• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP RESPON NYERI ANAK USIA SEKOLAH YANG DILAKUKAN TINDAKAN INVASIF DI RSUD WATES KULON PROGO PERPUSTAKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP RESPON NYERI ANAK USIA SEKOLAH YANG DILAKUKAN TINDAKAN INVASIF DI RSUD WATES KULON PROGO PERPUSTAKAAN"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

i

PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP RESPON NYERI ANAK USIA SEKOLAH YANG DILAKUKAN TINDAKAN INVASIF

DI RSUD WATES KULON PROGO

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

ADESTI RATNA PRATIWI 2212090

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

(3)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

(4)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Pengaruh Pemberian Madu terhadap Respon Nyeri Anak Usia Sekolah yang Dilakukan Tindakan Invasif Di RSUD Wates Kulon Progo”.

Skripsi ini dapat diselesaikan atas bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Kuswanto Hardjo, M.Kes, selaku Ketua Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

2. Tetra Saktika A. M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

3. Afi Lutfiyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing I dalam penyusunan skripsi.

4. Dwi Yati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi.

5. Dr. Atik Badi’ah, S.Kp., S.Pd., M.Kes, selaku Penguji atas segala masukan, bimbingan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Responden dan keluarga responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian. 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang banyak

memberikan do’a, nasehat, dan motivasi hingga terselesaikannya skripsi. Semoga Allah SWT. Senantiasa melimpahkan rahmat kepada semuanya, sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua.

Yogyakarta, September 2016

(5)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SKEMA ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ...xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 9 1. Madu ... ... 9 2. Nyeri ... 12 3. Konsep Anak ... 24 4. Tindakan Invasif……… 25 B. Landasan Teori... 26 C. Kerangka Teori... 28 D. Kerangka Konsep... 29 E. Hipotesis ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 30

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

C. Populasi dan Sampel ... 31

D. Variabel Penelitian ... 33

E. Definisi Operasional ... 33

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 34

G. Validitas dan Reabilitas ... 34

H. Analisis Data dan Metode Pengolahan ... 35

I. Etika Penelitian ... 37

(6)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

vii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ... 42 B. Pembahasan ... 46 C. Keterbatasan Penelitian ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 53 B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(7)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Keaslian Penelitian... 6

Tabel 2 Skala FLACC ... 22

Tabel 3 Definisi Operasional... 33

Tabel 4 Karakteristik responden dan hasil uji homogenitas...43

Tabel 5 Skala nyeri tindakan invasif setelah pemberian madu pada kelompok intervensi ... 44

Tabel 6 Skala nyeri setelah tindakan invasif pada kelompok kontrol...45

Tabel 7 Pengaruh pemberian madu terhadap respon nyeri setelah tindakan invasif... 45

(8)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

ix

DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 1 Kerangka Teori ………...28

Skema 2 Kerangka Konsep ………...29

Skema 3 Rancangan Penelitian ………....30

(9)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Wong Baker Pain Rating Scale... 22 Gambar 2 Visual Analogue Scale... 23 Gambar 3 Numeric Rating Scale... 23

(10)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

xi

LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Bersedia Menjadi Responden Penelitian Lampiran 3 Lembar Kuesioner Data Demografi

Lampiran 4 Lembar Instrumen Skala Nyeri Lampiran 5 Lembar Bimbingan Skripsi

Lampiran 6 Surat Keterangan Persetujuan Etik Penelitian Lampiran 7 Surat Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 8 Surat-Surat Izin Penelitian

Lampiran 9 Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 10 Jadwal Penyusunan Skripsi

(11)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

xii

PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP RESPON NYERI ANAK USIA SEKOLAH YANG DILAKUKAN TINDAKAN INVASIF DI RSUD

WATES KULON PROGO

Adesti Ratna Pratiwi1 , Afi Lutfiyati2 , Dwi Yati3 INTISARI

Latar Belakang: Tindakan invasif merupakan tindakan yang menyakitkan dan salah satu faktor stress bagi anak semua usia karena menimbulkan nyeri. Apabila nyeri dan trauma dibiarkan maka akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Penatalaksanaan mengurangi nyeri pada anak dengan tindakan nonfarmakologi yang paling efektif adalah pemberian glukosa atau pemanis lainnya seperti madu karena madu mengandung flavonoid yang dapat menghambat nyeri.

Tujuan Penelitian: Mengetahui pengaruh pemberian madu terhadap respon nyeri anak usia sekolah yang dilakukan tindakan invasif di RSUD Wates Kulon Progo. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasy experiment) dengan rancangan post-test only non equivalent control group design. Uji statistik menggunakan uji nonparametrik yaitu uji Mann Whitney

dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling sebanyak 34 orang. Madu yang digunakan adalah madu murni 100%. Madu diberikan 2 menit sebelum tindakan invasif sebanyak 5ml. Hasil Penelitian: Hasil analisis menunjukkan p value 0,001 (p<0,05) artinya ada pengaruh pemberian madu terhadap respon nyeri anak usia sekolah yang dilakukan tindakan invasif di RSUD Wates Kulon Progo.

Kesimpulan: Madu memiliki pengaruh dalam menurunkan respon nyeri tindakan invasif.

Kata kunci: Tindakan invasif, Skala nyeri, Madu

1Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 3Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

(12)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

xiii

THE INFLUENCE OF HONEY APPLICATION ON PAIN RESPONSE IN SCHOOL-AGED CHILDREN DURING INVASIVE INTERVENTION IN

RSUD WATES KULON PROGO Adesti Ratna Pratiwi1 , Afi Lutfiyati2 , Dwi Yati3

ABSTRACT

Background: Invasive intervention is a painful process and one of stress factors for children due to its pain effect. Poor awareness on pain and trauma in children for a long period may cause obstacle in children's growth and development. The most effective pain relief management in children with non pharmacological intervention is glucose intake or other sugar substitutes such as honey which consists of flavonoid to relieve pain.

Objective: To identify The Influence of Honey Application on Pain Response in School-Aged Children during Invasive Intervention in Wates Regional General Hospital of Kulon Progo.

