PENGETAHUAN DAN SIKAP PEDAGANG DAGING AYAM SERTA HYGIENE SANITASI TERHADAP SALMONELLA
SP. DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN MEDAN AMPLAS TAHUN 2018
SKRIPSI
Oleh
SAFARAH PANADA NIM: 141000002
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
SAFARAH PANADA NIM: 141000002
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
terhadap Salmonella sp. di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018” beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Oktober 2018
Safarah Panada
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S.
Anggota : 1. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D.
bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pedagang daging ayam serta hygiene sanitasi terhadap keberadaan Salmonella sp. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh pedagang daging ayam di Pasar tradisional Kecamatan Medan Amplas yaitu 14 pedagang dan sampel menggunakan teknik Total Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang yang memiliki pengetahuan buruk yaitu 10 orang (71,4%) dan pengetahuan baik 4 orang (28,6%). Semua pedagang memiliki sikap yang baik.
Pedagang yang memiliki sanitasi baik sebanyak 8 orang (57,1%) dan kurang baik 6 orang (42,9%). Pedagang yang memiliki hygiene yang baik sebanyak 10 orang (71,4%) dan yang kurang baik 4 orang (28,6%). Berdasarkan penelitian di laboratorium Balai Veteriner Medan 1 dari 14 sampel terkontaminasi bakteri Salmonella. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Sikap, Hygiene, dan sanitasi pedagang tergolong baik, sedangkan pengetahuan tergolong buruk dan satu sampel diidentifikasi mengandung Salmonella sp. Diharapkan agar pemerintah memberikan kebijakan tentang perbaikan prasarana pasar yang baik dan sehat untuk meminimalisir besarnya cemaran mikroba pada daging ayam sehingga terjamin keamanannya.
Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Sanitasi, Hygiene, Salmonella
.
attitudes of chicken meat traders and hygiene sanitation to the presence of Salmonella sp. This type of research is a descriptive survey with a population of all chicken meat traders in the traditional market, Medan Amplas Subdistrict, namely 14 traders and samples using the Total Sampling technique. The results is traders who had bad knowledge were 10 people (71.4%) and good knowledge of 4 people (28.6%). All traders have a good attitude. Traders who have good sanitation are 8 people (57.1%) and less than 6 people (42.9%). Traders who have good hygiene are 10 people (71.4%) and less than 4 people (28.6%). Based on research in the laboratory Medan Veterinary Center 1 in 14 samples contaminated with Salmonella bacteria. The conclusion of this study is the attitude, hygiene, and sanitation of traders is good, while knowledge is classified as bad and one sample identified contains Salmonella sp. It is hoped that the government will provide policies on improving good and healthy market infrastructure to minimize the amount of microbial contamination in chicken meat so that its security is guaranteed.
Keywords: Knowledge, Attitude, Sanitation, Hygiene, Salmonella
rahmat dan nikmat berupa kesehatan, kekuatan, serta kesabaran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PENGETAHUAN DAN SIKAP PEDAGANG DAGING AYAM SERTA HYGIENE SANITASI TERHADAP SALMONELLA SP. DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN MEDAN
AMPLAS TAHUN 2018” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Selama penyelesaian skripsi penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustiana, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M., selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr., Dra. Irnawati Marsaulina, M.S., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari pengajuan judul hingga penulisan Skripsi ini selesai.
5. Dra. Nurmaini, M.K.M., ph.D., selaku dosen penguji I yang telah memberikan masukan, dan mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi.
yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh dosen dan staf administrasi di Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
9. Ucapan terima kasih yang tulus penulis tujukan kepada Ayahanda tercinta Supamrih dan Ibunda tercinta Aidiani Maksum serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan, moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.
10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas motivasi dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
Medan, Oktober 2018
Safarah Panada
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
HALAMAN PENGESAHAN ii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
RIWAYAT HIDUP xiv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 6
Tujuan Umum 6
Tujuan Khusus 6
Manfaat Penelitian 6
TINJAUAN PUSTAKA 8
Pengetahuan 8
Sikap 9
Sanitasi 9
Sanitasi Bangunan 10
Sanitasi Peralatan 10
Sanitasi Lingkungan 11
Hygiene 11
Hygiene Makanan 11
Hygiene Perorangan 11
Keracunan Makanan 14
Bacterial Food Poisoning 14
Non- Bacterial Food Poisoning 15
Bakteri Salmonella Sp. 16
Morfologi dan Identifikasi 16
Penyakit yang disebabkan oleh Bakteri Salmonella sp. 16
Epidemiologi 17
Pencegahan 18
Daging Ayam 19
Pengertian dan Keunggulan Daging Ayam 19
Persyaratan Mutu Daging Ayam 20
METODE PENELITIAN 32
Jenis Penelitian 32
Lokasi dan Waktu Penelitian 32
Lokasi 32
Waktu Penelitian 33
Populasi dan Sampel 33
Populasi 33
Sampel 33
Defenisi Operasional 34
Metode Pengumpulan Data 35
Data Primer 35
Data Sekunder 35
Metode Pengukuran 36
Tingkat Pengetahuan 36
Tingkat Sikap 36
Sanitasi Tempat Penjualan 36
Hygiene Pedagang 36
Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam 37
Tata Cara Penelitian 37
Metode Analisis Data 37
HASIL PENELITIAN 38
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 38
Karakteristik Pedagang 39
Pengetahuan Pedagang 40
Sikap Pedagang 45
Sanitasi tempat Penjualan 47
Hygiene Perorangan 52
Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam 56
PEMBAHASAN 57
Pengetahuan pedagang 57
Sikap Pedagang 57
Sanitasi Tempat Penjualan 58
Sanitasi Bangunan 58
Sanitasi Peralatan 59
Sanitasi Lingkungan 60
Hygiene Perorangan 61
Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam 62
1 Kandungan Gizi Daging Ayam Ras Pedaging (Broiler) 20
2 Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Karkas 20
3 Syarat Mutu Mikrobiologis 21
4 Proporsi Jumlah Toilet dan kamar mandi Laki-laki dan
Perempuan 27
5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin, Umur, dan Pendidikan Terakhir 39 6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pedagang Daging Ayam di
Pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018 40 7 Distribusi Kategori Pengetahuan Pedagang Daging Ayam di
Pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018 44 8 Distribusi Frekuensi Sikap Pedagang Daging Ayam di Pasar
Tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018 45 9 Distribusi Kategori Sikap Pedagang Daging Ayam di Pasar
Tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018 47 10 Distribusi Frekuensi Sanitasi Tempat Penjualan Daging Ayam
di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018 47 11 Distribusi Kategori Sanitasi Tempat Penjualan Daging Ayam
di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018 51 12 Distribusi Frekuensi Hygiene Perorangan Pedagang Daging
Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas 52 13 Distribusi Kategori Hygiene Perorangan Pedagang Daging
Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun
2018 56
14 Keberadaan Salmonella sp. Pada Daging Ayam di Pasar
Tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018 56
1 Kerangka Konsep Penelitian 31
1 Kuesioner Pengetahuan Pedagang 70
2 Kuesioner Sikap Pedagang 73
3 Lembar Observasi Sanitasi Penjualan 74
4 Kuesioner Hygiene Pedagang 76
5 Hasil Uji Salmonella sp. di Laboratorium 78
6 Surat Izin Penelitian 80
7 8
Surat Keterangan Menyelesaikan Penelitian Hasil Output analisis SPSS
81 82
9 Dokumentasi Penelitian 84
pada tanggal 14 Oktober 1996. Penulis Beragama Islam, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Supamrih dan Ibu Aidiani Maksum.
