BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Batuk
2.1.1. Definisi
Batuk adalah pengeluaran sejumlah volume udara secara mendadak dari rongga toraks melalui epiglotis dan mulut. Melalui mekanisme tersebut dihasilkan aliran udara yang sangat cepat yang dapat melontarkan keluar material yang ada di sepanjang saluran respiratorik, terutama saluran yang besar. Dengan demikian batuk mempunyai fungsi penting sebagai salah satu mekanisme utama pertahanan respiratorik. Mekanisme lain yang bekerja sama dengan batuk adalah bersihan mukosilier (mucociliary clearance). Batuk akan mencegah aspirasi makanan padat atau cair dan berbagai benda asing lain dari luar. Batuk juga akan membawa keluar sekresi berlebihan yang diproduksi di dalam saluran respiratorik, terutama pada saat terjadi radang oleh berbagai sebab (Chung, 2003). Selain sebagai mekanisme pertahanan respiratorik, batuk juga dapat berfungsi sebagai ‘alarm’memberitahu adanya gangguan pada sistem respiratorik atau sistem organ lainnya yang terkait. Hampir semua keadaan yang mengganggu sistem respiratorik dan beberapa gangguan ekstra-respiratorik, memberikan gejala batuk. Batuk merupakan salah satu keluhan klinis yang paling banyak membawa pasien mencari pertolongan medis (Chung, 2007).
atau berat, maka sangat mungkin terdapat penyakit yang mendasarinya (De Jongste, 2003).
2.1.2. Etiologi
Batuk kronik seringkali secara simultan disebabkan oleh lebih dari satu etiologi. Pada pasien dewasa yang tidak terpajan asap rokok serta gambaran foto toraks tanpa kelainan khusus, penyebab tersering batuk kronik adalah sindrom PND (postnasal drip), asma, dan RGE (refluks gastro-esofagus). Postnasal drip merupakan penyebab tersering batuk kronik, baik sebagai penyebab tunggal atau kombinasi. Pada anak, penyebab tersering batuk kronik adalah asma, IRA (infeksi respiratorik akut) berulang baik atas atau bawah, serta RGE. Penyebab yang lebih jarang adalah anomali kongenital, aspirasi kronik berulang, atau pajanan dengan polutan lingkungan termasuk asap rokok (Irwin, 1998). Pada berbagai hal, keadaan, atau penyakit dapat bermanifestasi sebagai batuk. Sebagian besar etiologi berasal dari sistem respiratorik, namun tidak boleh dilupakan kelainan atau penyakit dari sistem lain yang memberikan gejala batuk. Untuk mendeteksi etiologi batuk, pemahaman tentang mekanisme batuk, termasuk lokasi reseptor batuk sangat penting diketahui. ingat bahwa batuk kronik juga dapat disebabkan oleh kelainan atau penyakit di luar sistem respiratorik. Secara garis besar, batuk kronik pada anak dapat dibagi menjadi 2 kelompok, Batuk kronik non spesifik semata (isolated) tanpa wheezing pada yang relatif tampak sehat Batuk kronik karena terdapat kelainan respiratorik yang serius.
2.1.3. Klasifikasi
lebih. Istilah lain yang berdekatan dengan batuk kronik, yaitu batuk berulang (recurrent cough).
Secara teoritis etiologi batuk kronik berbeda dengan etiologi batuk berulang, sehingga seharusnya dibedakan secara tegas antara kedua hal tersebut. Namun dalam praktek sehari-hari seringkali sangat sulit membedakan kedua hal tersebut. Penyebab batuk tersering pada anak yang dihadapi dalam praktek sehari-hari adalah infeksi respiratorik akut (IRA) yang sebagian besar penyebabnya virus (Chang, 2003). Sebagian IRA karena virus tertentu dapat menyebabkan batuk yang berkepanjangan yang disebut post infectious cough. Bila seorang anak mengalami keadaan ini berulang-ulang akan terlihat sebagai batuk kronik. Terdapat kesulitan dalam membedakan kedua hal tersebut, maka dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak dikenal istilah batuk kronik berulang (BKB) atau chronic recurrent cough. Sebenarnya istilah itu terdiri dari dua pengertian dengan kata penghubung dan/ atau, yaitu tepatnya batuk kronik dan atau batuk berulang. Pengertiannya bila terpenuhi salah satu saja maka sudah bisa dimasukkan sebagai BKB (Santosa, 1991).