Method: The type of this study was quasy experiment with post-test and non equivalent control group design. Statistical test applied non-parametric test of Mann Whitney with significance level of a=0,05. Samples were selected through purposive sampling technique as many as 34 respondents. The applied honey was pure 100% honey. Honey was administered 2 minutes prior to invasive intervention as many as 5 ml.

Result: The analysis result figured out p value of 0,001 (p<0,05) which indicated that there was an influence of Honey Application on Pain Response in School-Aged Children during Invasive Intervention in Wates Regional General Hospital of Kulon Progo.

Conclusion: Honey had an influence on relieving pain response of invasive intervention.

Keywords: Invasive intervention, Pain level, Honey

1A student of Nursing Science Program in Jenderal Achmad Yani School of Health Science of

Yogyakarta.

2A lecturer of Nursing Science Program in Jenderal Achmad Yani School of Health Science of

Yogyakarta.

3A lecturer of Nursing Science Program in Jenderal Achmad Yani School of Health Science of

(13)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Tumbuh kembang anak dipengaruhi berbagai faktor sehat dan sakit. Respon emosi terhadap penyakit sangat bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas perkembangan anak (Hidayat, 2005). Apabila tubuh merasakan nyeri, reaksi yang akan dialami pada anak adalah menangis, menyeringaikan wajah, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, menendang, memukul, atau berlari keluar (Nursalam et al., 2005).

Berdasarkan data Perhimpunan Nasional Rumah Sakit Anak di Amerika sebanyak 6,5 juta anak per tahun menjalani perawatan di rumah sakit dengan usia kurang dari 17 tahun (McAndrews, 2007). Menurut Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI (2012) di Indonesia jumlah kunjungan pasien anak untuk rawat inap di rumah sakit tahun 2010 adalah 1,7 juta anak sedangkan tahun 2011 sejumlah 1,2 juta anak. Keadaan anak yang tiba-tiba sakit atau terjadi cedera mengharuskan anak untuk masuk ke ruang unit instalasi gawat darurat (IGD). Instalasi gawat darurat (IGD) dapat memberikan pelayanan dengan respon cepat dan penanganan yang tepat (Kartikawati, 2011). Selain itu anak juga membutuhkan perawatan di rumah sakit yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit. Menurut Supartini (2010) hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena alasan tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.

Salah satu faktor stress bagi anak semua usia adalah prosedur yang menyakitkan atau tindakan invasif karena anak sedang sakit dan harus dirawat di rumah sakit, mereka akan menjalani berbagai macam prosedur

(14)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

invasif seperti pemasangan infus dan pengambilan sampel darah sebagai upaya untuk mengobati penyakit yang diderita oleh anak (Supartini, 2010). Walco (2008) yang meneliti tentang prevalensi nyeri dan sumber utama penyebab nyeri pada 200 anak yang dirawat di rumah sakit anak. Hasil tindakan medis IV (intravena) menduduki tindakan pertama. Walco juga mengevaluasi hasil penelitiannya berdasarkan tingkatan umur dan diperoleh bahwa distress paling tinggi yaitu 83% dialami oleh anak toddler, distress cukup tinggi dialami oleh anak usia sekolah yaitu 51% serta remaja dengan prevalensi 28%. Hal ini menunjukkan bahwa anak toddler dan usia sekolah merasa distress yang cukup tinggi terhadap nyeri.

Nyeri merupakan perasaan tidak menyenangkan yang bersifat subjektif karena nyeri berbeda tiap orang hanya orang tersebut yang dapat menjelaskan rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2009). Apabila nyeri dan trauma dibiarkan maka akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Nyeri akan memengaruhi terhadap respon fisiologis seperti peningkatan tekanan darah, pernafasan, nadi, wajah pucat, dan berkeringat (Tamsuri, 2007). Dengan demikian atraumatik care sebagai bentuk perawatan terapeutik dapat diberikan kepada anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologis dari tindakan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2005).

Penatalaksanaan nyeri dapat berupa farmakologi dan nonfarmakologi. Tindakan farmakologi berupa pemberian obat analgesik sedangkan tindakan nonfarmakologi menurut Buonocore dan Bellieni (2008) pada bayi atau anak dapat berupa sweet solution (glukosa dan sukrosa). Penatalaksanaan mengurangi nyeri pada anak dengan tindakan nonfarmakologi yang paling efektif adalah pemberian glukosa atau pemanis lainnya saat tindakan yang menyebabkan nyeri karena pada dasarnya anak-anak lebih menyukai rasa manis (Ulfah, 2014). Ghofur & Mardalena (2013) menjelaskan bahwa minuman yang manis memunyai mekanisme potensial yang dapat mengurangi nyeri karena dapat merangsang mengeluarkan opioid endorgen pada sistem syaraf pusat.

(15)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Penelitian yang dilakukan Dewi (2014) menjelaskan bahwa perbedaan yang signifikan antara derajat nyeri saat pemasangan infus setelah diberikan air steril dan sukrosa 24%. Salah satu sumber rasa manis yang banyak mengandung glukosa dan sukrosa adalah madu. Madu merupakan bahan makanan energi yang baik karena mengandung gula-gula sederhana yang dapat dimanfaatkan tubuh (Sihombing, 2005).

Para ahli banyak meneliti tentang madu, beberapa penelitian memberikan informasi tentang manfaat madu untuk tubuh. Penelitian yang dilakukan Boroumand et al. (2013) menjelaskan bahwa pemberian madu secara signifikan mengurangi nyeri pada post tonsillectomy. Penelitian yang dilakukan Sekriptini (2013) menjelaskan bahwa pemberian madu secara signifikan mengurangi nyeri pada pengambilan darah intravena. Hasil penelitian Geonarwo et al. (2011) menyebutkan kandungan flavonoid yang terdapat dalam madu dapat menghambat nyeri yaitu dengan mekanisme kerja menghambat pembentukan prostaglandin melalui penghambatan enzim cyclooxygenase sama seperti obat-obat analgesik antipiretik lain.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Wates Kulon Progo pada tanggal 22 Juli 2016 anak usia 6-12 tahun di Ruang IGD didapatkan hasil dalam satu tahun sekitar 408 anak yang menjalani rawat inap dalam satu bulan sekitar 34 anak dan ruang Cempaka didapatkan hasil dalam satu tahun sekitar 480 anak dalam satu bulan sekitar 20 anak. Berdasarkan pengamatan anak-anak mengalami kecemasan saat akan dilakukan tindakan invasif karena takut akan nyeri yang dirasakan. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh pemberian madu terhadap respon nyeri anak usia sekolah yang dilakukan tindakan invasif di RSUD Wates Kulon Progo.

