BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Efikasi Diri
2.1.1.1 Pengertian Efikasi Diri
Gregory (2,011: 212) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan diri untuk mengetahui kemampuannya sehingga dapat melakukan suatu bentuk
kontrol terhadap manfaat orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan
sekitarnya. Menurut Bandura (1997: 3) efikasi diri adalah keyakinan akan kemampuan individu untuk dapat mengorganisasi dan melaksanakan serangkaian
tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan.
Sedangkan Alwisol (2009: 287) menyatakan bahwa efikasi diri adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa
atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi diri
adalah pertimbangan seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisasikan
dan menampilkan tindakan yang diperlukan dalam mencapai tujuan yang
diinginkan, tidak tergantung pada jenis keterampilan dan keahlian tetapi lebih
berhubungan dengan keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan dengan
berbekal keterampilan dan keahlian.
Menurut Ormrod (2008: 20) efikasi diri adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau
menghasilkan berbagai hasil yang bernilai positif dan bermanfaat. Menurut
Mujiadi (2003: 86) efikasi diri merupakan salah satu faktor personal yang menjadi
perantara atau mediator dalam interaksi antara faktor perilaku dan faktor
lingkungan. Efikasi diri dapat menjadi penentu keberhasilan perfomansi dan
pelaksanaan pekerjaan. Efikasi diri juga sangat mempengaruhi pola pikir, reaksi
emosional dalam membuat keputusan.
Dari beberapa pendapat dapat dikatakan bahwa efikasi diri merupakan rasa
percaya diri yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan
tugas dengan efektif dan efisien sehingga tugas tersebut menghasilkan dampak
yang diharapkan. Efikasi diri yang merujuk pada keyakinan diri sendiri mampu
melakukan sesuatu yang diinginkannya, dapat dijadikan prediksi tingkah laku.
2.1.1.2Sumber-sumber Efikasi Diri
Menurut Gregory (2011: 213) efikasi diri diperoleh, ditingkatkan, atau berkurang melalui salah satu atau kombinasi dari empat sumber pengalaman
menguasai sesuatu, pengalaman vikarius, persuasi sosial, kondisi fisik dan
emosional. Dengan setiap metode, informasi mengenai diri sendiri dan lingkungan
akan diproses secara kognitif dan bersama-sama dengan kumpulan pengalaman
sebelumnya, akan mengubah persepsi mengenai efikasi diri. Menurut Bandura
(1997: 89) empat sumber efikasi diri, antara lain:
1. Pengalaman menguasai sesuatu (Master Experience)
Pengalaman menguasai sesuatu adalah sumber informasi yang paling
sehingga kesuksesan akan menaikkan efikasi atau keyakinan, dan kegagalan
akan menurunkan efikasi atau keyakinan.
2. Pengalaman vikarius (Vicarious Experience)
Pengalaman vikarius merupakan pengalaman dari orang lain yang memberi
contoh penyelesaian. Efikasi diri akan meningkat pada saat kita mengamati
pencapaian orang lain yang mempunyai kompetensi yang sama atau seimbang,
namun akan berkurang pada saat kita melihat teman kita gagal.
3. Persuasi sosial (Social Persuasion)
Persuasi sosial disebut juga umpan balik spesifik atas kinerja. Persuasi sendiri
dapat membuat mahasiswa menyerahkan usaha, mengupayakan
strategi-strategi baru, atau berusaha cukup keras untuk mencapai kesuksesan.
4. Kondisi fisik dan emosional (Arousal)
Kondisi fisik dan emosional maksudnya tingkat Arousal mempengaruhi efikasi diri, tergantung pada Arousal itu diinterpretasikan pada saat mahasiswa menghadapi tugas tertentu, apakah mahasiswa merasa cemas dan khawatir
(menurunkan efikasi) atau passion (bergairah) menaikkan efikasi.
Dari keempat hal tersebut dapat menjadi sarana bagi tumbuh dan
berkembangnya efikasi diri dapat diupayakan untuk meningkat dengan membuat
manipulasi melalui empat hal tersebut.
2.1.1.3Dimensi Efikasi Diri
Masing-masing mempunyai implikasi penting di dalam performansi yang secara
lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tingkat kesulitan tugas (Magnitude)
Tingkat kesulitan tugas (Magnitude) yaitu suatu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada
pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada
tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang
dapat dilaksanakannya dan akan menghindari situasi atau perilaku di luar
batas kemampuannya.
