• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS KOMUNIKASI DALAM KELUARGA (pasangan suami – istri) BROKEN HOME KRISTIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI KASUS KOMUNIKASI DALAM KELUARGA (pasangan suami – istri) BROKEN HOME KRISTIANI"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI KASUS

KOMUNIKASI DALAM KELUARGA (pasangan suami – istri)

BROKEN HOME KRISTIANI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Disusun Oleh :

Nama : Kecik Putri Netyo B.W NIM : 999114054

NIRM : 990051121705120051

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

MUKJIZAT ITU NYATA

Tak terbatas kuasa-MU Tuhan Semua dapat KAU lakukan Apa yang kelihatan mustahil bagiku

Itu sangat mungkin bagi-MU Di saat ku tak berdaya Kuasa-MU yang sempurna

Ketika ku percaya Mukjizat itu nyata Bukan karna kekuatan Namun Roh-MU ya Tuhan

Ketika ku berdoa Mukjizat itu nyata Mukjizat itu dekat dimulutku

Dan ku hidup oleh percaya

Dedicate to :

$ Bapa yang selalu setia dan selalu memberikan kasih-NYA padaku. Mukjizat-NYA

yang ajaib terus terjadi dalam kehidupanku. Kusyukuri berkat, kasih dan

anugrah-NYA yang selalu mengalir dalam hidupku melalui orang-orang disekitarku. Thanks

GOD !!!

$ Almarhum Ayahku di surga, ini yang dari dulu ingin kupersembahkan dipangkuanmu.

Ibuku, yang telah banyak mencurahkan air mata dan keringatnya untukku. Mas Theng

dan Dik Wijen, thanks for all …

$ My belove Grandma Eyang Gebang, all my auntie & my uncle. Thanks for the

(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 7 Maret 2007 Penulis

(6)

v ABSTRAK

Kecik Putri N.B.W

Studi Kasus

Komunikasi dalam Keluarga (pasangan suami istri) Broken Home Kristiani 2007

Setiap pasangan suami istri yang membangun sebuah keluarga pasti mendambakan pernikahannya tetap harmonis dan bahagia. Namun dalam perjalanan rumah tangganya, konflik akibat faktor internal dan eksternal tidak dapat terelakkan. Agar hubungan suami istri tetap harmonis, diperlukan kemampuan berkomunikasi yang efektif. Namun sayangnya, tidak semua pasangan suami istri mampu melakukannya. Pemakaian komunikasi yang tidak efektif seringkali digunakan saat berkomunikasi dengan pasangan. Hal ini mengakibatkan hubungan rumah tangganya mulai retak dan tidak harmonis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi seperti apa yang terjadi pada keluarga (pasangan suami istri) yang telah mengalami kehancuran dalam rumah tangganya atau broken home, terutama pada pasangan suami istri yang beragama Kristiani dimana mereka tidak dapat bercerai.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif dan datanya diambil dari sepasang suami istri (2 orang) yang beragama Kristiani dan tinggal di Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara dan observasi terhadap subjek serta dilengkapi dengan wawancara terhadap orang terdekat subjek. Sedangkan langkah-langkah analisis data yang dilakukan adalah dengan menulis transkrip wawancara, membaca transkrip berulang kali kemudian melakukan pengkodean, mengidentifikasi gambaran tema pada masing-masing transkrip serta interpretasi data.

(7)

vi ABSTRACT Kecik Putri N.B.W

Case Study (of)

Communications in Family (Husband/Wife couple) Broken Home Christian 2007

Every couple that build a family surely desired their marriage still be happy and harmonious. But on the way its domestic conflict influenced by internal and external factor cannot be avoided. In order to make the relationship between of wife and husband still in harmonious, it needs effective communication skill. Unfortunately, not every couple can do that. The use of ineffective communication usage that is not effective mostly is used when communicates with the couple. It makes domestic relationship starts to break and not harmonious. The purpose of this research is to know the kind of communications in the family (husband and wife couple) which is already broken home, especially on the Christian couple where they cannot get divorced.

Approach used in this research is descriptive qualitative and the data is taken from Christian couple in Jogjakarta. Data intake is done by the method interview and observation to subject and also provided with the interview to people closest subject. While the steps for doing analyses the data is done by writing transcript interview, reading transcript repeatedly later, then making some codes identifying them at each transcript and also interpreting data.

(8)

vii

viii

KATA PENGANTAR

Setelah tertunda sangat lama, akhirnya penulis berhasil juga menyelesaikan tugas akhir ini. Sebenarnya tidak ada kendala yang cukup besar yang menghambat penulis dalam pembuatan skripsi ini. Kendala terbesar justru datang dari penulis sendiri, yaitu sering menunda pekerjaan dan kurang teliti. Selama proses penulisan skripsi ini, penulis memperoleh banyak sekali dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan beberapa kata kepada:

1. My best Father: Jesus Christ, atas segala berkat, rahmat dan kasih-Nya yang terus menerus padaku.

2. Bp. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.S, selaku dosen pembimbing skripsi untuk kesabaran, arahan, bimbingan dan maaf yang terus menerus diberikan selama pembuatan skripsi ini.

4. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi, M.Si., Ibu Titik Kristiani, S.Psi dan Ibu Kristiana Dewayani S.Psi., M.Si., selaku dosen-dosen pembimbing akademik. Atas saran dan bimbingannya selama penulis kuliah.

5. Bp. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. dan Bp. C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi, selaku dosen penguji untuk saran dan masukan bagi perbaikan skripsi ini.

6. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengajaran yang berguna dalam perkuliahan.

(9)

ix

bisa bernafas dengan sangat lega. Makasih buat dukungannya yang tidak terhingga selama ini dalam banyak hal walau terkadang ‘menyakitkan’. ‘Sahabat’ setiaku dirumah: Leo, Tofi, Yusak. atas ketaatan dan kesiagaannya menemaniku dihari-hari jenuhku.

8. My big family yang ada dimana-mana. My Lovely Grandma: Eyang Suwiyadi. Tante2&Om2ku: Tekeng, Om Jio, Mb Syair, Om Yok, Mb Sari, Temi, akhirnya Dedek kelar juga.

9. Seseorang yang dengan caranya tersendiri selalu dapat membuatku termotivasi untuk menjadi lebih baik dan lebih dewasa lagi. Seseorang yang selalu bisa membuatku untuk belajar lebih sabar lagi menjalani hidupku, Surya P.S Tampubolon, akhirnya “Aak” sudah bisa bernapas dengan lega sekarang. Thanks buat dukungan moril dan doanya selama ini. Miss U…

10.Pendeta-pendetaku yang tidak pernah bosan mendoakanku. Pak John, atas pembelajaran positive thinking-nya dan buat saran-sarannya saat aku mulai ‘lelah’. Bu Shirley, atas sindiran-sindirannya yang mendewasakanku. Papi Sunarno, atas penerimaan dan rasa sayangnya padaku.

11.Emma, sahabatku tersayang di Kalimantan, Iyek, Dian & Bebet, Thanks buat dukungannya dalam segala hal sejak di SMU hingga sampai detik ini. Sahabat yang selalu mau jadi ‘tempat sampah’ bagiku dan paling banyak tau kisah hidupku, dari baik sampai buruk. Miss U all so much…

(10)

x

13.Seseorang yang dengannya pernah kulewati hari-hari dalam suka dan dalam lebih banyak duka. Hari-hari yang selalu diwarnai dengan pertengkaran konyol yang gak dewasa. Mz Jarot, makasih buat kebersamaan yang dulu pernah kita lalui. 14.Mas Gandung, Mas Muji, Pak Gik dan Mbak Nanik untuk bantuan yang telah

diberikan selama penulis kuliah dan untuk senyumnya yang melegakan.

15.Andre, Kristianto ‘Akick’ Jakarta, Kris ‘tetanggaku’, Luluk ‘Kalimantan', trims buat kesempatannya bisa mengenal kalian. Ronald ‘dodol duren’. Jujur, aku lebih suka kamu yang dulu. Thanks banget buat semua yang udah kamu lakukan buatku selama kita deket. Jangan jenuh ngladeni kemanjaanku ya…. Fangkie, makasih buat kebaikan hatimu padaku. Jangan pernah lelah jadi temanku.

16.Temen-temen pelayananku di GKI Ngupasan: Franky, buat telinganya, makasih buat semua bantuannya saat aku memerlukanmu. Qtty ‘meong’, atas kebaikan hatinya mau kutebengin kekampus. Peppy, Temen-temenku bertumbuh bersama “Minori” : Ajeng, Kak Ephie, thanks buat doanya! Iwan, Gerson, Hendra, Irma ‘centil’, Ela ‘chubby’, Erik, Sherly, Ningrum, Rinto, Adek Elvan, Aji, Oni, Siane, Santi, thanks karena mau jadi ‘cucu-cucu’ yang membuatku jadi belajar untuk makin dewasa bersikap.