(16)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka

rumusan masalah yang akan diteliti adalah “Apakah ada pengaruh

pemberian madu terhadap respon nyeri anak usia sekolah yang dilakukan tindakan invasif di RSUD Wates Kulon Progo?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Diketahui pengaruh pemberian madu terhadap respon nyeri anak usia sekolah yang dilakukan tindakan invasif di ruang IGD dan Cempaka RSUD Wates Kulon Progo.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri sebelumnya, pendampingan orang tua) di ruang IGD dan Cempaka RSUD Wates Kulon Progo

b. Diketahui skala nyeri anak usia sekolah setelah dilakukan tindakan invasif pada kelompok intervensi di ruang IGD dan Cempaka RSUD Wates Kulon Progo

c. Diketahui skala nyeri anak usia sekolah setelah dilakukan tindakan invasif pada kelompok kontrol di ruang IGD dan Cempaka RSUD Wates Kulon Progo

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan kesehatan khususnya dalam bidang ilmu keperawatan anak yang berkaitan dengan pengaruh pemberian madu terhadap respon nyeri anak yang dilakukan tindakan invasif.

2. Secara Praktik

Hasil penelitian ini dapat berguna bagi:

(17)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada orangtua akan manfaat madu terhadap nyeri anak.

b. Perawat di RSUD Wates

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perawat dalam melakukan terapi nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri.

c. Mahasiswa Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Hasil penelitian ini dapat dijadikan literatur di keperawatan anak dan dapat dijadikan tambahan informasi tentang manajemen nonfarmakologi bagi anak.

d. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian pengaruh pemberian madu per oral terhadap respon nyeri anak, nyeri post partum, atau nyeri sectio caesarea dengan instrumen yang berbeda.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1 Keaslian Penelitian No Judul Peneliti

& Tahun

Hasil Persamaan Perbedaan

1 Efektifitas Sukrosa Oral terhadap Respon Nyeri Akut pada Neonatus yang Dilakukan Tindakan Pemasangan Infus Dewi (2014) Sukrosa oral 24% efektif terhadap respon nyeri akut pada neonatus yang dilakukan tindakan pemasangan infus dengan nilai p value 0,020 (p< 0,05) Variabel terikatnya yaitu respon nyeri

Variabel bebasnya yaitu pemberian madu, peneliti sebelumnya efektifitas sukrosa oral, metode penelitian quasy-experiment dengan jenis post test only non equivalent control group, peneliti sebelumnya

preexperimental design dengan rancangan one group pretest posttest, skala penilaian respon nyeri diukur menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) peneliti sebelumnya Premature Infant Pain Profile (PIPP), responden anak usia 6-12 tahun, peneliti sebelumnya neonatus

(18)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

dengan usia kehamilan

≥37 minggu, dan tempat

penelitian di RSUD Wates, peneliti sebelumnya di RS Ibnu Sina Pekanbaru. 2 Pengaruh Pemberian Larutan Gula Per Oral terhadap Skala Nyeri Anak Usia 3-4 yang Dilakukan Pungsi Vena di RSUD Tugurejo Semarang Ulfah (2014) Ada pengaruh yang signifikan antara pemberian larutan gula terhadap skala nyeri anak selama tindakan pungsi vena, terlihat bahwa (p-value 0,001; α=0,05) dan Z-hitung 5,097 lebih besar dari nilai Z-tabel 5000 Variabel terikatnya yaitu respon nyeri.

Variabel bebasnya yaitu pemberian madu, peneliti sebelumnya pemberian larutan gula per oral, metode penelitian quasy-experiment dengan jenis post test only non equivalent control group metode penelitian sebelumnya quasy-experiment dengan jenis nonequivalent control group after only design. Skala nyeri Visual Analogue Scale (VAS). Skala nyeri sebelumnya FLACC (responden anak usia 6-12 tahun, peneliti sebelumnya usia 3-4 tahun, dan tempat penelitian di RSUD Wates, peneliti sebelumnya RSUD Tugurejo Semarang. No Judul Peneliti & Tahun

Hasil Persamaan Perbedaan

3 Effect of Glucose on the Response Pain Baby in Puskesmas Gamping II Sleman Yogyakarta Ghofur & Mardalena (2013) Pemberian glukosa pada saat imunisasi injeksi pada bayi tidak signifikan mengurangi respon nyeri berupa intensitas dan lama tangisan bayi tetapi signifikan mengurangi respon nyeri untuk denyut Variabel terikatnya yaitu respon nyeri Variabel bebasnya yaitu pemberian madu, peneliti sebelumnya effect of glucose, metode penelitian quasy-experiment dengan jenis post test only non equivalent control group, peneliti sebelumnya

eksperimen dengan desain post test with anequivalent groups design, skala penilaian respon nyeri diukur

(19)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

nadi. menggunakan Visual Analogue Scale (VAS), peneliti sebelumnya respon nyeri yang diukur adalah lama tangisan, intensitas tangisan, dan denyut nadi, responden anak usia 6-12 tahun, peneliti sebelumnya 6-12 bulan, dan tempat penelitian di RSUD Wates, peneliti sebelumnya di Puskesmas Gamping II Sleman Yogyakarta. 4 Pengaruh Pemberian Madu terhadap Penurunan Skor Nyeri Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intravena pada Anak di Ruang UGD RSUD Kota Cirebon Sekriptini (2013) Ada perbedaan yang berbeda antara rerata skor nyeri kelompok kontrol dan kelompok intervensi dengan nilai p-value 0,001. Variabel bebas yaitu pemberian madu

Variabel terikat yaitu respon nyeri, peneliti sebelumnya skor nyeri, metode penelitian quasy-experiment dengan jenis post test only non equivalent control group, peneliti sebelumnya quasy eksperimen dengan jenis nonequivalent control group after only design, responden anak usia 6-12 tahun, peneliti sebelumnya 1-6 tahun. Skala penilaian respon nyeri diukur menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) peneliti sebelumnya Children’s Hospital Of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS) dan tempat penelitian RSUD Wates, peneliti sebelumnya di RSUD Gunung Jati Cirebon dan RSUD Arjawinangun

Cirebon.