Penulis mengawali pendidikan formal dimulai di TK Muzdalifah tahun 2001. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 060924 Medan tahun 2002-2008, sekolah menengah pertama di SMP Swasta Al Washliyah 8 Medan tahun 2008- 2011, sekolah menengah atas di SMA Negeri 10 Medan tahun 2011-2014.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, Oktober 2018
Safarah Panada
Pendahuluan
Latar Belakang
Pangan merupakan bahan makanan yang dapat diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi (dalam keadaan mentah) maupun dapat langsung menjadi sumber makanan walaupun tanpa diolah. Contoh pangan yang memerlukan proses pengolahan lebih lanjut sebelum dikonsumsi adalah daging ayam. Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2016) menyatakan bahwa daging ayam merupakan salah satu bahan pangan sumber protein yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Selain karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi, juga harganya yang cukup terjangkau. Keistimewaan daging ayam antara lain kadar lemaknya rendah, tersusun atas asam lemak tak jenuh, serta mengandung asam amino esensial yang diperlukan tubuh. Daging ayam menjadi sumber pangan asal hewan yang paling digemari di Indonesia. Terbukti dengan banyaknya konsumsi bahan pangan asal unggas ini yang melebihi konsumsi pangan asal hewan lainnya seperti daging sapi, kambing, domba, dan ikan.
Data dari Kementrian Pertanian Republik Indonesia mencatat bahwa permintaan daging ayam ( ras pedaging dan petelur) untuk konsumsi rumah tangga pada tahun 2016 sebesar 5,110 kg/kapita/tahun merupakan yang tertinggi dari permintaan jenis daging lainnya seperti daging ayam kampung sebesar 0,626 kg/kapita/.tahun, daging sapi sebesar 0,417 kg/kapita/tahun, Daging babi sebesar 0,261 kg/kapita/tahun, dan yang terendah adalah konsumsi daging tetelan sebesar 0,104 kg/kapita/tahun. Daging ayam merupakan pangan asal hewan yang harus
mengandung bahaya biologis, kimiawi, dan fisik atau bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Sehat dalam arti mengandung zat-zat yang bergizi dan berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan. Utuh artinya tidak tercampur bagian lain dari hewan lain. Halal dalam arti hewan dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat Agama Islam (Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian, 2017).
Daging ayam rentan terhadap bahaya biologi yang merupakan benda hidup, umumnya mikroba yang keberadaannya pada bahan pangan akan menimbulkan masalah kesehatan konsumen (Mubarak dan Chayatin, 2009).
Bakteri Salmonella berperan sebagai infeksi pada manusia melalui konsumsi daging yang dimasak kurang matang terutama unggas, daging sapi, babi, telur ayam yang terinfeksi melalui saluran telur, dan susu mentah (Mandal, 2008).
Infeksi oleh karena Salmonella dapat dibagi menjadi infeksi non-tifoid (yang paling dominan adalah penyakit diare) dan demam tifoid atau demam enterik yang disebabkan oleh Salmonella ser. Typhi dan Salmonella ser. Paratyphi (Brooks et.
all, 2012).
Salmonella ditemukan pada daging bukan dibagian dalamnya karena
biasanya yang menyebabkan kontaminasi dari daging tersebut adalah kotoran hewan yang bersangkutan pada saat disembelih. Bakteri ini tahan hidup diberbagai kondisi lingkungan seperti keadaan dingin ataupun suhu yang agak panas (Brooks et. all, 2012).
Hasil penelitian oleh Restika (2012) dari 24 sampel daging ayam yang berada di 3 pasar tradisional di kota Tangerang Selatan (Pasar Jombang, Pasar
Bukit, Pasar Modern) kemudian diuji keberadaan Salmonella berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2897 Tahun 2008. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa ditemukan Salmonella pada daging ayam di setiap pasar dengan persentase Pasar Jombang 33,3% (1 dari 3 sampel), Pasar Bukit 18,2% (2 dari 11 sampel), Pasar Modern 10% (1 dari 10 sampel) dan persentase total sebesar 16,7% (4 dari 24 sampel).
Berdasarkan penelitian Aerita (2014) pada Pasar Banjaran dan Pasar Trayeman Kabupaten Tegal, dari 30 sampel daging ayam potong ditemukan daging ayam yang positif mengandung Salmonella sebanyak 16,7% (5 sampel) dan yang negatif tidak mengandung Salmonella sebanyak 83,3% (25 sampel).
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat hubungan antara higiene dan sanitasi pedagang dengan kontaminasi Salmonella sp. pada daging ayam potong di Pasar Banjaran dan Pasar Trayeman Kabupaten Tegal.
Penelitian juga dilakukan di kota Bandar Lampung oleh Dewi Sartika, dkk (2016) yang meneliti keberadaan bakteri Salmonella sp. pada daging ayam yang dijual di 3 pasar Tradisional (Pasar Gintung, Pasar Rajabasa, dan Pasar Tamin) serta 2 Pasar Modern (Robinson Supermarket dan Chandra Supermarket) dengan total 54 sampel. Dan didapatkan bahwa Semua sampel (54 sampel ) positif mengandung atau tercemar oleh bakteri Salmonella sp. Penelitian mereka juga menyimpulkan bahwa jumlah bakteri pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional lebih tinggi (3,68x109 CFU/g ) dibandingkan dengan daging ayam yang dijual di pasar modern (1,50x105 CFU/g). Selain itu, hasil penelitian oleh Hasrawati (2017) dari 24 sampel daging ayam berasal dari 4 pasar tradisional
terdapat 10 sampel positif tercemar bakteri Salmonella. Hal ini menujukkan bahwa kualitas daging ayam yang dijual di beberapa pasar tradisional 41% tidak memenuhi standar berdasarkan Standar Nasional Indonesia daging ayam ICS 67.120.20 tahun 2009.
Proses keamanan dan kelayakan daging ayam harus dilakukan sedini mungkin. Karena bahan pangan seperti daging ayam dapat tercemar oleh
mikroorganisme sebelum dipanen atau dipotong (pencemaran primer) dan sesudah dipanen atau dipotong (pencemaran sekunder). Keamanan pangan (food safety) adalah hal yang membuat produk pangan aman untuk dimakan dan bebas dari faktor yang dapat menyebabkan penyakit. Aspek yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu kontaminasi oleh mikroorganisme yaitu higiene dan sanitasi (Aerita, 2014).
Tingginya kontaminasi Salmonella sp. pada pasar tradisional disebabkan karena kontaminasi berasal dari air yang digunakan sudah kotor dan ayam yang telah dicuci tidak disimpan diwadah melainkan diletakkan diatas lantai dan diproses menjadi bagian-bagian karkas sehingga kemungkinan limbah-limbah karkas seperti darah, bulu, kotoran dan jeroan mengkontaminasi daging ayam tersebut. Salmonella sp. yang mengontaminasi pangan terdapat di udara, air, tanah, sisa kotoran manusia maupun hewan atau produk makanan hewan (Arifah, 2010).
Setelah melakukan survei di pasar tradisional Kecamatan Medan Amplas Kota Medan, Kecamatan Medan Amplas hanya terdapat satu pasar tradisional yaitu Pasar Baru (Nadeak) yang terletak di Kelurahan Siti Rejo 2 yang terdiri dari
14 pedagang daging ayam. Berdasarkan hasil pengamatan, fasilitas tempat
penjualan daging ayam masih tradisional yaitu daging ayam yang diperdagangkan hanya diletakkan diatas meja tidak dilengkapi dengan alat pendingin, dalam keadaan terbuka dan sering dihinggapi lalat, kotoran-kotoran dari jeroan ayam di letakkan di atas meja penjualan bersamaan dengan meja untuk penjualan daging ayam.