17.Temen-temen Klasis Pemuda GKI Yogya: Radith, Abram, Yudho, Bertha, Awin, Beni.

18.‘Kakak-kakakku’ di Gloria Graha, Kak Ida, Kak Tyas, Kak Widi, Kak Johan, pernah mengenal kalian merupakan satu pengalaman yang berharga bagi pertumbuhanku.

19.Temen-temen JOY Fellowship yang mengenalku.

(11)

xi

21.Koh Rudi dan karyawan ‘W@P cell group’. Makasih banget ya Koh buat kebaikan hati Koh Rudi sama Putri selama Putri kerja di W@P. Tak akan Putri lupa….

22.Mantan-mantan tempat kukerja.

23.Semua orang yang pernah lewat dan turut mempengaruhi hidupku dan membuatku bertambah dewasa. I will change and keep grow up…..

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v

ABSTRAK ……….. vi

ABSTRACT ……… vii

KATA PENGANTAR ……… viii

DAFTAR ISI ………... xii

DAFTAR TABEL ……….. xv

DAFTAR GAMBAR ………. xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah ……… 3

C. Batasan Penelitian ………. 3

D. Tujuan penelitian ……….. 3

E. Manfaat Penelitian ……… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Kristiani Broken Home 1. Pengertian Keluarga ……… 5

2. Keluarga Kristiani ………. 7

3. Keluarga Broken Home ………. 10

(13)

xiii B. Komunikasi Keluarga

1. Pengertian Komunikasi ………... 14

2. Komunikasi dalam Keluarga ……… 15

a. Komunikasi Non Verbal ……… 15

b. Adanya Komunikasi yang Positif …………. 16

c. Adanya Komunikasi yang Spesifik ………… 16

d. Adanya Pernyataan yang Realistis dan Masuk Akal...16

e. Pengujian Suatu Pengandaian Diri Terhadap Orang Lain Secara Lisan ……… 17

f. Pengakuan bahwa setiap Kejadian dapat dilihat dari Sudut Pandangan yang Berbeda-beda ……... 17

g. Adanya komunikasi yang Konstruktif ……….. 17

h. Adanya Tenggang rasa, Penuh Perhatian, Sopan dan Hormat terhadap anggota Keluarga dan Perasaan-perasaannya ……… 18

i. Adanya Alasan yang Rasional ……… 18

j. Ada Kemauan untuk Belajar Mendengar ……… 18

3. Komunikasi Interpersonal ………. 19

C. Komunikasi dalam Keluarga Kristiani yang Broken Home... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ……….. 29

B. Identifikasi Variabel Penelitian ………. 29

C. Subjek Penelitian ……… 30

D. Lokasi Penelitian ……… 30

(14)

xiv

F. Metode Pengumpulan Data ………. 31

G. Analisis Data ……… 36

H. Pemeriksaan Keabsahan Data……… 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembentukan Rapport ……… 40 2. Waktu dan Tempat Penelitian ……….… 41 B. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Data ……….. 44 2. Kesimpulan Hasil Penelitian………..… 47

C. Pembahasan ………. 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………. 53

B. Saran ……… 55

(15)

xv

DAFTAR TABEL

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam kehidupan berkeluarga, antara pasangan suami istri kadang timbul konflik rumah tangga. Hal ini dapat mengakibatkan perpecahan apabila dalam proses penyelesaiannya, baik suami maupun istri tidak bisa memegang komitmen yang telah mereka ucapkan saat menikah. Saat menikah, pasutri memang mengalami suatu “tekanan yang cukup berat” dalam menyesuaikan diri dengan pasangannya. Benteng pertahanan berupa komitmen “sampai kematian memisahkan kita”, yang pernah diucapkan oleh pasangan yang akan membina sebuah keluarga dan diikat dalam suatu ikatan pernikahan yang suci dan sakral, telah berubah menjadi pertaruhan tak pasti yang terus berlangsung dan berubah menjadi “bahwa perceraian kelihatannya lebih baik”. Semangat dan indahnya berpasangan bergeser menjadi suatu rutinitas, suatu pekerjaan yang memang harus dikerjakan. Berkurangnya pengertian sehingga kesenjangan komunikasi semakin lebar adalah hal yang tak bisa terelakkan lagi. Banyak pasutri kehilangan ketrampilan dasar berkomunikasi yang sangat dibutuhkan untuk membuahkan adanya sikap saling pengertian guna membangun pernikahan yang kuat dan bertumbuh.

(18)

mengungkapkan bahwa inti dari pernikahan adalah bagaimana cara berkomunikasi.

Pasutri dalam penelitian ini, merupakan pasangan yang sudah menikah cukup lama, namun jarang berkomunikasi dari hati ke hati, akibatnya dalam rumah tangga mereka sering terjadi perselisihan dan permusuhan. Setiap permasalahan yang timbul tidak di selesaikan dengan komunikasi yang baik, saling pengertian, namun saling menyalahkan satu sama lain. Hal ini menyebabkan semakin terjadinya kesenjangan komunikasi di antara mereka. Mereka menikah di gereja dan pernikahan mereka diberkati oleh seorang pendeta dan disaksikan oleh majelis gereja (sebagai wakil gereja) serta pihak keluarga, jadi pernikahan tersebut sudah disucikan dan dikuduskan atas nama Tuhan. Baik istri maupun suami tidak dapat mengubah apa yang sudah dikuduskan dan dipersatukan oleh Allah dan menyadari bahwa mau tidak mau pasangan yang sudah dipersatukan harus terus berjalan dan membina keluarga walaupun tanpa adanya saling penyesuaian dan pengertian satu sama lain.

(19)

home), namun walaupun begitu mereka tidak bercerai dan masih tinggal dalam satu rumah (broken home semu).

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah “Bagaimana komunikasi yang terjadi pada pasangan suami-istri Kristiani yang broken home?”

C. Batasan Penelitian

Pembatasan studi pada penelitian ini adalah jenis/ragam komunikasi penyebab keretakan hubungan pasutri yang seperti apa saja yang menyertai subjek dalam berkomunikasi dengan pasangannya.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan melalui tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi yang terjadi dalam pasangan suami istri kristiani yang mengalami broken home.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wacana yang berkaitan dengan ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Komunikasi yang memfokuskan pada permasalahan komunikasi dalam keluarga.

(20)

2. Manfaat Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a. Pasangan suami istri yang sering timbul perselisihan/pertengkaran, dikarenakan kesenjangan komunikasi atau pola komunikasi yang dipakai kurang tepat agar di kemudian hari mereka mampu berkomunikasi dengan baik agar dapat terbina keharmonisan dan keserasian antara suami istri. b. Pasangan muda-mudi kristiani, agar mereka dapat lebih mempersiapkan

diri sebelum memasuki jenjang pernikahan, terutama dalam hal berkomunikasi karena komunikasi merupakan salah satu kunci pokok terciptanya pernikahan yang bahagia.

c. Pasangan Suami-istri Kristiani dan calon pasangan suami-istri agar mereka dapat menghindari komunikasi yang dapat menyebabkan keluarga yang broken home.

3. Manfaat Umum

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KELUARGA KRISTIANI BROKEN HOME 1. Pengertian Keluarga

Keluarga menurut Vembriarto (1982) merupakan kelompok sosial yang kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Hubungan sosial diantara anggota keluarga tersebut relatif tetap, didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan/atau adopsi serta dijiwai oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1982), keluarga terdiri dari ibu, bapak dengan anak-anaknya atau orang seisi rumah yang menjadi tanggungan atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.

Ciri khas dari suatu keluarga menurut Mc Iver & Page (1952) adalah: adanya tanggung jawab dari suami dan istri terhadap kehidupan ekonomi dan sosial dari keturunannya, adanya tempat kediaman yang sama, didasarkan atas ikatan emosional antara suami-istri maupun dengan anak-anak terhadap orangtuanya dan adanya hubungan kekeluargaan.

(22)

Gambar 1. Sistem Interaksi antar anggota keluarga

Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa masing-masing anggota mempunyai jumlah hubungan yang sama terhadap anggota lainnya. Kemungkinan jumlah antar aksi anggota keluarga dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

X = Y² - Y 2 Keterangan : X = jumlah hubungan Y = jumlah anggota keluarga

Seandainya gambar diatas kita hitung (mempunyai 4 anggota keluarga) maka akan kita dapati jumlah hubungan dalam keluarga tersebut adalah 6 sedangkan jika dalam suatu keluarga belum mempunyai anak, maka hubungan yang terjadi antara pasangan suami-istri yang membentuk sebuah keluarga adalah 1, yaitu hubungan timbal-balik antara pasangan suami istri itu sendiri.