No Judul Peneliti & Tahun

Hasil Persamaan Perbedaan

5 Post Tonsillectomy Boroumand et al. (2013) Perbedaan antara Variabel bebas yaitu Variable terikat respon nyeri anak,

(20)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Pain: Can Honey Reduce the Analgesic Requirements? acetaminophen dan kelompok acetaminophen ditambah madu adalah signifikan secara statistik baik untuk skala VAS dan jumlah obat analgesik yang diberikan selama tiga hari pertama pasca operasi pemberian madu, skala nyeri Visual Analogue Scale (VAS) peneliti sebelumnya post tonsillectomy pain, metode penelitian quasy-experiment dengan jenis post test only non equivalent control group peneliti sebelumnya Randomized, responden anak usia 6-12 tahun, peneliti sebelumnya 8-15 tahun, dan tempat penelitian di RSUD Wates, peneliti sebelumnya RS Zahedan, Iran. 6 Uji Efektifitas Analgetik Madu pada Tikus dengan Metoda Geliat Asetat Goenarwo et al. ( 2011) Madu mempunyai efek analgetik pada tikus dan konsentrasi madu yang paling efektif adalah 50% (1,35 g/kgBB). Variabel bebas yaitu uji efektifitas analgetik madu Metode penelitian quasy-experiment dengan jenis post test only non equivalent control group peneliti sebelumnya

eksperimental dengan pendekatan post test only control group design responden anak usia 6-12 tahun, peneliti sebelumnya tikus putih jantan galur wistar berumur 80-90 hari dan tempat penelitian di RSUD Wates

(21)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

41

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan ruang anak (Cempaka) RSUD Wates Kulon Progo, lokasinya berada di Dusun Beji Kecamatan Wates tepatnya di Jalan Tentara Pelajar Km 1 No 5 Wates Kulon Progo. RSUD Wates merupakan rumah sakit tipe B yang berstatus Negeri dengan jumlah perawat 283, bidan 47, penunjang 104, dokter gigi 1, dokter umum 11, dokter spesialis 24, administrasi 201, pejabat struktural 20 (Data Sekunder dari Bagian Kepegawaian, 2016).

Ruang IGD merupakan tempat atau unit di rumah sakit yang memiliki tim kerja dengan kemampuan khusus dan peralatan yang memberikan asuhan keperawatan yang memberikan pelayanan pasien gawat darurat. Ruang IGD terdapat ruangan triage diposisi depan pintu IGD dan ruangan isolasi, terdapat 4 ruangan observasi, 2 ruangan resusitasi, 1 ruangan tindakan, dan 1 ruangan ponek. Jumlah perawat yang bertugas di IGD berjumlah 24 perawat. Ruang Cempaka merupakan tempat perawatan anak-anak terdapat 3 kelas ruang perawatan yang terdiri diri kelas 1, kelas 2, kelas 3, dan 1 ruang isolasi. Jumlah perawat yang bertugas di ruang Cempaka berjumlah 19 perawat. Pasien anak rata-rata berasal dari pedesaan yang tinggal tidak jauh dari rumah sakit. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2016-1 September 2016.

2. Analisis Hasil Penelitian a. Karakteristik Responden

Gambaran tentang karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kehadiran orangtua, dan tindakan invasif dijelaskan dalam bentuk distribusi frekuensi yang ditampilkan dalam Tabel 4.

(22)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Tabel 4 Karakteristik responden dan hasil uji homogenitas

Karakteristik Kontrol Intervensi Total p value

n % n % n % Usia 0,997 6 tahun 1 5,9 2 11,8 3 8,8 7 tahun 6 35,3 2 11,8 8 23,5 8 tahun 2 11,8 3 17,6 5 14,7 9 tahun 2 11,8 3 17,6 5 14,7 10 tahun 2 11,8 2 11,8 4 11,8 11 tahun 3 17,6 3 17,6 6 17,6 12 tahun 1 5,9 2 11,8 3 8,8 Jenis Kelamin 0,613 Laki-laki 8 47,1 13 76,5 21 61,8 Perempuan 9 52,9 4 23,5 13 38,2 Pengalaman Sebelumnya 0,39 Pernah 8 47,1 10 58,8 18 52,9 Tidak pernah 9 52,9 7 41,2 16 47,1 Kehadiran Orangtua - Hadir 17 100 17 100 34 100 Tidak hadir 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Tindakan Invasif 0,52 Pemasangan infus 10 58,8 11 64,7 21 61,8 Pengambilan sampel darah 7 41,2 6 35,3 13 38,2

Sumber: data primer tahun 2016

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah karakteristik usia pada kelompok kontrol sebagian besar usia 7 tahun sebanyak 6 responden (35,3%) dan kelompok intervensi sebagian besar usia 8, 9, dan 11 tahun masing-masing sebanyak 3 responden (17,6%). Berdasarkan karakteristik jenis kelamin kelompok kontrol sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 9 responden (52,9%) dan kelompok intervensi sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 13 responden (76,5%). Berdasarkan karakteristik pengalaman sebelumnya kelompok kontrol sebagian besar tidak pernah dilakukan tindakan invasif sebanyak 9 responden (52,9%) dan kelompok intervensi sebagian besar pernah dilakukan tindakan invasif sebanyak 10 responden (58,8%). Berdasarkan karakteristik tindakan invasif pada kelompok kontrol sebanyak 10 responden (58,8%) dan kelompok intervensi 11 responden (64,7%) sebagian besar dilakukan

(23)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

pemasangan infus. Berdasarkan karakteristik kehadiran orangtua secara keseluruhan kelompok kontrol 17 responden (100%) dan kelompok intervensi 17 responden (100%) didampingi oleh orangtua.

