• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI KELUARGA BROKEN HOME. (Studi Kasus Keluarga Broken Home di Kota Medan) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KOMUNIKASI KELUARGA BROKEN HOME. (Studi Kasus Keluarga Broken Home di Kota Medan) SKRIPSI"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI KELUARGA BROKEN HOME (Studi Kasus Keluarga Broken Home di Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara DINI WARZUQNI

140904195

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Dini warzuqni NIM : 140904195

Judul : Komunikasi Keluarga Broken Home ( Studi Kasus Korban Broken Home di Kota Medan)

Medan, Januari 2019

Dosen pembimbing Ketua departemen

Dr. Nurbani, M.si Dewi Kurniawati, M.si.,Ph.D

NIP.19610802198702001 NIP.196505241989032001

Dekan Fisip USU

Dr. Muryanto Amin, M.si

NIP.19740930200501100

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Dini Warzuqni

NIM : 1409040195

Tanda Tangan :

Tanggal : Januari 2019

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Dini Warzuqni

NIM : 1409040195 Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Komunikasi keluarga Broken Home (Studi KasusKeluarga Broken Home di Kota Medan)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dini Warzuqni

NIM : 1409040195

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive Royalty-Fee Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Komunikasi Keluarga Broken Home ( Studi Kasus Koeluarga Broken Home di Kota Medan) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).

Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada tanggal : Januari 2019 Yang Menyatakan,

(Dini Warzuqni)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat kepada ALLAH SWT, yang mana senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “Komunikasi Keluarga Broken Home (Studi Kasus Korban Broken Home di Kota Medan)” ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar dikarenakan dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terkait. Secara khusu peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua peneliti yang pertama Bapak Budi Syahputra sosok bapak yang hebat dan luar biasa dalam menginspirasi saya mengenai skripsi ini, dan kemudian ibu saya tercinta Ibu Siti Darmayana yang tidak pernah lelah memberikan semangat, dorongan juga masukan tanpa batas kepada peneliti agar segera mungkin menyelesaikan skripsi, serta untuk kedua Adik tercinta Naufal Islami dan Salsabila yang selalu memberikan saya semangat dan menghibu saya.

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti juga banyak menerima banyak masukan, bantuan, bimbingan dan juga motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak. Dr. Muryanto Amin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dewi Kurniati, M.Si., Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi 3. Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A sebagai sekertaris Departemen Ilmu

Komunikasi

4. Ibu Dr. Nurbani, M.si selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bantuan,dukungan dan saran yang telah diberikan kepada peneliti dari awal hingga akhir penulisan skripsi selesai

5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

6. Terima kasih juga tidak lupa peneliti ucapkan kepada sahabat baik saya,

Muhammad Arief yang sangat tidak pernah bosan mengingatkan dan

mendorong peneliti untuk terus mengerjakan skripsi saya dengan baik beserta

(7)

sahabat-sahabat saya Anya Herlambang,Deasy Agatha, Masrany Pratiwi, Argindo Pratama, Mutia Rahma, Wiwi olivia dan Amanda Eka.

7. Terima kasih juga kepada Raymond Andrean Gultom orang yang selalu berada disamping peneliti dalam suka maupun duka

8. Terima kasih juga kepada seluruh sahabat saya, Masrany Pratiwi, Deasy Agatha, Argindo Tampubolon, Anya Herlambang, Wiwi Ovilia, Manda Eka, Mutia Rahma dan yang lainnya yang turut mendukung peneliti dalam segala hal

9. Terima kasih kepada peliharaan yang tercinta, Srigala dan Kuning yang telihat maupun tidak yang selalu menghibur peneliti

10. Terima kasih kepada seluruh informan yang sudah turut membantu terlaksananya penelitian ini.

11. Mahasiswa Departemen ilmu Komunikasi FISIP USU stambuk 2013 dan 2014 yang sudah memeberikan banyak pengalaman hidup selama menjalankan masa-masa kuliah semoga kita sukses semua

Semua pihak yang telah ikut membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, saya ucapkan banyak terima kasih. Saya menyadari bahwasannya tulisan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati saya berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam pengetahuan dan pengalaman saya. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu

Medan, Januari 2019

Peneliti,

(8)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul studi deskriptif kualitatif, Komunikasi Keluarga Broken Home (Studi Kasus Korban Broken Home di Kota Medan). Adapun tujuannya adalah untuk melihat fenomena yang tejadi pada korban broken home lalu menemukan solusi yang tepat agar korban tersebut tidak terjerumus dalam hal negatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara kepada informan satu persatu. Korban broken home sangatlah marak di era sekarang. Banyak hal yang terjadi di karenakan permasalahan keluarga. Permasalahan utama dalam kasus Broken Home adalah kurangnya kasih sayang, trauma dalam jangka panjang dan kehilangan arah hidup. Itu adalah permasalahan yang selalu dikatakan informan. Mereka bingung harus berbuat apa harus bersikap seperti apa. Ada yang sudah mulai lupa namun tetap merasakan perbedaan dengan anak-anak lainnya. Ada yang baru saja mengalaminya jadi sangat bingung apa bagaimana cara bertindak sebagaimana mestinya. Dan 2 dari tiga informan kebanyakan ditelantarkan oleh orang tuanya setelah mereka bercerai. Hal tersebut sangat menambah permasalahan bagi anak tersebut.

Komunikasi keluarga dalam Korban Broken Home kebanyakan berjalan dengan baik. Dan efektif dalam mencegah perilaku buruk pada mereka. Dengan dukungan dan arahan dari keluarga membuat mereka kuat dan mampu melewati permasalahannya sedikit demi sedikit.

Baik itu dari saudara kandung, keluarga diluar keluarga inti maupun orang tua kandung atau orang tua tiri yang berkemungkinan dapat bersikap baik pada mereka. Lalu semua informan memiliki harapan tinggi untuk memperjuangkan hidup mereka dan membahagiakan orang- orang yang mereka cintai lalu dapat terselamatkan dari bahaya Broken Home. Meskipun mereka sebenarnya masih diselimuti rasa takut dan trauma tapi mereka tetap ingin berjuang.

Semua informan yang telah diwawancarai adalah anak Broken Home yang tidak terjerumus kedalam hal yang negatif seperti bunuh diri,narkoba atau hal yang lainnya. Semuanya adalah pribad yang dewasa yang ingin maju dan membuat hidup mereka lebih baik. Dua diantara tiga informan sudah mengalami kejadian seperti ini sedari kecil dan mereka masih merasakan dampaknya ketika di usia dewasa. Itu mnandkan bahwa dampak Broken Home adalah dampak jangka panjang yang harus dihadapi para korbannya. Meskipun begitu korba Broken Home harus mampu bangkit dan keluar dari kesengsaraan dan penderitaan mereka. Sehingga kesempatan bahagia masih bisa mereka raih.

Kata Kunci : komunikasi Keluarga, Broken Home, Perhatian dan Kasih Sayang

(9)

ABSTRACT

This research is entitled qualitative descriptive study, Broken Home Family Communication (Case Study of Broken Home Victims in Medan City). The purpose is to see the phenomenon that happened to the victim's broken home and then find the right solution so that the victim does not fall into negative things. The data collection technique in this study is by conducting interviews with informants one by one. The victims of broken homes are very prevalent in the present era. Many things happened because of family problems. The main problem in the Broken Home case is the lack of love, trauma in the long run and loss of direction in life.

That is the problem the informant always says. They are confused about what they should do.

Some have begun to forget but still feel the difference with other children. Someone who has just experienced it becomes very confused about how to act properly. And 2 of the three informants were mostly abandoned by their parents after they divorced. This greatly adds to the problem for the child. Family communication in Broken Home Victims mostly works well. And effective in preventing bad behavior on them. With the support and direction of the family, they make them strong and able to overcome their problems little by little. Whether it's from siblings, families outside the nuclear family or biological parents or stepparents who are likely to be nice to them. Then all the informants have high hopes to fight for their lives and make people happy they love and can be saved from the dangers of Broken Home.

Although they are actually still covered with fear and trauma, they still want to fight. All informants interviewed were Broken Home children who did not fall into negative things such as suicide, drugs or anything else. Everything is an adult person who wants to move forward and make their lives better. Two of the three informants have experienced this kind of incident since they were young and they still feel the impact when they are adults. It indicates that the impact of Broken Home is the long-term impact that must be faced by its victims. Even so, the Broken Home corba must be able to rise and get out of their misery and suffering. So they can still have a happy opportunity.