Bisa disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan kecil orang-orang yang tinggal bersama di tempat yang sama, yang di dasarkan atas hubungan darah/ikatan darah serta perkawinan. Biasanya keluarga terdiri atas pasangan

ayah ibu

anak

(23)

suami istri dan atau tanpa anak, mempunyai sistem jaringan interaksi yang bersifat interpersonal, dimana masing-masing anggota keluarga mempunyai intensitas hubungan satu sama lain. Keluarga juga mempunyai ciri dimana ada tanggung jawab dari pasangan suami istri terhadap kehidupan ekonomi dan sosial keluarganya. Sebuah keluarga didasarkan atas adanya ikatan emosional baik antara suami dan istri maupun dengan anak-anak (jika mempunyai anak) dan antara anak dengan orang tuanya, sehingga di dalam keluarga timbul suasana saling mengasihi satu sama lain, adanya rasa memiliki dalam keluarga dan juga rasa tanggung jawab terhadap keluarganya.

2. Keluarga Kristiani

Bagi orang kristiani, pernikahan antara pria dan wanita bukanlah suatu kebetulan, juga bukan merupakan kontrak antara pria dan wanita yang ingin hidup bersama saja, melainkan suatu panggilan yang berasal dari Allah sendiri. Dengan kata lain, dalam perkawinan Kristiani, Tuhan ikut campur di dalamnya, Tuhan yang mempersatukan mereka berdua dan menginginkan agar cinta mereka berdua semakin berkembang dan membahagiakan.

(24)

“ekslusif” (satu dengan satu = monogami) dan untuk seumur hidup (tak terceraikan).

Adapun ciri-ciri perkawinan Kristiani menurut Gilarso (1996), adalah: 1. Monogami

Seorang suami selayaknya hanya mempunyai satu istri saja, demikian pula istri mempunyai satu suami saja. Dengan demikian, cinta mereka penuh dan utuh serta tak terbagi. Hal itu juga mencerminkan prinsip bahwa pria dan wanita mempunyai martabat yang sama.

2. Tak terceraikan

Dalam perkawinan, suami dan istri telah mempersatukan diri dengan bebas, bahkan disatukan oleh rahmat Tuhan sendiri. Cinta sejati adalah cinta yang setia dalam keadaan bagaimanapun juga. Perceraian membuktikan bahwa suami dan istri gagal mengembangkan cinta yang sejati.

3. Terbuka bagi keturunan

Suami dan istri diharapkan bersedia mempunyai anak, bila Tuhan memberikannya. Adapun jumlah dan jarak kelahiran anak perlu direncanakan bersama dengan bijaksana. Segala bentuk penguguran harus ditolak dengan tegas, karena jelas-jelas merupakan sikap menolak keturunan yang sudah ada.

4. Keluarga Kristiani adalah “Gereja mini”

(25)

tetapi lebih pada sikap atau penghayatan agama, yang diwujudkan dalam usaha untuk menjaga suasana kedamaian, kerjasama dan kerukunan dalam keluarga. Dengan demikian, Tuhan sendiri akan hadir ditengah-tengah keluarga untuk membawa keselamatan dan rahmat-Nya.

Suami dan istri Kristiani diberi tugas oleh Gereja (dan Negara) untuk membangun keluarga yang penuh dengan cinta kasih agar dapat mendidik generasi muda dengan baik serta ikut membangun masyarakat dan ikut membangun Gereja. Maka, mereka pertama-tama diharapkan aktif meneguhkan iman mereka sendiri dengan membina hidup rohani keluarganya sendiri (berdoa bersama, mengikuti ibadah di gereja, dsb), serta mendidik anak-anak dalam sikap beriman yang benar. Juga menjadi saksi Kristus dengan cara aktif ikut mengambil bagian dalam kegiatan umat beriman.

Jadi keluarga kristiani dapat juga didefinisikan sebagai persatuan antara pria dan wanita yang telah disatukan oleh kasih Kristus dalam ikatan pernikahan yang suci dan kudus, maka diharapkan pula dalam membina hidup rumah tangganya mereka juga dapat memancarkan kasih, baik terhadap pasangannya maupun terhadap sekitarnya. Keluarga Kristiani juga memperlihatkan cirri: monogami, tak terceraikan, terbuka bagi keturunan dan merupakan gereja mini.

3. Keluarga Broken Home

(26)

teladan. Bisa jadi mereka bercerai, pisah ranjang atau terjadi keributan yang terus menerus dalam keluarga.

Ada 5 ruang dimana keretakan dalam suatu pernikahan itu dapat terjadi menurut Andu (2005). ruang pertama, terletak ruangan dimana hubungan antara pasangan suami dan istri mulai renggang. Konflik, perselisihan,ketidak cocokan mewarnai ruangan pertama ini. Dan jika disini tidak terselesaikan, maka suami-istri akan masuk keruangan kedua dimana terdapat suasana yang ‘kering’. Tidak ada lagi hubungan emosional antara pasangan suami-istri. Jika disini tidak terselesaikan juga, maka masuklah pasangan itu kedalam ruang ketiga, yaitu dimana pasangan suami dan istri mulai terpisah secara fisik. Jika suami tidur dikamar utama, maka si istri akan tidur ditempat yang lain atau jika suami bekerja diluar kota maka si istri tidak akan ikut bersama suaminya melainkan memilih tinggal sendiri di kota yang berbeda. Jika mereka masih juga tidak menyelesaikan masalah, maka pasangan suami istri ini akan terseret lebih jauh lagi kedalam ruangan keempat dimana antara suami dan istri akan sangat menderita karena mereka seperti dua orang asing yang berada dalam satu rumah (mengalami keterpisahan). Akhirnya, ruang yang kelima akan terbuka lebar, yaitu perpisahan.

(27)

berdua terus menerus malakukan hal-hal yang makin dapat melukai kedua belah pihak, seperti menguasai, selalu membanding-bandingkan pasangannya dengan orang lain, lebih mengasihi anak daripada pasangan (jika sudah memilki anak) dan mempunyai impian-impian yang berbeda tanpa berusaha menyatukannya (Andu, 2005).

Keluarga berantakan adalah keluarga yang integritas, hubungan akrab dan solidaritasnya telah rusak oleh adanya ketegangan dan konflik (KBBI, 1982).

Keluarga retak, lagi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1982), adalah keluarga dimana hubungan antara ayah dan ibu serta anak-anaknya tidak harmonis.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1982), cerai atau pisah adalah putusnya hubungan sebagai suami dan istri selagi mereka masih hidup. Sedangkan bercerai atau berpisah adalah tidak bercampur atau tidak berhubungan atau tidak bersatu. mulai terpisah secara fisik.

(28)

4. Keluarga Kristiani Broken Home

Kekacauan keluarga kristiani dapat ditafsirkan juga sebagai “pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka secukupnya” (Goode, 1961). Menurut definisi ini maka macam utama kekacauan keluarga kristiani adalah sebagai berikut :

1} Ketidaksahan

Ini merupakan unit kelurga yang tidak lengkap, merupakan salah satu bentuk kegagalan peran lainnya dalam keluarga, dikarenakan si suami ‘tidak ada’ (tidak berperan sebagaimana mestinya sebagai kepala keluarga) dan mengakibatkan ia tidak menjalankan tugasnya (kewajibannya) seperti apa yang ditentukan oleh masyarakat pada umumnya atau oleh si istri.

2} Pembatalan, perpisahan perceraian dan meninggalkan

terpecahnya keluarga disini disebabkan karena salah satu atau kedua pasangan tersebut memutuskan untuk saling meninggalkan dan dengan demikian otomatis berhenti melaksanakan kewajiban dan perannya sebagai suami ataupun istri.

3} “keluarga selaput kosong”

(29)

4} Ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan

Beberapa keluarga terpecah karena si suami atau si istri telah meninggal, dipenjara atau terpisah dari keluarga karena perang, depresi atau malapetaka lain.

5} Kegagalan peran penting yang ‘tak diinginkan’

Malapetaka dalam keluarga mungkin mencakup penyakit mental, emosional atau badaniah yang parah. Seorang anak terbelakang mentalnya atau seorang suami atau istri mungkin menderita penyakit jiwa. Penyakit yang parah dan terus menerus mungkin juga dapat menyebabkan kegagalan dalam keluarga dan dalam menjalankan kewajiban dan peran utamanya.

(30)

B. KOMUNIKASI KELUARGA 1. Pengertian Komunikasi

Secara luas, komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar, untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima (Johnson dalam Supratiknya, 1995).

