• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Masyarakat Desa

Masyarakat merupakan kumpulan sekelompok manusia yang bergaul

dalam satu ikatan pada jangka waktu yang lama dengan kemungkinan adanya

batas-batas territorial (kewilayahan) dan genealogis (keturunan). I.L. Pasaribu dan

B. Simanjuntak (Lumbanbatu, 1999) menyatakan masyarakat desa dicirikan

dengan adanya hubungan yang lebih erat dan mendalam antar mereka

dibandingkan dengan warga desa lain, permukiman didasarkan kepada kelompok

sistem kekeluargaan, pada umumnya hidup dari bercocok tanam, terdapat budaya

gotong royong yang makin lama makin melemah, dan tidak ada sistem pembagian

kerja berdasarkan keterampilan.

Pandangan tentang masyarakat di dalam dan sekitar hutansebagai bagian

dari ekosistem hutan, menempatkan masyarakatpada posisi penting. Masyarakat

tidak lagi hanya sebatas objek,tetapi juga sebagai subjek dalam pengelolaan hutan.

Hal inidisebabkan masyarakat di dalam dan sekitar hutan sesungguhnyabukanlah

pendatang baru dalam pengelolaan hutan. Pada tahun1990, sebagaimana dikutip

oleh Alhamid dan Bisjoe (1997), ITTOmemasukkan perhatian terhadap

kepentingan masyarakat sebagaiindikator keberhasilan pengelolaan hutan, selain

kepentinganfungsi produksi dan kepentingan konservasi. Sejalan

denganpernyataan tersebut, Sardjono (2011) menyatakan bahwa sebagaibagian

integral dari ekosistem hutan, masyarakat telahmemanfaatkan hutan dan hasil

hutan secara tradisional sejakpurbakala. Vayda (1983) dalam CIFOR (2001)

menyatakan bahwamasyarakat di dalam dan sekitar hutan dipandang sebagai

(2)

Dalam hal ini masyarakat berkontribusi kepadahutan dan sekaligus mengambil

manfaat dari hutan. Dipandangdari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang

timbul darihubungan tersebut, masyarakat, termasuk yang tinggal di dalamdan

sekitar hutan merupakan objek sosiologi. Oleh karena itu,beberapa permasalahan

terkait masyarakat dan pengelolaan hutandapat pula diupayakan solusinya dengan

pendekatan sosiologi.

Persepsi dan Perilaku Masyarakat

Menurut Harvey dan Smith (dalam Wibowo, 1988) menyatakan bahwa

pesepsi adalah suatu proses untuk membuat penilaian (judgement) atau

membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di

dalam lapangan penginderaan seseorang. Sementara Rakhmat (dalam Erida,1999)

menjelaskan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan

menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi sehingga manusia memperoleh

pengetahuan baru.

Persepsi manusia terhadap lingkungan (enviromental perception)

merupakan persepsi spasial yakni sebagai interpretasi tentang suatu setting (ruang)

oleh individu yang didasarkan atas latar belakang, budaya, nalar, dan pengalaman

individu tersebut. Dengan demikian setiap individu dapat mempunyai persepsi

lingkungan yang berbeda terhadap objek yang sama karena tergantung dari latar

belakang yang dimiliki. Persepsi lingkungan yang menyangkut persepsi spasial

sangat berperan dalam pengambilan keputusan dalam rangka migrasi, komunikasi,

dan transportasi (Umar, 2009).

(3)

individu tersebut mempersepsikan lingkungannya (Sarwono, 1992 dalam

Boedojo, 1986). Persepsi terhadap lingkungan mempengaruhi hubungan individu

dengan lingkungannya. Menurut Walgito (1999) sikap individu terhadap

lingkungannya dapat berupa: (1) Individu menolak lingkungannya, yaitu bila

individu tidak sesuai dengan keadaan lingkungannya (2) Individu menerima

lingkungan, yaitu bila keadaan lingkungan cocok dengan keadaan individu (3)

Individu bersikap netral atau status quo, apabila individu tidak mendapat

kecocokan dengan keadaan lingkungan, tetapi dalam hal ini individu tidak

mengambil langkah-langkah yang lebih lanjut yaitu bagaimana sebaiknya

bersikap.

Ada dua jenis lingkungan dalam kaitannya antara manusia dengan kondisi

fisik lingkungannya (Sarwono, 1990 dalam Boedojo, 1986). Pertama adalah

lingkungan yang telah akrab dengan manusia yang bersangkutan. Lingkungan

jenis ini cenderung dipertahankan. Kedua adalah lingkungan yang masih asing,

dimana manusia terpaksa melakukan penyesuaian diri atau sama sekali

menghindarinya. Setelah manusia menginderakan objek di lingkungannya, ia

memproses hasil penginderaannya dan timbul makna tentang objek pada diri

manusia yang bersangkutan yang dinamakan persepsi yang selanjutnya

menimbulkan reaksi.