Keywords: Family communication, Broken Home, Attention and Affection

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

DAFTAR ISI... x

BAB 1Pendahuluan ... 1

1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 5

1.3 Tujuan dari penelitian ini adalah : ... 5

1.3 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Paradigma Kajian ... 7

2.2 Kajian Pustaka ... 7

2.2.1 Komunikasi ... 7

2.2.2 Psikologi Komunikasi ... 9

2.2.3 Bentuk Komunikasi ... 12

2.2.4 Fungsi Komunikasi ... 12

2.2.5 Faktor-Faktor Komunikasi ... 13

2.2.6 Komunikasi Antar Pribadi ... 15

2.2.7 Komunikasi Kelompok ... 26

2.2.8 Pola Komunikasi ... 31

2.2.9 Self Disclosure ... 37

2.2.11 .Broken Home ... 44

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN ... 47

3.1 Metode Penelitian ... 47

3.2 Subjek Penelitian dan Objek Penelitian ... 48

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 48

(11)

3.4 Teknik Analisis Data ... 49

3.5 Kerangka Konsep Penelitian ... 50

3.6 Validitas Data ... 50

3.7 Lokasi Penelitian ... 52

3.8 Waktu Penelitian ... 52

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Hasil Penelitian ... 53

4.1.1 Proses Penelitian ... 53

4.1.2 Profil Informan ... 55

4.1.3 Reduksi Data... 47

4.1.4 Data Display ... 83

4.2 Pembahasan ... 88

BAB V ... 98

5.1 Simpulan ... 98

5.2 Saran ... 99

5.3 Implikasi Teoritis ... 99

5.4 Implikasi Praktis ... 99

DAFTARPUSTAKA ...100

LAMPIRAN

(12)

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Konteks Masalah

Fungsi keluarga adalah memberi perlindungan sehingga menjamin rasa aman, maka dalam masa kritisnya anak sungguh-sungguh membutuhkan relisasi fungsi tersebut. Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebagainya. Masalah keluarga yang Broken Home bukan menjadi masalah yang baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak.

Meningkatnya jumlah kasus perceraian dewasa ini berjalan seiring dengan berubahnya gaya hidup dan harapan, serta datangnya arus modrenisasi. Menurut Tasmin dan Rini ( Tasmin, 2007: 1) Di Indonesia sendiri angka perceraian setinggi di Amerika Serikat, yakni 66,6%. Banyaknya kasus perceraian di Indonesia dapat dilihat dari berita-berita perceraian di kalangan selebritis. Dari situ saja dapat kita lihat betapa banyaknya kasus perceraian yang terjadi. Dan anak adalah korban yang paling dirugikan dari kasus ini. Anak menjadi seorang anak Broken Home membuat ia menjadi pribadi yang berubah dari biasanya.

Emosi yang dia memiliki pun semakin memiliki perubahan drastis.

Broken Home adalah istilah yang biasa digunakan di zaman sekarang untuk mengatakan suasana rumah yang sudah berantakan. Namun bukan dalam artian bentuk rumah tersebut yang terlihat berantakan namun suasana keluarga yang ada pada rumah tersebut.

Dapat kita ketahui “Broken” berarti “kehancuran” dan “Home” berarti “Rumah” . Broken Home memiliki arti yaitu kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai dan sejahtera karena sering terjadi keributan dan pertengkaran yang berakhirnya pada perceraian.(Rezky, 2010 : 97)

Fenomena Broken Home sangatlah sering kita lihat pada masyarakat era dulu maupun

sekarang. Anak yang menjadi koban Broken Home beberapa mendapatkan pengaruh yang

buruk karena kurangnya perhatian dari orang tuanya. Kondisi psikologis mereka juga

mengalami gangguan. Seperti timbulnya Stres, menurunnya konsentrasi, dan emosi yang

cenderung berlebihan. Terkadang orang tua yang tidak dapat memberi kondisi nyaman dan

aman di dalam rumahnya sendiri membuat anak lebih memilih belajar dan bermain di luar

rumah bahkan mencari perhatian di luar rumah. Ada anak yang dapat memposisikan diri

(13)

dengan baik dan ada juga yang tidak. Bagaimana seorang anak mampu mengkomunikasikan perasaannya kepada orang tuanya? Sementara orang tua juga sudah sangat sulit dengan permasalahan yang dia alami dengan pasangannya. Tidak sedikit anak yang menjadi korban broken home ini. Bukankah anak harusnya menjadi tanggung jawab orang tua?

Namun masalah yang terjadi terkadang tidak dapat dihindari. Beberapa anak terlihat mengerti dengan kondisi orang tuanya namun tidak dapat di pungkiri kondisi psikologis sang anak menjadi terganggu bahkan mengalami kekecauan yang berakibat buruk. Anak seharunya menikmati masa mudanya dengan orang tua dan keluarga yang dia sayangi dan menyayangi dia. Bukan menyaksikan pertengkaran demi pertengkaran yang terus mengusik kehidupan mereka didalam rumah mereka sendiri. Anak juga memiliki permasalahan dalam hidupnya dan harusnya ia mengkomunikasikan permasalahan tersebut kepada orang tuanya agar dapat diselesaikan dengan langkah yang tepat. Namun keadaan ini berbalik ketika sebagian orang tua yang memiliki permalsahan rumah tangga malah melibatkan sang anak yang tidak tahu menau dengan kondisi yang terjadi.

Banyaknya konflik yang terjadi dalam rumah tangga yang sering kita temui. Seperti permasalahan ekonomi, selisih paham, perselingkuhan dan lain sebagainya. Konflik tersebut memicu pertengkaran yang terjadi pada orang tua tersebut. Anak awalnya merasa sangat merasa terlindungi atau bahkan merasa orang tua adalah seseorang yang dapat dia banggakan dan dia andalkan dalam kondisi apapun. Setalah orang tua memutuskan untuk berpisah, sang anak menjadi kecewa. Tak jarang mereka tumbuh menjadi pribadi yang murung, pendiam, minder dan predikat “Anak Broken Home” melekat dalam diri mereka. Lingkungan merekadi sekolah bisa saja menjadi salah satu ancaman untuk membuat anak menjadi memiliki prilaku yang negatif. Apakah itu karena teman – temannya yang mengolok dirinya atau hal lainnya. Dampak terberat bagi anak adalah penggunaan Narkoba atau bahkan bunuh diri. Itu adalah hal yang paling menakutkan yang terjadi pada anak korban broken home.

Kasih sayang yang sudah berkurang ataupun hilang, juga kekecewaan atas orang tuanya membuat anak bisa saja melakukan hal yang sangat mengerikan tersebut.

komunikasi keluarga sangat dibutuhkan dalam membina sebuah keluarga.

Komunikasi keluarga memiliki Kalvin dan Bommel (1986) memberikan makna komunikasi

keluarga sebagai suatu proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan

mengungkapkan pengertian dalam keluarga. Lebih lanjut disebutkan bahwa tepat seperti sifat

(14)

keluarga yang mempunyai karakteristik yang beragam, demikian pula komunikasi, setiap orang memiliki gaya berkomunikasinya sendiri.

( Arwani, 2002 : 4) Komunikasi antara suami dan istri pada dasarnya harus terbuka.

Hal tersebut karena suami istri telah merupakan suatu kesatuan. Komunikasi yang terbuka diharapkan dapat menghindari kesalah fahaman. Dalam batas-batas tertentu sifat keterbukan dalam komunikasi juga dilaksanakan dengan anak-anak, yaitu apabila anak dapat berfikir secara baik, anak telah dapat mempertimbangkan secara baik mengenal hal-hal yang dihadapinya. Dengan demikian diharapkan aka nada saling pengertian anatar sesama anggota keluarga.dan dengan demikian akan terbina dan tercipta tanggungjawab sebagai anggota keluarga. Komunikasi dalam keluarga sebaiknya dua arah, yaitu saling memberi dan saling menerima diantara anggota keluarga. . Dengan komunikasi dua arah, masing-masing pihak akan memberikan pendapatnya mengenai masalah yang sedang di komunikasikan.

(Lauddin, 2010 : 159-160) Seringkali pertengkaran dalam rumah tangga dipicu juga dengan kurangnya komunikasi yang terjalin dengan baik terhadap sesama anggota keluarga.

Lalu bagaimana dengan keluarga yang sudah terpisah? Atau keluarga yang suasana rumahnya sudat tidak lagi aman dan nyaman? Apakah mereka tetap mempertahakna pola komunikasi keluarga yang semula atau akan membuat perubahan. Inilah yang ingin diketahui oleh peneliti lebih dalam lagi. Peneliti ingin mengetahui bagaiman komunikasi keluarga yang terjadi dalam keluarga yang sudah rusak. Dan sejauh manakah komunikasi keluarga tersebut dapat menyelesaikan permasalahan- permasalahan yang terajadi akibat keretakan yang terjadi pada sebuah keluarga. Yang awalnya keadaan rumah sangatlah nyaman kini berubah seperti halnya neraka. Hal tersebut membuat seluruh anggota keluarga lebih memilih menghabiskan waktunya diluar. Tak terkecuali anak. Anak yang sudah mampu berfikir akan lebih sulit menerima keadaan keluarganya. Karena ia sudah mulai mengerti dan memahami apa yang akan terjadi pada dirinya kelak. Factor lingkungan akan sangat mempengaruhi pola fikir sang anak namun lingkungan terkdekartnya tentunya adalah keluarga. Tapi malah keluarga itu yang sudh rusak dan membuat anak menjadi tertekan.

Kasus Broken Home menjadi sorotan karena banyaknya kasus dan dampak yang

terjadi akibat hal tersebut. Terdapat beberapa kasus Broken Home yang biasa terjadi. Yaitu

orang tuanya berpisah dan tidak tinggal satu atap namun masuknya pihak ke tiga dari ayah

ataupun ibu. Ada orang tua yang tetap bersikeras tinggal satu atap namun selalu bertengkar

ataupun saling menunjukan sikap dingin satu sama lain. Tentu hal terseut sama-sama melukai

(15)

sang anak. Sang anak akan merasa jadi orang yang paling rendah dan membuatnya kehilangan semangat. Jarang sekali ada anak yang dapat menerima semua permasalahan tersebut dengan lapang dada tanpa memiliki pengaruh pada kesehatan mentalnya. Sangat jarang sekali. Anak dari usia 12 – 22 tahun akan memiliki permasalahan yang beraneka ragam dalam menhadapi permasalahan ini. Mereka mulai memahami apa artisebuah keluarga dalam hidup mereka.dan ketuka mereka melihat masalah datang atau salah seorang keluarga pergi bukan karena prose salami akan membuat batin mereka terguncang dan berakibat negatif untuk hidup mereka kedepannya. Contoh hal yang paling sederhana untuk menggambarkan dampak tersebut adalah trauma. Trauma yang dialami sang anak dapat mengubah hal besar dalam kehidupannya. Bukankah sangat sulit menjadi anak Broken Home? Trauma tersebut juga bisa membuat ia bertingkah seperti orang tuanya ketika menikah nanti. Atau ia selamanya tidak berani mengarungi rumah tangga dengan alas an takut seperti rumah tangganya bersama orang tuanya dahulu. Untuk itu sang anak harus mendapatkan orang-orang yang tepat di sekelilingnya untuk membawanya ke arah yang positif. Jika salah seorang ayah atau ibu memutuskan pergi makan yang tinggallah yang harus menguatkan si anak dengan penuh kesabaran. Sehingga orang tua yang tinggal memiliki permasalahan lebih berat lagi untuk menata hidupnya dan anaknya.

Keadaan orang tua yang ditinggalkan oleh pasangannya juga memberikan pengaruh

kedapa anak tersebut. Dia akan merasa memiliki dendam dengan orng tua yang

meninggalkan. Padahal hakikatnya seorang anak haruslah berbakti kepada kedua orang

tuanya. Namun rasa marah dan benci terkadang tidak dapat dielakkan lagi. Hal tersebut dapat

mengemas pribadi sang anak. Komunikasi keluarga jugalah yang mungkin dapat membantu

sang anak tersebut. Namun ketahanan mental seseorang sangatlah berbeda-beda. Bagaimana

jika kasusnya orang tua yang ditinggalkan malah mengalami depresi berat dan membutuhkan

perawatan yang cukup serius. Hal tersebut tebtu memberatkan lagi sang anak. Bantuan

darikerabat mungkin akan menjadi pilihan untuk membantunya. Namun gangguan dan

tekanan terhadap mental sang anak menjadi lebih sulit dikendalikan. Macam-macam

permasalahan yang terjadi akibat kerusakan rumah tangga ini jugalah yang ingin di teliti lebih

dalam lagi oleh peneliti. Sebagai anak yang memiliki masalah seperti ini penguat baginya

adalah orang terdekatnya. Yang dapat sedikit banyakanya mengurangi beban si anak. Dan

membantu si anak bangkit dari keterpurukannya. Tidak dapat pungkiri bahwa permasalahan

keluarga adalah permasalahan yang sangat besar bagi seseorang. Rumah adalah tempat

seseorang menaruh lelah dan bahagia. Tempat kita berpulang dan ingin menikmati hangatnya

(16)

kebersamaan bersama keluarga namun ketika semuanya rusak,kemana harusnya kita berpulang. Rumah bahkan menjadi tempat mengerikan yang sangat tidak nyaman. Atau ketika melihat rumah teringat beberapa kenangan yang membangkitkan rasa sakit dalam hati sehingga rumah tak lagi menjadi tempat ternyaman.

Anak menujukan emosi mereka dengan berbagai hal. Sangat beruntung apabila mereka menyalurkannya pada sebuah hobi yang bermanfaat. Seperti membaca atau bermain musik. Namun yang menyalurkannya pada hal negatif inilah yang sangat mengkhawatirkan.

Anak juga memiliki cara yang berbeda dalam mengcover dirinya. Ada yang terlihat biasa saja namun didalamnya ternyata memiliki segudang permasalahan. Ada yang terlihat ceria berlebihan untuk menutupi dirinya dari rasa sakitnya. Namun ada juga yang menjadi cenderung pendiam,pemarah atau penyedih. Kegiatan ia di sekolah juga pasti menjadi hal yang membuat was-was.apakah si anak akan belajar dengan baik atau tidak.bisa saja karena permasalahnnya si anak menjadi cenderung nakal dan tidak mau diatur. Nah bagi anak yang sudah tumbuh dewasa si anak apakah akan menyentuh hal negatif yang sepatutnya tidak ia sentuh. Bagaimana seorang anak dapat membawa dirinya untuk tetap kuat dan menjalani hidupnya dengan baik. Atau bagaimanakah seorang anak yang sudah terlanjur mengalami hal buruk akibat permasalahan tersebut. Semua itu tergantung kepada keberhasilan komunikasi keluarga yang ia jalani dan tergantung kepada cara orang tua nya mendidiknya dan memberikan ia lingkungan terbaik bagi si anak tersebut.

Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, peneliti tertarik untuk meneliti Komunikasi Keluarga (studi kasus anak dalam keluarga Broken Home di kota Medan)

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka dapat dirumuskan fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Komunikasi Keluarga dapat berperan untuk mengatasi anak dalam keluarga Broken Home ?

1.3 Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui berbagai permasalahan dari keluarga broken home.

2. Untuk mengetahui seberapa efektif komunikasi keluarga dalam mengatasi anak dalam keluarga broken home.

3. Untuk mengetahui apakah korban broken home memilih usaha untuk memperbaiki

keluarganya dan masih memiliki semangat juang.

(17)

1.3 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, peneliti diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap pengetahuan dibidang komuniasi, memperluas bahan penelitian komunikasi dan menajadi sumber referensi bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapakan dapat menembah pengetahuan dan wawasan mengenai ilmu komunikasi khususnya yang berhubungan dengan psikologi komunikasi dan komunikasi keluarga.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai referensi pihak- pihak yang membutuhkan pengetahuan di bidang Ilmu Komunikasi, terutama bagi peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

\

(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian

Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan bentuk cara pandangnya terhadap dunia. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanamkuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah,dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisnya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau episistemologis yang panjang (Mulyana,2004:9)

Menurut Denzin dan Lincoln dala (Hajaroh 2013:2) paradigma dipandang sebagai seperangkat keyakinan-keyakinan dasar (basic believes) yamg berhubungan dengan yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah pandangan dasar mengenai pokok persoalan, tujuan dan sifat dasar bahan kajian. Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum. Konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian.

Paradigma kualitatif memenangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis yang memberikan suatu tekanan pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur 2012:73)

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma Kajian Pustaka

Setiap penelitian melakukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan Dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001 : 39). Dalam penelitian ini, teori-teori yang di anggap relevan adalah :

2.2.1 Komunikasi

(19)

Ada begitu banyak defenisi yang dikemukakan oleh para ahli dari berbagai sudut pandang mereka masing-masing. Menurut Everett M. Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Sedangkan menurut Raymond S. Ross, komunikasi (intensional) adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator (Mulyana, 2010 : 69)

Komunikasi merupakan dasar interaksi manusia. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide dan gagasan. Secara sederhana kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari satu pihak ke pihak lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang ditukarkan (Fajar, 2009 : 3)

Komunikasi memiliki beberapa fungsi yang diantaranya sebagai berikut :

• Kendali

Komunikasi dalam bertindak untuk dapat mengendalaikan perilaku anggota di dalam beberapa cara, pada tiap organisasi memiliki wewenang serta juga garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh anggotanya.

• Motivasi

Komunikasi tersebut membantu didalam perkembangan motivasi dengan cara menjelaskan kepada para karyawan itu, apa yang harus dilakukan bagaimana mereka itu dapat bekerja baik serta juga apa yang dapat dikerjakan untuk dapat memperbaiki kinerja apabila itu di bawah standar.

• Pengungkapan emosional :

Pada banyak karyawan dalam kelompok kerja, mereka adalah sumber utama dalam interaksi sosial, komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu adalah suatu mekanisme fundamental dengan mana anggota-anggota tersebut menunjukan kekecewaan serta juga rasa puas mereka, oleh sebab itu komunikasi menyiarkan suatu ungkapan emosional dari pereasaan serta juga pemunahan kebutuhan sosial.

• Informasi

(20)

Komunikasi tersebut memberikan informasi yang diperlukan bagi individu maupun juga bagi kelompok didalam mengambil suatu keputusan dengan meneruskan data didalam mengenai dan juga menilai pilihan-pilihan alternatif (Robbins, 2002 : 310-311)

Bentuk-bentuk dalam komunikasi antara lain sebagai berikut :

• Komunikasi vertikal

Komunikasi vertikal adalah suatu komunikasi dari atas ke bawah serta juga dari bawah ke arah atas atau juga koomunikasi dari pimpinan ke bawahan atau juga dari bawahan ke pimpinan dengan secara timbal balik komunikasi vertikal yang terjadi secara formal.