Pedagang daging ayam kurang memperhatikan kebersihan diri pada saat bekerja. Setelah selesai menyembelih ayam dan mengeluarkan isi jeroan, pedagang jarang mencuci tangan sampai bersih terlebih dahulu sebelum
menyentuh daging ayam yang sudah dibersihkan. Hal ini disebabkan kurangnya fasilitas sanitasi berupa air bersih yang kurang memadai. Air bersih yang
digunakan untuk mencuci karkas ayam yang sudah disembelih juga tidak menggunakan air yang mengalir. Pencucian daging ayam dan jeroan ayam
dilakukan didalam ember yang berisi air dan dipakai berulang-ulang. Hal ini tentu mempengaruhi kebersihan daging ayam dan memungkinkan daging ayam
terkontaminasi Salmonella sp. yang berasal dari kotoran-kotoran hewan.
Perumusan Masalah
Tempat penjualan daging ayam di pasar tersebut memiliki fasilitas sanitasi yang belum memenuhi syarat, seperti air bersih yang tidak mencukupi dan tidak mengalir, tidak tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat, dan tempat pemotongan daging ayam yang tidak dipisahkan antara daerah kotor dan bersih sehingga mendukung keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan dan sikap pedagang
serta sanitasi penjualan dan hygiene pedagang terhadap keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam di pasar tersebut.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap pedagang serta sanitasi penjualan dan hygiene pedagang terhadap keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam di pasar tradisional Kecamatan Medan Amplas tahun 2018.
Tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian meliputi:
1. Mengetahui tingkat pengetahuan pedagang daging ayam di pasar tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018.
2. Mengetahui tingkat sikap pedagang daging ayam di pasar tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018.
3. Mengetahui sanitasi penjualan daging ayam di pasar tradisional Kecamatan Medan Amplas Kota Medan Tahun 2018.
4. Mengetahui hygiene pedagang daging ayam di pasar tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018.
5. Mengidentifikasi keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam di pasar tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yaitu:
1. Sebagai gambaran dan informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan sanitasi penjualan dan hygiene pedagang, agar daging ayam yang dijual tidak terkontaminasi oleh Salmonella sp.
2. Menambah pengetahuan dalam melaksanakan penelitian khususnya tentang tingkat pengetahuan dan sikap pedagang serta gambaran sanitasi penjualan dan hygiene pedagang terhadap keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam di pasar tradisional Kecamatan Medan Amplas tahun 2018.
3. Sebagai bahan masukan dan dokumen data ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu serta dapat digunakan dan bahan perbandingan penelitian selanjutnya terutama untuk peneliti serupa didaerah lain.
4. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam penyusunan perencanaan terutama untuk program pengawasan makanan dan minuman.
5. Dari hasil penelitian ini, pihak terkait diharapkan lebih meningkatkan pembinaan lewat penyuluhan tentang higiene sanitasi Pasar yang memenuhi syarat kesehatan serta Higiene dan Perilaku pedagang yang dapat menimbulkan masalah kesehatan.
Tinjauan Pustaka
Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2012). Menurut teori WHO (World Health
Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan), yakni : 1. Awareness (kesadaran). Dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-menimbang)terhadap baik an
4. rial. Sikap dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ikehendaki oleh stimulus.
5. Adaption. Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini maka pengetahuan didapatkan secara
Pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari kuisioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Arikunto, 2010).
Sikap
Menurut Notoadmodjo (2012), sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulasi atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang
mengetahui stimulasi atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulasi atau objek kesehatan tersebut.
Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tendto behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting Notoatmodjo, 2012).
Sanitasi
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi merupakan bagian dari kesehatan lingkungan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya
menyediakan air bersih dan tempat sampah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia [DepKes RI], 2004).
Sanitasi bangunan. Beberapa hal yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan keberhasilan program sanitasi bangunan adalah :
1. Desain dan konstruksi bangunan disesuaikan dengan tujuan penggunaan, mudah di dalam pemeliharaan dan kebersihannya.
2. Tata ruang dirancang sedemikian rupa sesuai dengan alur proses, sehingga berjalan teratur dan terhindar dari pencemaran kontaminasi silang.
3. Luas bangunana disesuaikan dengan kapasitas produksi sehingga mampu menampung ruang gerak karyawan.
4. Daerah kotor dan daerah bersih dipisahkan secara fisik.
5. Lantai kedap air, rata tidak licin, tidak berlubang, atau tidak retak, kuat menahan beban, serta lantai ke arah saluran pembuangan mudah dibersihkan dan didesinfeksi.
6. Pintu terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, kedap air dan tidak toksik, serta mampu mencegah masuknya vektor pembawa penyakit.
7. Ventilasi udara baik, aliran udara diatur dari daerah bersih ke daerah kotor.
Sanitasi peralatan. Bebarapa hal yang harus diperhatikan di dalam sanitasi peralatan adalah :
1. Disain peralatan dibuat sesuai dengan tujuan penggunaan, mudah dibersihkan dan didesinfeksi.
2. Bahan peralatan yang berhubungan langsung dengan produk harus terbuat dari bahan yang tidak korosif dan tidak toksik.
3. Peralatan yang digunakan di daerah kotor tidak boleh digunakan untuk menangani produk di daerah bersih.
Sanitasi lingkungan. Beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam sanitasi lingkungan adalah:
1. Sumber pasokan air memenuhi syarat air bersih, tersedia dengan cukup, dan terus-menerus.
2. Sistem pembuangan limbah lancar dan tidak mencemari lingkungan.
3. Tersedia sarana jalan yang baik dan bebas banjir.
4. Tersedia tempat sampah yang terawat baik dan tertutup.
5. Lingkungan terbebas dari sumber pencemaran, terawat baik dan bersih, dan tidak ada tumpukan sampah.
Hygiene
Hygiene makanan. Hygiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan, serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau
memperbaiki kesehatan. Higiene juga mencakup upaya perawatan kesehatan dini, termasuk ketepatan sikap tubuh. (Fathonah, 2005). Hygiene adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan (DepKes RI, 2004).
Hygiene perorangan. Hygiene perorangan adalah Perilaku bersih penyelanggara makanan agar makanan tidak tercemar. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain pemeriksaan kesehatan, pencucian tangan, kesehatan rambut, kebersihan hidung, mulut,gigi dan telinga, kebersihan pakaian dan
kebiasaan hidup yang baik. Para pekerja yang menangani bahan makanan seperti memanen, menyembelih, mengangkut, mengolah atau mempersiapkan makanan sering menyebabkan kontaminasi makanan. Mikroorganisme yang hidup di dalam maupun pada tubuh manusia dapat menyebabkan penyakit yang ditularkan
melalui makanan (food born illness). Oleh karena itu pekerja yang menangani makanan harus mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang ditangani (Siti Fathonah, 2005).
Orang yang bekerja pada tahapan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, seperti kesehatan individu. Individu tersebut tidak menderita penyakit infeksi, dan bukan carrier dari suatu penyakit. Untuk personal yang menyajikan makanan harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik (Wahid Nurul, 2009).
Prosedur yang penting bagi pekerja pengolah makanan menurut Purnawijayanti (2001), yaitu:
Mencuci tangan. Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat
memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feces, atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang terlibat dalam penanganan makanan. Pencucian tangan, meskipun tampaknya merupakan kegiatan ringan dan sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada makanan.
Pencucian tangan dengan sabun diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan banyak mikroba yang terdapat pada tangan. Kombinasi antara aktivitas sabun
sebagai pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotor yang banyak mengandung mikroba.
Kebersihan dan kesehatan diri. Menurut Purnawijayanti (2001) yang
mengutip pendapat Stokes, syarat utama pengolahan makanan adalah memiliki kesehatan yang baik. Untuk itu disarankan pekerja melalukan tes kesehatan, terutama tes darah dan pemotretan rontgen pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran pernapasannya. Tes kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali, terutama bagi pengolah makanan di dapur rumah sakit.