2.1.4. Mekanisme batuk
Batuk merupakan suatu refleks kompleks yang melibatkan banyak sistem organ. Batuk akan terbangkitkan apabila ada rangsangan pada reseptor batuk yang melalui saraf aferen akan meneruskan impuls ke pusat batuk tersebar difus di medula. Dari pusat batuk melalui saraf eferen impuls diteruskan ke efektor batuk yaitu berbagai otot respiratorik (Irwin, 1998). Bila rangsangan pada reseptor batuk ini berlangsung berulang maka akan timbul batuk berulang, sedangkan bila rangsangannya terus menerus akan menyebabkan batuk kronik. Anatomi refleks batuk telah diketahui secara rinci.
secara mekanis (sekret, tekanan), kimiawi (gas yang merangsang), atau secara termal (udara dingin). Mereka juga bisa terangsang oleh mediator lokal seperti histamin, prostaglandin, leukotrien dan lain-lain, juga oleh bronkokonstriksi (Cloutier, 1994).
2.1.5. Pendekatan diagnostik
2.1.5.1.Anamnesis
Langkah awal penilaian batuk kronik adalah menentukan karakteristik batuk. Perlu ditanyakan apakah batuk produktif atau kering, tunggal atau berturutan. Anak kecil tidak selalu bisa mengekspektorasikan dahak, biasanya mereka akan menelan apa yang dibatukkan atau kemudian memuntahkannya (Cloutier, 1994). Pertanyaan lain meliputi kapan batuk, apakah lebih sering terjadi dari pada biasa, apakah timbul pada malam hari, apakah mengganggu tidur, bagaimana bunyi batuk, apakah ada gejala penyerta, (demam, mengi, sesak), dan juga apakah sebelumnya pernah terjadi dengan pola yang sama. Hal lain yang perlu digali, apakah ada hal yang memperberat atau meringankan gejala.
serak atau hilang mungkin karena benda asing di laring, papiloma laring, atau croup. Batuk darah dapat disebabkan oleh batuk hebat yang ditimbulkan oleh sebab apapun. Namun kemungkinan tuberkulosis, bronkiektasis, atau benda asing perlu dipertimbangkan (Cloutier, 1994).
2.1.5.2.Pemeriksaan Fisik
Pada batuk kronik semata tanpa kelainan paru yang serius, pemeriksaan fisis anak dapat normal, tanpa kelainan yang khusus. Namun tetap perlu dicari berbagai kelainan fisis yang khas misalnya nyeri tekan paranasal, tanda cairan atau infeksi di telinga tengah. Tanda-tanda alergi bila ditemukan akan membantu penegakan diagnosis. Pada anak asma, pemeriksaan fisis mungkin menunjukkan peningkatan diameter anteroposterior toraks, retraksi, mengi, atau ronki (Cloutier, 1994). Temuan klinis lain seperti deviasi trakea menunjukkan paru kolaps ipsilateral, atau masa di kontralateral. Gambaran cobblestone di retrofaring, menunjukkan kemungkinan PND kronik. Telinga juga perlu diperiksa secara khusus atas kemungkinan adanya benda asing. Anak balita kadang memasukkan benda-benda kecil ke dalam lubang tubuh termasuk telinga. Seperti kita ketahui, pada sebagian orang di liang telinga tengah dijumpai ujung saraf aurikular (Arnold nerve) yang akan meneruskan rangsangan mekanik ke pusat batuk. Benda asing di telinga atau kadang serumen yang mengeras dapat menimbulkan gejala batuk kronik.