• Komunikasi horisontal

Komunikasi horisontal adalah suatu komunikasi dengan secara mendatar, sebagai contoh komunikasi antara karyawan dengan karyawan yang lainnya serta juga komunikasi ini sering sekali berlangsung tidak formal.

• Komunikasi diagonal

Komunikasi diagonal sering juga disebut dengan komunikasi silang adalah seseorang dengan orang yang lain yang satu dengan yang lainnya juga berbeda dalam kedudukan serta juga bagian (Effendy, 2000 : 17)

2.2.2 Psikologi Komunikasi

Komunikasi dan Psikologi adalah bidang yang saling berkaitan satu sama lain, terlebih sama-sama melibatkan manusia. Komunikasi adalah kegiatan bertukar informasi

yang dilakukan oleh manusia untuk mengubah

pendapat atau perilaku manusia lainnya. Sementara, perilaku manusiamerupakan objek bagi ilmu psikologi. Sehingga, terbentuklah teori psikologi komunikasi.

Komunikasi merupakan sebuah peristiwa sosial yang terjadi ketika seorang manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Secara psikologis, peristiwa sosial akan membawa kita kepada psikologi sosial. Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.

Ada beberapa teori prsikologi komunikasi yang cukup dikenal dalam pemahaman

psikologi komunikasi yang dijelaskan dalam Rakhmat (2008 : 114), berikut penjelasannya:

(21)

1. Teori Kultivasi

Teori kultivasi merupakan teori yang menggambarkan mengenai cara perkembangan perubahan kebiasaan masyarakat yang disebabkan oleh media massa. Dalam teori kultivasi lebih menitikberat kan pada pengaruh siaran televisi. Teori kultivasi ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan pengkajiannya pada studi televisi dan audiens, khusus memfokuskan pada tema-tema kekerasan di televisi. Akan tetapi dalam perkembangannya teori tersebut bisa digunakan untuk kajian di luar tema kekerasan. Teori ini menit ik beratkan pada asumsi yang akan terjadi pada masyarakat dari penayangan siaran televisi yang ditonton.

2. Teori Spiral of Silence

Teori spiral of silence, upaya untuk menjelaskan bagaimana komunikasi interpersonal yang dimediasi dan bekerja sama untuk membungkam suara-suara buku tebal dalam perdebatan publik dan mempengaruhi pasang surut dan arus opini publik. Teori spiral keheningan mengusulkan bahwa orang akan enggan untuk mengungkapkan pendapat jika mereka menjadi percaya saat ini bertentangan dengan pendapat mereka sendiri atau jika mereka percaya bahwa pendapat sudah berubah ke arah yang bertentangan dengan pendapat mereka sendiri. Noelle-Neumann percaya bahwa efek ini akan sangat tegas sehubungan dengan prediksi dinamis opini publik tentang suatu masalah dan akan tergantung pada penilaian masa depan pendapat ketika saat ini dan masa yang akan datang penilaian tidak setuju. Noelle-Neumann melihat teori spiral keheningan sebagai mencakup semua teori opini publik yang menghubungkan proses psikologi sosial yang berbeda, interpersonal komunikasi, dan media massa.

3. Teori Komunikasi Media dan Masyarakat: Teori Agenda Setting

Teori ini menggambarkan mengenai bagaimana media massa mengatur dan mempengaruhi masyarakat dalam menentukan informasi. Media massa dapat membuat suatu agenda informasi yang nantinya akan dianggap penting oleh masyarakat. Begitu juga sebaliknya pemberitaan yang dianggap tidak penting oleh media akan menjadi tidak penting juga dalam masyarakat. Dalam agenda setting opini tentang suatu topik tertentu media massa dapat mempengaruhi oponi publik serta cara pandang masyarakat terhadap suatu hal

4. Teori Peluru atau Jarum Hipodermik

(22)

Istilah model jarum hipodermik dalam komunikasi massa diartikan sebagai media massa yang dapat menimbulkan efek yang kuat, langsung, terarah, dan segera. Efek yang segera dan langsung itu sejalan dengan pengertian Stimulus-Respon yang mulai dikenal sejak penelitian dalam psikologi tahun 1930-an.Model jarum suntik pada dasarnya adalah aliran satu t ahap (one step f low), yaitu media massa langsung kepada khalayak sebagai mass audiance. Model ini mengasumsikan media massa secara langsung, cepat dan mempunyai efek yang amat kuat atas mass audiance. Media massa ini sepadan dengan teori Stimulus-Response (S-R) yang mekanistis dan sering digunakan pada penelitian psikologi antara tahun 1930 dan 1940. Teori S-R mengajarkan, setiap stimulus akan menghasilkan respons secara spontan dan otomatis seperti gerak refleks. Seperti bila tangan kita terkena percikan api (S) maka secara spontan, otomatis dan reflektif kita akan menyentakkan tangan kita (R) sebagai tanggapan yang berupa gerakkan menghindar. Tanggapan di dalam contoh tersebut sangat mekanistis dan otomatis, tanpa menunggu perintah dari otak. Teori peluru atau jarum hipodermik mengansumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori ini mengansumsikan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif ).