Lebih lanjut, Rogers dan Chaemaker dalam Mardikanto (1988) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana semua partisipan atau pihak-pihak yang berkomunikasi saling menciptakan, berbagi, menyampaikan dan bertukar informasi antara satu orang dengan orang lainnya dalam rangka mencapai suatu pengertian bersama. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Komunikator Pengertian Bersama Komunikan

Gambar 2. Proses Komunikasi

(31)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses dimana satu atau dua orang ataupun lebih melakukan interaksi untuk dapat saling berbagi, menyampaikan dan bertukar informasi antara satu orang dengan orang lainnya baik secara verbal maupun non verbal antara komunikan dan komunikator sehingga terjadi hubungan timbal balik untuk mencapai suatu tujuan bersama dan terjadi saling pengertian bersama.

2. Komunikasi dalam Keluarga

Dalam keluarga, pertama kali interaksi dan komunikasi terjadi. Komunikasi dalam keluarga sangatlah penting, karena komunikasi merupakan dasar dari keseluruhan interaksi antar anggota keluarga. Komunikasi dalam keluarga ternyata mempunyai beberapa ciri yang dapat menyelaraskan kehidupan dalam suatu keluarga, ciri tersebut dimaksudkan agar masing-masing anggota keluarga dapat semakin memahami satu dengan yang lain. Menurut Wahlroos (1988), ciri tersebut adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi non-verbal

(32)

b. Adanya komunikasi yang positif

Yang dimaksud dengan komunikasi yang positif dalam hal ini adalah setiap komunikasi yang memperlihatkan perhatian terhadap orang lain yang dapat mendorong perkembangan potensinya dan yang cenderung untuk membuat kepercayaan dirinya bertambah.

c. Adanya komunikasi yang spesifik

Dalam hal ini Komunikasi yang jelas dan spesifik maksudnya adalah apa yang menjadi persoalan atau masalah dalam rumah tangga harus disampaikan sesuai dengan kenyataan yang terjadi tanpa berusaha untuk mencari-cari kesalahan pasangannya dan juga agar tetap konsisten pada topik yang menjadi masalah. Usaha untuk mencari kesalahan pasangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, dendam, dan ketidaksenangan pada pasangannya.

d. Adanya pernyataan yang realistis dan masuk akal

(33)

e. Pengujian suatu pengandaian diri terhadap orang lain secara lisan Pentingnya menguji pengandaian tidak dapat diabaikan, karena sebagian besar konflik, rasa benci dan kadang-kadang dapat disebabkan oleh pengandaian yang belum diuji atau belum dimintakan penjelasannya. Seringkali dalam diri seseorang akan timbul pengandaian tentang suatu hal berkenaan dengan orang lain. Oleh karena itu, setiap kali muncul pengandaian tentang pasangan kita, pengandaian itu haruslah diungkapkan atau dipertanyakan kepada pasangannya sehingga tidak terjadi konflik dalam rumah tangga.

f. Pengakuan bahwa setiap kejadian dapat dilihat dari sudut pandangan yang berbeda-beda

Suami atau istri biasanya merasa terancam jika pasangannya tidak setuju dengan pendapatnya dan menganggap sikap demikian itu sebagai suatu sikap yang “kurang ajar” atau tidak menghormati, walaupun dalam pemilihan kata atau nada suara, mereka tetap hormat. Suami atau istri semacam ini lebih suka marah kepada pasangannya daripada membicarakan perbedaan pandangan mereka. Perbedaan pendapat antara suami dan istri harusnya dapat diterima dengan baik, dipertimbangkan dan dibicarakan secara tuntas. Hal ini bisa dilaksanakan dalam musyawarah keluarga, dimana dalam musyawarah keluarga akan tercipta pemahaman akan masing-masing pihak.

g. Adanya komunikasi yang konstruktif

(34)

interaksi komunikatif dimana terdapat pertukaran gagasan dan perasaan, menghormati hak orang lain, mengemukakan pendapat dengan tidak memotong pembicaraan lawan bicara ketika ia sependapat maupun tidak sependapat, sehingga tercapai saling pengertian. Akan lebih baik jika pasangan suami istri bertindak masuk akal, yaitu mengutarakan kemarahannya secara jujur dan menyebutkan alasan kemarahannya.

h. Adanya tenggang rasa, penuh perhatian, sopan dan hormat terhadap anggota keluarga dan perasaan-perasaannya

Tenggang rasa adalah pendekatan pada orang lain melalui komunikasi yang jujur dan terbuka, tetapi tetap memperlihatkan rasa hormat terhadap perasaan-perasaan orang lain dan menjaga agar jangan sampai melukai hatinya secara tidak perlu. Tenggang rasa berarti memahami perasaan-perasaan orang lain pada saat mendengarkannya berbicara. Tenggang rasa akan terwujud jika ada rasa hormat dan peka pada apa yang dirasakan oleh orang lain.

i. Adanya alasan yang rasional

Dalih adalah suatu pernyataan yang menyembunyikan alasan sebenarnya atau menghindari pernyataan mengenai alasan yang sebenarnya. Dalam berkomunikasi seharusnya dalih tidak digunakan tetapi sikap jujur dan terbuka sebagaimana syarat komunikasi yang baik. j. Ada kemauan untuk belajar mendengar

(35)

tepat bagi isi pembicaraannya. Cara yang efektif yang dapat digunakan untuk berbicara pada pasangan agar ia dapat mendengarkan secara aktif adalah dengan meminta umpan balik dari pasangan. Gordon dalam Wahlroos (1988) menyatakan bahwa mendengarkan adalah hal yang penting dan sulit dilakukan. Suami/istri seharusnya mau mendengarkan apa yang menjadi kesulitan pasangannya dan bukan malah menasehatinya secara berlebihan atau bahkan menentang bila ada hal-hal yang tidak disukainya.

3. Komunikasi Interpersonal

Salah satu faktor penting untuk menciptakan suasana keluarga yang hangat dan akrab tanpa mengurangi arti penting faktor lainnya adalah komunikasi interpersonal. Pada komunikasi interpersonal, dibutuhkan keterlibatan secara intensif dari orang-orang yang melakukan komunikasi. Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana, 2003) . Dua orang yang terlibat dalam komunikasi interpersonal akan saling terlibat dalam dialog yang terbuka, jujur dan hangat. Pentingnya komunikasi interpersonal dalam keluarga ditekankan oleh Laswell (1982), bahwa tanpa adanya komunikasi interpersonal dalam keluarga menjadikan para anggota keluarga merasa terasing, kesepian, tidak dihargai dan merasa tidak diterima.

(36)

dalam komunikasi interpersonal akan saling terlibat dalam dialog yang terbuka, jujur dan hangat. Komunikasi dalam keluarga juga mempunyai beberapa ciri, yaitu adanya kemauan untuk belajar mendengar, adanya alasan yang rasional, adanya komunikasi non-verbal, adanya komunikasi yang positif, adanya komunikasi yang spesifik, adanya pernyataan yang realistis dan masuk akal, adanya pengujian tentang suatu pengandaian diri terhadap orang lain secara lisan, adanya pengakuan bahwa setiap kejadian dapat dilihat dari sudut pandangan yang berbeda-beda, adanya komunikasi yang konstruktif, adanya tenggang rasa, penuh perhatian, sopan dan hormat terhadap anggota keluarga dan perasaan-perasaannya.

C. KOMUNIKASI DALAM KELUARGA KRISTIANI YANG BROKEN HOME

Hidup bersama dan membangun sebuah keluarga Kristiani juga berhubungan dengan komunikasi. Komunikasi adalah kunci menuju keluarga yang bahagia. Tidak hanya suami dan istri saja melainkan juga anak-anak pun akan merasakan kebahagiaan dalam keluarganya bila komunikasi antar anggota keluarga terjalin dengan baik. Sikap dasar ialah “mau mengerti” dan “mau menerima”.komunikasi yang seperti inilah yang efektif dapat memperkuat hubungan pasangan suami istri.

(37)

sehat dan yang akan mampu meningkatkan keintiman antara pasangan suami istri.

Komunikasi yang non efektif, dimana antara kedua belah pihak tidak bisa saling mendengarkan dan memahami dengan baik maksud yang akan disampaikan oleh lawan bicaranya. Komunikasi yang non efektif ini terjadi jika antara suami dan istri tidak bisa saling memahami masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda, namun hanya dari satu sudut pandang saja, yaitu sudut pandangnya sendiri. Mereka juga tidak dapat memahami masalah dan tidak dapat menghargai satu sama lain. Baik suami ataupun istri sama-sama menanggapi masalah dengan emosi dan tidak dapat memahami perasaan masing-masing serta suka mencari-cari kesalahan pasangannya. Komunikasi tidak efektif juga terjadi saat salah satu dari pasangan suami atau istri menceritakan kekurangan atau kesalahan pasangannya kepada pihak luar yang tidak relevan dengan permasalahan mereka tersebut. Saat seorang suami melakukan kekerasan pada istrinya, baik secara fisik, materi maupun psikis, juga dapat merusak relasi diantara keduanya. Luapan emosi hendaknya dapat dikendalikan atau lebih baik jika dihindarkan. Membanting pintu dengan keras karena emosi tidak hanya dapat merusak pintu tersebut namun juga dapat memperparah dan merusak relasi.

