Analisis Aktivitas Petir Terkait Dengan
Preseismic Event Di Wilayah Manado
(Studi kasus:Gempa Bumi Minahasa M 4,5 dan
Gempa Bumi Bitung M 3,0 2017)
Ramadhan Priadi
1*,Teuku
Hafid Hududillah
21,2
Prodi Geofisika,
Sekolah Tinggi Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika,
*
ramadhanpriadi6@gmail.com
Abstrak
Sebelum terjadi gempa bumi, gaya
stress
pada batuan memancarkan gelombang
elektromagnetik dan sejumlah ion listrik ketika melintasi lapisan bumi atau dikenal
dengan LAI (
Lithosphere Atmosphere Ionosphere
)
coupling
. Akibat pancaran
elektomagnetik tersebut mengakibatkan anomali pada aktivitas petir. Anomali aktivitas
petir sebelum terjadi gempa bumi ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sambaran
(
stroke
). Kenaikan polaritas ion listrik di sekitar hiposenter menunjukkan peningkatan
aktivitas petir dari variasi stress pada batuan. Peningkatan aktivitas petir ini disinyalir
merupakan zona persiapan pelepasan energi pada gempa bumi.Penelitian ini
menggunakan data gempa Minahasa 21 Agustus 2017 dengan magnitudo 4.5 kedalaman
126 km dan gempa Bitung 24 Agustus 2017 dengan magnitudo 3 kedalaman 99 km serta
data rekaman deteksi petir
Lightning Detector
boltek selama 30 hari pengamatan
sebelum gempa bumi terjadi. Radius rekaman data petir yang digunakan adalah 50 km
dari episenter gempa bumi. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh jika terjadi
peningkatan
stroke
beberapa hari sebelum terjadi gempa bumi. Pada gempa Minahasa
tidak diperoleh peningkatan yang signifikan akan tetapi arah sebaran petir pada tanggal
13 Agustus menunjukkan zona persiapan pelepasan energi oleh sesar. Sementara pada
gempa Bitung terjadi peningkatan signifikan aktivitas petir pada tanggal 22 agustus dan
23 agustus dengan jumlah
stroke
berturut-turut adalah sebesar 128
stroke
dan 196
stroke
dua hari sebelum gempa bumi terjadi. Hasil pemetaan aktivitas petir, menunjukkan
bahwa sebaran aktivitas petir cenderung terlihat jelas berada di sekitar episenter gempa
bumi. Anomali petir ini dikaitkan dengan prekursor gempa bumi dengan didukung data
intensitas curah hujan yang tidak signifikan,serta didukung data anomali medan magnet
sehingga anomali yang terjadi akibat dari aktivitas seismik di lithosfer.
Kata kunci
: petir,prekursor,gempa,anomali.
PENDAHULUAN
Gempa bumi merupakan fenomena
pelepasan energi secara tiba-tiba yang
ditandai dengan patahnya batuan. Sebelum
Atmosphere Ionosphere
)
coupling
(Kamogawa, 2006).
Selain itu aktivitas
gempa bumi juga disertai dengan
munculnya
anomali
gelombang
elektromagnetik, Seismo-elektromagnetic
anomalies (SEAs), Earthquake Lightning
(EQL), peningkatan konsentrasi radon dan
suhu (Ikeya dan Takaki, 1996).
Sebelum terjadi gempa bumi batuan
mengalami peningkatan akumulasi stress
yang kemudian pecah ketika tidak mampu
lagi menahan akumulasi stress, sehingga
menimbulkan pergeseran pada bidang
patahan yang diikuti dengan adanya
tanda-tanda kenaikan polaritas listrik dengan
frekuensi tinggi di hiposenter yang disebut
dengan piezoelektrik (Finkelstein, dkk,
1973).
Secara fisika, jika material diberi
tekanan atau stress, maka sifat material
tersebut mengalami perubahan yang dapat
diamati secara berkala (Timor, dkk, 2016).