2.1.5.3.Pemeriksaan Penunjang
bila perlu dilakukan pemeriksaan endoskopi (Chung, 2003). Foto sinus paranasalis terindikasi pada pasien dengan IRA disertai sekret purulen, batuk yang bertambah pada posisi telentang, nyeri daerah frontal, dan nyeri tekan / ketok di atas sinus. CT scan sinus lebih dianjurkan terutama untuk anak kecil yang sinusnya belum berkembang sepenuhnya. Foto dengan kontras barium diperlukan pada kasus batuk yang berhubungan dengan pemberian makanan, batuk yang disertai stridor atau mengi yang terlokalisir di saluran respiratorik besar. Pemeriksaan imunologis (IgG, IgE, IgM, IgA) perlu dilakukan pada kasus batuk yang berhubungan dengan otitis berulang, bronkiektasis, atau batuk produktif yang tidak responsif dengan antibiotik.
2.1.6. Tatalaksana
Tata laksana untuk batuk kronik harus ditujukan kepada penyebabnya. Pada pasien dewasa penyebab batuk kronik dapat ditentukan pada hampir seluruh kasus, dan mengarahkan keberhasilan terapi pada sebagian besar di antaranya. Melihat keberhasilan yang tinggi ini terapi batuk non-spesifik perannya sangat terbatas pada tata laksana batuk kronik (Irwin, 1998). Hasil yang sama dapat diharapkan dalam tata laksana batuk kronik pada anak (Cloutier, 1994). Sebelum melakukan tindakan lebih lanjut, langkah pertama yang perlu dilakukan dalam tata laksana batuk kronik adalah penghentian pajanan dengan asap rokok (merokok pasif). Tata laksana batuk kronik pada anak yang termasuk kelompok I termasuk penjelasan untuk menenangkan pasien dan orang tua, karena batuk biasanya memerlukan waktu 4-8 minggu untuk sembuh (De Jongste, 2003).
tidak mempunyai manfaat, misalnya batuk yang timbul akibat rangsangan di faring (Irwin, 1998). Antitusif nonspesifik ditujukan kepada gejala bukan kepada penyebab atau mekanisme batuknya, oleh karena itu terapi antitusif perannya sangat terbatas. Obat ini terindikasi hanya bila terapi definitif dan spesifik tidak dapat diberikan, baik karena etiologinya tidak diketahui, batuk yang demikian hebat atau bila terapi definitif tidak akan berhasil, misalnya batuk karena kanker paru (Chung, 2003).
Peran terapi antitusif terbatas karena besar kemungkinan identifikasi etiologi batuk, dan terapi spesifik bisa berhasil. Protusif terindikasi bila batuknya bermanfaat dan perlu diberdayakan, yaitu pada kelainan respiratorik yang menghasilkan banyak sekresi, misalnya bronkiektasis, bronkitis, pneumonia, atelektasis paru. Dari beberapa studi yang dievaluasi beberapa obat protusif yang dinyatakan efektif adalah salin hipertonik, erdostein, dan terbutalin (Irwin, 1998).
2.2. Pencemaran Udara
2.2.1. Definisi Pencemaran Udara
Pencemaran udara merupakan kondisi terjadinya perubahan (pengurangan atau penambahan komposisi udara) dibandingkan keadaan normal dalam waktu, tempat dan konsentrasi tertentu sedemikian rupa sehingga membahayakan kehidupan dan kesehatan masyarakat. Menurut PP No. 41 Tahun 1999, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
masuk ke dalam paru-paru dan selanjutnya diserap oleh sistem peredaran darah (Kemenlh, 2007).
Pencemaran udara dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu pergesekan permukaan, penguapan, dan pembakaran. Pergesekan permukaan adalah penyebab utama pencemaran partikel padat di udara dan ukurannya dapat bermacam-macam. Penguapan merupakan perubahan fase cairan menjadi gas. Polusi udara banyak disebabkan zat-zat yang mudah menguap, seperti pelarut cat dan perekat. Demikian pula terjadi uap pencemaran jika ada reaksi kimia pada suhu tinggi atau tekanan rendah. Dan pembakaran merupakan reaksi kimia yang berjalan cepat dan membebaskan energi, cahaya atau panas (Sastrawijaya, 2009).
2.2.2. Sumber Pencemaran Udara
Sumber polusi utama berasal dari transportasi di mana hampir 60 % dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15 % terdiri dari hidrokarbon. Sumber – sumber polusi lainnya adalah pembakaran, proses industri, pembuangan limbah dan lain – lain (Fardiaz, 2003).