Hasil uji homogenitas diperoleh hasil bahwa berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, dan tindakan invasif pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi memiliki varian sama dengan nilai p value>0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan nyeri bukan karena variasi responden tetapi karena pengaruh madu.

b. Gambaran Skala Nyeri Anak Usia Sekolah Setelah Dilakukan Tindakan Invasif pada Kelompok Intervensi

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan skala nyeri tindakan invasif setelah pemberian madu pada kelompok intervensi ditampilkan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Skala nyeri tindakan invasif setelah pemberian madu pada kelompok intervensi

Kelompok Intervensi

Kategori Nyeri Frekuensi (n) Persentase (%)

Ringan 5 29,4 Sedang 12 70,6

Berat 0 0,0

Total 17 100

Sumber: data primer tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa kelompok intervensi sebagian besar termasuk kategori nyeri sedang sebanyak 12 responden (70,6%).

c. Gambaran Skala Nyeri Anak Usia Sekolah Setelah Dilakukan Tindakan Invasif pada Kelompok Kontrol

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan skala nyeri setelah tindakan invasif pada kelompok kontrol ditampilkan dalam Tabel 6.

(24)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Tabel 6 Skala nyeri setelah tindakan invasif pada kelompok kontrol

Kelompok Kontrol

Kategori Nyeri Frekuensi (n) Persentase (%)

Ringan 0 0

Sedang 3 17,6 Berat 14 82,4

Total 17 100

Sumber: data primer tahun 2016

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa kelompok kontrol sebagian besar termasuk kategori nyeri berat sebanyak 14 responden (82,4%).

d. Pengaruh Pemberian Madu terhadap Respon Nyeri Setelah Tindakan Invasif

Analisa bivariat pada tahap ini menggunakan uji Mann Whitney ditampilkan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Pengaruh pemberian madu terhadap respon nyeri setelah tindakan invasif

Post-test Kategori Nyeri Kelompok Intervensi

(n) (%) Kelompok Kontrol (n) (%) p value Ringan 5 29,4 0 0,0 Sedang 12 70,6 3 17,6 0,001 Berat 0 0,0 14 82,4 Total 17 100 17 100 Sumber: data primer tahun 2016

Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa kelompok intervensi sebagian besar termasuk nyeri sedang sebanyak 12 responden (70,6%) sedangkan kelompok kontrol sebagian besar termasuk kategori nyeri berat sebanyak 14 responden (82,4%). Hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian madu terhadap respon nyeri anak usia sekolah yang dilakukan tindakan invasif dengan p value 0,001 (<0,05).

(25)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

B. Pembahasan 1. Berdasarkan Karakteristik Responden

a. Usia

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa usia responden dalam penelitian ini anak usia sekolah 6-12 tahun. Pemilihan usia responden di atas usia 1 tahun karena untuk mencegah terjadinya keracunan botulismus dari bakteri clostridium botulinum. Menurut Potter & Perry (2010) usia merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pengalaman nyeri sehingga juga dapat memengaruhi anak dalam bereaksi terhadap nyeri. Penelitian Young (2005) menyebutkan bahwa toleransi anak-anak terhadap nyeri pada kenyataannya meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Semakin bertambah usia anak maka makin bertambah pemahaman tentang nyeri dan cara pencegahannya.

b. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada kelompok kontrol berjenis kelamin perempuan sebanyak 9 responden (52,9%) dan kelompok intervensi sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 13 responden (76,5%). Dari total sampel secara keseluruhan diperoleh bahwa responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 responden (61,8%). Secara biologis (fisik) perempuan lebih lemah daripada laki-laki. Sedangkan perbedaan secara psikologis, perempuan lebih mudah tersinggung, mudah dipengaruhi, dan mudah meluapkan perasaan sementara laki-laki lebih rasional.

Secara umum laki-laki dan perempuan tidak berbeda dalam berespon terhadap nyeri tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin (Potter dan Perry, 2010). Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri.

(26)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Anak-anak belajar bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan nyeri, dimana anak perempuan saat terkena luka dengan mudah menangis, sedangkan anak laki-laki untuk lebih berani dan tidak menangis (Taylor et al., 2008).

c. Pengalaman Nyeri Sebelumnya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol sebagian besar tidak pernah mengalami pemasangan infus dan pengambilan sampel darah sebanyak 9 responden (52,9%) dan kelompok intervensi sebagian besar pernah mengalami pemasangan infus dan pengambilan sampel darah sebanyak 10 responden (58,8%). Menurut Wong et al. (2009) anak-anak sering menunjukkan peningkatan tanda-tanda sikap tidak nyaman dengan prosedur nyeri berulang atau dengan yang sudah mengalami nyeri pada tindakan-tindakan sebelumnya. Hospitalisasi yang dialami sebelumnya menyebabkan pengalaman nyeri sebelumnya bisa ada (Supartini, 2010).

d. Kehadiran Orangtua

Hasil penelitian menunjukkan keseluruhan responden kelompok kontrol sebanyak 17 responden (100%) dan kelompok intervensi sebanyak 17 responden (100%) didampingi oleh orangtua. Menurut Potter dan Porry (2010) kehadiran keluarga ataupun teman terkadang dapat membuat pengalaman nyeri yang menyebabkan stres sedikit berkurang. Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang mengalami nyeri.

2. Gambaran Skala Nyeri Anak Usia Sekolah Setelah Dilakukan Tindakan Invasif pada Kelompok Intervensi

Skala nyeri setelah pemberian madu pada kelompok intervensi sebagian besar termasuk kategori nyeri sedang sebanyak 12 responden (70,6%). Theory gate control menjelaskan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang

(27)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

system saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis, thalamus, dan sistem limbik. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri.