Contohnya, pada sifat magnetik, radioaktif,
resistivitas, komposisi elektron, konsentrasi
radon dan lain sebaginya. Dengan demikian,
jika material dalam lapisan bumi mengalami
tekanan akibat aktivitas seismik seperti
microfacturing
dan gaya elektrokinetis
,maka
sifat material tersebut akan berubah drastis
menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari
kondisi normal (Prayogo, dkk, 2015).
Banyak sekali mineral-mineral
penyusun batuan, salah satunya adalah
mineral kuarsa (Uyeda, dkk, 2011). Mineral
kuarsa terindikasi memancarkan gelombang
elektromagnetik dan sejumlah ion listrik
ketika mendapatkan tekanan.
Ketika batuan mengalami tekanan
terjadi perubahan kerapatan elektron yang
berada di atmosfer (Septiningrum, 2016).
Sebelum gempa bumi terjadi batuan yang
berada di zona subduksi mengalami
peningkatan gaya tekan sampai batuan tak
dapat lagi menahan akumulasi energi hingga
akhirnya pecah dan menimbulkan pergeseran
batuan dikerak bumi serta getaran
dipermukaan bumi.
Ion-ion listrik yang terkumpul
memancarkan suhu tinggi, sehingga
menimbulkan uap air disekitarnya. Uap air
ini membentuk awan konvektif yang disertai
dengan sambaran petir awan ke tanah
yang dikenal dengan petir tipe CG
(cloud to ground) (Kamogawa, 2006).
(Liu, dkk, 2015) melakukan studi
statistik untuk melihat apakah petir ada
hubungannya dengan gempa bumi.
Data petir yang digunakan adalah data
30 hari sebelum dan sesudah dari 78
gempa bumi darat dan 230 gempa
bumi laut dengan magnitude M > 5,0
di Taiwan selama 12 tahun dari tahun
1993 – 2004.
Aktivitas petir dibandingkan
dengan parameter gempa bumi yakni
lokasi, kedalaman, dan magnitudo.
Hasilnya, bahwa aktivitas petir
cenderung tampak disekitar epicenter
dan mengalami kenaikan secara
signifikan 17-19 hari sebelum gempa
bumi darat dengan kedalaman dangkal
(D ≤ 20 Km) dengan M ≥ 6,0
Penelitian aktivitas petir untuk
preseismic event
bertujuan sebagai
konfirmasi dari anomali medan
magnet, terutama kaitannya dengan
prekursor gempa bumi. Dalam
penelitian ini digunakan metode
statistik untuk menganalisis anomali
petir sebelum terjadi gempa bumi,
menggunakan data aktivitas petir 30
hari sebelum terjadinya gempa.
Data curah hujan digunakan
sebagai data pembanding sehingga
dapat mengidentifikasi anomali yang
berasal dari aktivitas seismik atau dari
aktivitas meteorologi.
METODE PENELITIAN
A.Pengambilan data
Data gempa bumi diperoleh dari katalog gempa bmkg yan dapat diakses di
(http://inatews.bmkg.go.id) . Selain itu
penelitian ini menggunakan data aktivitas petir yang terekam oleh Lightning detector
dengan kordinat sensor
1.44
oLU-124.8
o BT dari stasiun geofisika BMKGWinagun.
Daerah yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah wilayah Manado dengan batasan wilayah 0°LS-2°LU dan 121°BT-126°BT. Studi kasus gempa bumi Minahasa
124.89o BT dan gempa bumi Bitung 24 Agustus
2017 M 3.0, episenter 1.39o LU – 125.19o BT.
B.Pengolahan Data
Data yang diolah merupakan data aktivitas petir selama 30 hari sebelum terjadinya gempa bumi Minahasa M 4,5 dan gempa bumi Bitung M 3,0 tahun 2017 dengan data curah hujan sebagai data pembanding. Penelitian yang dilakukan merupakan analisis anomali petir terkait dengan preseismic event gempa bumi menggunakan metode statistik.
Data aktivitas petir yang telah diperoleh mulanya dikonversi dari data mentah berupa ekstensi *ldc menjadi ekstensi *csv. kemudian data yang telah dikonversi diperkecil cakupan wilayahnya hingga radius 50 km dari hiposenter
gempa bumi dengan grid per 0.5o untuk memperoleh
jumlah sambaran (stroke) di koordinat gempa bumi
yang akan dianalisis.