(38)

sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang tidak ditangkap atau tidak dipahami oleh penerima. Keefektifan komunikasi yang dilakukan tidak dapat dinilai bila apa yang dimaksudkan tidak jelas dan harus benar-benar tahu apa yang diinginkan. Salah satu hal yang membuat definisi awal mengenai komunikasi efektif tidak memadai (“bila orang berhasil menyampaikan maksudnya”) adalah bahwa dalam berkomunikasi, mungkin kita menginginkan sebuah hasil atau lebih dari beberapa kemungkinan hasil yang dapat diperoleh.

Komunikasi pasangan suami istri yang kurang efektif menurut Stoop (2002), sebagai berikut :

1. Membuat malu atau menyalahkan pasangan

Saat berkomunikasi dengan nada menyalahkan atau membuat malu pasangan, kita akan membuat pasangan bersikap mempertahankan diri. Saat sikap mempertahankan diri ini muncul, kita tidak merasa seakan-akan kita telah mendengar atau memahami. Untuk menjaga agar perasaan diri sendiri tidak terluka, biasanya kita masuk kedalam pertengkaran atau menyerangnya dengan kata-kata. Pasangan suami istri akibatnya tidak lagi mampu membicarakan rasa sakit hati atau frustrasinya dengan baik. Mereka akan jarang dapat bergerak menuju proses penyelesaian konflik yang tidak merugikan pihak manapun. Sebagian besar pasangan mengakhiri pertengkaran dengan beberapa masalah lain seperti “mengejar kelinci”.

2. Suka memberikan label, sebutan atau julukan yang meremehkan

(39)

atau marah. Suami atau istri biasanya mengucapkan kata-kata julukan atau meremehkan, seperti bodoh, tidak peka, egois, dungu, idiot, malas, keras kepala dan manja untuk membalas sakit hatinya kepada pasangan. Kata-kata hinaan ini akan memperburuk hubungan dan mempersulit mereka kembali ke pokok masalah.

3. Lebih suka marah kepada pasangan dibandingkan bila menyatakan dengan jujur bahwa dirinya terluka, tertekan dan terganggu

(40)

berbicara, situasinya juga semakin bertambah buruk. Akhirnya, mereka tidak lagi saling mendengarkan, mulai saling menyela dan dengan cepat tidak lagi berkomunikasi dengan efektif.

4. Suka menjauh, menghindar dan mengasingkan diri bila ada masalah dengan pasangan

Saat suami atau istri menjauhi atau menghindar dari pasangannya, ia akan merasa diabaikan dan ditinggalkan. Pasangannya akan merasa seolah-olah kita sedang mencoba menghukumnya. Munculnya perasaan seperti ini akan membuat hubungan memburuk. Masa pendinginan memang dapat membantu suami atau istri menyegarkan kembali pikiran dan mengontrol emosi. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai masa pendinginan ini membuat pasangan kita merasa dijauhi, diasingkan atau dihindari.

5. Tidak berusaha mendengarkan semuanya secara lengkap

(41)

6. Suka menuntut

Ketika masih pacaran, biasanya pasangan suami istri bersikap sangat sopan dan baik. Setelah bulan madu, segalanya berubah dengan cepat. Sungguh mengherankan bagaimana mereka menjadi tidak bersemangat lagi dengan pasangannya. Pasangan suami atau istri tidak lagi meminta, tetapi malah menuntut. Mereka lupa mengatakan, “Apakah kamu bersedia untuk…?” atau “Apakah kamu mau mengambilkan aku…?” Suami atau itri terkadang memperlakukan pasangannya seperti anak-anak dengan memberi tahu tentang apa yang akan dan harus dilakukan dan kapan melakukannya. Tuntutan biasanya menciptakan reaksi mempertahankan diri. Powell (dalam Stoop, 2002) berkata, “komunikasi yang cerdas adalah kemampuan bersikap jujur dan baik pada saat bersamaan”.

7. Suka menyela

(42)

8. Suka menggunakan ancaman

Pasangan suami istri sering tidak menyadari bahwa mereka terkadang menggunakan ancaman. Ketika mereka merasa putus asa, terpojok atau sangat tertekan, suami atau istri cenderung menggunakan kalimat seperti, “jika kamu tidak menghentikan hal itu, maka aku akan…” Ancaman menyebabkan pasangan mereka tidak hanya menjadi bersikap mempertahankan diri, tetapi juga agresif. Berusahalah untuk tidak menggunakan ancaman. Berhentilah sejenak dan jaga lidah kita.

9. Menggunakan kata-kata yang merendahkan dan tidak menguatkan

Memulai percakapan dengan mengucapkan beberapa bentuk pernyataan positif selalu merupakan hal yang paling baik. Sebagian besar dari pasangan suami istri cenderung mengambil posisi bertahan ketika pasangannya memberi tahu bahwa sikap kita membuatnya terluka. Jika kita menguatkan pasangan kita, maka kita membantunya mempersiapkan diri mendengarkan rasa sakit hati. Suami istri harus dapat saling menguatkan sehingga ia bersedia membicarakan konflik. Sebagai contoh, “terima kasih karena bersedia mengungkapkan pikiran dan perasaanmu”. Jadikan mengucapkan kata-kata penguatan menjadi bagian dari seluruh percakapan.

10.Tidak dapat mengendalikan diri saat marah

(43)

emosi memuncak. Terlebih bila pertengkaran sudah mengarah pada kekerasan baik secara fisik maupun secara verbal.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam keluarga kristiani broken home dapat juga didefinisikan sebagai suatu proses antara pria dan wanita yang telah disatukan oleh kasih Kristus dalam ikatan pernikahan yang suci dan kudus yang tidak melakukan interaksi interpersonal dan tidak dapat saling berbagi dan bertukar informasi secara verbal maupun non verbal sehingga tidak tercapai suatu tujuan dan pengertian bersama. Hal ini mengakibatkan mereka mulai menderita karena mereka seperti dua orang asing yang berada dalam satu rumah (mengalami keterpisahan) bahkan mulai memisahkan diri secara fisik. Komunikasi dalam keluarga kristiani yang broken home bisa didefinisikan juga sebagai komunikasi yang menggunakan pola komunikasi yang kurang efektif sehingga menyebabkan pesan yang ingin disampaikan diterima dengan tidak maksimal dan tidak sesuai dengan harapan si pengirim pesan. Komunikasi yang kurang efektif yang muncul dalam komunikasi keluarga kristiani yang broken home mempunyai beberapa ciri sebagai berikut :

1. Sering/pernah membuat malu atau menyalahkan pasangannya sehingga membuat pasangannya merasa tertekan, tidak dihargai dan terluka.

(44)

(ciri komunikasi ini merupakan gabungan dari komunikasi yang suka memberikan label, sebutan atau julukan yang meremehkan dan komunikasi yang suka menggunakan kata-kata yang merendahkan dan tidak menguatkan)

3. Lebih suka marah-marah terhadap pasangan dan tidak mengkomunikasikan perasaannya

4. Lebih suka menghindar, menjauh dan mengasingkan diri saat sedang ada masalah dengan pasangan

5. Tidak berusaha mendengar pasangannya berbicara secara lengkap sampai selesai dengan menyela pembicaraannya

(ciri komunikasi ini merupakan penggabungan dari komunikasi yang suka menyela dan komunikasi yang tidak berusaha mendengarkan semuanya secara lengkap)

6. Lebih suka menuntut pasangannya daripada meminta secara sopan dan baik

7. Suka memakai ancaman pada pasangannya saat berbicara

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan studi kasus sebagai metodologi penelitiannya. Penelitian studi kasus ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus saja yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Dalam penelitian ini, peneliti hanya melakukan analisis berdasarkan pemahaman tentang argumen yang diberikan oleh subjek penelitian tanpa melakukan pengukuran angka-angka. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada dinamika dan proses. Penelitian ini merupakan penelitian dengan konteks alamiah yang memfokuskan pada variasi pengalaman subjek penelitian.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

(46)

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 2 (dua) orang, yaitu sepasang suami istri yang membangun sebuah keluarga kristiani dan mengalami suatu keretakan hubungan dalam rumah tangganya namun tidak bisa bercerai karena secara hukum agama Kristen tidak diperbolehkan. Hubungan pasangan suami istri ini mengalami ketegangan dalam rumah tangganya, walaupun masih berada dalam satu rumah. Untuk menjaga kerahasiaan subjek, maka beberapa identitas subjek seperti nama, alamat tempat tinggal dan tanggal lahir, yang tidak berpengaruh langsung terhadap penelitian ini sengaja disamarkan.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan didaerah Yogyakarta

E. Definisi Operasional

Komunikasi Keluarga (Pasangan Suami Istri) Kristiani Broken Home

(47)

integritas, hubungan akrab dan solidaritasnya antara suami istri telah rusak oleh ketegangan dan konflik serta menjadi tidak harmonis dan selaras lagi.

Adapun ciri komunikasi dari keluarga yang broken home, adalah sebagai berikut :

1. Adanya komunikasi dengan nada yang menyalahkan atau yang membuat malu pasangan

2. Suka memberikan label, sebutan atau julukan dan pemakaian kata-kata yang menghina, merendahkan, meremehkan dan tidak menguatkan pasangan

3. Lebih suka marah-marah terhadap pasangan dibanding dengan jujur mengatakan atau mengkomunikasikan perasaannya bahwa ia terluka, tertekan dan kecewa terhadap pasangan

4. Lebih suka menghindar, menjauh dan mengasingkan diri saat sedang ada masalah dengan pasangan

5. Tidak berusaha mendengarkan pasangannya berbicara secara lengkap sampai selesai dengan menyela pembicaraannya

6. Lebih suka menuntut pasangannya

7. Suka memakai ancaman pada pasangannya saat berbicara

8. Tidak dapat mengendalikan dirinya saat marah, kesal atau jengkel pada pasangannya

F. Metode Pengumpulan Data

(48)

antar aspek dalam fenomena tersebut. Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Observasi merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung.

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan. Di dalam observasi partisipan, peneliti adalah bagian dari keadaan alamiah, tempat dilakukannya observasi. Peneliti menggunakan observasi partisipan karena dalam penelitian ini peneliti mengamati perilaku subjek secara langsung, namun tetap berusaha menjalin hubungan yang erat dengan subjek sehingga peneliti tetap memperoleh data dan informasi secara langsung melalui interaksi tersebut. Desain penelitian kualitatif ini bersifat alamiah. Peneliti tidak berusaha memanipulasi setting penelitian, melainkan membiarkan kondisi yang diteliti berada dalam keadaan yang sesungguhnya. Dari perilaku yang tampak atau sikap yang tidak disadari oleh subjek dapat memberi tanda dari adanya konflik dan motivasi tersembunyi. Oleh karena itu, dengan metode observasi secara khusus dapat digunakan untuk mengamati secara langsung perilaku atau sikap subjek yang tampak dan tidak disadarinya.

(49)
(50)

Wawancara dengan pedoman umum dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 1. Panduan wawancara NO Ciri Komunikasi Keluarga

Kristiani Broken Home

Topik Pertanyaan Kode

1. Adanya komunikasi dengan nada yang menyalahkan atau membuat malu pasangan

- Apakah saat mengkomunikasikan

ketidaksetujuannya pada pasangannya, subjek memakai

nada yang menyalahkan pasangan - Apakah sikap subjek saat kecewa

atau sedang merasa tertekan terhadap pasangannya dapat membuat malu pasangan, misalnya marah-marah pada pasangan didepan umum

- Apakah subjek pernah/sering melakukan perbuatan yang bisa membuat malu pasangannya, misalnya cerita keburukan pasangannya ke orang lain.

- Apakah subjek pernah/sering menyalahkan pasangannya

AKOMSAL

2. Suka memberikan label, sebutan atau julukan, pemakaian kata-kata yang menghina, merendahkan dan tidak menguatkan serta meremehkan pasangan

- Bagaimana cara subjek menggunakan kata-kata pada pasangannya, apakah subjek pernah/sering memakai kata-kata yang dapat menghina pasangannya, saat ia marah atau pun terluka (misal: bodoh, egois, keras kepala, dst)

- Bagaimanakah cara subjek bersikap dan berkomunikasi/berbicara

(51)

dengan pasangannya, apakah sikap/kata-kata subjek tersebut bisa merendahkan harga diri pasangannya

3. Lebih suka marah-marah pada pasangan dibanding dengan jujur mengatakan/mengkomunikasikan bahwa kita terluka, tertekan dan kecewa dengan pasangan

- Bagaimana cara subjek

mengkomunikasikan atau membicarakan perasaan kecewanya, rasa sakit hatinya atau

perasaan frustrasi dan tertekannya pada pasangannya, apakah subjek dapat mengatakan perasaan-perasaannya tersebut dengan jujur tanpa ditutup-tutupi dan tanpa marah-marah

SMM

4. Suka menjauh, menghindar dan mengasingkan diri bila ada masalah dengan pasangan

- Bagaimana sikap subjek saat ia sedang bermasalah dengan pasangannya ?

- Bagaimana cara subjek

menyelesaikan permasalahannya dengan pasangannya, apakah ia dapat menyelesaikannya dengan baik dan tidak menghindar dari pasangan ?

JAHINAS

5. Tidak berusaha mendengarkan pasangannya berbicara secara lengkap sampai selesai dengan menyela pembicaraannya

- Bagaimana sikap subjek saat pasangannya sedang berbicara, apakah subjek mendengarkan sampai selesai dan tidak menyela pasangannya (bersikap empatik)

TBM

6. Suka menuntut - Bagaimana cara subjek meminta sesuatu pada pasangan, apakah subjek mendikte pasangannya dengan memberi tahu apa yang

(52)

harus dilakukan oleh pasangannya - Bagaimana sikap subjek saat

pasangannya tidak dapat memenuhi keinginan atau permintaan subjek

7. Suka menggunakan ancaman - Apakah subjek pernah mengancam pasangannya (baik melalui perkataan ataupun tindakan) saat ia merasa terdesak, tertekan dan putus asa menghadapi pasangannya

SMA

8. Tidak dapat mengendalikan dirinya saat marah, kesal atau jengkel pada pasangannya

- Apakah subjek dapat

mengendalikan dirinya saat ia sedang marah atau jengkel terhadap pasangannya

- Saat subjek marah dengan pasangannya, bagaimana ekspresi kemarahan/kekesalan subjek tersebut?

TDMD

Sedangkan wawancara terhadap orang dekat subjek bertujuan untuk mengkonfirmasikan hal-hal yang telah diungkapkan oleh subjek penelitian, sebatas yang diketahui tentang subjek dan dialami oleh orang tersebut bersama subjek.

G. Analisis Data

(53)

data hasil observasi dan wawancara kemudian mengurutkan data ke dalam pola. Kategori dan kesatuan hubungannya sehingga dapat ditemukan tema serta interpretasi data.

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data kualitatif pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memindahkan hasil wawancara dari kaset rekaman hasil wawancara ke kertas kosong yang dinamakan transkrip verbatim. Saat melakukan proses pemindahan hasil rekaman, peneliti mendengar dengan seksama dan mencatatnya di kertas yang telah disediakan. Semua hasil wawancara dalam bentuk kata-kata apapun atau kalimat apapun disalin kembali ke dalam kertas.

2. Memberikan nama untuk masing-masing transkrip tersebut serta membubuhkan tanggal dan tempat sewaktu pengambilan data wawancara pada setiap berkas yang ada.

3. Membaca transkrip verbatim berulang-ulang. Tujuannya untuk membantu sebelum melakukan pengkodean dalam memperoleh tema tentang hal-hal yang berkaitan dengan subjek penelitian.

4. Melakukan pengkodean pada transkrip verbatim. Pengkodean dimaksudkan untuk mengorganisasi, mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang tema. Kata-kata kunci yang ditemukan juga dituliskan pada bagian kanan transkrip verbatim yang telah disediakan.

(54)

H. Pemeriksaan Keabsahan Data

Data penelitian yang diperoleh kemudian ditetapkan keabsahannya. Dalam menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pemeriksaan data triangulasi. Triangulasi mengacu pada usaha mengambil sumber-sumber data yang berbeda untuk menjelaskan suatu hal tertentu (Poerwandari, 1998). Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding atas data yang diperoleh. Teknik triangulasi yang digunakan ini termasuk dalam kriteria derajat kepercayaan atau kredibilitas (Moleong, 2004).

Denzin (1978) dalam Moleong (2004) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang emmanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaan data dengan sumber dan metode. Sumber data diperoleh melalui wawancara dengan subjek dan wawancara dengan orang dekat subjek yang banyak terlibat dalam aktivitas subjek sehari-hari. Sumber data lain diperoleh melalui observasi perilaku subjek di lokasi penelitian. Triangulasi nantinya berguna untuk pengecekan atau sebagai data pembanding data hasil wawancara dengan subjek sehingga dapat diperoleh keakuratan data.

(55)

apa yang dikatakan orang-orang terdekat subjek dengan apa yang dikatakan subjek secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang terdekat atau orang-orang sekitar subjek tentang situasi penelitian dengan apa yang telah dilihat oleh peneliti.

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini akan disajikan mengenai pelaksanaan penelitian, informasi tentang subjek, analisis dan interpretasi hasil penelitian serta pembahasan. Walaupun tidak ditanyakan secara langsung dalam wawancara, namun dari hasil observasi dapat diketahui beberapa informasi mengenai kehidupan dan pribadi subjek.