Tubuh juga melakukan mekanisme kimia untuk memanajemen nyeri. Serabut di dorsal horn, batang otak, dan jaringan perifer mengeluarkan opioid endogen yang menghambat aksi neuron yang mentransmisikan impuls nyeri. Opioid endogen menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P (Potter dan Perry, 2010). Penanganan nyeri akibat tindakan invasif secara nonfarmakologi dapat berupa pemberian rasa manis (glukosa dan sukrosa) (Buonocore dan Bellieni, 2008).

Penatalaksanaan mengurangi nyeri pada anak dengan tindakan nonfarmakologi yang paling efektif adalah pemberian glukosa atau pemanis lainnya saat tindakan yang menyebabkan nyeri karena pada dasarnya anak-anak lebih menyukai rasa manis (Ulfah, 2014). Ghofur & Mardalena (2013) menjelaskan bahwa minuman yang manis memunyai mekanisme potensial yang dapat mengurangi nyeri karena dapat merangsang mengeluarkan opioid endogen pada sistem syaraf pusat. Penelitian yang dilakukan Dewi (2014) menjelaskan bahwa perbedaan yang signifikan antara derajat nyeri saat pemasangan infus setelah diberikan air steril dan sukrosa 24%.

Salah satu sumber rasa manis yang banyak mengandung glukosa dan sukrosa adalah madu. Madu merupakan bahan makanan energi yang baik karena mengandung gula-gula sederhana yang dapat dimanfaatkan tubuh (Sihombing, 2005). Kandungan flavonoid yang terdapat dalam madu dapat menghambat nyeri yaitu dengan mekanisme kerja menghambat pembentukan prostaglandin melalui penghambatan enzim cyclooxygenase sama seperti obat-obat analgesik antipiretik lain (Geonarwo et al., 2011).

(28)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

3. Gambaran Skala Nyeri Anak Usia Sekolah Setelah Dilakukan Tindakan Invasif pada Kelompok Kontrol

Skala nyeri setelah tindakan invasif pada kelompok kontrol sebagian besar termasuk dalam kategori nyeri berat sebanyak 14 responden (82,4%). Respon emosi terhadap penyakit sangat bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas perkembangan anak (Hidayat, 2005). Apabila tubuh merasakan nyeri, reaksi yang akan dialami pada anak adalah menangis, menyeringaikan wajah, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, menendang, memukul, atau berlari keluar (Nursalam et al., 2005). Salah satu faktor stress bagi anak semua usia adalah prosedur yang menyakitkan atau tindakan invasif seperti pemasangan infus dan pengambilan sampel darah (Supartini, 2010). Nyeri yang ditimbulkan akibat tindakan invasif bersifat subjektif karena nyeri berbeda tiap orang hanya orang tersebut yang dapat menjelaskan rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2009).

Nyeri disebabkan karena energi kimia, suhu, mekanik yang menyebabkan nyeri diubah menjadi energi listrik sehingga akan mengakibatkan pelepasan prostaglandin yang menghantarkan impuls nyeri dari neuron sensorik. Substansi yang peka terhadap nyeri akan

menyebarkan “pesan” adanya nyeri dan menyebabkan inflamasi.

Kemudian seseorang akan sadar akan nyeri sehingga orang tersebut akan bereaksi berupa respon perilaku dan respon fisiologis. Respon fisiologis berupa peningkatan tekanan darah, pernafasan, nadi, wajah pucat, dan berkeringat. Apabila nyeri dan trauma dibiarkan maka akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak (Tamsuri, 2007).

(29)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

4. Pengaruh Pemberian Madu terhadap Respon Nyeri Setelah Tindakan Invasif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian madu terhadap respon nyeri tindakan invasif dengan nilai p value 0,001 (<0,05). Hal ini mungkin disebabkan karena rasa manis madu, kandungan glukosa dan sukrosa pada madu, dan kandungan flavonoid pada madu yang dapat menurunkan nyeri. Penelitian Dewi (2014) membandingkan pemberian air steril per oral dengan sukrosa 24% diberikan 2 menit sebelum tindakan pemasangan infus pada noenatus di RS Ibnu Sina Pekanbaru. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sukrosa 24% efektif terhadap respon nyeri akut pada neonatus yang dilakukan tindakan pemasangan infus dengan nilai p value 0,020 (p<0,05). Penilaian skor nyeri menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP).

Penelitian lain dilakukan oleh Ulfah (2014) memberikan larutan gula 1 menit sebelum tindakan pungsi vena dan dipertahankan selama tindakan pada anak usia 3-4 tahun di RSUD Tugurejo Semarang dengan menggunakan penilaian skor nyeri Face, Legs, Activity, Cry, Consolability (FLACC). Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara pemberian larutan gula terhadap skala nyeri anak selama tindakan pungsi vena, terlihat bahwa (p-value 0,001;α=0,05) dan Z-hitung 5,097 lebih besar dari nilai Z-tabel 5000. Penelitian lain Ghofur & Mardalena (2013) dengan membandingkan glukosa 30%, aqua, dan air susu ibu (asi) pada bayi usia 6-12 bulan yang dilakukan imunisasi dasar di wilayah Puskesmas Gamping II, Sleman. Hasil penelitian menunjukkan pemberian glukosa pada saat imunisasi injeksi pada bayi tidak signifikan mengurangi respon nyeri berupa intensitas dan lama tangisan bayi tetapi signifikan mengurangi respon nyeri untuk denyut nadi.

Penurunan respon nyeri dikarenakan glukosa atau pemanis oral lainnya bekerja dengan cara mengeluarkan opioid endogen melalui kelenjar perasa manis yang berada di porsio anterior lidah. Diperantai oleh stimulasi orotaktil yang meningkat oleh karena adanya kontak cairan

(30)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

dengan rongga oral dan merangsang pelepasan opioid endogen di system syaraf pusat yang berfungsi neurotransmitter analgesik. Endorpin akan memblokir pelepasan prostaglandin yang seharusnya menghantarkan impuls nyeri dari neuron sensorik sehingga transmisi nyeri terhambat dan sensasi nyeri berkurang (Sherwood, 2013; Chermont et al., 2009). Salah satu sumber rasa manis yang banyak mengandung glukosa dan sukrosa adalah madu.