Bahan pencemar udara atau polutan dibagi menjadi dua bagian (Mukono, 1997) : 1. Polutan Primer
Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu dan dapat berupa:
a. Gas, terdiri dari :
- Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi dan karbon oksida (CO atauCO
2)
- Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida
- Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak
- Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi dan bromin.
b. Partikel
dapat berasal dari proses kondensasi, proses disperse misalnya proses menyemprot (spraying), maupun proses erosi bahan tertentu. Asap (smoke) seringkali dipakai untuk menunjukkan campuran bahan partikulat (particulate matter), uap (fumes), gas dan kabut (mist). Adapun yang dimaksud dengan :
- Asap adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut sebagai jelaga) dan merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna
- Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan - Uap adalah partikel bentuk gas yang merupakan hasil dari proses
sublimasi, distilasi atau reaksi kimia
- Kabut adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air. 2. Polutan Sekunder
Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia dari udara, misalnya reaksi fotokimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO
2 yang menghasilkan N dan O radikal. Proses kecepatan dan
arah reaksinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : - Konsentrasi relatif dari bahan reaktan
- Derajat fotoaktivasi - Kondisi iklim
- Topografi lokal dan adanya embun.
2.2.3. Bahan Pencemar dan Dampaknya
Bahan pencemar partikulat di udara berupa partikel padat debu, suspensi, cairan berupa kabut, lahan, debu Pb, debu asbes dan tetesan asam sulfat yang menyebabkan kurangnya daya pandang dan menyerap sinar matahari. Partikulat ini menyebabkan korosi terhadap alat dan mesin dunia industri, terjadinya erosi gedung-gedung dan gangguan saluran pernapasan manusia. Partikulat yang dihasilkan oleh industri kendaraan bermotor dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia seperti bronkhitis (Suharto, 2011).
Berubahnya kualitas udara akan menyebabkan timbulnya beberapa dampak lanjutan, baik terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, aspek estetika udara, keutuhan bangunan, dan lainnya. Dalam bidang kesehatan, udara yang tercemar dapat menimbulkan insiden penyakit saluran pernapasan meningkat seperti Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA), TBC, memperberat penderita penyakit jantung dan asma, meningkatkan kasus alergi bagi yang hipersensitif terhadap polutan tertentu dan meningkatkan kasus kanker terutama kanker paru.
Menurut WHO dampak pencemaran udara terhadap kesehatan manusia tergantung kepada jenis bahan pencemar dan efeknya terhadap masing – masing individu berbeda – beda. Secara umum efek dari bahan pencemar adalah gangguan fungsi paru dan system pernapasan. Menurut Chandra (2007) efek pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dapat terlihat sebagai berikut :
a. Efek Cepat
Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan mendadak kasus pencemaran udara akan meningkatkan angka kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran pernafasan. Pada situasi tertentu, gas CO dapat menyebabkan kematian mendadak karena daya afinitas gas CO terhadap haemoglobin darah (menjadi methahaemoglobin) yang lebih kuat dibanding daya afinitas O
2sehingga terjadi kekurangan gas
oksigen di dalam tubuh b. Efek Lambat
oleh pencemaran udara antara lain emfisema paru, black lung disease, asbsestosis, silikosis, bisinosis dan pada anak – anak penyakit asma dan
eksema.
Menurut Myint (1994) pencemaran udara diduga sebagai pencetus infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas dan gejala batuk serta pilek merupakan gejala yang mendominasi gambaran kliniknya.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan (Mukono,1997) dapat menyebabkan terjadinya :
1. Iritasi pada saluran pernafasan yang dapat menyebabkan pergerakan silica menjadi lambat, bahkan dapat terhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan
2. Peningkatan produksi lendir, akibat iritasi oleh bahan pencemar 3. Produksi lender dapat menyebabkan penyempitan saluran pernafasan 4. Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan
5. Pembengkakan saluran pernafasan dan merangsang pertumbuhan sel sehingga saluran pernafasan menjadi menyempit
6. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir