MODEL MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER
BERBASIS PESANTREN DI MI PAS
BAITUL QUR’AN GONTOR
TESIS
Oleh:
Khamidah Rovi’atun Nur Sa’adah
NIM: 212 216 056
PASCASARJANA
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
ii
MODEL MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER
BERBASIS PESANTREN DI MI PAS
BAITUL QUR’AN GONTOR
TESIS
Diajukan Kepada
Pascasarjana
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo
Menyelesaikan Progam Magister
Manajemen Pendidikan Islam
Oleh:
Khamidah Rovi’atun Nur Sa’adah
NIM: 212 216 056
PASCASARJANA
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
vi ABSTRAK
Sa’adah, Khamidah Rovi’atun Nur. Model Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor, Tesis, Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing: Dr. Muhammad Thoyib, M.Pd.I
Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Pesantren
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan terutama di zaman yang miskin karakter seperti saat ini. Untuk memenuhi hal tersebut, pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting untuk membangun penddikan yang bermutu dan berakarkter. Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui dan menganalisis perencanaan pendidikan karakter berbasis pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor(2) untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan pendidikan karakter berbasis pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor, (3) untuk mengetahui dan menganalisis Evaluasi pendidikan karakter berbasis pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian descriptive research. Lokasi penelitian ini adalah MI PAS Baitul Qur’an Gontor. Pengumpulan data dilakukan menggunakan observasi non partisipatif, wawancara terstruktur dan mendalam serta dokumentasi. Analisis menggunakan teknik reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan temuan dilakukan dengan ketekunan pengamatan, triangulasi dan kecukupan referensi.
vii
ABSTRACT
Sa’adah, Khamidah Rovi’atun Nur. Character Building Management Model Based on Islamic Boarding School at MI PAS Baitul Qur’an Gontor,
Thesis, Department of Management of Islamic Education. Graduate Program of Ponorogo State Islamic Institution (IAIN). Supervisor: Dr. Muhammad Thoyib, M.Pd.I
Key words: Character Building, Islamic Boarding School
Indonesia needs a good human resource at amount and quality as the main factor in building character especially in such era that poor of character. In overcoming this, character building has an important role to build the quality of education and its character. The objectives of this research are 1) to know and analyze the planning of character building based on Islamic boarding school at MI PAS Baitul Qur’an Gontor, 2) to know and analyze the implementation of character building based on Islamic boarding school at MI PAS Baitul Qur’an Gontor, 3) to know and analyze the evaluation of character building based on Islamic boarding school at MI PAS Baitul Qur’an Gontor.
This research uses qualitative approach with descriptive research. The location of this research is MI PAS Baitul Qur’an Gontor. Data collection was conducted using non participative observation, structured and in-depth interviews and documentation. The analysis uses data reduction techniques, data presentation and conclusions. Checking the validity of the findings is done with observational persistence, triangulation and reference adequacy.
viii
KATA PENGANTAR
Bismilla>hirrah}ma>nirrahi>m...
Segala puji bagi Allah SWT., Tuhan semesta alam yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada semua makhluk-Nya di
muka bumi. Hanya kepada-Nyalah kita mengharap dan menyandarkan segala sesuatu. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW., teladan bagi seluruh umat manusia dan rahmat bagi seluruh alam, yang kita nanti-nantikan syafaatnya di hari akhir nanti.
Alh{amdulilla>hirabbil’alami>n, segenap syukur penulis panjatkan
kepada Allah Swt. atas segala rahmat, petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis berjudul “Model Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren di MI PAS Baitul Qur’an
Gontor” sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan program Magister
Manajemen Pendidikan Islam di IAIN Ponorogo dengan baik.
Penyusunan dan Penyelesaikan Tesis ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Mereka telah memberikan motivasi, petunjuk,
bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis haturkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Dr. Hj. Siti Maryam Yusuf, M.Ag. selaku rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Ponorogo beserta staf.
2. Dr. Aksin, M.Ag. selaku Direktur Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri
ix
3. Nur Kolis, Ph.D. selaku Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Islam
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo beserta jajarannya.
4. Dr. Muhammad Thoyib, M.Pd.I. selaku pembimbing penulisan tesis ini,
terima kasih atas waktu yang telah diberikan, segenap bimbingan dan pengarahannya dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen S1 dan S2 yang telah memberikan ilmunya, pelajaran hidup, motivasi dan pengalaman yang tak ternilai selama ini. 6. Semua guru-guru mulai dari TK, SD, TPA, Mts dan MA, terima kasih atas
segala ilmu pengetahuan yang telah Bapak dan Ibu ajarkan dengan sabar dan ikhlas .
7. Bapak, Ibu, Abang dan Adik serta seluruh Sahabat-sahabatku yang telah menyayangi, memberi motivasi dan dukungan dalam menuntut ilmu hingga
sampai jenjang Magister ini. Ibu, hanya terima kasih yang mampu saya ucapkan atas jasamu yang tak akan mampu saya balas.
8. Teman-temanku seperjuangan yang telah memberikan bantuan, dorongan,
dan kebersamaan dalam menuntut ilmu selama ini. Khususnya teman-teman di kelas MPI.C 2016 IAIN Ponorogo. Terima kasih untuk semangat,
kebersamaan, dukungan, kekeluargaan dan pengalaman belajar yang luar biasa selama perjuangan menuju Magister ini.
9. Dewan Pembina, Dewan Pengurus, Kepala Madrasah berserta seluruh
x
10. Semua pihak yang membantu dalam penyusunan Tesis ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
Hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini. Semoga Allah SWT.
memberikan balasan yang setimpal atas segala jasa, kebaikan-kebaikan dan bantuan-bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan Tesis ini. Akan tetapi penulis menyadari bahwa Tesis ini masih belum sempurna dan memiliki kekurangan baik dari segi isi maupun sistematika. Maka dari itu, kritik
dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan dalam rangka perbaikan Tesis ini.
Harapan penulis, semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pembaca pada umumnya. Ami>n…
Ponorogo, Juli 2018 Penulis
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Sistem transliterasi Arab-Indonesia yang dijadikan pedoman dalam penulisan skripsi ini adalah sistem Institute of Islamic Studies, Mc Gill University, yaitu sebagai berikut:
ء
= ‘ز
= zق
= Qب
= bس
= sك
= Kت
= tش
= shل
= Lث
= thص
= s{م
= Mج
= jض
= d{ن
= Nح
= h}ط
= t}و
= Wخ
= khظ
= z{ه
= Hد
= dع
= ‘ذ
= dhغ
= ghر
= rف
= fTa>’ marbu>t}a tidak ditampakkan kecuali dalam susunan ida>fa, huruf
tersebut ditulis t. misalanya : = fat}a>na; = fat}a>nat al-nabi> Diftong dan Konsonan Rangkap
وا
= Awوا
= u>يأ
= Ayيأ
= i>Konsonan rangkap ditulis rangkap, kecuali huruf waw yang didahului damma dan huruf ya’ yang didahului kasra seperti tersebut dalam tabel
Bacaan Panjang
ا
= a>يا
= i>وا
= u>Kata Sandang
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL. ... ii
HALAMAN NOTA PERSETUJUAN... iii
HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN. ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS. ... v
ABSTRAK. ... vi
KATA PENGANTAR. ... viii
TRANSLITERASI... xi
DAFTAR ISI. ... xii
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN. ... xvii
BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah. ... 7
C.Tujuan Penelitian. ... 7
D.Manfaat Penelitian. ... 8
E.Kajian Terdahulu. ... 8
BAB II : KAJIAN TEORI A.Kajian Teori 1. Mannajemen Pendidikan Karakter. ... 13
a. Pendidikan Karakter. ... 13
b. Manajemen Pendidikan Karakter. ... 19
2. Konsep Pesantren. ... 22
a. Pengertian Pesantren. ... 22
b. Elemen-Elemen Peantren. ... 25
c. Kategori Pesantren. ... 31
d. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. ... 35
xiii
3. Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren. ... 49
a. Perencanaan Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren. ... 52
b. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren. ... 55
c. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren. ... 62
BAB III : METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Jenis Penelitian... 66
B.Kehadiran Peneliti. ... 67
C.Lokasi Penelitian. ... 67
D.Sumber Data. ... 68
E.Prosedur Pengumpulan Data. ... 68
F. Analisis Data. ... 71
G.Pengecekan Keabsahan Temuan . ... 75
BAB IV : PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA A.Data Umum. ... 77
1. Sejarah Berdirinya MI PAS Baitul Qur’an Gontor. ... 77
2. Letak Geografis MI PAS Baitul Qur’an Gontor. ... 78
3. Visi, Misi dan Tujuan MI PAS Baitul Qur’an Gontor... 78
4. Keadaan Pendidik di MI PAS Baitul Qur’an Gontor. ... 80
5. Keadaan Peserta Didik di Mi PAS Baitul Qur’an Gontor... 80
6. Sarana dan Prasarana MI PAS Baitul Qur’an Gontor. ... 84
B.Data Khusus. ... 86
1. Perencanaan Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor. ... 86
2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor. ... 97
3. Evaluasi Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor. ... 103
xiv
2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor. ... 120 3. Evaluasi Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren di MI
PAS Baitul Qur’an Gontor. ... 127 BAB VI : PENUTUP
A. Kesimpulan. ... 131 B. Saran. ... 131 DAFTAR PUSTAKA
xv DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan Halaman
2.1 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter 14
2.2 Desain manajemen pendidikan karakter di pesantren 40
xvi DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Desain Perencananaan Pendidikan Karakter 43
2.2 Skema pendidikan karakter yang terintegrasi dalam
proses pembelajara
46
2.3 Skema pendidikan karakter yang terintegrasi dalam
pengembangan dir
49
2.4 Skema pendidikan karakter yang terintegrasi dalam Budaya Madrasah,
51
3.1 Analisis data model interaktif Miles dan Hubbermen 59
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat keterangakan telah melaksanakan penelitian 2. Lampiran 1 (Wawancara 1)
3. Lampiran 2 (Wawancara 2) 4. Lampiran 3(Wawancara 3)
5. Lampiran 4(Wawancara 5) 6. Lampiran 5(Wawancara 6)
7 Lampiran Dokumentasi Tulisan
1 BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk
memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.1 Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD
), Madrasah Dasar ( SD ), Madrasah Menengah Pertama (SMP) Maupun SMA/MA/SMK/MAK harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan
karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral,
sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.2
Namun di kalangan remaja dan pelajar ditemukan fenomena yang bersifat paradoks antara aspek ideal ajaran agama dan undang-undang
pendidikan dengan realitas aktual perilaku mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat sejumlah ketimpangan sosial, krisis nilai moral (akhlak) dan
cenderung kurang memiliki kesalehan sosial. Harian Republika (7 Maret 2000) membeberkan hasil survey Kanwil Depdiknas DKI Jakarta yang menyatakan 29 siswa (SLTP dan SLTA) di Jakarta selama kurun waktu 1
tahun tewas akibat tawuran, dan 25% dari total siswa di Jakarta pernah terlibat tawuran. Harian Kompas (9 Maret 2000) mengutip hasil survey
Chandi Salmon Conrad di Rumah Gaul binaan Yayasan Pelita Ilmu pada 117 remaja Madrasah; hasilnya, diketahui bahwa 42% menyatakan pernah
berhubungan seks; bahkan 52% masih aktif menjalaninya sampai sekarang. Di bidang sosial kemasyarakatan, bangsa ini mengalami kerusuhan, konflik antardaerah, perkelahian tawuran, free sex pada kalangan remaja dan dewasa
serta berbagai kondisi sosial kemasyarakatan lainnya yang semakin meningkat dari tahun ketahun menyatakan telah terjadi gejala tidak adanya
kesalehan sosial mencerminkan akhlak yang buruk, seperti digambarkan sebagai berikut: 1) Pergaulan antar lawan jenis di luar batas; Kasus asusila yang paling umum dilakukan oleh para siswa di lingkungan SMPN 2 Cileunyi
Kabupaten Bandung (salah satu contohnya) adalah pergaulan antar lawan
2 Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
jenis (pria dengan wanita) secara berlebihan.2) Mabuk-mabukan; Penuturan
Ibu EM (52 tahun), seorang penduduk yang tinggal di lingkungan Madrasah yang anaknya tercatat sebagai pelajar di Madrasah itu.3
Dari gambaran fenomena diatas perlu adanya Kegiatan sosialisasi,
pembiasaan nilai, pendekatan karakter dan internalisasi nilai akhlak mulia pada lembaga pendidikan formal maupun non formal penting mendapatkan
perhatian mengingat para remaja dan pelajar merupakan aset masa depan bangsa.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat,
ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard
skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan
karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.4
Internalisasi nilai untuk meningkatkan mutu pendidikan karakter
terdapat di lembaga pendidikan Pesantren yang meruapakan salah satu pendidikan Islam di Indonesia yang mempunyai ciri-ciri khas tersendiri, berarti tempat untuk membina manusia menjadi orang baik, Pendidikan
karakter pesantren juga sangat terkait dengan manajemen kesiswaan,
3 Usep Saepullah, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren, (Jakarta: PT Nagakusuma Media
Kreatif, 2016), 2
Manajemen Peserta didik atau manajemen kesiswaan adalah seluruh proses
kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta secara kontinue terhadap peserta didik agar dapat mengikuti proses belajar mengajar secara efektif dan efisiesn, demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah
dicapai.5
Melihat pentingnya manajemen kesiswaan sebagai bagian dari
manajemen pendidikan, penulis bermaksud meneliti model manajemen pendidikan karakter berbasis pesantren di suatu lembaga pendidikan, yaitu Madrasah dasar atau madrasah Ibtidaiyah. Hal ini dikarenakan dalam proses
pendidikan SD/MI yang merupakan kelanjutan taman kanak-kanak menempati posisi yang sangat vital dan strategis. Di sanalah diletakkan
dasar-dasar pembentukan kepribadian dan pembekalan ilmu-ilmu kehidupan.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saat ini telah hadir banyak
SD/MI yang berupaya untuk mengoptimalkan pendidikan dasar anak. Salah satunya adalah MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur’an Gontor. Madrasah
inilah yang penulis pilih sebagai objek penelitian dengan sejumlah
pertimbanngan yang mendasar. Pertama, Madrasah ini dirancang sebagai madrasah dasar unggulan yang mempelopori penerapan pendidikan dasar
terpadu, yang bertujuan menghasilkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. dan berakhlakul karimah, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan
mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan, kebangsaan, dan lingkungan.
Konsep semi full day school system (Madrasah dari jam: 07.00 – 14.00),
yang diterapkan oleh madrasah ini akan membuat Madrasah lebih leluasa dalam mengembangkan kurikulumnya. Setelah hampir 7 tahun berdiri, MI PAS Baitul Qur’an telah memberikan warna lain dunia pendidikan dengan
sistem semi full day school-nya.6
Kedua, Dari penjajagan awal di MI PAS Baitul Qur’an telah
ditemukan berbagai fakta menarik yakni MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur’an yang lahir pada tahun 2011 telah mengalami peningkatan drastis
jumlah santrinya pertahun. Madrasah ini masih tergolong muda yakni masih
berumur 7 tahun berjalan sudah memiliki santri 398 pada tahun pelajaran 2017/2018 ini. Hasil dari wawancara salah satu wali santri bahwa mereka tertarik memasukkan anaknya ke MI PAS Baitul Qur’an dikarenakan
sistemnya yang sangat bagus yang mengedepankan pendidikan karakter serta
beorientasi pada pendidikan pesantren. Hal ini dibuktikan dengan melihat dari segi kegiatan belajar mengajar di MI PAS sangat berorientasi pada karakter siswa, misalnya dari segi kedisiplinan budaya antri ketika berwudu, mencuci
piring dan dalam keadaan apapun tanpa bimbingan sudah terbiasa antri, sandal tertata rapi secara otomatis. Selain itu dari segi religius tertib sholat
ketika terdengar suara adzan berlarian menuju masjid, ketika di dalam masjid sudah tidak ada satu siswapun yang berbicara. Dari segi belajar ketika istirahat terlihat bahwa tidak ada satu santri pun yang tidak membawa buku.
Dari segi kemandirian sangat mandiri misalnya ketika santri sudah kelas 5
6 Hasil Wawancara dengan Ria Khoirotunnusa’ (wali kelas 2 MI PAS BQ) pada tanggal 05
wajib bagi santri menjadi koordinator unit madrasah mulai dari unit koperasi sampai unit ta’mir. Dan lagi Terbukti dengan sejumlah prestasi yang telah
mampu diraih oleh madrasah ini dalam kurun waktu tersebut seperti Finalist East Java Scout Challenge kwarcab Ponorogo, The Best Ten OMNAS ECC
tingkat propinsi, Juara 3 Festival Anak Berprestasi Indonesia (FABI) di Universitas Machung Malang, Juara 3 Olimpiade Matemaika Nasional
Emerald Education Center di Universitas Jogja, Bronze Medal From Thailand International Olympiad, Juara 2 Tahfidz Sekabupaten Ponorogo, Juara 1 lomba matematika piala bupati Juara 3 tilawatil Qur’an se Ponorogo, Tentu
saja apa yang telah diraih saat ini merupakan kerja keras bersama warga Madrasah dan takterlepas dari manajemen Madrasah yang tertata.7
Ketiga, Madrasah melakukan monitoring terhadap seluruh kegiatan siswa sejak bangun tidur sampai di lokasi Madrasah dan kembali lagi ke
rumah masing-masing dengan membekali sebuah buku penghubung (penerapan kurikulum 24 jam). Dengan membaca buku penghubung tersebut diharapkan siswa dapat mengorganisir kegiatan apa saja yang harus
dikerjakan baik di Madrasah maupun di rumah, mulai dari bagaimana siswa belajar wudhu, bagaimana sholatnya, semua bisa direkam melalui buku
penghubung. Selain buku penghubung juga yang menjembatani tanggungjawab Madrasah dan orang tua di rumah. 8
Dari hasil pengamatan MI PAS Baitul Qur’an telah membuktikan
bahwa di zaman yang miskin akan pendidikan karakter, di madrasah ini
7 Hasil observasi langsung, pada tanggal 05 Desember 2017
8 Hasil Wawancara dengan Nur Latifah (wali kelas 5 MI PAS BQ) pada tanggal 05 Desember
sangat diprioritaskan, Hal ini mengundang pertanyaan bagaimana proses yang
telah dilakukan oleh Madrasah tersebut. Mengingat bahwa hal yang tidak mudah untuk mengelola dalam jumlah besar dan sistem semi fullday school
memungkinkan timbulnya kejenuhan pada diri siswa. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti masalah tersebut. Oleh karena itu, penulis mengambil judul ”Model Manajemen
Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, peneliti merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan pendidikan karakter berbasis pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor?
2. Bagaimana Pelakasanaan pendidikan karakter berbasis pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor?
3. Bagaimana Evaluasi pendidikan karakter berbasis pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai tujuan:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis perencanaan pendidikan karakter berbasis pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis Evaluasi pendidikan karakter berbasis pesantren di MI PAS Baitul Qur’an Gontor.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat sebagi berikut:
1. Secara Teoritis
Diharapkan penelitian ini akan menemukan khasanah ilmiah
tentang model pendidikan karakter berbasis pesantren dan dijadikan sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan lebih khusus sebagai bahan pertimbangan referensi bagi peneliti.
2. Secara Praktis
Sebagai kontribusi pemikiran terhadap keilmuan, khususnya
sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan manajemen pendidikan karakter berbasis pesantren di Madrasah Ibtidaiyah Pesantren anak sholeh Baitul Qur’an Gontor.
E. KAJIAN TERDAHULU
Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan ada beberapa literatur yang akan penulis kemukakan berkaitan dengan pembahasan dalam
penelitian.
Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Atang Ghofar Muálim.2015.Manajemen Pembentukan Karakter Melalui Kegiatan Intra
dan Ekstra Kurikuler di MTs Negeri Jatinom Kabupaten Klaten. Program
Pendidikan Islam. Program Pasca Sarjana Universitas Islam Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Dalam hal ini peneliti akan mengungkap tentang manajemen pembentukan karakter melalui program intra dan ekstra kurikuler di MTs Negeri Jatinom Klaten. Hasil penelitian bahwa manajemen
pembentukan karakter dilakukan sesuai dengan fungsi manajemen yang ada serta strategi-strategi pembentukan karakter. Pertama, dalam perencanaan
madrasah membuat sebuah renstra dan renop yaitu perencanaan jangka pendek dan jangka panjang. Menentukan visi, misi dan tujuan madrasah untuk menciptakan sebuah program-program dalam pengembangan
karakter peserta didik. Kedua, pengorganisasian dalam sebuah lembaga dengan membentuk kepengurusan Madrasah. Ketiga, pelaksanaan
program-program yang telah direncanakan baik dalam kegiatan intra maupun ekstra. Dalam pelaksanaan program intra maupun ekstra kurikuler strategi – strategi
pembentukan karakter telah dilaksanakan yaitu dengan cara pembiasaan, memberikan pengetahuan-pengetahuan dan motivasi terhadap peserta didik, memberikan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan minat dan bakat
peserta didik, memberikan keteladanan dan menciptakan lingkungan yang baik. Keempat, evaluasi kegiatan intra kurikuler dilakukan dengan cara
penilaian kelas yang berupa sejumlah pernyataan sikap tentang sesuatu yang jawabannya dinyatakan secara berskala dan penilaian kelas yang dilakukan oleh guru atau siswa dengan cara mengamati perilaku siswa. Dan indikator
Faktor penghambat dalam kegiatan adalah keterbatasan biaya, waktu,
pengajar dan lingkungan yang kurang kondusif. Motivasi siswa yang sangat semangat dapat melaksanakan kegiatan –kegiatan yang efektif.
Perbedaan dengan penelitian diatas adalah Penelitian diatas fokus pada
manajemen pembentuka karakter melalui progam intra dan ekstra sedangkan penelitian ini membahas model manajemen pendidikan karakter berbasis
pesantren. Serta lokasi penelitian diatas di MTS sedangkan penelitian ini di MI.
Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh Khusnul Khotimah, 2015. Model Manajemen Pendidikan Karakter Religius di SDIT Qurrota A’yun
Ponorogo. Tesis, Progam Pascasarjana Pendidikan Agama Islam, Institut
Agama Islam Negeri Ponorogo. Di dalam penelitian ini peneliti Mendeskripsikan tentang Karakter religius berfungsi untuk membangun
kesadaran anak tentang adanya Tuhan dan hubungannya dengan pencipta. Dalam konteks kurikulum Madrasahan, pendidikan karakter religius diperlukan untuk menghantarkan peserta didik menjadi insan yang beriman
dan bertaqwa, berakhlak mulia, tertib dan disiplin sesuai dengan peraturan yang ada, sopan santun terhadap guru dan orang tua, serta peduli terhadap
lingkungannya. Oleh karena itu, Artikel ini akan membahas Model Manajemen Pendidikan Karakter Religius Di Madrasah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Qurrota A’yun. SDIT Qurrota A’yun Ponorogo merupakan
keagamaan. Berdasarkan hasil analisis kajian, disimpulkan bahwa: (1) Nilai-nilai karakter religius yang dikembangkan di SDIT Qurrota A’yun
mencakup sejumlah nilai agama Islam. (2) Perencanaan pendidikan karakter religius di SDIT Qurrota A’yun melalui penyusunan struktur Visi dan Misi,
Kurikulum dan RPP, dan Draf Budaya Religius Madrasah. (3) Pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT Qurrota A’yun melalui Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM), pelaksanaan budaya Madrasah dengan metode keteladanan dan pembiasaan, dan memalui kegiatan pengembangan diri. (4) Evaluasi pendidikan karakter religius di SDIT Qurrota A’yun dilakukan
dengan menggunakan instrumenm observasi/pengamatan wali kelas, buku penghubung yang disediakan Madrasah sebagai alat kontrol kegiatan siswa
diluar Madrasah, dan jurnal siswa.
Perbedaan dengan penelitian diatas adalah Penelitian diatas fokus
pada model pendidikan karakter religius sedangkan penelitian ini lebih menyeluruh membahas tentang model manajemen pendidikan karakter berbasis pesantren.
Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh H. Akhmad Gafuri, Pengembangan Model Manajemen Pendidikan Karakter dengan Teknik
Pendampingan Guru pada Madrasah Dasar, Program Pendidikan Guru
Madrasah Dasar Universitas Lambung Mangkurat. Di dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan tentang Pengembangan Model Manajemen
pendidikan karakter dengan teknik pendampingan guru pada Madrasah Dasar.
Model yang digunakan adalah model Borg dan Gali dengan menyederhanakannya menjadi 5 langkah, yaitu: Penelitian awal, pengembangan produk awal, validasi ahli dan revisi produk, ujicoba lapangan, dan produk akhir. Data yang diperoleh berupa
data awal, data tingkat kegunaan, kemudahan penggunaan, kelengkapan dan keterbacaan model, dan data nilai-nilai karakter peserta didik Instrumen yang
digunakan angket dan lembar observasi. Data dianalisis secara deskriptif dan menggunakan analisis statistik uji-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Hasil validasi ahli model menyatakan tingkat kegunaan model "Sangat Tinggi" dan tingkat
kemudahan penggunaan, kelengkapan, serta keterbacaan model adalah "Tinggi"; (2) Hasil uji coba lapangan menunjukkan tingkat kegunaan, kemudahan penggunaan,
kelengkapan, dan keterbacaan model adalah "Sangat Tinggi"; (3) Tingkat pengetahuan, pemahaman, dan kebutuhan guru terhadap pembinaan pengembangan
karakter peserta didik masuk kategori "Sangat Tinggi"; (4) Karakter peserta didik setelah dilakukan pendampingan masuk kategori "Membudaya (M) ".
Perbedaan dengan penelitian diatas adalah Pengembangan Model
Manajemen Pendidikan Karakter dengan Teknik pendampingan Guru Pada Madrasah Dasar sedangkan penelitian ini lebih menyeluruh membahas
tentang model manajemen pendidikan karakter kesiswaan, serta Metode penelitian yang digunakan penelitian diatas menggunkan metode penelitian kuantitatif dengan model penelian dan pengembangan. Sedangkan
13 BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Manajemen Pendidikan Karakter
a. Pendidikan Karakter
1) Pengertian Pendidikan Karakter
Penguatan pendidikan moral (moral education atau pendidikan
karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas,
maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan
obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.
Dari konsep pendidikan dan karakter yang sudah dijelaskan di bagian atas maka muncul istilah pendidikan karakter (character
education) yang ramai diperbincangkan oleh banyak kalangan. Di Indonesia sendiri, istilah pendidikan karakter mulai diperkenalkan Ketika bangsa indonesia mengalami krisis multidimensional,
pendidikan dituding gagal dalam menciptakan sumber daya manusia berkualitas. Institusi-institusi pendidikan dinilai gagal memenuhi
kualitas, seperti pembaruan kurikulum, peningkatan anggaran
atau standarisasi kompetensi pendidikan.
Namun, usaha perbaikan tersebut dirasa masih belum mencapai hasil yang diharapkan. Tingginya biaya Madrasah,
buruknya fasilitas-fasilitas Madrasah, kecurangan dalam ujian nasional, mininmnya kesejahteraan dan kualitas guru, justru
melengkapi masalah bangsa. Semua permasalahan tersebut tak ubahnya seperti lingkaran setan yang tidak menemui ujung pangkal.Pendidikan karakter merupakan salah satu wacana pendidikan
yang dianggap mampu memberikan jawaban atas kebuntuan dalam sistem pendidikan.
Sejalan dengan itu, Pendidikan karakter juga diartikan sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam berfikir, penghayatan dalam
bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, masyarakat dan
lingkungannya.9 Donie Koesoema mengungkapkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara individu dan sosial dalam
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan kebebasan individu itu sendiri.10
9 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan
(Jakarta: Kencana, 2011), 17.
10 Doni Koesoema, Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Jakarta:
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif saja, akan tetapi lebih berorientasi pada proses pembinaan potensi yang ada dalam diri peserta didik, dikembangkan
melalui pembiasaan sifat-sifat baik yaitu berupa pengajaran nilai-nilai karakter yang baik.11
2) Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didiksecara utuh, terpadu dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap
satuan pendidikan.Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkandan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada pembentukan budaya Madrasah/ madrasah, yaitu nilai-nilai yang
melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga Madrasah/madrasah dan masyarakatsekitarnya. Budaya Madrasah/madrasah merupakan ciri
11 Fakrur Rozi, Model Pendidikan Karakter dan Moralitas Siswa di Sekolah Islam Modern; Studi
khaskarakter atau watakdan citra Madrasah/madrasah tersebut dimata
masyarakat luas. 12
3) Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Dalam publikasi pusat kurikulum dinyatakan bahwa pendidikan
karakter berfungsi:13
a) Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik,
dan berperilaku baik.
b) Memperkuat dan membangun prilaku bangsa yang multikultur c) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia
Dalam kaitan itu telah diidentifikasikan sejumlah nilai pembentuk
karakter yang merupakan hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional . Teridentifikasi sejumlah nilai karakter yang diimplementasikan di Madrasah meliputi:14
Tabel 2.1
Nilai-nilai Pendidikan Karakter
No Nilai Deskripsi
1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
Lain
12 Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter ( Jakarta:PT Bumi Aksara, 2011), 9
13 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2011), 52
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja Keras Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas 8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar. 10. Semangat
Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
Prestasi untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13 Bersahabat atau
Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18 Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk
diwujudkan dalam mewujudkan pendidikan karakter di Madrasah, dan untuk
mewujudkan karakter-karakter tersebut ada proses yang harus dilaksanakan
b. Manajemen Pendidikan Karakter
Manajemen secara bahasa (etimologi) berasal dari kata kerja “to
manage”yang berarti mengurus, mengatur, mengemudikan,
mengendalikan, menangani, mengelola, menyelenggarakan,
menjalankan, melaksanakan dan memimpin. Kata “Management” berasal dari bahasa latin “mono” yang berarti tangan, kemudian
menjadi “manus” berarti bekerja berkali-kali.15
Sedangkan menurut istilah (terminologi) terdapat banyak pendapat mengenai pengertian manajemen. Berikut ini disebutkan
beberapa pendapat tokoh-tokoh dalam mendefinisikan arti manajemen diantaranya: Menurut Henry L Sisk dalam bukunya “Principles of Management” disebutkan Management is the
coordination of all resources through, the processes of planning,
organizing, directing, and controlling in order to attain stated
objective.16 Artinya manajemen adalah proses pengkoordinasian seluruh sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian untuk mencapai tujuan yang telah
15 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan (Bandung: Educa, 2010), 1. 16 Henry L. Sisk, South western, Principles of Management ( Cincinnati Ohio: Philippine
ditetapkan. Sedangkan, Menurut George R. Terry: Manajemen
adalah suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan SDM
dan sumber daya lainnya.17
Dari pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa manajemen merupakan sebuah proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang telah ditetapkan dan ditentukan sebelumnya untuk mencapai
tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
Jadi, manajemen pendidikan karakter ialah sebuah proses
kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang telah ditetapkan dan ditentukan
sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien dalam aplikasi pendidikan karakter.
Manajemen pendidikan karakter yang efektif jika
terintegrasi dalam manajemen Madrasah, khususnya manajemen berbasis Madrasah. Dengan kata lain, pendidikan karakter di
Madrasah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan Madrasah.18 Pendidikan karakter di Madrasah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan Madrasah. Pengelolaan yang
17 Anton Athoillah, Dasar-dasar Manajemen ( Bandung: Pustaka Setia, 2010), 16 18 Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah; Konsep dan Praktik
dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan
(planning), dilaksanakan (actuating), dan dikendalikan (evaluation)
dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di Madrasah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain seperti nilai-nilai yang perlu
ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan atau komponen terkait lainnya. dengan
demikian manajemen Madrasah merupakan salah satu media yang efektif dalam aplikasi pendidikan karakter di Madrasah. Dalam pendidikan karakter di Madrasah, semua komponen harus
dilibatkan.19
Manajemen pendidikan karakter sebagai proses, memiliki
fungsi-fungsi sebagaimana manajemen dan manajemen pendidikan pada umumnya. Adapun fungsi-fungsi manajemen pendidikan karakter
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Membuat perencanaan dan keputusan (Planning)
2) Mengorganisasikan sumberdaya yang dimiliki (Organizing)
3) Melakukan pengarahan agar sumberdaya yang dimiliki, bisa mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dan
4) Melaksanakan pengendalian (Controling).20
19 Novan Ardi Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasinya di
Sekolah, (Yogyakarta, PT Pustaka Insan Madani, 2012), 78
20 Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah; Konsep dan Praktik
2. Konsep Pesantrean
a. Pengertian Pesantren
Kata “pesantren” berasal dari kata “santri” dengan awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal para santri. Arti
kata santri sendiri menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) adalah orang yang mendalami agama Islam, atau orang yang
beribadah dengan sungguh-sungguh, atau orang yang saleh.21
Pengertian lain mengatakan bahwa pesantren adalah Madrasah berasrama untuk mempelajari agama Islam. Sumber lain menjelaskan
pula bahwa pesantren berarti tempat untuk membina manusia menjadi orang baik. Sedangkan asal usul kata “santri” dalam pandangan
Nurcholish Madjid dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, “santri”
berasal dari perkataan “sastri”, bahasa Sanskerta yang artinya melek
huruf.22 Di sisi lain, Zamkhsyari Dhofier berpendapat bahwa kata “santri” dalam bahasa India secara umum dapat diartikan buku-buku
suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.23
Kedua, yang mengatakan “santri” berasal dari bahasa Jawa, yaitu
“cantrik”, berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru
kemana guru itu pergi menetap.
Pesantren kemudian lebih dikenal dengan sebutan yang lebih lengkap, yaitu “pondok pesantren”. Pesantren disebut dengan pondok
21Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 1266.
22 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina,
1977), 19
karena sebelum tahun 1960 pusat-pusat pendidikan pesantren di Jawa
dan Madura lebih dikenal dengan nama pondok,24 dimana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kyai
yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.25
Arifin menyatakan bahwa, penggunaan gabungan kedua istilah
secara integral yakni pondok dan pesantren menjadi pondok pesantren lebih mengakomodasi karakter keduanya. Menurutnya, pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh
serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem
pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership para ustadz dengan ciri-ciri khas yang
bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.26 Adapun menurut Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati,
dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.27
Secara historis, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dikembangkan secara indigenous oleh masyarakat Indonesia yang sadar sepenuhnya akan pentingnya arti sebuah
24 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
LP3ES, 1994), 18.
25 M. Ziemek. Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1986), 56. 26 M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 240.
27
pendidikan bagi orang pribumi yang tumbuh secara natural.28 Secara
devinitif, pesantren merupakan pendidikan Islam untuk menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat
setiap hari.29
Sesuai dengan wataknya, pesantren memiliki ciri khas tradisi
keilmuan yang berbeda dengan tradisi lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Dalam konteks pesantren, tradisi adalah segala hal yang berkembang dan terwariskan secara terus menerus dalam kehidupan
pesantren, sehingga pesantren dipandang sebagai sebuah subkultur yang mengembangkan pola tradisi yang unik pada masyarakat.
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan
nasional. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiranan yang berarti tempat tinggal santri. dengan nada yang sama Soegarda Poerbakawatja menjelaskan pesantren asal katanya
adalah santri yaitu seseorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian, pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul
untuk belajar agama Islam.30Di Jawa termasuk Sunda dan Madura, umumnya digunakan istilah pesantren atau pondok pesantren
28 Umiarso dan Nurzazin, Pesantren di Tengah Arus Mutu Pendidikan Menjawab Problematika
Kontemporer Manajemen Mutu Pesantren (Semarang: RaSAIL Media Group, 2011), 9.
29 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam
Indonesia (Jakarta: PT. Grasindo Gramedia Widiya Sarana Indonesia, 2001), 103.
30 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Islam di Indonesia (Jakarta:
sedangkan di Aceh digunakan istilah dayah atau rangkang atau
meunasah, dan di Minangkabau dikenal dengan istilah surau.31 b. Elemen-elemen Pesantren
Zamakhsyari Dhofier, dalam karyanya Tradisi Pesantren
menentukan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan tidak bisa lepas dari beberapa unsur dasar yang membangunnya. Adapun
elemen-elemen tersebut yaitu pondok, masjid, santri, kyai.32 1) Kyai
Kyai adalah tokoh sentral dalam sebuah pesantren, maju
mundur pesantren di tentukan oleh wibawa dan kharismatik sang kyai. Bagi pesantren kyai adalah unsur yang paling dominan. Kemasyhuran,
perkembangan dan kelangsungan hidup suatu pesantren tergantung dari kedalaman dan keahlian ilmu serta kemampuannya dalam
mengelola pesantren. Dalam konteks ini kepribadian kyai sangat menentukan sebagai tokoh sentral dalam pesantren.33
Gelar kyai diberikan oleh masyarakat yang memiliki
pengetahuan mendalam tentang agama Islam dan memiliki serta memimpin pondok pesantren serta mengajarkan kitab-kitab klasik
kepada para santri. Dalam perkembangannya kadang-kadang sebutan kyai diberikan kepada mereka yang memiliki pengetahuan mendalam
31 Abdurrachman Mas’ud, Dinamika Pesantren dan Madrasah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002), 50.
32 Zamakhsyari Dhofier Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
LP3ES, 1994), 55.
33 Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas (Jakarta: IRD
tentang agama Islam, dan tokoh masyarakat walaupun tidak memiliki
pesantren, pemimpin dan mengajar di pesantren, umumnya mereka adalah alumni pesantren.34
2) Pondok
Istilah pondok berasal dari bahasa Arab “funduq” yang berarti
hotel, penginapan.35 Istilah pondok juga diartikan sebagai asrama.
Dengan demikian pondok mengandung arti sebagai tempat untuk tempat tinggal. Sebuah pesantren pasti memiliki asrama (tempat tinggal santri dan kyai), dan di tempat tersebut selalu terjadi
komunikasi antara kyai dan santri dan kerjasama untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini merupakan pembeda dengan lembaga
pendidikan di masjid atau langgar.36
Ada beberapa hal: Pertama, banyaknya santri yang
berdatangan dari tempat yang jauh untuk menuntut ilmu kepada kyai yang sudah masyhur keahliannya. Kedua, pesantren-pesantren tersebut terletak di desa-desa, dimana tidak tersedia perumahan santri
yang berdatangan dari luar daerah. Ketiga, ada hubungan timbal balik antara kyai dan santri, dimana para santri menganggap kyai sebagai
orangtuanya sendiri.37
34 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996),
144.
35 Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta: Al-Munawir, 1964), 1154. 36 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1996),132-137.
37 Zamahsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
Disamping alasan-alasan di atas, kedudukan pondok sebagai
unsur pokok pesantren sangat besar sekali manfaatnya. Dengan adanya pondok, maka suasana belajar santri, baik yang bersifat intrakurikuler, ekstrakurikuler, kokurikuler dan hidden kurikuler dapat
dilaksanakan secara efektif. Santri dapat di kondisikan dalam suasana belajar sepanjang hari dan malam. Atas dasar demikian waktu-waktu
yang digunakan peserta didik di pesantren tidak ada yang terbuang secara percuma.38
3) Masjid
Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk
mendidik para santri, terutama dalam sholat lima waktu, khutbah dan sholat jum‟ah, dan mengajarkan kitab-kitab klasik. Masjid sebagai
tempat pendidikan Islam, telah berlangsung sejak masa Rasulullah, dilanjutkan oleh Khulafaurrasidin, Dinasti Bani Umayah, Dinasti Fatimiyaah, dan dinasti lainnya. Adapun tradisi menjadikan masjid
sebagai tempat pendidikan Islam, tetap di pegang oleh kyai sebagai pimpinan pesantren sampai sekarang.
Dalam perkembangannya, sesuai dengan bertambahnya jumlah santri dan tingkat pelajaran, dibangun tempat atau ruangan-ruangan khusus untuk halaqoh-halaqoh berupa kelas, sebagaimana yang
sekarang menjadi madrasah-madrasah. Namun demikian masjid tetap
38Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah (Yogyakarta:
menjadi tempat belajar mengajar, hingga sekarang kyai sering
membaca kitab-kitab klasik dengan metode wetonan dan sorogan. Pada sebagian pesantren menggunakan masjid sebagai tempat i‟tikaf, dan melaksanakan latihan-latihan, dan dzikir, ataupun latihan-latihan
lain dalam kehidupan tarekat dan sufi.39 4) Santri
Santri adalah peserta didik yang belajar di pesantren, menurut tradisi psantren, terdapat dua kelompok santri: Pertama, santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah jauh dan menetap dalam
kelompok pesantren. Santri mukim yang menetap paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya merupakan suatu kelompok tersendiri
yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mereka juga memikul tanggung jawab mengajar
santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah. Kedua, santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa disekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren (nglajo) dari
rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan pesantren kecil dan pesantren besar dapat dilihat dari komposisi santri kalong. Sebuah besar sebuah
pesantren, akan semakin besar jumlah mukimnya. Dengan kata lain, pesantren kecil akan memiliki lebih banyak santri kalong dari pada santri mukim.40
39 Zamahsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
LP3ES ,1994), 49.
Selain dua istilah santri diatas ada juga istilah “santri kelana”
dalam dunia pesantren. Santri kelana adalah santri yang bepindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya, hanya untuk memperdalam ilmu agama. Santri kelana ini akan selalu berambisi
untuk memiliki ilmu dan keahlian tertentu dari kyai yang di jadikan tempat belajar atau di jadikan gurunya. Hampir semua kyai di Jawa
yang memimpin sebuah pesantren besar, memperdalam pengetahuan dan memperluas penguasaan ilmu agamanya dengan cara mengembara dari pesantren ke pesantren (berkelana).41
5) Kitab Kuning
Pesantren dan kitab kuning adalah dua sisi yang tak
terpisahkan dalam keping pendidikan Islam di Indonesia. Sejak sejarah awal berdirinya, pesantren tidak dapat dipisahkan dari
literatur kitab buah pemikiran para ulama salaf yang dimulai sekitar abad ke 9. Tanpa keberadaan dan pengajaran kitab kuning, suatu lembaga pendidikan tak absah disebut pesantren. Begitulah
fakta yang mengemuka di lapangan. Abdurrahman Wahid dalam konteks ini meneguhkan dengan menyatakan, kitab kuning telah
menjadi salah satu sistem nilai dalam kehidupan pesantren.42
Kitab kuning merupakan salah satu sarana keilmuan untuk mempelajari agama Islam. Pada umumnya, kitab ini di Indonesia
41 Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas (Jakarta: IRD Press,
2005), 89.
42 Abdurrahman Wahid, Nilai-Nilai Kaum Santri dalam M. Dawam Rahardjo, Pergulatan Dunia
diajarkan dalam lingkungan pendidikan pondok pesantren dan
selalu dijadikan sebagai kepustakaan para kiai dan ulama.43 Kitab kuning dalam perkembangannya menjadi rujukan utama di pondok-pondok pesantren. Otentisitas kitab kuning bagi kalangan
pesantren adalah referensi yang kandungannya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Fakta menjawab bahwa kitab kuning yang
ditulis sejak lama dan terus dipakai dari masa ke masa menunjukkan bahwa kitab tersebut sudah teruji kebenarannya dalam sejarah. Kitab kuning dipandang sebagai pemasok teori dan
ajaran yang sudah sedemikian rupa dirumuskan oleh para ulama dengan bersandar pada al-Qur’an dan hadis nabi.
Karena itu, pembelajaran dan pengkajian kitab kuning menjadi nomor satu dan merupakan ciri khas pembelajaran di
pesantren. Adapun kitab kuning yang dikaji di pesantren, kebanyakan kitab-kitab karya para ulama Syafi'iyah. Mulai dari kitab fiqih tingkat dasar, seperti Safinatun Naja, Taqrib, Kifayatul
Ahyar; menengah seperti Fathul Qarib, Fathul Wahab, Fathul Mu'in, I'anatuth Thalibin, Hasyiyah Bajuri, Muhazzab; hingga
tingkat tinggi seperti Nihayatul Muhtaj, Hasyiyah Qalyubi wa Umairah, Al-Muharrar, Majmu Syarh Muhazzab. Semuanya merupakan susunan para ulama mazhab Syafi'i.44
43 Chozin Nasuha, “Epistimologi Kitab Kuning” dalam Marzuki Wahid (eds), Pesantren Masa
Depan: Wacana pemberdayaan dan Transformasi Pesantren (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), 253.
c. Kategori Pondok Pesantren
Secara umum pondok pesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pesantren salafi dan pesantren khalaf. Pesantren salafiyah sering disebut pesantren tradisional atau konvensional, sedangkan
pesantren khalaf disebut pesantren modern atau kontemporer. 1) Pesantren Salaf/klasik
Pondok pesantren salafi adalah pondok pesantren yang masih mempertahankan sistem pendidikan yang khas pondok pesantren, baik kurikulum maupun metode pendidikannya. Bahan
ajaran meliputi ilmu-ilmu agama Islam dengan menggunakan kitab-kitab klasik berbahasa Arab sesuai dengan tinggkat
penjenjanganya. Pembelajaran di pondok pesantren dapat diselenggarakan dengan cara non-klasikal atau dengan cara
klasikal. Jenis pondok pesantren ini pun dapat meningkat dengan membuat kurikulum sendiri, dalam arti kurikulum model pondok pesantren yang bersangkutan, yaitu disusun sendiri berdasarkan ciri
khas yang dimiliki oleh pondok pesantren. Penjenjangan dilakukan dengan cara memberikan kitab pegangan yang lebih tinggi dengan
disediakan di lingkungan pondok pesantren, dapat juga tinggal di
luar ingkungan pondok pesantren (santri kalong).45
Metode yang digunakan pondok pesantren salafiyah atau tradisional adalah wetonan, muhawarah, mudzakarah, dan majlis
ta‟lim. Metode sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan
cara guru menyampaikan pelajarannya kepada para santri secara
individual di langgar, masjid, atau kadang-kadang di rumah-rumah. Di pesantren, metode ini dipergunakan pada santri tingkat rendah. Melalui metode ini, perkembangan intelektual santri dapat
ditangkap kyai secara utuh.
Metode wetonan atau bandongan adalah metode yang
paling umum di lingkungan pesantren. Dhofier mengemukakan bahwa metode ini adalah suatu metode pengajaran dengan cara
guru membaca, menerjemahkan, menerangkan, mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab, sedangkan sekelompok santri mendengarkannya. Mereka memperhatikan bukunya sendiri dan
membuat catatan-catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit.46Wetonan dalam praktiknya
selalu berorientasi pada transfer pengetahuan tanpa melalui kontrol tujuan yang tegas. Dalam metode ini, santri bebas mengikuti pelajaran karena tidak diabsen. Sedangkan santri yang mengikuti
45 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
LP3ES ,1994), 51
pelajaran melalui metode wetonan adalah mereka yang berada pada
tingkat menengah.
Metode muhawarah adalah suatu kegiatan bercakap-cakap dengan bahasa Arab yang diwajibkan pesantren kepada santri
selama mereka tinggal di pondok. Metode mudzakarah merupakan suatu penemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah
diniyah seperti akidah, ibadah, dan masalah agama pada umumnya. Sedangkan metode majlis ta‟lim merupakan metode pengajaran agama Islam yang bersifat umum dan terbuka, yang dihadiri jama‟ah yang memiliki berbagai latar belakang pengetahuan,
tingkat usia dan jenis kelamin. Metode ini bukan saja dihadiri oleh
santri mukim dan santri kalong melainkan juga oleh masyarakat umum.47
Menurut Yacub yang dikutip oleh Khosin pesantren Salafi yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajaran dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model
pengajarannya pun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf yaitu dengan metode sorogan dan weton.48
2) Pesantren Khalaf
Sementara itu pesantren khalaf adalah pondok pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau Madrasah, dengan
kurikulum disesuaikan dengan kurikulum pemerintah, baik
Kementerian Agama maupun Kementerian Pendidikan Nasional.
Pesantren khalafiyah biasanya menyelenggarakan kegiatan pendidikan jalur Madrasah, baik itu jalur Madrasah umum (SD, SMP, SMU, dan SMK), maupun Madrasah berciri khas agama
Islam (MI, MTs, MA, atau MAK). Bahkan ada beberapa pesantren yang telah menyelenggarakan pendidikan tingkat tinggi
(perguruan tinggi), seperti Pondok Pesantren Nurul Jadid Probolinggo, Daarul Ilmi di Bandung. Biasanya kegiatan membelajaran kepesantrenan memiliki kurikulum dilaksanakan
secara klasikal dan berjenjang. Metode yang digunakan sudah adaptif atau sudah mengadaptasi metode-meode baru, seperti
tanya jawab, diskusi, karyawisata, hafalan/verbalisme, sosiodrama, widyawisata, problem solving, pemberian situasi,
pembiasaan/habituasi, dramatisasi, (percontohan tingkah laku), reinforcement, stimulus-respons, dan sistem modul (meski agak sulit).
Menurut Yacub yang dikutip oleh Khosin, pesantren
Khalafi yaitu pesantren yang menerapkan sistem pengajaran
klasikal (madrasi) memberikan ilmu umum dan ilmu agama serta juga memberikan pendidikan keterampilan. Dengan keadaannya seperti yang telah dipaparkan di atas, pondok pesantren telah
parsial yang ditawakan sistem pendidikan Madrasah sebagai
budaya pendidikan nasional, pondok pesantren mempunyai kultur eduktif yang unik. Karena keunikannya itulah, pondok pesantren sering kali digolongkan ke dalam subkultur tersendiri di dalam
masyarakat Indonesia.49
d. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Pendidikan pesantren memiliki dua sistem pengajaran, yaitu sistem sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sistem
bandongan atau wetonan yang sering disebut kolektif. Metode utama
sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan
atau wetonan. Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan
seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Kelompok kelas dari sistem
bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru. Sistem sorogan juga digunakan di pondok pesantren tetapi biasanya hanya untuk santri
baru yang memerlukan bantuan individual. Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan
sistem yang diterapkan dalam lembaga pendidikan pada umumnya, yaitu: (1) Memakai sistem tradisional, yang memiliki kebebasan penuh dibandingkan dengan Madrasah modern, sehingga terjadi
hubungan 2 arah antara kiai dan santri. (2) Kehidupan dipesantren
menampakkan semangat demokrasi, karena mereka praktis
bekerjasama mengatasi problem non kurikuler mereka sendiri. (3) Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan
ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya ijazah tersebut. Hal itu karena tujuan utama mereka
hanya ingin mencari keridhoan Allah SWT semata. (4) Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup. (5) Alumni
pondok pesantren tak ingin menduduki jabatan pemeritahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.50
Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren adalah wetonan, sorogan, dan hafalan. Metode wetonan
merupakan metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kiai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Metode
sorogan sedikit berbeda dari metode wetonan dimana santri menghadap guru satu-persatu dengan membawa kitab yang dipelajari
sendiri. Kiai membacakan dan menerjemahkan kalimat demi kalimat, kemudian menerangkan maksudnya, atau kiai cukup menunjukan cara membaca yang benar, tergantung materi yang diajukan dan
kemampuan santri. Dengan cara sistem sorogan tersebut, setiap murid
mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari kyai atau
pembantu kyai. Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Qurán dan kenyataan merupakan bagian yang paling sulit sebab sistem ini menuntut
kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. Murid seharusnya sudah paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti
pendidikan selanjutnya di pesantren.51
Adapun metode hafalan berlangsung dimana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Materi hafalan
biasanya dalam bentuk syair atau nazham. Sebagai pelengkap metode hafalan sangat efektif untuk memelihara daya ingat (memorizing)
santri terhadap materi yang dipelajarinya, karena dapat dilakukan baik didalan maupun diluar kelas.52
Sedangkan jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal. Umumnya, kenaikan tingkat seorang santri didasarkan isi
mata pelajaran tertentu yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajarinya. Apabila seorang santri telah menguasai satu
kitab atau beberapa kitab dan telah lulus ujian (imtihan) yang diuji oleh kiainya, maka ia berpindah kekitab lain yang lebih tinggi tingkatannya. Jelasnya, penjenjangan pendidikan pesantren tidak
51 Zamahsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
LP3ES, 1994), 28.
52 Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka,
berdasarkan usia, tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yang
telah ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman kini pondok pesantren banyak yang menggunakan sistem klasikal, dimana ilmu yang dipelajari tidak
hanya agama saja, melainkan ilmu umum juga dipelajari. Pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu pesantren
tradisional dan pesantren modern. Sistem pendidikan pesantren tradisional seri