Tahap paling awal dari hubungan manusia dengan lingkungannya adalah

kontak fisik antara individu dengan objek-objek di lingkungannya. Objek tampil

dengan kemanfaatannya masing-masing, sedangkan individu datang dengan

sifat-sifat individualnya, pengalaman masa lalunya, bakat, minat, sikap dan ciri

(4)

menghasilkan persepsi individu tentang objek itu. Jika persepsi itu berada dalam

batas-batas optimal maka individu dikatakan dalam keadaan homeo statis, yaitu

keadaan yang serba seimbang. Keadaan ini biasanya dipertahankan oleh individu

karena menimbulkan perasaan-perasaan yang paling menyenangkan. Sebaliknya,

jika objek dipersepsikan sebagai di luar batas-batas optimal (terlalu besar, terlalu

kuat, kurang keras, kurang dingin, terlalu aneh dan sebagainya) maka individu itu

akan mengalami stress dalam dirinya. Tekanan-tekanan energi dalam dirinya

meningkat sehingga orang itu harus melakukan coping untuk menyesuaikan

dirinya atau menyesuaikan lingkungan pada kondisi dirinya. Sebagai hasil coping

ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, tingkah laku coping ini

menyebabkan stress berlanjut dan dampaknya bisa berpengaruh pada kondisi

individu dan persepsi individu. Kemungkinan kedua, tingkah laku coping yang

berhasil. Dalam hal ini terjadi penyesuaian antara diri individu dengan

lingkungannya (adaptasi) atau penyesuaian keadaan lingkungan pada diri individu

(adjusment). Dampak dari keberhasilan ini juga mengenai individu maupun

persepsinya. Jika dampak dari tingkah laku coping yang berhasil terjadi

berulang-ulang maka kemungkinan terjadi penurunan tingkat toleransi terhadap kegagalan

atau kejenuhan. Disamping itu, terjadi peningkatan kemampuan untuk

menghadapi stimulus berikutnya. Kalau efek dari kegagalan yang terjadi

berulang-ulang, kewaspadaan akan meningkat. Namun pada suatu titik akan

terjadi gangguan mental yang lebih serius seperti keputusasaan, kebosanan,

(5)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menuru Makmuri Muchlas (2008) adabeberapa fator yangmempengaruhi

persepsi, yaitu :

1. Pelaku persepsi: penafsiran seorang individu pada suatu objek yang

dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri,

diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan

pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang

individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka.

Contoh-contoh seperti seorang tukang rias akan lebih memperhatikan kesempurnaan

riasan orang daripada seorang tukang masak, seorang yang disibukkan

dengan masalah pribadi akan sulit mencurahkan perhatian untuk orang lain,

dll, menunjukkan bahwa kita dipengaruhi oleh kepentingan/minat kita. Sama

halnya dengan ketertarikan kita untuk memperhatikan hal-hal baru, dan

persepsi kita mengenai orang-orang tanpa memperdulikan ciri-ciri mereka

yang sebenarnya.

2. Target atau obyek persepsi: Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain

dari target akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu

gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda.

Selain itu, objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama

pula. Contohnya adalah kecelakaan dua kali dalam arena ice skating dalam

seminggu dapat membuat kita mempersepsikan ice skating sebagai olah raga

yang berbahaya. Contoh lainnya adalah suku atau jenis kelamin yang sama,

(6)

3. Situasi: Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang

wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh

laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya

sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya

Banyak sekali faktor pada diri perseptor yang dapat mempengaruhi

veridikalitas persepsinya sendiri atau menimbulkan perbedaan–perbedaan antara

persepsinya dengan persepsi orang lain. Faktor- faktor tersebut menurut Wibowo

(1988) adalah meliputi beberapa hal sebagai berikut:

1. Faktor pengalaman

Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai suatu

objek-stimulusnya sebagai hasil dari seringnya kontak antara perseptor dan objek.

Semakin tinggi pula verdikalitasnya.

2. Faktor intelegensia

Semakin tinggi intelegensia atau semakin cerdas orang yang bersangkutan

semakin besar kemungkinan ia akan bertingkah lebih obyektif dalam memberikan

penilaian atau membangun kesan mengenai objek stimulus.

3. Faktor kemampuan menghayati stimulus

Setiap manusia dalam taraf yang berbeda-beda, memiliki kemampuan

untuk menangkap perasaan orang lain sebagaimana adanya. Kemampuan ini

dinamakan empatik.

4. Faktor ingatan

(7)

5. Faktor disposisi kepribadian

Disposisi kepribadian diartikan sebagai kecenderungan kepribadian yang

relatif menetap pada diri seseorang.

6. Faktor sikap terhadap stimulus

Sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu kecenderungan yang

ada pada diri seseorang untuk berpikir atau berpandangan, berperasaan dan

berkehendak, dan berbuat secara tertentu terhadap suatu objek.

7. Faktor kecemasan

Seseorang yang dicekam oleh kecemasan karena suatu hal yang berkaitan

dengan objek-stimulusnya akan mudah dihadapkan pada hambatan-hambatan

dalam mempersepsikan objek tersebut.

8. Faktor pengharapan

Faktor ini sebenarnya merupakan kumpulan dari beberapa bentuk

pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai

manusia, perilaku dan ciri-cirinya, yang sampai taraf tertentu diyakini

kebenarannya.

Tanaman Sukun

Tanaman sukun (bread fruit) mermiliki nama ilmiah Artocarpus

altilis(Parkinson) Fosberg yang bersinonim dengan Artocapus communis Forstdan

Artocarpus incisa Linn yang termasuk keluarga Moraceae dan

kelasDicotyledonae (Heyne, 1987; Ragone, 1997; Zerega et al, 2005). Taksonomi

tanaman sukun (Artocarpus communis Forst) adalah sebagai berikut Kingdom:

Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Urticales; Famili:

(8)

Sukun adalah tumbuhan dari genus Arthocarpus dalam famili Moraceae

yang banyak terdapat di kawasan tropik seperti Malaysia dan Indonesia. Di pulau

Jawa tanaman ini dijadikan tanaman budidaya oleh masyarakat. Tanaman ini

dikategorikan sebagai MPTS. Multipurpose Tree Species (MPTS) adalah sistem

pengelolaan lahan dimana berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja

untuk menghasilkan kayu, akan tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang

dapat digunakan sebagai bahan makanan ataupun pakan ternak

(Suyanto dkk, 2009).

Morfologi Tanaman Sukun

Tinggi pohon sukun dapat mencapai 30 m, dapat tumbuh baik

sepanjangtahun (evergreen) di daerah tropis basah dan bersifat semi-deciduous

didaerah yang beriklim monsoon (Rajendran, 1992; Ragone, 1997).

Batangmemiliki kayu yang lunak, tajuknya rimbun dengan percabangan

melebarke arah samping, kulit batang berwarna hijau kecoklatan, berserat

kasardan pada semua bagian tanaman memiliki getah encer. Akar tanamansukun

biasanya ada yang tumbuh mendatar/menjalar dekat permukaantanah dan dapat

menumbuhkan tunas alami (Heyne, 1987; Pitojo,1992; Ragone, 2006). Berikut ini

merupakan ciri morfologis dari tanaman sukun.

1. Pohon dan Cabang

Pohon sukun berbentuk piramida, tingginya bisa mencapai 30 meter.

Pohon sukun membentuk percabangan sejak ketinggian 1,5 m dari tanah.

Percabangan melebar ke samping. Tekstur kulitnya sedang, dan warna kulitnya

hijau kecoklat-coklatan. Pohon sukun yang dipangkas akan cepat membentuk

(9)

2. Daun

Tajuk daun rimbun, bentuk daun oval panjang dengan belahan daun

simetris karena didukung oleh tulang daun yang menyirip simetris. Panjang daun

65 cm dan lebar daun 45 cm dengan tangkai daun 7 cm. Ujung daun

meruncing.Tepi daun bercangap menyirip, kadang-kadang siripnya bercabang.

Muka daun bagian atas halus dan bagian bawah kasar berbulu. Warna bagian atas

daun hijau mengkilap dan bagian bawah kusam, posisi daun mendatar dan lebar,

dan menghadap ke atas. Jarak antar daun bervariasi antara 2-10 cm (Pitojo, 1999).

3. Akar dan Perakaran

Perakaran sukun dapat dilihat dengan baik sejak di persemaian. Setelah

bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian

membesar bulat dan memanjang diikuti dengan ranting-ranting akar yang

mengecil, disertai adanya rambut-rambut akar (Pitojo, 1999).

Letak akar masuk ke dalam tanah, ada pula yang tumbuh mendatar dan

sering tersembunyi di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter.

Warna kulit akar coklat kemerah-merahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah

terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan

memacu tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1999).

4. Bunga

Bunganya berumah satu. Bunga jantan berbentuk kecil memanjang dan

bunga betina berbentuk bulat sampai bulat panjang. Kedua jenis bunga tersebut

berwarna hijau disaat muda dan setelah tua berwarna kekuningan. Umur bunga

(10)

letaknya bunga jantan atau betina berada pada pangkal daun (Direktorat

Reboisasi, 1995).

5. Buah

Sukun termasuk buah yang berbuah sepanjang tahun. Pembentukan buah

sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji (partenocarpy),

sehingga buah sukun tidak memiliki biji. Bakal buah terus membesar membentuk

bulat atau agak lonjong. Buah akan menjadi tua setelah 3 bulan sejak menculnya

bunga betina. Buah yang muncul awal akan menjadi tua lebih dahulu, kemudian

diikuti buah berikutnya. Tanda-tanda buah sukun tua yang siap untuk dipetik

adalah bila kulit buah yang semula kasar telah berubah menjadi halus, warna kulit

buah berubah dari hijau muda menjadi hijau kekuningan kusam. Selain itu

nampak bekas getah yang mengering. Sukun mempunyai kulit yang berwarna

hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal pada

kulitnya. Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun.

Poligonal yang lebih besar menandakan buahnya telah matang sedangkan buah

yang belum matang mempunyai segmen-segmen poligonal yang lebih kecil dan

lebih padat (Alrasjid 1993 dalam LitBangHut, 2003).

Buahnya terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat

atau sedikit bujur dan digunakan sebagai bahan makanan alternatif. Kulit buahnya

berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk

poligonal. Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun

(11)

Sebaran Alami danPersyaratan Tumbuh Sukun

Sebaran tanaman sukun di Indonesia meliputi Sumatera (Aceh,

SumateraUtara, Sumatera Barat, Riau, Nias, Lampung), Pulau Jawa (Kepulauan

Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Madura),Bali, Nusa

Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi (Minahasa,Gorontalo, Bone,

Makasar, Malino), Maluku (Seram, Buru, Kai, Ambon,Halmahera dan Ternate)

dan Papua (Sorong, Manokwari, pulau-pulaukecil di daerah ”Kepala Burung”

(Heyne, 1987; Pitojo, 1992; Widowati,2003; Hendalastuti dan Rojidin, 2006).

Selanjutnya nama sukun seringdikaitkan dengan daerah asalnya, antara lain sukun

Sorong, sukun Yogya,sukun Cilacap, sukun Pulau Seribu, sukun Bone dan sukun

Bawean(Pitojo, 1999).

Tanaman sukun dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-1100 meter

di atas permukaan laut (Siregar, 2009). Tanaman Sukun dapat tumbuh pada semua

jenis tanah (tanah podsolik merah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir), namun

akan lebih baik bila ditanam pada tanah gembur yang bersolum dalam, berhumus

dan tersedia air tanah yang dangkal dengan pH 5-7. Tanaman sukun tidak baik

dikembangkan pada tanah yang memiliki kadar garam tinggi. Tanaman sukun

mulai berbuah pada umur 4 tahun bila ditanam di tempat terbuka dan umur tujuh

tahun bila ternaungi (Alrasjid, 1993).

Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan

yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban 60-80%, namun

lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran

matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab sampai tempat

(12)

Manfaat Tanaman Sukun

Tanaman sukun menghasilkan buah yang memiliki kandungan gizi

tinggi, dan potensial dijadikan sebagai bahan makanan pokok alternatif

pengganti beras. Buah sukun umumnya dijadikan makanan ringan/tambahan

dengan cara dibakar, rebus, digoreng dan dibuat keripik. Namun dapat pula

diolah menjadi gaplek sukun, tepung sukun dan patisukun yang selanjutnya dapat

diolah menjadi beraneka ragam masakan (Widowati, 2003; Departemen

Pertanian, 2003). Manfaat lainnya adalah tajuknya yang rindang dan perakaran

yang dalam dan menyebar luas, menjadikan tanaman sukun sebagai tanaman yang

cocok untuk kegiatan penghijauan dan konservasi lahan. Kayunya yang sudah

tua, dapat digunakan untuk bahan bangunan (konstruksi ringan), papan yang

dikilapkan, bahan pembuatan kotak/peti, mainan dan bahan baku pulp. Dalam

pemanfaatan rumah tangga kayu sukun bisa dijadikan sebagai kayu bakar

(Feriyanto, 2006; Purba, 2002).

Kondisi Umum DTA Danau Toba

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI (2010) menyatakan profil

Danau Toba adalah sebagai berikut:Danau Toba terbentuk sebagai akibat

terjadinya runtuhan (depresi) tektonik vulkanis yang dasysat pada zaman

Pleiopleistosen. Kaldera raksasa ini mempunyai ukuran panjang 87 km, lebar 27–

31 km;luas 1.100 km².

Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat

adalah sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan laut) . Luas daerah aliran sungai

Asahan (DAS Asahan) adalah ± 4000 km² dan 90% dari luas DAS ini adalah

(13)

dibatasi oleh pegunungan terjal, kecuali di daerah antara Porsea dan Balige

terdapat daerah dataran. Di tengah-tengah danau terdapat pulau Samosir dengan

panjang 45 km, lebar 19 km dan luas 640 km². Kedalaman air Danau Toba

berkisar 400–600 meter dan bagian terdapat di depan teluk Haranggaol (± 460

meter) dan disamping Tao Silalahi yang relatif memiliki area yang luas (± 445

meter) (LIPI, 2010).

Letak Geografi

Secara geografis Kawasan Danau Toba terletak di pegunungan Bukit.

Danau Toba terletak di Pulau Sumatera 176 Km arah Selatan Kota Medan,

merupakan danau terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara. Permukaan danau

berada pada ketinggian 903 meter dpl. Luas Perairan Danau Toba yaitu 1.130

Km² dengan kedalaman maksimal danau 529 meter. Total luas Daerah Tangkapan

Air (DTA) Danau Toba lebih kurang 4.311,58 Km² (LIPI, 2010).

Iklim

DTA Danau Toba termasuk ke dalam tipe iklim B1, C1, C2, D2, dan

 E2. Dengan demikian bulan basah (Curah Hujan 200 mm/bulan) berturut-turut

pada kawasan ini bervariasi antara dari 3 bulan sampai dengan 7–9 bulan,

sedangkan bulan kering (Curah Hujan 100 mm/bulan) berturut-turut antara 2–3

bulan. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Scmidt dan Ferguson maka DTA

Danau Toba ini termasuk ke dalam tipe iklim A,B dan C (LIPI, 2010).

Curah Hujan

Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan Daerah Tangkapan Air

(14)

puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember hingga Desember dengan

curah hujan antara 190–320 mm/bulan dan puncak musim kemarau terjadi selama

bulan Juni-Juli dengan curah hujan berkisar 54–151 mm/bulan (LIPI, 2010).

Suhu dan Kelembaban Udara

Suhu udara selama musim kemarau cenderung agak lebih tinggi

dibandingkan dengan selama musim hujan. Sedangkan angka kelembaban

tahunannya berkisar antara 79%–95%. Pada bulan-bulan musim kemarau

kelembaban udara cenderung agak rendah dibandingkan pada bulan-bulan musim

hujan. Evaporasi bulanan di daerah tangkapan air Danau Toba ini berkisar antara

74 - 88 mm/bulan (LIPI, 2010).

Topografi dan Tata Guna Lahan

Kondisi topografi DTA Danau Toba didominasi oleh perbukitan dan

pegunungan, dengan kelerengan lapangan terdiri dari datar dengan

kemiringan(0%–8%) seluas 703,39 Km², landai (8%–15%) seluas 791,32 Km²,

agak curam (15–25%) seluas 620,64 Km², curam (25–45%) seluas 426,69

Km², sangat curam sampai dengan terjal (>45%) seluas 43,96 Km². Eksisting

penggunaan dan penutupan lahan di DTA Danau Toba terdiri dari hutan alam,

hutan rapat, hutan tanaman, hutan jarang dan kebun campuran, semak belukar,

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing diperlukan pembangunan sumber daya manusia, yang ditandai dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Salah satu unsur

Pengadaan, antara lain: latar belakang pendidikan, pengalaman kerja dan identitas yang

BerdasarkanPenetapanPengadaanLangsung nomor: TGL.UGM/PP/PenEL/05/YLI/20L2 tanggal 26 Juli 2Ol2 untuk pekerjaan Pengadaan Peralatan Elektronik Untuk Juntsan Teknik Geologi

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017, dengan ini kami

Pada hari Kamis tanggal Delapan Belas bulan Februari tahun Dua Ribu Enam Belas, Pokja Pemeliharaan Jaringan ULP telah mengadakan rapat evaluasi penawaran atas

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017 , dengan ini kami

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor BAHP/15/ULP.8/PJ.014/2016 tanggal 19 Februari 2016, Kelompok Kerja 8 Unit Layanan Pengadaan Direktorat Jenderal Pajak

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017 , dengan ini kami