Ada beberapa kebiasaan yang perlu dikembangkan oleh para pengolah makanan, untuk menjamin keamanan makanan yang diolahnya. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
Berpakaian dan berdandan. Pakaian pengolah dan penyaji makanan harus
selalu bersih. Apabila tidak ada ketentuan khusus untuk penggunaan seragam, pakaian sebaiknya tidak bermotif dan berwarna terang. Hal ini dilakukan agar pengotoran pada pakaian mudah terlihat. Disarankan untuk mengganti dan
mencuci pakaian secara periodik, untuk mengurangi resiko kontaminasi. Celemek (apron) yang digunakan pekerja harus bersih dan tidak boleh digunakan lap tangan. Setelah tangan menyentuh celemek, sebaiknya segera dicuci menurut prosedur yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Pekerja juga harus
memakai sepatu yang memadai dan selalu dalam keadaan bersih (Purnawijayanti, 2001).
Kondisi sakit. Pekerja sedang sakit flu, demam, atau diare sebaiknya tidak dilibatkan terlebih dahulu dalam proses pengolahan makanan, sampai gejala-
gejala penyakit tersebut hilang. Pekerja yang memiliki luka pada tubuhnya harus menutup luka tersebut dengan pelindung yang kedap air, misalnya plester, sarung tangan plastik atau karet, untuk menjamin tidak berpindahnya mikroba yang terdapat pada luka.
Keracunan Makanan
Keracunan makanan merupakan suatu penyakit gastroenteritis akut.
Penyakit ini terjadi karena kontaminasi baktreri hidup atau toksin yang
dihasilkannya pada makanan atau karena kontaminasi zat-zat anorganik dan racun yang berasal dari tanaman dan binatang (Chandra, 2007). Secara sederhana, keracunan makanan berdasarkan penyebabnya dapta dibagi menjadi dua jenis yaitu Bacterial food poisoning dan Non-Bacterial food poisoning.
Bacterial food poisoning. Keracunan makanan terjadi ketika bakteri atau
patogen jenis tertentu yang membawa penyakit mengontaminasi makanan dan dapat menyebabkan penyakit yang dinamakan penyakit keracunan makanan.
Salmonella, Campylobacter, Listeria, dan Escherichia Coli merupakan jenis
bakteri yang kerap menyebabkan keracunan makanan. Namun, beberapa bakteri penyebab keracunan makanan seperti Bacillus Cereus menghasilkan racun yang tahan panas, sehingga bakteri ini tidak dapat dilenyapkan melalui proses
pemasakan. Penyakit keracunan makanan dapat berujung serius atau bahkan fatal.
Bakteri penyebab keracunan makanan hampir selalu dapat ditemukan di tiap makanan, dan dalam kondisi yang tepat, satu bakteri dapat berkembang menjadi lebih dari 2 juta bakteri hanya dalam kurun waktu 7 jam. Bakteri-bakteri tersebut berkembang biak dengan sangat cepat pada makanan yang mengandung
banyak protein atau karbohidrat saat makanan berada pada suhu antara 5-60°
Celsius, yang seringkali disebut sebagai “zona bahaya makanan”. Karena itu, kebanyakan penyakit keracunan makanan dilaporkan terjadi pada waktu mengolah makanan di musim panas.
Bakteri tumbuh subur dan berkembang biak pada beberapa jenis makanan dengan lebih mudah. Jenis makanan yang cenderung dihinggapi bakteri, antara lain: daging, unggas, produk olahan susu, telur, produk laut, nasi matang, buah potong. Jenis makanan di atas cenderung dihinggapi oleh bakteri, namun jenis makanan lain juga berpotensi terkontaminasi atau kontaminasi silang jika perlakuan terhadap makanan tersebut kurang layak, selama proses pemasakan, penyimpanan, pendistribusian, maupun proses penyajian makanan siap santap.
Beberapa orang yang berisiko tinggi terkena penyakit keracunan makanan, diantaranya ialah ibu hamil, anak-anak, lanjut usia, serta orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Non-bacterial food poisoning. Non Bacterial Food Poisoning adalah
kasus keracunan makanan yang bukan disebabkan oleh bakteri hidup maupun toksin yang dihasilkannya. Kasus keracunan semacam ini dapat disebabkan oleh antara lain:
Keracunan akibat tumbuh-tumbuhan. Contohnya antara lain keracunan
singkong yang disebabkan oleh kandungan asam sianida yang secara alami terdapat pada singkong, keracunan jengkol yang disebabkan oleh asam jengkolat yang terkandung di dalam jengkol, keracunan jamur beracun, keracunan Atropa Belladona yang berisi alkaloid dari belladona.
Keracunan bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan
keracunan makanan antara lain zat pewarna makanan, logam berat, bumbu penyedap, dan bahan pengawet.
Bakteri Salmonella sp.
Salmonella sering bersifat patogen bagi manusia atau hewan jika didapat
melalui jalur oral. Salmonella ditularkan dari hewan dan produk hewani ke manusia, yang menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demam enterik (Brooks et. all, 2010).
Morfologi dan identifikasi. Salmonella memiliki panjang yang bervariasi. Sebagian besar isolat bersifat motil dengan flagela peritriks.
Salmonella mudah tumbuh pada medium sederhana, tetapi hampir tidak pernah
memfermentasi laktosa atau sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan terkadang membentuk gas dari glukosa dan manosa. Salmonella resisten terhadap zat kimia tertentu misalnya brilliant green, natrium tetrathionat, natrium deosikolat yang menghambat bakteri enterik lain. Dengan demikian penambahan zat tersebut ke dalam medium bermanfaat untuk mengisolasi salmonella dari feses (Brooks et.
all, 2010).
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. pada manusia yaitu:
1. Demam enterik (demam tifoid). Penyakit ini hanya ditemukan oleh beberapa jenis salmonella, yang terpenting adalah salmonella thypi. Salmonella yang tertelan akan mencapai usus halus, salmonella mencapai saluran limfatik dan kemudian masuk ke aliran darah, salah satunya usus. Organisme tersebut
memperbanyak diri di jaringan limfoid usus dan diekskresikan bersama feses.
Setelah periode inkubasi selama 10-14 hari, timbul demam, malaise, sakit kepala, kontisipasi, bradikardia dan mialgia. Demam mencapai plato yang tinggi, serta limpa dan hepar membesar. Meskipun jarang, rose spot dapat timbul sebentar, biasanya pada kulit perut atau dada. Lesi utama adalah hiperplasia dan nekrosis jaringan limfoid, hepatitis, nekrosis fokal pada hepar, dan peradangan kandung empedu, periosteum, paru, serta organ lain.
2. Septikemia. Septikemia oleh bakteri Salmonella ditandai dengan demam, menggigil, anoreksia, dan anemia. Lesi fokal bisa terjadi pada setiap jaringan misalnya osteomielitis sekunder, pneumonia, abses pulmonum, meningitis, atau endokarditis.
3. Enterokolitis. Enterokolitis merupakan manifestasi infeksi salmonella yang paling umum. Di Amerika Serikat, Salmonella Thyphimurium dan Salmonella Enteridis merupakan penyebab utama tetapi enterokolitis dapa disebabkan oleh
1.400 serotipe grup I Salmonella. Delapan hingga 48 jam setelah tertelannya Salmonella timbul mual, nyeri kepala, muntah dan diare hebat dengan jumlah
leukosit yang sedikit pada fases. Biasanya terdapat demam ringan, tetapi reda dalam 2-3 hari.
Epidemiologi. Feses seseorang dengan penyakit subklinis yang tampak sehat atau feses dari seorang karier merupakan sumber kontaminasi. Jika karier tersebut bekerja di industri jasa boga maka ia beresiko dapat menyebarkan bakteri Salmonella baik pada pangan, maupun pada makanan. Banyak hewan termasuk ternak, hewan pengerat, dan unggas terinfeksi secara alami oleh beragam
Salmonella dan mengandung Salmonella dalam jaringan (daging), ekskreta, atau
telur.
Tingginya insiden salmonellosis pada ayam yang dipasarkan telah banyak dipublikasikan. Insiden demam tifoid telah menurun tetapi infeksi Salmonella lainnya meningkat secara nyata di Amerika Serikat (Brooks et. all, 2010).