Setelah data telah digrid dengan radius 50 km dari episenter gempa maka dilakukan ploting aktivitas sambaran petir per hari terhadap waktu. Data curah hujan digunakan sebagai pembanding, untuk mengetahui anomali tersebut berasal dari aktivitas seismik atau dari aktivitas meteorologi.
GAMBAR 1. Diagram alir penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian diperoleh hasil berupa peningkatan aktivitas petir terkait preseismic event pada gempa Minahasa dan gempa Bitung dengan pusat gempa bumi berada di darat.
GAMBAR 2. Anomali medan magnet 16 Agustus 2017
Data petir digunakan sebagai konfirmasi dari anomali medan magnet yang tercatat. Dari data bmkg tercatat jika terjadi anomali medan magnet pada tanggal 16 agustus 2017
dengan azimuth 183.100o jam 7 UTC dengan
amplitude 0.233 yang diperkirakan bersesuaian dengan event gempa Minahasa M 4.5 pada tanggal 22 Agustus
Hasil pengolahan data aktivitas petir dari rekaman LD2000 menunjukkan jika sebelum terjadi disekitar daerah episenter gempa. Berikut hasil pengolahan data aktivitas petir terhadap preseismic event:
1.Gempa Bumi Bitung 24 Agustus 2017 M 3.0
Sebelum terjadi gempa bumi Bitung M 3.0, terjadi peningkatan aktivitas petir 2 hari sebelum gempa bumi terjadi yakni pada tanggal 22 agustus 2017 yang di tunjukan oleh Gambar 2.
Berdasarkan gambar tersebut, pada gempa Bitung terlihat bahwa aktivitas petir meningkat secara signifikan beberapa hari sebelum gempa bumi.
Selesai Mulai
Data Petir (Boltek)
Konversi Data *.ldc *.kml *.csv
Grid koordinat petir dengan radius 50 km dari episenter
gempa
Plot jumlah sambaran (Stroke) per hari terhadap waktu
Koreksi terhadap data intensitas curah hujan untuk memastikan anomali berasal dari
aktivitas seismik di lithosfer
GAMBAR 2. distribusi spasial sebaran aktivitas petir yang diperoleh dari LD2000 4 hari sebelum gempa bumi Bitung pada tanggal (a) 20 Agustus 2017 (b) 21 Agustus 2017 (c) 22 Agustus 2017 (d) 23 Agustus 2017 .
Pada tanggal 20 agustus 2017sama sekali tidak terjadi aktivitas petir pada radius 50 km dari episenter gempa. Aktivitas petir pada tanggal tersebut cenderung berada jauh disebelah barat dari episenter gempa.
Kemudian pada tanggal 21 agustus 2017 sama seperti tanggal sebelumnya sama sekali tidak terjadi aktivitas petir pada radius 50 km dari episenter gempa. Namun pada tanggal 22 agustus 2017 terjadi peningkatan aktivitas petir secara signifikan pada radius 50 km dari episenter gempa. Tercatat
jumlah sambaran yang terjadi sebesar 128 stroke
(sambaran).
Sehari sebelum terjadi gempa yakni pada tanggal 23 Agustus 2017 juga terjadi peningkatan aktivitas petir secara signifikan dengan jumlah sambaran
sebesar 196 stroke.
7/24 /201 6 7/27 /201 6 7/30 /201 6
8/2/20
16
8/5/20
16
8/8/20
16 8/11 /201 6 8/14 /201 6 8/17 /201 6 8/20 /201 6 8/23 /201 6 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 50 100 150 200 250
Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi (96)
Sambaran Petir (stroke) Curah Hujan (mm)
C u ra h H u ja n ( m m ) S a m b a ra n P e ti r (s tr o ke )
GAMBAR 3. Grafik curah hujan dan aktivitas petir 30 hari sebelum terjadi gempa bumi Bitung 24 Agustus 2017 M 3.0
Dari gambar 2 menunjukkan pebandingan curah hujan dan aktivitas sambaran petir wilayah bitung 30 hari sebelum terjadi gempa bumi. Staiun pencatat curah hujan adalah stasiun meteotologi Sam Ratulangi dengan kode stasiun 96.