2. Kekuatan keyakinan (Strength)
Kekuatan keyakinan (Strength), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap
pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan,
walaupun mungkin belum memiliki pengalaman-pengalaman yang
menunjang. Sebaliknya pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan
kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang
tidak menunjang.
3. Generalitas (Generality)
Generalitas (Generality), yaitu hal yang berkaitan dengan cakupan luas bidang tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu
dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada
pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada serangkaian aktivitas dan
Jadi perbedaan efikasi diri pada setiap individu terletak pada tiga
komponen, yaitu Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu, Strength (kekuatan keyakinan), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya,
dan Generality (generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Dari ketiga
komponen dalam efikasi diri tersebut terdapat pengaruh positif terhadap minat
untuk berwirausaha.
2.1.2 Motivasi Berwirausaha
2.1.2.1 Pengertian Motivasi Berwirausaha
Kata motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang artinya menimbulkan pergerakan. Motif didefinisikan sebagai kekuatan yang terdapat
dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (Walgito, 2003: 220).
Menurut Sardiman (2009: 73) kata motif diartikan sebagai daya upaya yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai
daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan
sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka
motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif
menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai
tujuan sangat dirasakan/mendesak.
dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang
dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu:
1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap
individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan
energi di dalam sistem neurophysiological yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul
dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik
manusia.
2. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang
dapat menentukan tingkah-laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adaanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini
sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang
muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena
terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan
ini akan menyangkut soal kebutuhan.
Terry & Rue (1996: 168) menyatakan motivasi menyangkut perilaku manusia dan merupakan sebuah unsur yang vital dalam manajemen. Ia dapat
didefinisikan sebagai membuat seseorang menyelesaikan pekerjaan dengan
semangat, karena orang itu ingin melakukannya. Hasibuan (2003: 95)
mendefinisikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan
Pengertian motivasi seperti yang dikemukakan di atas mengacu pada
timbulnya dorongan. Sedangkan berwirausaha merupakan salah satu objek
pekerjaan di samping pekerjaan lain, yakni pegawai negeri atau pegawai swasta.
Dengan demikian motivasi berwirausaha diartikan sebagai tenaga dorongan yang
menyebabkan seseorang melakukan suatu kegiatan berwirausaha.
Motivasi berwirausaha adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan berwirausaha
guna mencapai tujuan (Handoko, 1998: 252). Lain halnya dengan Hendro (2011:
174) yang mengungkapkan bahwa sumber energi yang dibutuhkan dalam kegiatan
kewirausahaan atau kegiatan apapun adalah mempunyai semangat dan gairah
untuk mengerjakannya. Kedua-duanya adalah satu dan menjadi sumber energi
(motivasi) dalam berwirausaha.
2.1.2.2 Teori Motivasi
1. Model Hierarki Kebutuhan Maslow
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,
yaitu: (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti: rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan
kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata (Handoko, 1998: 255).
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal
pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat
klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena
manusia merupakan individu yang unik. Kebutuhan manusia itu tidak hanya
bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan
juga spiritual. Motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal
adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan
pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang
dihasilkan (Handoko, 1998: 255).
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan
manusia makin mendalam, penyempurnaan dan koreksi dirasakan bukan hanya
tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan
bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan.
Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang
bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya
yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori Dua Faktor
Herzberg menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja bergantung pada dua faktor: faktor-faktor higienis, seperti kondisi tempat kerja,
dan faktor-faktor motivasi, seperti pengakuan atas pekerjaan yang telah
diselesaikan dengan baik. Menurut teori dua faktor, faktor higienis mengacu pada
lingkungan, sedangkan faktor motivasi berhubungan langsung dengan pekerjaan
yang dilakukan (Griffin & Ebert, 2006: 251). 3. Teori X dan Y
McGregor menyimpulkan bahwa para manajer mempunyai kepercayaan yang sangat berbeda mengenai cara terbaik menggunakan sumber daya manusia
suatu perusahaan. Ia mengklasifikasikan keyakinan itu ke dalam serangkaian
asumsi yang ia beri label “Teori X” dan “Teori Y”. Teori X adalah teori motivasi
yang menyatakan bahwa orang-orang pada dasarnya malas dan tidak mau bekerja
sama. Teori Y adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang-orang pada
dasarnya energik, berorientasi ke perkembangan, memotivasi diri sendiri, dan
tertarik untuk menjadi produktif (Griffin & Ebert, 2006: 249). 4. Teori Pengharapan
Teori pengharapan yang dikemukakan oleh Nadler dan Lawler ini mengandung dua anggapan penting, yaitu:
1. Manusia senantiasa berusaha ke arah tercapainya apa yang diinginkan atau
tidak tergantung kepada keyakinannya apakah dengan tindakan itu mereka
akan berhasil atau tidak mencapai tujuan itu.
2. Dalam proses memilih tindakan apa yang akan diambil dalam mencapai
tujuan itu manusia memang mempunyai kesukaan terhadap tindakan mana
yang paling baik baginya berdasar perkiraan hasil yang mungkin diperoleh
dari tindakan yang diambilnya.
Sesuai pendapat Nadler dan Lawler bahwa tingkat motivasi seseorang sangat ditentukan oleh fungsi pengharapan yang digantungkannya kepada perilaku
tertentu yang ditampilkannya (seperti apabila seseorang bekerja keras tentu akan
diikuti dengan kenaikan gaji) dan nilai subyektif yang diberikannya terhadap hasil
tindakannya itu. Kuat tidaknya nilai subyektif itu tergantung keadaan apakah
seseorang itu memang menginginkan hasil yang lain umpamanya jenis pekerjaan
yang lebih gampang atau yang lebih menarik (Zainun, 1989: 53).
5. Teori Keadilan
Teori yang dikemukakan oleh Skinner dan Pavlov ini mendasarkan diri kepada satu anggapan bahwa kebanyakan manusia terpengaruh dengan situasi
seperti penghasilan yang berimbang dibanding dengan penghasilan kelompok lain
yang sederajat, sehingga seorang karyawan dapat saja membatasi produk kerjanya
setelah melihat bagaimana teman sebelahnya menghasilkan produk itu. Menurut
teori ini, yang paling menentukan kinerja karyawan adalah rasa adil atau tidaknya
keadaan di lingkungan kerja karyawan itu. Tingkat keadilan itu dapat diukur
dengan rasio antara kerja dan upah yang diterima seorang karyawan lain dalam
2.1.2.3 Jenis Motivasi
Adapun jenis motivasi menurut Davis & Strom dalam Tama (2010: 39) adalah prestasi, afiliasi, kompetensi, dan kekuasaan.
1. Motivasi prestasi (achievement motivation) adalah dorongan dalam diri seseorang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam mencapai
tujuan. Entrepreneur yang berorientasi dan bekerja keras apabila mereka memandang bahwa mereka akan memperoleh kebanggaan pribadi atas upaya
mereka, apabila hanya terdapat sedikit risiko gagal, dan apabila mereka mendapat
balikan spesifik tentang prestasi diwaktu lalu.
2. Motivasi afiliasi (affiliation motivation) adalah dorongan untuk berhubungan dengan orang-orang atas dasar sosial. Orang-orang yang bermotivasi afiliasi
bekerja lebih baik apabila mereka dipuji karena sikap dan kerja sama mereka yang
menyenangkan.
3. Motivasi kompetensi (competence motivation) adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan keterampilan dalam memecahkan masalah, dan
berusaha keras untuk inovatif. Umumnya mereka cenderung melakukan pekerjaan
dengan baik karena kepuasan batin yang mereka rasakan dari melakukan
pekerjaan itu dan penghargaan yang diperoleh dari orang lain.
4. Motivasi kekuasaan (power motivation) adalah dorongan untuk mempengaruhi orang-orang dan mengubah situasi. Orang-orang yang bermotivasi kekuasaan
ingin menimbulkan dampak dan mau memikul risiko untuk melakukan hal itu.
Hal utama yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan wirausaha adalah
2.1.2.4 Dimensi Motivasi Berwirausaha
Susanto dalam Srimulyani (2014: 2) mengemukakan beberapa motivasi
yang dapat mendorong seseorang untuk menjadi wirausaha yaitu: keberhasilan
diri yang dicapai, toleransi akan risiko, dan keinginan merasakan kebebasan
dalam bekerja.
1. Keberhasilan diri yang dicapai
Lingkungan yang dinamis menyebabkan seorang entrepreneur
menghadapi keharusan untuk menyesuaikan dan mengembangkan diri agar
keberhasilan dapat dicapai. Seorang entrepreneur bukan saja mengikuti perubahan yang terjadi dalam dunia usaha tapi perlu berubah seseringkali dan dengan cepat
memiliki pemikiran yang inovatif dan berorientasi pada masa depan.
Menurut Ranto (2007: 20) keberhasilan berwirausaha tidaklah identik
dengan seberapa berhasil seseorang mengumpulkan uang atau harta serta menjadi
kaya, karena kekayaan bisa diperoleh dengan berbagai cara sehingga
menghasilkan nilai tambah. Berusaha lebih dilihat dari bagaimana seseorang bisa
membentuk, mendirikan, serta menjalankan usaha dari sesuatu yang tadinya tidak
berbentuk, tidak berjalan atau mungkin tidak ada sama sekali. Seberapa pun
kecilnya ukuran suatu usaha jika dimulai dari nol dan bisa berjalan dengan baik
maka nilai berusahanya jelas lebih berharga daripada sebuah organisasi besar
yang dimulai dengan bergelimang fasilitas.
Keberhasilan diri sebagai salah satu wakil dari motivasi untuk menjadi
kemungkinan lebih besar untuk berhasil dari pada bekerja untuk orang lain untuk
mendapatkan hasil yang berharga. Salah satu faktor penting dan menjadi daya
penggerak bagi seseorang untuk menjadi entrepreneur adalah keinginannya untuk memenuhi kebutuhanya untuk berhasil serta menjauhi kegagalan. Jika seseorang
memiliki kebutuhan tinggi untuk berhasil, maka orang tersebut akan bekerja keras
dan tekun belajar.
Sementara itu, keberhasilan usaha baru tergantung pada keadaan
perekonomian nasional pada saat bisnis diluncurkan. Keberhasilan berwirausaha
sebagai pendorong keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur, karena persepsi keberhasilan sebagai hasil menguntungkan atau berharap untuk berakhir
melalui pencapaian tujuan dari usahanya. Artinya, jika seseorang mencapai tujuan
usaha yang diinginkan melalui prestasi, ia akan dianggap berhasil. Indikator
keberhasilan yang sesungguhnya bukanlah apa yang dicapai, tetapi apa yang
dirasakan. Agar sukses atau berhasil, kita harus menjadi bahagia.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha para pengusaha
baik yang bersal dari internal maupun eksternal. Faktor internal lebih banyak
berasal dari pengusaha itu sendiri diantaranya adalah: latar belakang pendidikan,
usia, pengalaman, motivasi dan masalah internal lainnya. Faktor eksternal
dihadapkan kepada permasalahan di luar organisasi diantaranya: lingkungan,
peluang, persaingan, sistem informasi global, dan masalah eksternal lainnya
2. Toleransi akan risiko
Setiap pekerjaan mengandung risiko dan tantangan yang berbeda-beda.
Setiap wirausaha dapat melaluinya tergantung bagaimana cara pandang individu
tersebut pada tantangan atau risiko yang dihadapi. Individu ketika memulai usaha
harus mengetahui terlebih dahulu peluang dan risiko yang ditimbulkan oleh usaha
tersebut, setelah itu individu tersebut harus berusaha mengatasi hambatan dan
tantangan yang ada untuk mencapai kesuksesan.
Menurut Meredith dalam Purwinarti & Ninggarwati (2013: 41) menyatakan bahwa beberapa risiko yang mungkin terjadi dari suatu usaha bisa
bermacam-macam, mulai dari risiko yang bersifat umum dalam bentuk keuangan,
risiko sosial dan risiko kejiwaan, hingga risiko yang terjadi terhadap badan atau
fisik. Dalam menghadapi risiko tersebut, seorang wirausaha harus
mempertimbangkan daya tarik dari setiap alternatif yang ada, sejauh mana
bersedia menanggung risiko, kemungkinan akan keberhasilan dan kegagalannya,
serta kemampuannya untuk meningkatkan keberhasilan dan mengurangi
kegagalannya, dengan demikian wirausaha menghadapi segala risiko dengan
perencanaan yang sangat profesional dan matang.
Dalam pengambilan keputusan, pelaku bisnis atau seorang entrepreneur
sebaiknya mempertimbangkan tingkat toleransi akan adanya risiko. Seorang
entrepreneur dapat dikatakan riskaverse (menghindari risiko) dimana mereka hanya mau mengambil peluang tanpa risiko, dan seorang entrepreneur dikatakan
lurus dengan tingkat pengembalianya. Apabila Anda menginginkan pengembalian
atau hasil yang tinggi, Anda juga harus menerima tingginya tingkat risiko. Setiap
individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda terhadap risiko, ada yang
senang dengan risiko dengan tingkat pengembalian yang diinginkan dan ada yang
takut akan risiko.
Praag & Cramer secara eksplisit mempertimbangkan peran risiko dalam pengambilan keputusan seseorang untuk menjadi seorang entrepreneur. Rees &
Shah menyatakan bahwa perbedaan pendapatan pada pekerja individu yang bebas (entrepreneur) adalah tiga kali lipat dari yang didapat oleh individu yang bekerja pada orang lain, dan menyimpulkan bahwa toleransi terhadap risiko merupakan
sesuatu yang membujuk untuk melakukan pekerjaan mandiri (entrepreneur).
Douglas & Shepherd menggunakan risiko yang telah diantisipasi sebagai alat untuk memprediksi keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur, dinyatakan semakin toleran seseorang dalam menyikapi suatu risiko, semakin besar insentif
orang tersebut untuk menjadi entrepreneur (Sitanggang, 2012: 16).
Persepsi terhadap risiko berbeda-beda tergantung kepada kepercayaan
seseorang, kelakuan penilainan dan perasaan dan juga termasuk faktor-faktor
pendukungnya, antara lain latar belakang pendidikan, pengalaman praktis di
lapangan, karakteristik individu, kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan
sekitar (Sitanggang, 2012: 16).
Menurut Sitanggang (2012: 16) terdapat perbedaan persepsi tentang risiko
a. Faktor-faktor yang mempunyai efek merugikan terhadap kesuksesan
pelaksanaan proyek secara finansial maupun ketepatan waktu, dimana faktor
waktu itu sendiri tidak selalu dapat diidentifikasi.
b. Sesuatu keadaan secara fisik, kontrak maupun finansial menjadi lebih sulit
daripada yang telah disetujui dalam kontrak.
c. Kesempatan untuk membuat keuntungan diatas kontrak, dimana kepuasan
klien, harga kontrak, dan waktu penyelesaian diutamakan.
d. Suatu kondisi dimana peristiwa-peristiwa yang tidak direncanakan terjadi.
Menurut Suryana (2003: 14) seorang entrepreneur harus mampu mengambil risiko yang moderat, artinya risiko yang diambil tidak terlalu tinggi
dan tidak terlalu rendah. Keberanian menghadapi risiko yang didukung komitmen
yang kuat, akan mendorong seorang entrepreneur untuk terus berjuang mencari peluang sampai memperoleh hasil. Hasil-hasil itu harus nyata atau jelas, dan
merupakan umpan balik bagi kelancaran kegiatannya.
Sebagai seorang wirausaha kita tidak boleh mengambil risiko yang tidak
perlu dan harus dapat menguasai emosi dalam mengambil risiko jika
keuntungannya diperkirakan sama atau bahkan lebih besar daripada risiko yang
terkandung. Dalam beberapa hal, kita harus menggunakan intuisi dalam menilai
tindakan apa saja yang mengandung risiko karena intuisi akan dapat turut
menentukan sampai sejauh mana risikonya dan hasil apa saja yang mungkin
diperoleh.
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko merupakan salah satu
akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Bajaro dalam Suryana (2003: 14),
seorang wirausaha yang berani menanggung risiko adalah orang yang selalu ingin
jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik.
Pengambilan risiko berkaitan dengan kepercayaan diri sendiri. Artinya,
semakin besar keyakinan seseorang pada kemampuan sendiri, maka semakin
besar keyakinan orang tersebut akan kesanggupan mempengaruhi hasil dan
keputusan, dan semakin besar pula kesediaan seseorang untuk mencoba apa yang
menurut orang lain sebagai risiko. Oleh karena itu, pengambil risiko ditemukan
pada orang-orang yang inovatif dan kreatif yang merupakan bagian terpenting dari
perilaku kewirausahaan (Suryana, 2003: 14).
3. Keinginan merasakan kebebasan dalam bekerja
Kebebasan untuk menjalankan usaha merupakan keuntungan lain bagi
seorang entrepreneur. Hasil survey dalam bisnis berskala kecil tahun 1991 menunjukkan bahwa 38% dari orang-orang yang meninggalkan pekerjaannya di
perusahaan lain karena mereka ingin menjadi bos atas perusahaan sendiri.
Beberapa entrepreneur menggunakan kebebasannya untuk menyusun kehidupan dan perilaku kerja pribadinya secara fleksibel. Kenyataannya banyak seorang
entrepreneur tidak mengutamakan fleksibilitas disatu sisi saja. Akan tetapi mereka menghargai kebebasan dalam karir kewirausahaan, seperti mengerjakan
urusan mereka dengan cara sendiri, memungut laba sendiri dan mengatur jadwal
sendiri (Hendro & Chandra, 2006: 18).
dalam mencapai keberhasilan, selalu tergerak untuk bertindak secara pribadi
dalam mewujudkan tujuan menantang, memiliki toleransi terhadap situasi yang
tidak menentu, cerdas dan percaya diri dalam menggunakan waktu yang luang.
Dalam suatu penelitian di Inggris menyatakan bahwa motivasi seseorang
membuka bisnis adalah 50% ingin mempunyai kebebasan dengan berbisnis
sendiri, hanya 18% menyatakan ingin memperoleh uang dan 10% menyatakan
jawaban membuka bisnis untuk kesenangan, hobi, tantangan atau kepuasan
pribadi dan melakukan kreativitas. Sedangkan penelitian di Rusia 80%
menyatakan mereka membuka bisnis karena ingin menjadi bos dan memperoleh
otonomi serta kemerdekaan pribadi (Alma, 2007: 40).
Beberapa alasan merasakan pekerjaan bebas dijadikan sebagai motivasi
seseorang untuk menjadi entrepreneur yaitu fleksibel waktu, tidak perlu mendapatkan tekanan dari atasan atau perusahaan dan pendapatan yang lebih
besar. Hakim dalam Machendrawaty (2001: 49) mengemukakan sejumlah nilai
positif bagi mereka yang menjalani wirausaha. Pertama, mereka tidak tergantung
kepada ada atau tidaknya lowongan kerja, karena mereka sendirilah yang
membuka lapangan kerja. Kedua, entrepreneur tidak diperintah oleh orang lain, ia bisa "bos" bagi orang lain atau menjadi "bos" bagi dirinya sendiri. Ketiga,
entrepreneur memiliki peluang penghasilan yang tak terbatas. Keempat,
entrepreneur mengatur diri sendiri, jam kerja, liburan, besar penghasilan dan sebagainya. Kelima, mempunyai wawasan dan pergaulan yang luas. Keenam, bisa
mengembangkan gagasan sepenuhnya tanpa mendapat hambatan yang berarti dari
2.1.3 Minat Berwirausaha
2.1.3.1 Pengertian Minat Berwirausaha
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal
atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya merupakan
penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri
semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minat (Slameto, 2010:
180). Menurut Winkel (2004: 650) minat yaitu kecenderungan yang menetap pada seseorang untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan merasa senang
dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bidang itu sendiri. Sedangkan
menurut Walgito (2004: 51) minat merupakan suatu keadaan dimana individu
menaruh perhatian pada sesuatu dan disertai dengan keinginannya untuk
mengetahui dan mempelajari serta membuktikan lebih lanjut mengenai situasi
tersebut.
Menurut Purwanto (2006: 56) minat adalah perbuatan yang berpusat
kepada suatu tujuan dan merupakan suatu dorongan bagi perbuatan itu sendiri.
Dalam diri manusia terdapat motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar. Menurut Kasmir (2008: 38) minat atau bakat ada dan dapat di
timbulkan dalam diri seseorang. Artinya, ketertarikan pada suatu bidang sudah
tertanam dalam dirinya. Minat juga dapat tumbuh setelah dipelajari dari berbagai
cara. Namun, seseorang yang memiliki minat dari dalam atau bakat dari keturunan
akan lebih mudah dan lebih cepat beradaptasi dalam mengembangkan usahanya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat berwirausaha
hal daripada hal lainnya dengan aktif melakukan kegiatan yang menjadi objek
kesukaannya. Keinginan yang timbul dalam diri individu tersebut dinyatakan
dengan suka atau tidak suka, terhadap suatu keinginan yang akan memuaskan
kebutuhan. Minat berwirausaha dapat dikembangkan dan ditumbuhkan karena
pengaruh lingkungan sekitarnya. Munculnya minat ini biasanya ditandai dengan
adanya dorongan atau motif, perhatian, rasa senang, kemampuan dan kecocokan
atau kesesuaian.
2.1.3.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Berwirausaha
Menurut Nurwahid dalam Nurkhan (2005: 14) minat bertalian erat dengan
perhatian, maka faktor-faktor tersebut adalah pembawaan, suasana hati atau
perasaan, keadaan lingkungan, perangsang dan kemauan. Minat merupakan
sesuatu hal yang sangat menentukan dalam setiap usaha, maka minat perlu
ditumbuh kembangkan pada diri setiap mahasiswa. Minat tidak dibawa sejak
lahir, melainkan tumbuh dan berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti:
1. Faktor Intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul karena pengaruh rangsangan
dari dalam diri individu itu sendiri.
a. Pendapatan
Penghasilan yang diperoleh seseorang baik berupa uang maupun barang.
Berwirausaha dapat memberikan pendapatan yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Keinginan untuk memperoleh pendapatan
b. Harga Diri
Berwirausaha digunakan untuk meningkatkan harga diri seseorang, karena
dengan usaha tersebut seseorang akan memperoleh popularitas, menjaga
gengsi, dan menghindari ketergantungannya terhadap orang lain.
c. Perasaan Senang
Perasaan adalah suatu keadaan hati atau peristiwa kejiwaan seseorang,
baik perasaan senang atau tidak senang. Perasaan erat hubungannya
dengan pribadi seseorang, maka tanggapan perasaan senang berwirausaha
akan memunculkan minat berwirausaha.
2. Faktor Ekstrinsik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi individu karena
pengaruh rangsangan dari luar.
a. Lingkungan Keluarga
Minat berwirausaha akan terbentuk apabila keluarga memberikan
pengaruh positif terhadap minat tersebut, karena sikap dan aktivitas
sesama anggota keluarga saling mempengaruhi baik secara langsung
maupun tidak langsung.
b. Lingkungan Masyarakat
Merupakan lingkungan di luar lingkungan keluarga baik di kawasan
tempat tinggalnya maupun dikawasan lain. Misalnya seseorang yang
tinggal di daerah yang terdapat usaha warnet atau sering bergaul dengan
pengusaha warnet yang berhasil akan menimbulkan minat berwirausaha di
c. Peluang
Merupakan kesempatan yang dimiliki seseorang untuk melakukan apa
yang dinginkannya atau menjadi harapannya.
d. Pendidikan dan pengetahuan
Diperoleh selama duduk di bangku kuliah dan merupakan modal dasar
yang digunakan untuk berwirausaha, serta keterampilan yang diperoleh
selama duduk di bangku kuliah terutama dalam mata kuliah praktek
kewirausahaan.
Mudjiarto dan Aliaras (2005: 42) menyatakan bahwa bahwa umumnya orang
berminat membuka usaha sendiri karena beberapa alasan berikut ini:
1. Mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan.
2. Memenuhi minat dan keinginan pribadi.
3. Membuka diri untuk berkesempatan menjadi bos bagi diri sendiri.
4. Adanya kebebasan dalam manajemen.
Steinhoff dalam Suryana (2010: 55) menyatakan bahwa ada tujuh alasan mengapa seseorang berminat terhadap kegiatan kewirausahaan, yakni:
1. Ingin memiliki penghasilan yang tinggi.
2. Ingin memiliki karier yang memuaskan.
3. Ingin bisa mengarahkan diri sendiri/tidak diatur oleh orang lain.
4. Ingin meningkatkan prestise diri sebagai pemilik bisnis.
5. Ingin menjalankan ide atau konsep yang dimiliki secara bebas.
6. Ingin memiliki kesejahteraan hidup dalam jangka panjang.
2.1.3.3Dimensi Berwirausaha
Pada literatur kewirausahaan, faktor terpenting yang membentuk minat
berwirausaha adalah faktor psikologis. Beberapa faktor psikologis menjelaskan
pola bertindak melalui minat seseorang dalam memilih untuk berwirausaha (Sagiri
dan Appolloni, 2009: 77). Faktor-faktor psikologis ini terdiri atas penentuan nasib
sendiri (self-determination), kemampuan menghadapi risiko (risk-bearing ability), serta kepercayaan dan sikap (belief and attitude) dan dijelaskan sebagai berikut:
1. Penentuan Nasib Sendiri (Self-determination), penentuan nasib sendiri merupakan keyakinan seseorang bahwa orang tersebut mempunyai
kebebasan atau otonomi dan kendali tentang bagaimana mengerjakan
pekerjaannya. Self determination merupakan anggapan bahwa suatu pekerjaan tidak membutuhkan satu perasaan seseorang yang memiliki
peluang untuk menggunakan inisiatif dan mengatur tingkah laku
dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Dalam pandangan humanistik,
self determination (penentuan diri) merupakan sesuatu yang aktif yang mana terdapat self aware ego dan memiliki kesadaran diri (self consciousness).
2. Kemampuan Menghadapi Risiko (Risk bearing ability), risiko adalah sesuatu yang selalu dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya
keadaan yang merugikan dan tidak diduga sebelumnya bahkan bagi
kebanyakan orang tidak menginginkannya. Kemampuan menghadapi
risiko merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan usaha
psikologis, finansial, maupun sosial. Seorang wirausaha harus mampu
mengatasi berbagai risiko yang dihadapi agar dapat memperoleh
imbalan atas usaha-usaha yang telah dilakukannya, terutama imbalan
finansial yang sering diidentifikasikan sebagai wujud kesuksesan
seorang wirausaha. Dengan kata lain, risk bearing ability merupakan kemampuan seorang wirausaha untuk mengatasi berbagai risiko yang
akan dihadapi dalam upaya mencapai kesuksesan suatu usahanya.
3. Kepercayaan dan Sikap (Belief and attitude), perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan dan sikap yang dimiliki
seseorang. Kepercayaan dan sikap individu terhadap keinginan
pribadi untuk melakukan tindakan-tindakan. Terkait dengan minat
berwirausaha, belief and attitude berperan penting dalam diri seseorang saat mengambil pilihan berwirausaha sebagai karir yang
akan ditekuni. Faktor ini juga dapat diterjemahkan sebagai persepsi
seseorangatas keinginan pribadi untuk melakukan tindakan-tindakan
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Teknik
Analisis Data Hasil
1. Hutasoit
pada Mahasiswa Program Studi 1. Efikasi Diri 2. Pengetahuan
dan Bisnis USU.
2. Handaru, melalui Adversity
Quotient, Self
Efficacy, dan 2. Self Efficacy
3. Need For
Achievement
Regresi Linear Berganda
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Teknik
Analisis Data Hasil
5. Marini siswa SMK Jasa Boga pada siswa SMK Jasa Boga.
6. Srimulyani (2014)
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No.
Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian Penelitian Variabel Analisis Data Teknik Hasil
9. Widhari pada Siswa kelas XII di SMK
Efikasi diri secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat berwirausaha pada siswa kelas XII di SMK Negeri 1 Surabaya.
Sumber : Berbagai Penelitian Terdahulu
2.3 Kerangka Konseptual
Menurut Kuncoro (2009: 52) kerangka konseptual atau kerangka
pemikiran adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian ditujukan,
dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antarvariabel yang secara logis
diterangkan dan dikembangkan dari perumusan masalah yang telah diidentifikasi
melalui proses wawancara, observasi, dan survei literatur. Pada penelitian ini
kerangka konseptual yang dijelaskan adalah variabel efikasi diri dan motivasi
berpengaruh terhadap minat berwirausaha.
2.3.1 Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Minat Berwirausaha
Efikasi diri adalah keyakinan akan kemampuan individu untuk dapat
mengorganisasi dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dianggap perlu
spesifik yaitu suatu pemahaman mengenai prestasi akan menjadi penentu tingkah
laku yang penting untuk masa depan. Setiap individu memiliki efikasi diri yang
berbeda-beda pada situasi yang berbeda tergantung pada kemampuan yang
menuntut, kehadiran orang lain atau saingan, keadaan fisiologis dan emosional
seperti cemas, murung, lelah, dan lain sebagaianya. Efikasi diri atau keyakinan
diri telah mempengaruhi mahasiswa, terutama dalam bidang kewirausahaan
sehingga dapat mendorong perilaku yang menghasilkan pencapaian yaitu minat
untuk berwirausaha.
2.3.2 Pengaruh Motivasi Berwirausaha Terhadap Minat Berwirausaha
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan berwirausaha guna
mencapai tujuan (Handoko, 1998: 252). Dalam berwirausaha peran motivasi
untuk berhasil menjadi sangat penting. Sebab di dalam motivasi terdapat sejumlah
motif yang akan menjadi pendorong (drive/stimulus) tercapainya keberhasilan. Apalagi di dalam motivasi berwirausaha diperlukan daya juang untuk sukses, mau
belajar melihat keberhasilan orang lain, memiliki dorongan kuat untuk mengatasi
semua kendala dalam berwirausaha.
Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang
melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan
keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu, apa yang dilihat
seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu
mempunyai hubungan dengan kepercayaannya sendiri. Hal ini menunjukkan
(biasanya disertai dengan perasaan senang), karena itu merasa ada kepentingan
dengan sesuatu itu.
Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka konseptual dapat dilihat
sebagai berikut:
Sumber: Bandura (1997) dan Handoko (1998)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian 2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2006: 81), “hipotesis merupakan taksiran terhadap
parameter populasi, melalui data-data sampel”. Dari kerangka konseptual di atas,
maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini ialah efikasi diri dan motivasi
berwirausaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat berwirausaha
mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Efikasi Diri
(X1)
Motivasi Berwirausaha (X2)