rahmat untuk semesta alam. Soal adat dan budaya, Islam selalu memberi ruang pelestarian dan pengembangannya selama tidak melanggar norma agama. Ada pun yang melanggar mesti diluruskan, seperti adat telanjang tanpa pakaian di depan umum, itu bukan budaya terpuji, tapi keterbelakangan. Nah, keterbelakangan itu harus dibina agar berperadaban, bukan dilestarikan agar tetap primitif.

Fakta dan Data di atas sudah cukup membuktikan bahwa paradigma Komnas HAM murni merupakan paradigma HAM Barat. Bahkan ada indikasi lain yang menunjukkan bahwa Komnas HAM memang sudah jadi Antek Barat, antara lain adalah tingginya tingkat

pembelaan Komnas HAM terhadap "kasus-kasus kecil" yang dialami minoritas seperti kasus HKBP di Ciketing Bekasi dan Gereja Yasmin di Bogor, namun terhadap "kasus-kasus besar" seperti pembantaian ribuan umat Islam dan pembakaran ratusan Masjid di Ambon, Poso, Sambas dan Sampit, ternyata Komnas HAM tuli, bisu dan buta : "Shummun Bukmun 'Umyun".

KESIMPULAN

(11)

Indonesia sebagai negara mayoritas berpenduduk muslim terbanyak dan terbesar di dunia yang memiliki empat pilar negara yang berjiwakan Piagam Jakarta dengan inti Ketuhanan Yang Maha Esa dan Syariat Islam, maka tidak ada pilihan lain dalam soal HAM, kecuali hanya boleh mendefinisikan HAM sesuai dengan definisi Islam.

Karenanya, ke depan para Aktivis Islam dari berbagai Ormas Islam harus mampu merebut semua posisi keanggotaan di Komnas HAM, sehingga mampu menjadikan HAM dan KAM sebagai ruh dan jiwa dalam semua program dan aktivitas Komnas HAM.

Demikianlah, urgensi dan importensi pembahasan tentang HAM dalam Wawasan

Kebangsaan Indonesia, agar sejalan dengan pilar-pilar negara dan kebangsaan lainnya yang telah dipaparkan selama ini dalam kolom Wawasan Kebangsaan di Suara Islam ini. Semoga bisa menambah wawasan dan memberi wacana baru yang menyegarkan serta membuka jalan kebenaran.

Hasbunallaahu Wa Ni'mal Wakiil, Ni'mal Maulaa Wa Ni'man Nashiir. Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata illaa Billaahil ‘Alyyil adzim.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt, berkat rahmat dan karunia-Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Pendidikan Nasional, sejak tahun 2007, telah membeli hak

Dan pada setiap definisi yang diuraikan, memiliki satu benang merah yang sama, contohnya seperti apa yang dirumuskan oleh John Locke bahwa HAM merupakan hak