Terjadi hujan ringan pada tanggal 28 juli 2017 dengan curah hujan sebesar 40.1 mm yang disertai
dengan tingginya aktivitas petir sebersar 117 stroke.
Pada tanggal 22 Agustus 2017 terjadi
kenaikan aktivitas petir sebesar 128 stroke
namun tidak disertai dengan curah hujan yang tinggi begitu pula dengan tanggal 23 agustus 2017.
Hal yang sama juga terjadi pada stasiun hujan yang berada di stasiun meteorologi kayuwatu dengan kode stasiun 95. Pada Pada tanggal 22 Agustus 2017 dan 23 Agustus 2017 yang ditunjukkan gambar 4 terjadi aktivitas petir yang signifikan namun tidak disertai dengan curah hujan yang tinggi.
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31
0 5 10 15 20 25 30 35 0 50 100 150 200 250
Stasiun Klimatologi Kayuwatu (95)
sambara petir (stroke) Curah hujan (mm)
C u ra h H u ja n ( m m ) S a m b a ra n P e ti r (s tr o ke )
GAMBAR 4. Grafik curah hujan dan aktivitas petir 30 hari sebelum terjadi gempa bumi Bitung 24 Agustus 2017 M 3.0
Hal yang sama juga terjadi pada stasiun hujan yang berada di stasiun meteorologi Kayuwatu dengan kode stasiun 95. Pada tanggal 22 Agustus 2017 dan 23 Agustus 2017 yang ditunjukkan gambar 4 terjadi aktivitas petir yang signifikan namun tidak disertai dengan curah hujan yang tinggi.
2.Gempa Bumi Minahasa 21 Agustus 2017 M 4.5
Hasil pengolahan data petir pada gempa bumi Minahasa M 4.5 tidak begitu menunjukkan peningkatan aktivitas petir yang signifikan.
Pada radius 50 km dari episenter tidak ditemukan peningkatan aktivitas petir, namun terjadi anomali pada 13 hari sebelum terjadinya gempa yakni terjadi aktivitas petir disekitar episenter dengan pola yang mengarah ke tenggara yang ditunjukkan oleh gambar 3.
GAMBAR 5. distribusi spasial sebaran aktivitas petir yang diperoleh dari LD2000 13 hari dan 2 hari sebelum gempa bumi Minahasa pada tanggal (a) 13 Agustus 2017 (b) 14 Agustus 2017 (c) 19 Agustus 2017 (d) 20 Agustus 2017 .
Dari gambar 3 ditunjukkan jika anomali aktivits petir hanya terjadi pada 11 hari sebelum terjadinya gempa yakni pada tanggal 13 Agustus 2017. Terhitung jika pada tanggal 13 Agustus 2017 jumlah sambaran petir pada radius 50 km dari episenter
gempa berjumlah 19 stroke. Kemudian dari tanggal
14 Agustus hingga tanggal 21 Agustus 2017 ketika gempa Minahasa terjadi tidak nampak ada peningkatan aktivitas petir pada radius 50 km dari episenter gempa.
Aktivitas sebaran petir lebih cenderung berada di sebelah barat laut dari episenter gempa bumi. Sebaran aktivitas petir di sekitar episenter
menunjukkan adanya “Earthquake Preparation
Zone” sebelum terjadi gempa bumi.
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 0
10 20 30 40 50 60
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Stasiun Meteorologi Samrat (5695)
Curah Hujan Sambaran Petir
C
u
ra
h
H
u
ja
n
(
m
m
)
S
a
m
b
a
ra
n
P
e
ti
r
GAMBAR 6. Grafik curah hujan dan aktivitas petir 30 hari sebelum terjadi gempa bumi Minahasa 21 Agustus 2017 M 4.5
Pada gambar 6 menunjukkan jika tidak terjadi aktivitas petir yang signifikan sebelum terjadinya gempa. Pada tanggal 21 juli 2017 terjadi aktivitas
petir yang tinggi sebesar 1414 stroke namun disertai
dengan hujan lebat dengan curah hujan 52.8 mm. Maka aktivitas petir yang terjadi pada tanggal 21 juli
2017 bukan berasal dari aktivitas litosfir namun berasal dari aktivitas atmosfir.