A. Pelaksanaan Penelitian 1. Pembentukan Rapport

(57)

memperkecil adanya faking. Dimaksudkan juga agar subjek tetap merasa nyaman, tanpa ada prasangka yang muncul dan tidak ada rasa khawatir bahwa identitas pribadinya akan diungkapkan.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data yang dilakukan peneliti pada kedua subjek (suami dan istri) tidak dilakukan bersamaan tapi berbeda tempat dan waktu. Tanpa direncanakan terlebih dahulu dan sesempat subjek. Wawancara dengan setiap subjek dilakukan 4 kali sesuai dengan kesepakatan tidak langsung dengan subjek.

Tabel 2. Pelaksanaan Wawancara dengan subjek

Subjek

CY Tt Wawancara I Tanggal

(2003)

15 Maret 17 Maret

Waktu 18.00 – 19.15 11.00 – 15.45 Lokasi Rumah Subjek Supermarket Daerah Wawancara II Tanggal

(2003)

5 Mei 20 Mei

Waktu 18.30 – 19.50 12.00 – 14.30

Lokasi Rumah Subjek Rumah Subjek

Wawancara III

Tanggal (2003)

12 Juni 15 Juni

Waktu 17.45 – 18.30 10.00 – 12.00

Lokasi Rumah Subjek Rumah Subjek

Wawancara IV

Tanggal (2003)

13 Juni 17 Juni

(58)

Lokasi Resto Mall & Rumah Subjek

Sedangkan wawancara dengan orang dekat subjek hanya dilakukan 1 kali, yaitu :

Tabel 3. Pelaksanaan wawancara dengan orang dekat subjek

No

Responden Hubungan Dengan Subjek

Untuk melengkapi keempat data wawancara diatas, peneliti juga melakukan pengambilan data observasi. Pengambilan data observasi dilakukan 3 kali pada masing-masing subjek agar data yang diperoleh lengkap dan objektif.

Tabel 4. Pelaksanaan Observasi

(59)
(60)

B. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Data

INDIKATOR CY Tt Org Terdekat OBSERVASI KESIMPULAN

AKOMSAL

(61)
(62)
(63)

2. Kesimpulan Hasil Penelitian

Dilihat dari hasil penelitian, didapat komunikasi yang tidak efektif dalam keluarga (pasutri) kristiani ini. Hal ini mengakibatkan hubungan mereka menjadi tidak harmonis. Adapun komunikasi yang terjadi dalam keluarga ini adalah sebagai berikut :

a. Adanya komunikasi dengan nada yang menyalahkan pasangan atau sikap yang dapat membuat malu pasangan.

b. Suka memberikan label, sebutan, julukan atau pemakaian kata-kata yang menghina, merendahkan, meremehkan dan tidak menguatkan pasangan. c. Lebih suka marah-marah pada pasangan dibanding dengan jujur

mengatakan/mengkomunikasikan secara baik-baik pada pasangan bahwa dirinya terluka, tertekan atau kecewa.

d. Suka menjauh, menghindar dan mengasingkan diri bila ada masalah dengan pasangan.

e. Tidak berusaha mendengarkan pasangannya berbicara secara lengkap sampai selesai dengan menyela atau memotong pembicaraan pasangan. f. Suka menuntut pasangan.

g. Suka Menggunakan Ancaman pada pasangan saat sedang marah atau kesal. h. Tidak dapat mengendalikan dirinya saat marah, kesal atau jengkel pada

pasangannya.

(64)

berpisah atau bercerai walaupun keadaan dan suasana dalam rumah tangga mereka sudah tidak harmonis lagi. Hal ini disebabkan karena mereka merupakan pasutri Kristiani yang terikat oleh peraturan agama dan Kitab Suci dimana seorang yang sudah memutuskan menikah, berarti pernikahan mereka sudah disucikan dan dikuduskan oleh Allah, sehingga tidak dapat lagi dipisahkan oleh manusia.

Keadaan rumah tangga kedua subjek yang tidak harmonis ini mengakibatkan kedua anak subjek menjadi terganggu, merasa tidak nyaman dan bingung bersikap. Mereka menjadi malas berada dirumah dan lebih sering keluar rumah mencari kegiatan diluar, seperti aktif digereja dan organisasi kampus, kerja part time atau hanya sekedar main. Hal ini mereka lakukan supaya mereka tidak merasa semakin tertekan melihat keadaan orang tua mereka yang tidak harmonis dan tidak mau berkomunikasi satu sama lain. Mereka lebih sering beraktifitas diluar rumah karena dapat menimbulkan rasa nyaman dan aman bagi mereka.

C. PEMBAHASAN

(65)

sebutan yang merendahkan pasangannya. Walaupun demikian, mereka masih tetap tinggal dalam satu rumah bersama dengan kedua anak mereka meskipun keadaan dan suasana rumah tangga mereka sudah tidak harmonis lagi bahkan saat ini sudah tidak ada komunikasi lagi satu sama lain. Hal ini membuktikan bahwa keluarga subjek mengalami broken home namun semu. Artinya, walaupun hubungan diantara mereka sudah rusak, tidak harmonis, tidak ada lagi komunikasi dan mengalami suatu kekacauan dalam rumah tangga, namun mereka masih hidup bersama dalam satu rumah bahkan masih menghadiri acara keluarga ataupun undangan bersama-sama termasuk dengan kedua anak mereka.

Istilah broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orangtua tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan akan berakhir pada perceraian (Mihari & Wahyurini, 2004).

(66)

Bisa dikatakan juga sebagai keluarga broken home semu (Robert dalam Goode, 1961).

(67)

Keadaan kedua subjek yang mengalami ketidak harmonisan ini membawa dampak negatif pada orang-orang disekitar subjek Mereka merasa bingung harus bersikap dan merasa tidak nyaman saat bersama dengan subjek CY&Tt. Dampak terbesar terutama terlihat pada kedua anak subjek. Kedua subjek ini tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan mereka di masyarakat. Hubungan kedua subjek yang mengalami ketidak harmonisan ini telah banyak membawa dampak psikis bagi kedua anak subjek. Mereka merasa kebingungan harus bersikap bagaimana saat bersama kedua orang tua mereka. Salah satu anak subjek bahkan merasa bahwa Mamanya (subjek Tt) pilih kasih dan tidak adil bersikap pada dirinya, hanya dikarenakan ia lebih dekat pada Papanya (subjek CY). Mamanya juga suka menjelek-jelekkan dia didepan teman-temannya, seperti halnya Mamanya bersikap pada Papanya. Kedua anak subjek pun lebih suka keluar rumah daripada merasa tertekan jika berada dirumah dan melihat keadaan kedua orang tua mereka yang seperti orang musuhan. Sering pergi keluar rumah dan beraktifitas diluar rumah, membuat mereka merasa lebih nyaman dan aman.

(68)

masalah. Rasa frustrasi yang berlebihan bisa mengarah pada perilaku negatif yang antara lain dilampiaskan dengan bepergian ke sana kemari bahkan lari kenarkoba.

(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka diperoleh kesimpulan berupa komunikasi yang mempengaruhi keluarga (pasangan suami istri) kristiani yang broken home, sebagai berikut:

1. Komunikasi suka marah-marah, berupa:

Langsung marah-marah, protes atau bersikap marah dan tidak membicarakan kekesalannya tersebut terlebih dahulu dengan pasangan secara jujur dan baik-baik.

2. Komunikasi suka memberikan label, sebutan dan pemakaian kata-kata yang menghina dan merendahkan pasangan, berupa :

Sering mempergunakan kata-kata yang kasar, menghina, mengejek dan merendahkan pasangan saat subjek terluka atau kesal pada pasangan. 3. Komunikasi dengan nada yang menyalahkan dan membuat malu

pasangan, berupa :

Adanya sikap, perbuatan atau kata-kata yang menyalahkan pasangan dan membuat malu pasangan.

4. Komunikasi suka menghindar, menjauh dan mengasingkan diri saat bermasalah dengan pasangan, berupa :

(70)

5. Komunikasi tidak berusaha mendengarkan dengan selesai pasangannya berbicara, berupa :

Memotong atau menyela pembicaraan pasangan saat pasangannya sedang berbicara dan tidak berusaha mendengarkan pasangannya berbicara sampai selesai.

6. Komunikasi tidak dapat mengendalikan dirinya saat sedang marah, berupa :

Suka membanting barang-barang, bersikap kasar atau tidak dapat mengendalikan diri saat marah dengan pasangan.

7. Komunikasi suka menuntut, berupa :

Mendikte pasangan dalam melakukan sesuatu hal.

8. Komunikasi suka menggunakan ancaman, berupa: Menggunakan kata-kata yang mengancam pasangan saat merasa terdesak, tertekan dan putus asa menghadapi pasangan.