Madu merupakan bahan makanan energi yang baik karena mengandung gula-gula sederhana yang dapat dimanfaatkan tubuh (Sihombing, 2005). Penelitian yang dilakukan Sekriptini (2013) dengan pemberian madu per oral 2 menit sebelum tindakan pengambilan darah intravena pada anak usia 1-6 tahun di ruang UGD RSUD Kota Cirebon. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang berbeda antara rerata skor nyeri kelompok kontrol dan kelompok intervensi dengan nilai p-value 0,001. Skor nyeri menggunakan Children’s Hospital Of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS).

Penelitian lain dilakukan oleh Boroumand et al. (2013) dengan pemberian madu pada post tonsillectomy anak usia 8-15 tahun di RS Zahedan, Iran. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan antara acetaminophen dan kelompok acetaminophen ditambah madu adalah signifikan secara statistik baik untuk skala VAS (Visual Analogue Scale) dan jumlah obat analgesik yang diberikan selama tiga hari pertama pasca operasi. Hasil penelitian yang dilakukan Goenarwo et al. 2011 madu mempunyai efek analgetik pada tikus dan konsentrasi madu yang paling efektif adalah 50% (1,35 g/kgBB).

Almada (2000) menjelaskan bahwa kandungan flavonoid dalam madu dapat mencegah produksi enzim cyclooxygenase. Enzim cyclooxygenase adalah suatu enzim yang mengkatalisis sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat. Flavonoid memblok aksi dari enzim cyclooxygenase yang menurunkan produksi mediator prostaglandin,

(31)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

prostaglandin inilah yang akan menyebabkan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

C. Keterbatasan Penelitian

1. Pengurusan surat Ethical Clearance sebelum penelitian dan surat balasan izin penelitian dari rumah sakit membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga penelitian membutuhkan waktu yang lama.

2. Penelitian hanya dilakukan dari pagi sampai sore hari dikarenakan peneliti tidak tinggal di daerah tempat penelitian sehingga untuk mendapatkan responden membutuhkan waktu yang lama.

3. Orang tua responden ada yang menolak anaknya untuk menjadi responden penelitian sehingga peneliti berusaha untuk merayu agar orang tua mengizinkan anaknya menjadi responden.

(32)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

52

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Karakteristik responden berdasarkan usia sebagian besar usia 7 tahun sebanyak 8 responden (23,5%), berdasarkan karakteristik jenis kelamin sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 responden (61,8%), berdasarkan karakteristik pengalaman sebelumnya sebagian besar pernah dilakukan tindakan invasif sebanyak 18 responden (52,9%), berdasarkan karakteristik tindakan invasif sebagian besar dilakukan pemasangan infus sebanyak 21 responden (61,8%) dan berdasarkan karakteristik kehadiran orangtua secara keseluruhan didampingi orangtua sebanyak 34 responden (100%).

2. Skala nyeri pada kelompok intervensi setelah dilakukan tindakan invasif sebagian besar termasuk kategori nyeri sedang sebanyak 12 responden (70,6%).

3. Skala nyeri pada kelompok kontrol setelah dilakukan tindakan invasif sebagian besar termasuk kategori nyeri berat sebanyak 14 responden (82,4%).

4. Ada pengaruh pemberian madu terhadap respon nyeri setelah tindakan invasif dengan nilai p value 0,001 (<0,05).

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Teoritis

Bagi ilmu keperawatan anak sebagai penanganan nyeri nonfarmakologi dapat dijadikan pertimbangan informasi terutama dalam permasalahan nyeri.

2. Praktis

(33)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Bagi orangtua anak usia sekolah dapat memanfaatkan madu untuk mengatasi nyeri anak.

b. Perawat di RSUD Wates

Bagi perawat dapat menerapkan teknik nonfarmakologi dalam manajemen nyeri akibat tindakan invasif pada anak disesuaikan dengan tahap perkembangan anak.

c. Mahasiswa Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Bagi mahasiswa Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta penelitian ini dapat dijadikan literatur di keperawatan anak dan dapat dijadikan tambahan informasi tentang manajemen nonfarmakologi bagi anak. d. Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian selanjutnya dalam pemberian madu per oral terhadap respon nyeri anak, nyeri post partum, atau nyeri sectio caesarea dengan instrumen yang berbeda.

(34)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

DAFTAR PUSTAKA

Aden, R. (2010). Manfaat & Khasiat Madu Keajaiban Sang Arsitek Alam. Yogyakarta: Hanggar Kreator.

Almada, (2000). Natural COX-2 inhibitor the future of pain relief. International Chiropractic Pediatric Association. Pain News. Volume 10, No. 2, Hal 112-118.

Amani, S., Kheiri, S., & Ahmadi, A. (2015). Honey Versus Diphenhydramine for Post-Tonsillectomy Pain Relief in Pediatric Cases: A Randomized Clinical Trial. Journal of Clinical and Diagnostic Research. Volume 9. Hal 1-3. Angriani, S., Kahar, A.W., & Nurhidayah. (2014). Pengaruh Terapi Bermain

terhadap Respon Penerimaan Pemberian Obat pada Anak Usia Sekolah di RSUD Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. Volume 5, No. 4, Hal. 507-511.

Boroumand, P., Zamani, M.M., Saeedi, M., Rouhbakhsfar, O., Motlagh, S., & Moghaddam, F.A. (2013). Post Tonsillectomy Pain: Can Honey Reduce The Analgesic Requirements?. Kowsar Corp. Hal. 198-202.

Buonocore, G., & Bellieni, C.V. (2008). Neonatal Pain: Suffering, Pain and Risk of Braindamage in the Fetus and Newborn. Italia: Springer-Verlag.

Cahyaningsih, D.S. (2011). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: CV. Trans Info.