KESIMPULAN
Terjadi kenaikan aktivitas petir yang signifikan 4 hari sebelum terjadi gempa bumi Bitung M 3.0 pada radius 50 km dari episenter gempa. Peningkatan terjadi pada tanggal 22 Agustus 2017 dan 23 Agustus
2017. Jumlah stroke pada tanggal 22 agustus
dan 23 agustus berturut-turut adalah sebesar
128 stroke dan 196 stroke. Aktivitas pada
tanggal 22 agustus 2017 dan 23 agustus 2017 terjadi kenaikan aktivitas petir secara signifikan namun tidak disertai dengan curah hujan yang tinggi. Disinyalir jika aktivitas petir yang terjadi tidak berasal dari aktivitas atmosfer namun akibat aktivitas litosfir.
Aktivitas petir cenderung tampak berkumpul disebelah barat episenter sebelum terjadi kenaikan aktivitas petir disekitar episenter.
Pada gempa Minahasa M 4.5 kedalaman 126 km tidak terjadi peningkatan aktivitas petir yang signifikan di radius 50 km dari episenter gempa. Namun terdapat anomali aktivitas petir 11 hari sebelum terjadinya gempa bumi yakni pada tanggal 13 Agustus 2017. Terdapat aktivitas petir meskipun tidak dengan jumlah yang signifikan namun aktivitas terjadi tidak disertai dengan curah hujan yang tinggi. Diduga jika sebaran pada tanggal 13 Agustus 2017 merupakan “Earthquake Preparation Zone” sebelum terjadi gempa bumi Minahasa.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atas bantuan data aktivitas petir dan data surah hujan wilayah manado. Serta terima kasih pula kepada teman-teman yang telah berpartisipasi dalam diskusi pembuatan paper ini.
REFERENSI
1. Finkelstein, D., Hill, R. D., & Powell, J. R. (1973). The piezoelectric theory of
earthquake lightning. Journal of
Geophysical Research, 78(6), 992–993. 2. Ikeya, M., & Takaki, S. (1996).
Electromagnetic fault for earthquake
lightning. Japanese journal of applied
physics, 35(3A), L355.
3. Kamogawa, M. (2006). Preseismic lithosphere‐atmosphere‐ionosphere
coupling. Eos, Transactions American
Geophysical Union, 87(40), 417–424. (b)
(a)
4. Liu, J. Y., Chen, Y. I., Huang, C. H., Ho, Y. Y., & Chen, C. H. (2015). A Statistical Study of Lightning Activities and M≥ 5.0 Earthquakes in
Taiwan During 1993–2004. Surveys in
Geophysics, 36(6), 851–859.
5. Prayogo, A. S., Sunardi, B., Penelitian, P., Pengembangan, B. M. K., & No, G. J. A. I. (2015). Tren Anomali Elektromagnetik Sebagai Prekursor Gempabumi Dengan Parameter Terkait
di Observatori Pelabuhan Ratu. Natural B, 3(1),
35–43.
6. Septiningrum, L. (2016). ANALISA PERUBAHAN IONOSFER AKIBAT GEMPA MENTAWAI TAHUN 2010 (Studi Kasus:
Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat). Jurnal
Teknik ITS, 5(2), C176–C181.
7. Terada, T., On luminous phenomena accompanying earthquakes, Bull. Earth Res. Inst. Tokyo Univ., 9, 225-225, 1931. 8. Timor, A. R., Andre, H., & Hazmi, A.
(2016). Analisis Gelombang
Elektromagnetik dan Seismik yang
Ditimbulkan oleh Gejala Gempa. JURNAL
NASIONAL TEKNIK ELEKTRO, 5(3). 9. Uman, Martin A., 2001, Lightning, Dover
Publication Inc., New York.
10. Uyeda, S., Kamogawa, M., & Nagao, T. (2011). Earthquakes, Electromagnetic
Signals of. In Extreme Environmental