Masalah tersebut mungkin diperparah oleh meluasnya penggunaan pangan ternak yang mengandung obat antimikroba yang menunjang proliferasi Salmonella yang resisten dengan obat dan memungkinkan bertransmisi ke manusia.
Epidemiologi dari wabah demam tifoid di pemukiman pekerja imigran Florida tahun 1973 merupakan contoh penyebaran salmonella melalui air yang terkontaminasi. Wabah ini melibatkan 225 orang dan merupakan wabah demam tifoid terbesar di Amerika Serikat sejak tahun 1939. Diduga karena kegagalan sistem pembuangan limbah (Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran [FK]
Universitas Brawijaya, 2003).
Setelah manifestasi atau infeksi subklinis, Salmonella tetap berada dalam jaringan beberapa individu tersebut selama periode yang bervariasi. Tiga persen orang yang sembuh dari tifoid menjadi karier permanen. Salmonella akan berada di dalam kandung empedu, saluran empedu, usus, maupun saluran kemih.
Pencegahan. Menurut Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, pencegahan salmonellosis yang penting adalah memperhatikan standar air, dan makanan harus dimasak atau disimpan dengan baik. Suhu dibawah 4oC akan menghambat poliferasi Salmonella pada makanan. Bakteri Salmonella mati apabila dipanaskan pada suhu 740C selama 2 menit.
Tindakan Hygiene dan sanitasi harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi makanan dan air oleh hewan pengerat atau hewan lainnya yang berpotensi membawa bakteri salmonella. Unggas, daging, dan telur yang terinfeksi harus dimasak dengan matang. Karier tidak diizinkan bekerja di jasa boga dan harus memperhatikan prosedur higien dan sanitasi secara ketat (Brooks et. all, 2012).
Daging Ayam
Pengertian dan keunggulan daging ayam. Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis.
Kebutuhan daging di Indonesia dapat dipenuhi salah satunya dari daging unggas (broiler, pejantan, ayam kampung dan itik). Daging ayam adalah bagian-bagian dari karkas ayam yang disembelih dan lazim dimakan manusia termasuk kulit, dapat berupa daging unggas segar atau beku. Daging ayam adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, air, vitamin, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh (Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010).
Konsumsi daging ayam (ayam ras pedaging dan ayam buras) pada tahun 2015 mencapai 5,42 kg/kap/th. Daging ayam lebih banyak dikonsumsi
dibandingkan dengan daging sapi karena harga daging ayam lebih terjangkau dibandingkan daging sapi, khususnya daging ayam ras. Indonesia menargetkan mulai tahun 2010 sudah swasembada daging ayam, dengan kata lain kebutuhan daging ayam dapat dicukupi dari produksi dalam negeri.
Tabel 1
Kandungan Gizi Daging Ayam ras pedaging (broiler)
Komponen Nutrisi Jumlah (%)
Air 75
Protein 21
Lemak 3
Mineral 1
Vitamin Kurang dari 1
Karbohidrat Kurang dari 1
Sumber: Soeparno (2011)
Persyaratan mutu daging ayam. Persyaratan mutu daging ayam terdiri dari fisik karkas (tabel 2) dan kualitas mikrobiologis (tabel 3).
Tabel 2
Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Karkas
Faktor Mutu Tingkatan Mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
Komformasi Sempurna Ada sedikit kelainan pada tulang dada
atau paha
Ada kelainan pada tulang dada dan
paha
Perdagingan Tebal Sedang Tipis
Peternakan Banyak Banyak Sedikit
Keutuhan Utuh Tulang utuh, kulit sobek sedikit, tetapi
tidak pada bagian dada
Tulang ada yang patah, ujung sayap
terlepas, ada kulit yang sobek pada
bagian dada Perubahan
warna
Bebas dari bulu tunas (pin feather)
Ada memar sedikit tetapi tidak pada bagian dada dan tidak freeze burn
Ada memar sedikit tetapi tidak ada
freeze burn
Kebersihan Bebas dari memar dan atau freeze
burn
Ada bulu tunas sedikit yang menyebar, tetapi tidak pada bagian
dada
Ada bulu tunas
Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) 3924 Tahun 2009 tentang Mutu Karkas dan Daging Ayam.
Syarat Mutu Mikrobiologis
Jenis Satuan Persyaratan
Total Plate Count CFU/gram Maksimum 1×106
Coliform CFU/gram Maksimum 1×102
Staphylococcus aureus CFU/gram Maksimum 1×102
Salmonella sp. Kualitatif Negatif
Escherichia coli MPN/gram Maksimum 1×101
Campylobacter sp. CFU/gram Negatif
Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) 3924 tahun 2009 tentang Mutu Karkas dan Daging Ayam
Tahap-tahap untuk memperoleh karkas ayam. Menurut Koswara (2009), Yang dimaksud dengan karkas adalah bagian dari tubuh unggas tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam. Karkas terdiri dari komponennya yaitu otot, tulang, lemak dan kulit . Karkas ayam merupakan bentuk keseluruhan ayam potong tanpa bulu, kepala, kaki dan jeroan. Berikut adalah tahap-tahap untuk memperoleh karkas ayam.
Pemeriksaan ayam hidup. Inspeksi ante-mortem pada ayam hidup
bertujuan untuk memeriksa kesehatan ayam. Hanya ayam yang benar-benar sehat yang dipilihara sebagai ayam potong. Ayam hidup yang umum dipotong berumur antara 8 – 12 minggu dengan berat 1,4 – 1,7 kg/ekor. Sebelum ayam disembelih sebaiknya ayam pedaging tidak diberi makan selama lebih kurang 3 jam untuk memudahkan pembersihan isi perut. Karena alasan agama khususnya agama Islam, maka cara penyembelihan yang khas harus dipatuhi.
Penyembelihan. Pemotongan ayam dilakukan dengan cara memotong vena jugularis dan artericarotis di dasar rahang. Kadang-kadang dilakukan dengan cara menusuk bagian otak diarahkan pada medula ablongata dengan pisau kecil.
Terdapat beberapa cara penyembelihan mulai dari cara pemenggalan leher yang sederhana sampai metode konsher yang dimodifikasi cara modern. Cara konsher dengan memotong pembuluh darah, jalan makanan dan jalan nafas. Sedangkan cara konsher modifikasi dilakukan dengan memotong hanya pembuluh darah (dipingsankan terlebih dahulu), serta cara Islam yaitu pemutusan saluran darah (vena dan arteri), kerongkongan dan tenggorokan, hewan harus sehat, tidak boleh dibius dan yang memotong orang Islam.
Penuntasan darah. Penuntasan darah harus dilakukan dengan sempurna
karena dapat mempengaruhi mutu daging unggas. Penuntasan darah yang kurang sempurna menyebabkan karkas akan berwarna merah di bagian leher, bahu, sayap dan pori-pori kulit dimana lama penyimpanan akan terjadi perubahan warna.
Penuntasan darah pada pemotongan unggas yang modern dilakukan dengan cara unggas yang disembelih digantung pada gantungan.
Penyeduhan. Penyeduhan atau perendaham dalam air panas dilakukan
dengan tujuan untuk memudahkan proses pencabutan pada tahap berikutnya karena kolagen yang mengikat bulu sudah terakogulasi. Suhu dan waktu
perendaman yang digunakan 54,50oC selama 60 - 120 detik. Perendaman terlalu lama menyebabkan kulit menjadi gosong atau coklat.
Pencabutan bulu. Tahap pencabutan bulu meliputi penghilangan bulu
besar, bulu halus dan bulu seperti rambut. Pencabutan bulu besar dilakukan secara mekanis dari dua arah, yaitu depan dan belakang. Sedangkan pencabutan bulu halus dan bulu rambut umumnya dilakukan dengan metode “wax picking”, yaitu dengan pelapisan lilin. Metode pelapisan lilin dilakukan pada unggas yang telah
mengalami penyeduhan dilapisi lilin dengan cara merendamnya dalam cairan lilin.