Dewi, R.S. (2014). Efektifitas Sukrosa Oral terhadap Respon Nyeri Akut pada Neonatus yang Dilakukan Tindakan Pemasangan Infus di RS Ibnu Sina Pekanbaru. Jurnal Keperawatan Anak. Hal. 1-10.

Dharma, K.K. (2011). Metodelogi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

Depkes RI. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persetujuan Tindakan Dokter. Hukor Depkes.

Fady, M.F. (2015). Madu dan Luka Diabetik. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Ghofur, A., dan Mardalena.I. (2014). Effect of Glucose on the Response Pain

Baby In Puskesmas Gamping II Sleman Yogyakarta. Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah. Hal. 36-42.

Gloth, F., Scheve, A.A., Strober, C.V., Chow, S., & Prosser, J. (2001). the Fungtional Pain Scale: Reliability, Validity, and Responsiveness in an Elderly Population. Journal of the American Medical Directors Association, Vol.3. Hal.110-114.

Goenarwo, E., Chodijah., & Susanto, H. (2011). Uji Efektifitas Analgetik Madu pada Tikus dengan Metoda Geliat Asetat.. E-Jurnal. Vol. 3, No. 1, Hal.48-53.

Haviva, A.B. (2011). Dahsyatnya Mukjizat Madu untuk Kesehatan, Kecantikan, dan Kecerdasan. Yogyakarta: DIVA Press.

Hidayat, A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A.A. (2009). Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

IDAI. (2014). Penilaian Nyeri dan Sedasi pada Bayi dan Anak. Konika XVI Palembang. Hal 1-11.

(35)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Kartikawati, D. (2011). Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Medika.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S.J. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta: EGC.

Lefral, L., Bruch, K., Caravantes, R., Knoerlein, K., Denolf, N., & Duncan. (2006). Sucrose Analgesia: Identifying Potentially Better Practice. Pediatrics. Vol.118. Hal. 197-202.

Li, Liu, & Herr. (2007). Post Operatif Pain Intensity Assesment: A Comparison of Four Scales in Chinese Adult. American Academy of Pain Medicine.

McAndrews, L.A. (2007). The future of children’s healthcare. Healthcare Cost and Utilization Project, Agency for Healthcare Research and Quality Publication. No.04.

Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Novitasari, R.W., Yudiyanta., & Khoirunnisa, N. (2015). Assessment Nyeri.

Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. CDK. Vol. 42, No. 3, Hal.214-234.

Nursalam., Susilaningrum., dan Utami. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Oskouei and Najafi. (2013). Traditional and Modern Uses of Natural Honey in Human Diseases: A Review. Iran J Basic Med Sci. Vol.16, No.6, Hal.731-741.

Potter, P.A., and Perry, A.G. (2010). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Price, S., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Edisi 6.

Puspitasari, I. (2007). Rahasia Sehat Madu. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka. Hal 57.

Rostita. (2008). Berkat Madu Sehat, Cantik, dan Penuh Vitalitas. Bandung: Qanita

Sekriptini, A.Y. (2013). Pengaruh Pemberian Madu terhadap Penurunan Skor Nyeri Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intravena pada Anak di Ruang UGD RSUD Kota Cirebon. Tesis. FIK Universitas Indonesia. Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Sihombing, D, T.H. (2005). Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Supartini, Y. (2010). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Tamsuri, A. (2007). Konsep & Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Triani, E., dan Lubis, M. (2006). Penggunaan Analgesia Nonfarmakologi Saat Tindakan Invasif Minor pada Neonatus. Universitas Sumatera Utara. Sari Pediatri. Volume 8, No. 2, Hal. 107-111.

Ulfah, S. (2014). Pengaruh Pemberian Larutan Gula Per Oral terhadap Skala Nyeri Anak Usia 3-4 Tahun yang Dilakukan Pungsi Vena DI RSUD

(36)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Tugurejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. Vol 1, No. 6, Hal. 1-10.

Utami, Y. (2014). Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak DI RS Moewardi. Jurnal Ilmiah WIDYA. Volume 2, No. 2, Hal. 9-20.

Walco, G. (2008). Needle Pain in Children: Contextual Factors. Journal of the America Academy of Pediatrics. Volume 19, No.1, Hal. 55-61.

Wong, D.L., Eaton, M.H., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Young, K.D. (2005). Pediatric Procedural Pain. Ann Emerg Med. Vol.57, No. 1071, Hal 74.

Gambar

Gambar 1 Wong Baker Pain Rating Scale................................................
Tabel 6 Skala nyeri setelah tindakan invasif pada kelompok  kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Pembatasan tersebut dimaksudkan supaya para pencipta dalam kegiatan kreatif dan inovatifnya tidak melanggar norma-norma atau asas kepatutan yang berlaku dalam

Dalam pelaksanaan proyek tidak luput dari terjadinya perubahan item pekerjaan, perubahan volume yang dapat mengakibatkan terjadi nya reschedule terhada time

In other words, the null hypothesis (Ho) stating that using hot seating technique did not gave effect to students’ vocabulary size at the eleventh grade students at MA

Hal ini terangkup dalam GMDSS (Global Maritime Distress Safety System). GMDSS adalah sebuah kesepakatan internasional berlandaskan beberapa prosedur keselamatan, jenis

STANDAR KOMPETENSI : Setelah mengikuti kuliah Struktur Perkembangan Tumbuhan mahasiswa Biologi mampu memahami konsep struktur dan perkembangan sel, jaringan dan organ

Dengan demikian ada persamaan antara etika dan moral, namun ada pula perbedaannya yaitu etika bersifat teori dan moral lebih banyak bersifat praktis, etika merupakan tingka

Hal ini terjadi karena diameter lubang exhaust yang digunakan adalah yang paling kecil yaitu sebesar 18 mm dengan tingkat penutupan lubang sebesar 55% dari kondisi

Berdasarkan Uji F terbukti bahwa secara simultan faktor kebudayaan, faktor sosial, faktor pribadi berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen dalam mengkonsumsi kopi