(71)

Mereka lebih sering beraktifitas diluar rumah karena hal tersebut dapat menimbulkan rasa nyaman dan aman bagi mereka. Rasa frustrasi atau rasa tertekan yang berlebihan pada anak karena keadaan orang tua mereka yang broken home bisa mengarah pada perilaku negatif yang antara lain dilampiaskan dengan bepergian ke sana kemari tanpa tujuan bahkan dapat lari kenarkoba. Anak yang sering melihat orang tuanya bertengkar akan merasa tidak nyaman dan suasana hati mereka juga jadi tidak enak.

B. SARAN

1. Bagi calon pasangan suami istri yang telah menikah

Belajar untuk berkomunikasi dengan efektif terhadap pasangan merupakan cara terbaik untuk dapat membuat hubungan pasangan suami istri menjadi harmonis dan hangat.

2. Bagi Pasangan Suami Istri yang telah menikah dan mengalami broken home

Membina hubungan agar kembali harmonis dan hangat seperti sedia kala bisa dilakukan jika pasangan suami istri mau sama-sama belajar untuk berkomunikasi dengan efektif. Saling mengalah dan mau menghilangkan ego masing-masing lebih dulu bisa menjadi awal langkah yang baik untuk dapat membina hubungan pasangan suami istri menjadi harmonis kembali. 3. Bagi anak-anak yang berasal dari keluarga yang broken home

(72)

4. Bagi peneliti selanjutnya

a. Kurang banyaknya dampak psikologis bagi anak-anak korban keluarga broken home dan kurang jelasnya dampak psikologis bagi orang tua yang sedang mengalami broken home, hendaknya bisa menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya untuk lebih memaksimalkan penelitian sejenis ini dimasa yang akan datang.

(73)

DAFTAR PUSTAKA

Andu, Pengky. (2005). Cantik Tanpa Kecantikan. Yogyakarta: Andi Offset.

Gilarso, SJ. (1996). Membangun Keluarga Kristiani-Pembinaan Persiapan Berkeluarga. Yogyakarta: Kanisius.

Gilbert dan Reindalumoindong. (2003). Buku Pintar Konseling Pacaran. Jakarta: Betlehem.

Goode, William. (1961). Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara.

Hardjana, Agus. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius.

Hidayat, Teddy. www.idionline.net. (2004). Jangan Biarkan Keluarga Anda “Sakit Jiwa”

Hurlock, E.B. (1992). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Poerwadarminta, W.J.S. (1982). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

--- !! ---. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

LAI. (2002). ALKITAB dengan Kidung Jemaat. Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia.

Landis, J.J dan Landis, M.G. (1942). Building a successful marriage. New York: Prentice Hall Inc.

Laswell, N dan Laswell, T. (1982). Mariage and The Family. California: Publishing Company.

Liliweri, A.C. (1994). Komunikasi Non-Verbal dan Komunikasi Verbal. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Mardikanto, Totok. (1988). Komunikasi Pembangunan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

MacIver and Page, Charles. (1952). Society an Introductory Analysis. London: Mac-Milan & Co. LTD.

(74)

Moleong, L.J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. (2001). Human Communication: Prinsip-prinsip Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam penelitian Kualitatif. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi.

Rifameutia, Tjut. (2003). Artikel: Menangislah Keras, Sekali Saja www.bkkbn.co.id. Stoop, David dan Stoop, Jan. (2003). Berkomunikasi Dengan Cinta. Yogyakarta:

Andi Offset.

Supratiknya. (1995). Komunikasi Antar Pribadi-Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius.

Vembriarto, S.T. (1982). Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Paramita. Wahlroos, S. (1988). Komunikasi Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

(75)
(76)

LAMPIRAN I HASIL OBSERVASI

Observasi berlangsung di rumah subjek, saat peneliti datang dan main kerumah subjek. Peneliti sengaja tidak memberi tahukan kepada subjek bahwa peneliti akan meneliti tentang kehidupan pribadi rumah tangga subjek.

Berikut ini gambaran pasangan suami istri yang menjadi subjek penelitian ini, dilihat dari hasil observasi.

a. Subjek Tt (Istri)

Tanggal 17 Agustus di rumah subjek, pk 08.00-11.00

(77)

uang dengan baik. Sehingga ia harus sangat ‘ubet’ mengelola uangnya dengan benar dan seteliti mungkin. Sehingga subjek cenderung menjadi seorang yang pelit. Saat itu kami mengobrol sembari subjek menggoreng sesuatu untuk diantarnya kewarung-warung sekitar rumah subjek tinggal.

Subjek terlihat sangat letih, seperti kurang istirahat. Saat ditanya oleh peneliti subjek malah mengeluhkan suaminya yang sama sekali tidak mengerti keadaan rumah tangganya. Ia menyatakan bahwa suaminya sangat boros dan tidak perhitungan dalam pengeluaran. Padahal subjek tidak menyukai orang yang boros dan royal, seperti suami subjek, yang menurut subjek, tidak memikirkan masa depan, tapi hanya berpikir saat ini saja dan tidak pernah menabung (AKOMSAL). Sehingga dengan ketiga anak subjek, subjek menerapkan disiplin yang sangat dengan uang. Menurut subjek, suami subjek bukan orang yang pengertian, bukan orang yang jujur kepada istri tapi orang yang suka ‘slintutan’, tidak bertanggung jawab, tidak memikirkan kebutuhan keluarga dan tidak taat dengan agama (LASEKAN).

(78)

anaknya sudah pada pergi kuliah dan suaminya sejak pagi-pagi buta sudah pergi entah kemana. Sepertinya, sehari-harinya subjek memang selalu terlihat sendirian dirumahnya.

Sekitar jam 11 kurang, subjek pamit pada peneliti sekaligus meminta tolong peneliti untuk menjaga rumahnya sebentar. Masih dengan dasternya dan belum juga mandi, subjek mengeluarkan sepeda motornya dan mulai menyalakan mesin motornya dan mengendarainya. Saat itu peneliti melihat sendiri bahwa subjek pergi hanya membawa tas berisi barang dagangannya dan sebuah tas yang diisi dompetnya. Bahkan subjek tidak sisiran dulu atau pun berdandan dulu, bedakan mungkin. Sepertinya subjek sudah tidak lagi perduli dengan penampilannya.

Karena subjek ternyata cukup lama juga perginya, maka setelah pasangan subjek datang, peneliti memutuskan untuk mengobservasi pasangan subjek sekalian. Saat itu berkisar jam 11.00 wib.

Tanggal 23 Agustus di rumah subjek, pk 18.00-21.15

(79)

anaknya tidak ada yang mau menjaga rumah, maka ia terpaksa mengalah tidak pergi kegereja dan menjaga rumahnya. Saat peneliti menanyakan suami subjek, subjek langsung berubah mukanya dan menjawab pertanyaan peneliti dengan ketus dan singkat. Karena subjek terlihat tidak suka, maka peneliti pun kemudian tidak bertanya tentang suami subjek lebih lanjut lagi.

Gambar

Gambar 1. Sistem Interaksi antar anggota keluarga
Tabel 1.  Panduan wawancara
Tabel 2.  Pelaksanaan Wawancara dengan subjek
Tabel 3. Pelaksanaan wawancara dengan orang dekat subjek

Referensi

Dokumen terkait

 Tujuan : (i) Untuk menghindari atau meminimalkan dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dengan menghindari atau meminimalkan pencemaran dari kegiatan proyek,

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setelah digabungkan kedua stasiun pengamatan hasil kerapatan vegetasi pohon pada hutan mangrove di Kenagarian Gasan

Peneliti bersama kolaborator pada hari Senin 30 Juli 2018 mengadakan penelitian siklus pertama. Peneliti bersama kolaborator merencanakan langkah-langkah perencanaan

tidak ada ucapan yang agung untuk saat ini selain tahmid dan syukur kepada penguasa jagat raya, dan pencipta yang Maha Agung yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya

Istilah lain bagi teknik menggiring bola adalah dribbling. Gerakan menggiring bola tentu ada- lah dasar yang juga penting di mana Anda perlu menggunakan kaki membawa bola untuk

sepintas dari ungkapan di atas Gus Ulil mengkategorikan Kiai Afif sebagai maqoshidiyyun, artinya beliau adalah salah satu dari ulama yang menilai sesuatu secara substansialis

ini adalah anak muda Sidoarjo telah berlomba dalam aksi peduli lingkungan dan melaksanakan kegiatan bersih-bersih lingkungan ( trashmob ) dengan tujuan dari Program

pelangas, simpur, dan laban, bersifat lokal. Kerusakan awal yang bersifat anatomis terjadi pada bagian infeksi, yaitu teqadinya perusakan jaringan tumbuhan inang oleh adanya