Setelah cukup terlapisi unggas diangkat dan dikeringkan sehingga lapisan lilin menjadi mengeras padat. Dengan demikian bulu-bulu yang ada pada karkas akan ikut terlepas bila lapisan lilin yang telah mengeras dilepaskan.
Dressing. Tahap dressing meliputi pemotongan kaki, pengambilan jeroan
dan pencucian. Dengan embuat irisan lobang yang cukup besar dari bagian bawah anus, seluruh isi perut ditarik keluar termasuk jaringan pengikat paru-paru, hati dan jantung. Pengambilan jeroan dilakukan dengan cara memasukkan tangan ke dalam rongga perut dan menarik seluruh isi perut keluar. Pencucian bertujuan untuk memberikan karkas unggas dari kotoran yang masih tertinggal di bagian dalam permukaan karkas.
Tempat pemotongan hewan untuk memperoleh karkas ayam terbagi menjadi dua daerah, yaitu daerah kotor dan daerah bersih (SNI, 2009). Daerah kotor yaitu daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan fisik yang tinggi, mulai dari tempat pemeriksaan ayam hidup, penyembelihan, penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu, serta dressing. Sedangkan daerah bersih yaitu daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan fisik yang rendah, yaitu tempat pencucian karkas, pemotongan karkas, penyimpanan karkas, dan tempat penimbangan karkas yang akan dijual.
Sumber-sumber infeksi Salmonella pada daging ayam (Ariyanti, 2014) yaitu:
1. Kadar air dan protein yang tinggi pada daging ayam. Daging dengan kadar air yang tinggi merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan
mikroba, karena kaya nitrogen dan mineral, serta mengandung mikroorganisme yang menguntungkan bagi mikroba lain. Jumlah mikroba dalam daging juga dipengaruhi oleh perlakuan ternak sebelum pemotongan (Betty dan Yendri, 2007).
2. Pakan dan air minum Ayam yang terkontaminasi Salmonella. Menurut Widodo (2017), Pakan hewan ternak seperti tepung ikan yang mengandung 60%
protein, tepung tulang, tepung daging bekicot, tepung cacing tanah, tepung bulu ayam, tepung darah ternak, dan tepung cangkang udang beresiko tercemar Salmonella sp. Salmonella sp. dapat ditemukan pada tiap tahapan dalam proses
produksi, pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan. Bakteri Salmonella dapat berasal dari kotoran burung merpati, camar, geraja, dan jenis burung liar mencemari pakan ternak tersebut melalui vektor seperti tikus dan lalat. Oleh sebab itu higiene sanitasi tempat produksi pakan ternak juga harus dijaga dengan baik (Kementrian Pertanian, 2014).
3. Telur ayam yang pecah atau retak lebih beresiko terinfeksi salmonella daripada yang utuh. Hal ini dikarenakan telur ayam dapat bercampur dengan kotoran ayam. Apabila telur ayam utuh, maka poi-pori telur akan terlindungi oleh kulit ari (curticle) telur.
4. Kontaminasi dari Rumah Potong Hewan (RPH) pada ayam yang terinfeksi Salmonella kepada ayam sehat seperti hygiene dan sanitasi yang buruk di RPH.
5. Daging ayam yang terkontaminasi Salmonella yang menginfeksi daging ayam dapat menginfeksi manusia apabila manusia memasak daging tersebut tidak
dalam keadaan matang 740C selama 2 menit (Food and Agriculture Organization [FAO], 2009).
Pasar Tradisional
Pengertian pasar tradisional. Pasar Tradisional adalah pasar yang
dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar (Peraturan Pemerintah [PP] RI No. 112 Tahun 2007).
Pasar merupakan salah satu tempat umum yang sering dikunjungi oleh masyarakat sehingga memungkinkan terjadinya penularan penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perantara vektor seperti lalat dan tikus.
Pasar memiliki posisi yang sangat penting untuk menyediakan pangan yang aman, dan pasar tersebut dipengaruhi oleh keberadaan produsen hulu (penyedia bahan segar), pemasok, penjual, konsumen, manajer pasar, petugas yang berhubungan dengan kesehatan dan tokoh masyarakat. Oleh karena itu, komitmen dan partisipasi aktif para stakeholder dibutuhkan untuk
mengembangkan Pasar Sehat. Pasar Sehat adalah kondisi pasar yang bersih, nyaman, aman dan sehat melalui kerjasama seluruh stakeholder terkait dalam menyediakan pangan yang aman dan bergizi bagi masyarakat (Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia [Kepmenkes RI] No. 519 Tahun 2008).
Sanitasi pasar. Sanitasi tempat-tempat umum merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup mendesak, karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan segala macam penyakit yang dipunyai oleh masyarakat tersebut. oleh sebab itu, maka tempat-tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit- penyakit yang medianya berupa makanan, minuman, udara, dan air. Dengan demiakian maka sanitasi tempat-tempat umum harus memenuhi syarat kesehatan.
(Mukono, 2009).
Sanitasi pasar adalah usaha pengendalian melalui kegiatan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh pasar yang erat hubungannya dengan timbul atau merabaknya suatu penyakit. Oleh karena itu pasar harus memenuhi persyaratan kesehatan baik dari segi sanitasi maupun dari konstruksi. Apabila sanitasi pasar tidak terpenuhi maka pangan sangat beresiko terkontaminasi oleh bakter, virus, dan juga parasit yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Berikut persyaratan sanitasi pasar berdasarkan Kepmenkes RI No
519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat, yaitu:
Air bersih. Persyaratan air bersih meliputi:
1. Tersedia air bersih dengan jumlah yang cukup setiap hari secara berkesinambungan, minimal 40 liter per pedagang.
2. Kualitas air bersih yang tersedia memenuhi persyaratan.
3. Tersedia tendon air yang menjamin kesinambungan ketersediaan air dan dilengkapi dengan kran yang tidak bocor.
4. Jarak sumber air bersih dengan pembuangan limbah minimal 10 meter.
5. Kualitas air bersih diperika setiap enam (6) bulan sekali.
Kamar mandi dan toilet. Persyaratan kamar mandi dan toilet meliputi:
1. Harus tersedia toilet laki-laki dan perempuan yang terpisah dilengkapi dengan tanda/simbol yang jelas dengan proporsi sebagai berikut :
Tabel 4
Proporsi Jumlah Toilet Dan Kamar Mandi Laki-Laki dan Perempuan Jumlah
Pedagang
Jumlah Kamar Mandi Jumlah Toilet
s/d 25 1 1
26 s/d 50 2 2
51 s/d 100 3 3
Setiap penambahan 40-100 orang harus ditambah satu kamar mandi dan satu toilet.
Sumber:Kepmenkes RI No 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat
2. Di dalam kamar mandi harus tersedia bak dan air bersih dalam jumlah yang cukup dan bebas jentik.
3. Di dalam toilet harus tersedia jamban leher angsa, peturasan dan bak air.
4. Tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup yang dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir.
5. Air limbah dibuang ke septic tank (multi chamber), riol atau lubang peresapan yang tidak mencemari air tanah dengan jarak 10 meter dari sumber air bersih.
6. Lantai dibuat kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan dengan kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku sehingga tidak terjadi genangan.
7. Letak toilet terpisah minimal 10 meter dengan tempat penjualan makanan dan bahan pangan.
Pengelolaan sampah. Persyaratan pengolahan sampah meliputi:
1. Setiap kios/los/lorong tersedia tempat sampah basah dan kering.
2. Terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup, dan mudah dibersihkan.
3. Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan dan mudah dipindahkan.
4. Tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS), kedap air, kuat, kedap air atau kontainer, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau petugas
pengangkut sampah.
5. TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang (vektor) penular penyakit.
6. Lokasi TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10 meter dari bangunan pasar.
7. Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam.
Drainase. Persyaratan drainase meliputi:
1. Selokan/drainase sekitar pasar tertutup dengan kisi yang terbuat dari logam sehingga mudah dibersihkan.
2. Limbah cair yang berasal dari setiap kios disalurkan ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL), sebelum akhirnya dibuang ke saluran pembuangan umum.
3. Kualitas limbah outlet harus memenuhi baku mutu sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003 tentang kualitas air limbah.
4. Saluran drainase memiliki kemiringan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga mencegah genangan air.
5. Tidak ada bangunan los/kios diatas saluran drainase.
6. Dilakukan pengujian kualitas air limbah cair secara berkala setiap 6 bulan sekali.
Tempat cuci tangan. Persyaratan tempat cuci tangan meliputi:
1. Fasilitas cuci tangan ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau.
2. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir dan limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.
Binatang penular penyakit (vektor). Persyaratan untuk vektor meliputi:
1. Pada los makanan siap saji dan bahan pangan harus bebas dari lalat, kecoa dan tikus.
2. Pada area pasar angka kepadatan tikus harus nol.
3. Angka kepadatan kecoa maksimal 2 ekor per plate di titik pengukuran sesuai dengan area pasar.
4. Angka kepadatan lalat di tempat sampah dan drainase maksimal 30 per gril net.
5. Container Index (CI) jentik nyamuk Aedes aegypty tidak melebihi 5 %.
Kualitas makanan dan bahan pangan. Dengan Persaratan melipti:
1. Tidak basi.
2. Tidak mengandung bahan berbahaya seperti pengawet borax, formalin, pewarna textil yang berbahaya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Tidak mengandung residu pestisida diatas ambang batas.
4. Kualitas makanan siap saji sesuai dengan Kepmenkes nomor 942 tahun 2003 tentang makanan jajanan.
5. Makanan dalam kemasan tertutup disimpan dalam suhu rendah (4-10ºC), tidak kadaluwarsa dan berlabel jelas.
6. Ikan, daging dan olahannya disimpan dalam suhu 0 s/d 4ºC; sayur, buah dan minuman disimpan dalam suhu 10 ºC; telur, susu dan olahannya disimpan dalam suhu 5-7 ºC. g.
7. Penyimpanan bahan makanan harus ada jarak dengan lantai, dinding dan langit-langit : jarak dengan lantai 15 cm, dengan dinding 5 cm, dengan langit- langit 60 cm.
8. Kebersihan peralatan makanan ditentukan angka total kuman nol maksimal 100 kuman per cm3 permukaan dan kuman Eschericia coli adalah nol.
Desinfeksi pasar. Persyaratan untuk desinfeksi pasar meliputi:
1. Desinfeksi pasar harus dilakukan secara menyeluruh 1 hari dalam sebulan.
2. Bahan desinfektan yang digunakan tidak mencemari lingkungan.
Kerangka Konsep
penyakit berbasis lingkungan
Acuan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
3924 Tahun 2009
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Higiene Perorangan
Pedagang
1. Mencuci Tangan 2. Kebersihan dan
Kesehatan Diri Sikap Pedagang
Berkaitan dengan keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam
Sanitasi Tempat Penjualan 1. Sanitasi Bangunan 2. Sanitasi Peralatan 3. Sanitasi Lingkungan
Keberadaan Bakteri Salmonella sp. pada Daging
Ayam Broiler Pengetahuan Pedagang
Berkaitan dengan keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif, untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap pedagang serta gambaran sanitasi penjualan dan hygiene pedagang terhadap keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam di pasar tradisional.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Lokasi penelitian untuk pengambilan sampel dan observasi terhadap pelaksanaan hygiene pedagang dan sanitasi tempat penjualan daging ayam dilakukan di pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas Kota Medan yaitu pasar Baru (Nadeak). Adapun alasan pemilihan lokasi ini antara lain:
1. Tempat penjualan daging ayam di pasar tersebut memiliki fasilitas sanitasi yang belum memenuhi syarat, seperti air bersih yang tidak mencukupi dan tidak mengalir, tidak tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat, dan tempat pemotongan daging ayam yang tidak dipisahkan antara daerah kotor dan bersih sehingga mendukung keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam.
2. Pedagang daging ayam di pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas Kota Medan kurang menjaga hygiene perorangan pada saat bekerja.
3. Belum pernah dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap pedagang serta gambaran sanitasi penjualan dan hygiene pedagang terhadap keberadaan salmonella sp. di pasar tersebut.
Pemeriksaan daging ayam dilakukan di Laboratorium Balai Veteriner Medan.
Waktu penelitian. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari - Agustus 2018.
Populasi dan Sampel
Populasi. Populasi adalah seluruh pedagang daging ayam yang berjualan di pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas yaitu Pasar Baru (Nadeak) yang berjumlah 14 pedagang. Maka, jumlah seluruh pedagang yang menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu 14 pedagang daging ayam.
Sampel. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik total sampling. Maka, jumlah sampel yang diambil untuk penilaian sanitasi tempat penjualan daging ayam, hygiene perorangan, dan perilaku pedagang adalah seluruh pedagang daging ayam di pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas yaitu sebanyak 14 pedagang dan didukung dengan pemeriksaan Salmonella sp.
pada daging ayam dari masing-masing tempat penjualan sebanyak 14 sampel.
Adapun Sampel Daging Ayam diambil dengan cara
1. Persiapkan termos es, botol sampel yang telah disterilkan terlebih dahulu, keperluan alat tulis, dan lain-lain yang diperlukan untuk sampel.
2. Siapkan formulir tentang lokasi pengambilan dan tanggal pengambilan sampel.
3. Ambil satu potong daging ayam bagian paha (tanpa bagian tulang dan kulit) Lalu masukkan ke dalam wadah yang telah disterilkan dan tulis identitas sampel.
4. Tuliskan pada botol sampel tersebut nama, tempat pengambilan, waktu dan tanggal pengambilan.
5. Masukkan botol sampel ke dalam termos yang telah diisi dengan es.
6. Kirim sampel secepatnya ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.
Defenisi Operasional
Adapan definisi operasional penelitian yaitu:
1. Pengetahuan pedagang adalah segala sesuatu yang diketahui pedagang tentang cara menjaga kebersihan daging ayam agar tidak terkontaminasi Salmonella sp.
2. Sikap pedagang adalah reaksi atau respon pedagang, berupa setuju atau tidak setuju dan merupakan pengaplikasian dari pengetahuan untuk menjaga kebersihan daging ayam agar tidak terkontaminasi Salmonella sp.
3. Sanitasi tempat penjualan adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan tempat penjualan daging ayam yang meliputi tersedianya fasilitas sanitasi, seperti sanitasi bangunan, sanitasi peralatan dan sanitasi lingkungan di tempat penjualan daging ayam.
4. Sanitasi bangunan adalah persyaratan yang meliputi lokasi tempat penjualan, tata ruang, dinding, lantai, pencahayaan, ventilasi, serta halaman tempat penjualan.
5. Sanitasi peralatan adalah persyaratan yang meliputi pisau potong, telenan yang digunakan untuk memotong daging ayam, serta frekuensi dan cara membersihkannya.
6. Sanitasi lingkungan adalah persyaratan yang meliputi ketersediaan sarana air bersih, tempat sampah, tempat pembuangan air limbah, dan fasilitas untuk mencuci tangan dan mencuci peralatan.
7. Higiene pedagang adalah perilaku bersih pedagang agar tidak terjadi pencemaran pada daging ayam.
8. Mencuci tangan adalah persyaratan yang meliputi perilaku mencuci tangan pada saat bekerja.
9. Kebersihan dan kesehatan diri adalah persyaratan yang meliputi berpakaian ketika bekerja seperti dalam keadaan rapi, memakai celemek ketika bekerja, kebersihan kuku pada saat bekerja, memakai sarung tangan ketika bekerja, tidak menggunakan perhiasan,dan apabila dalam kondisi sakit tidak bekerja.
10. Keberadaan Salmonella sp. Adalah ada atau tidaknya bakteri Salmonella sp.
Pada sampel berupa daging ayam.
11. SNI (Standar Nasional Indonesia) 3924 Tahun 2009 adalah persyaratan mutu karkas dan daging ayam yang menjadi acuan batas pencemaran Salmonella sp. pada daging ayam yaitu negatif/25 gram.
Metode Pengumpulan Data
Data primer. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara menggunakan kuesioner kepada 14 responden pedagang daging ayam yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan hygiene pedagang daging ayam, menggunakan lembaran observasi untuk mengetahui sanitasi tempat penjualan daging ayam, dan hasil uji laboratorium pada daging ayam.
Data sekunder. Data sekunder diperoleh dari buku, literatur-literatur, dan batasan wilayah daerah penelitian diperoleh dari Profil Kecamatan Medan Amplas tahun 2016.
Metode Pengukuran
Tingkat pengetahuan. Setiap pertanyaan diberikan bobot nilai 2 jika benar 1 dan 0 jika jawaban salah, nilai maksimal = 30 dan nilai minimal = 0.
Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan baik, apabila responden mendapat nilai >15.
2. Tingkat pengetahuan kurang, apabila responden mendapat nilai ≤15.
Tingkat sikap. Dibagi menjadi 2 jenis pernyataan, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Untuk pernyataan positif, jika responden setuju (S) diberi nilai 1 dan tidak setuju (TS) diberi nilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden maka dapat dikategorikan tingkat sikap responden sebagai berikut:
1. Tingkat sikap baik, apabila nilai yang diperoleh responden >7.
2. Tingkat sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh responden ≤7.
Sanitasi tempat penjualan. Menchecklist kolom lembar observasi.
Apabila telah memenuhi persayaratan, maka checklist kolom ya, dan apabila tidak memenuhi persyaratan checklist kolom tidak. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh maka:
1. Sanitasi tempat penjualan baik, apabila jumlah nilai yang diperoleh >15.
2. Sanitasi tempat penjualan tidak baik, apabila jumlah nilai yang diperoleh ≤15.
Hygiene pedagang. Apabila jawaban a bernilai 2, jawaban b bernilai 1, dan jawaban c benilai 0. Nilai maksimal = 30 dan nilai minimal = 0. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden sebagai berikut:
1. Hygiene pedagang baik, apabila responden mendapat nilai >15.
2. Hygiene pedagang tidak baik, apabila nilai responden mendapat nilai ≤15.
Keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam. Dilakukan dengan pengujian dan penilaian secara kualitatif yaitu:
1. Tidak terdapat Salmonella sp. pada daging ayam, apabila hasil pengujian negatif (-) per 25 gram sampel.
2. Terdapat Salmonella sp. pada daging ayam, apabila hasil pengujian positif (+) per 25 gram sampel.
Tata cara penelitian. Ada dua tata cara penelitian yang dilakukan yaitu:
Wawancara. Dilakukan kepada responden pedagang daging ayam untuk
mendapatkan data yang akan diolah menjadi informasi tentang pengetahuan pedagang, sikap pedagang, dan hygiene pedagang menggunakan kuesioner.
Observasi. Dilakukan dengan cara melihat langsung atau mengamati
langsung tindakan pedagang ketika bekerja dan sanitasi tempat penjualan.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yaitu analisis univariat digunakan untuk menyajikan data deskriptif dari variabel dalam bentuk tabel. Variabel yang dianalisis adalah pengetahuan pedagang, sikap pedagang, sanitasi penjualan, hygiene pedagang, dan keberadaan Salmonella sp.
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan dengan luas 26.510 Hektar (265,10 Km2) memiliki 21 Kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Medan Amplas yang dijadikan lokasi pengambilan sampel penelitian. Kecamatan Medan Amplas dibagi menjadi 7 Kelurahan. Adapun luas wilayah Kecamatan Medan Amplas adalah 5,84 km² dan dengan kepadatan peduduk 123.850 jiwa. Wilayah-wilayah yang berdekatan dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Medan Amplas adalah:
Sebelah Utara : Kecamatan Medan Denai.
Sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang.
Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang.
Sebelah Barat : Kecamatan Medan Kota dan Kecamatan Medan Johor.
Kecamatan Medan Amplas terdapat satu pasar tradisional, yaitu Pasar Baru (Nadeak) yang merupakan bagian dari pasar Simpang Limun. Pasar Simpang Limun Medan terbagi atas dua yaitu milik pemerintah yang disebut sebagai pasar Gambir merupakan pasar yang terletak di kecamatan Medan kota, dan pasar Baru Simpang Limun termasuk pasar yang terletak di kecamatan Medan Amplas. Pasar ini merupakan pasar yang masih banyak dikunjungi oleh
masyarakat, baik dari kalangan rendah sampai kalangan tinggi atau masyarkat yang bekerja dirumahan sampai masyarakat yang bekerja dikantoran. Pasar Baru Pedagang daging ayam merupakan satu dari pedagang bahan makanan lainnya
Karakteristik Pedagang.
Karakteristik pedagang yang diambil yaitu berdasarkan jenis kelamin, umur, dan pendidikan terakhir
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan Pendidikan Terakhir
Variabel Jumlah Persentase(%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 9 64,3
Perempuan 5 35,7
Total 14 100,0
Umur
<30 tahun 1 7,1
30-50 tahun 6 42,9
>50 tahun 7 50,0
Total 14 100,0
Pendidikan terakhir
SD 1 7,1
SMP 2 14,3
SMA 10 71,4
Perguruan Tinggi 1 7,1
Total 14 100,0
Dari tabel 5 dapat disimpulkan bahwa, responden berjenis kelamin laki- laki sebanyak 9 orang (64,3%) dan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 5 orang (35,7%). Rentang umur terbanyak berada pada umur >50 tahun sebanyak 7 orang (50,0%), 30-50 tahun 6 orang (42,9%), dan <30 tahun
sebanyak1 orang (7,1%). Pendidikan terakhir responden yang paling banyak adalah SMA sebanyak 10 orang (71,4%), SMP sebanyak (14,3%), dan responden dengan pendidikan terakhir SD dan Perguruan tinggi sebanyak masing-masing 1 orang (7,1%).
Pengetahuan Pedagang
Pengetahuan pedagang daging ayam dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pedagang Daging Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Amplas Tahun 2018
Pertanyaan Jumlah (n) Persentase
(%) Ada bakteri yang dapat mengontaminasi daging
ayam a. Ada b. Tidak ada c. Tidak tahu
4 0 10
28,6 0,0 71,4
Jumlah 14 100,0
Proses kontaminasi bakteri dapat terjadi
a. Dari kotoran-kotoran ayam lalu mencemari daging ayam
b. Dari daging ayam c. Tidak tahu
3 0 11
21,4 0,0 78,6
Jumlah 14 100,0
Definisi dari Hygiene pedagang dan sanitasi tempat penjualan
a. Upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan pedagang, peralatan, dan tempat penjualan
b. Upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan pedagang agar tetap sehat
c. Upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi tempat penjualan agar tetap rapi
3 9 2
21,4 64,3 14,3
Jumlah 14 100,0
Mencuci daging ayam yang akan dijual ke pembeli sampai bersih
a. Perlu. Agar daging ayam bersih dari kotoran-kotoran ayam dan tidak terkontaminasi oleh bakteri
b. Perlu. Agar terlihat bersih dan enak dipandang saja
c. Tidak perlu. Karena pembeli akan mencucinya dirumah
3
3 8
21,4
21,4 57,2
Jumlah 14 100,0
(bersambung)