5. Teori penggunaan dan pemenuhan kepuasan

Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan (bahasa I nggris: Uses and Gratification Theory) adalah salah satu teori komunikasi dimana titik-berat penelitian dilakukan pada pemirsa sebagai penentu pemilihan pesan dan media.

Pemirsa dilihat sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, mereka bertanggung jawab

dalam pemilihan media yang akan mereka gunakan untuk memenuhi

kebutuhan mereka dan individu ini tahu kebutuhan mereka dan

bagaimana memenuhinya. Media dianggap hanya menjadi salah satu cara pemenuhan

kebutuhan dan individu bisa jadi menggunakan media untuk memenuhi

kebutuhan mereka, atau tidak menggunakan media dan memilih cara lain. Teori

Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan menggunakan pendekatan ini berfokus

terhadap audiens member. Dimana teori ini mencoba menjelaskan tentang bagaimana

audiens memilih media yang mereka inginkan. Dimana mereka merupakan audiens /

khalayak yang secara aktif memilih dan memiliki kebutuhan dan keinginan yang

(23)

berbeda–beda di dalam mengkonsumsi media.Menurut para pendirinya, Elihu Kat z, Jay G. Blumlerm dan Michael Gurevitchuses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan, dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat -akibat lain

2.2.3 Bentuk Komunikasi

Hubungan antarmanusia akan tercipta melalui komunikasi, baik komunikasi verbal (bahasa) maupun nonverbal (symbol, gambar, atau media komunikasi lainnya) (Gunawan, 2013 : 218). Terdapat dua bentuk komunikasi yang muncul dalam komunikasi sehari-hari, yaitu :

1. Komunikasi Verbal ; berdasarkan penggunaan bahasa, intonasi, nada saat bicara ataupun logat, dialek, merupakan objek dalam memahami bentuk komunikasi verbal(Afrina et.al,2010: 40)

2. Komunikasi non Verbal : komunikasi nonverbal meliputi komunikasi yang dapat disampaikan dalam berbagai cara, misalnya dengan gerakan anggota tubuh, ekspresi wajah, tatapan mata, penampilan dan gaya gerak. Seperti Intonasi, mimic, kinesik, proximity, haptik, kekasaran dan sentuhan (Afrina et al.,2010: 40).

2.2.4 Fungsi Komunikasi

Dalam realitanya kualitas komunikasi menurut Laily & Matulessy antara orangtua dan remaja dapat menghindari remaja dari perilaku agresif, hal ini dikarenakan antar orangtua dan remaja terjalin hubungan atau komunikasi yang intensif sehingga kemungkinan terjadi sharing dan pemecahan masalah (Pinilih dan Margowati, 2016 : 430)

Therapist Nancy B. Irwin mengatakan bahwa konflik muncul akibat dari komunikasi

yang tidak tersalurkan, harapan yang tidak terpenuhi atau niat yang terhalangi. Irwin

mengatakan: "Cara terbaik untuk menghindari konflik, dan atau menghindari

kesalahpahaman dalam hubungan adalah bersikap tegas dan sejelas mungkin dalam

berkomunikasi" Jennifer Elizabeth Austin Mathewson / keluarga.com).

(24)

Menurut Judy C Pearson dan Paul E. Nelson (Gunawan, 2013: 219) ada 2 fungsi utama komunikasi :

1. Untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi : keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi.

2. Untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.

Komunikasi adalah kebutuhan vital dari anak, dengan komunikasi yang baik, disiplin dapat dipertahankan, nilai-nilai baik dapat ditanamkan dan nilai-nilai buruk dapat ditekan kemunculannya (Pinilih dan Margowati, 2016 : 426).

Menurut uraian di atas fungsi komunikasi merupakan kebutuhan utama dalam memposisikan diri sebagai masyarakat dalam berhubungan sosial, guna memperoleh nilai- nilai yang baik dan menjauh dari konflik.

2.2.5 Faktor-Faktor Komunikasi

Menurut Lunardi (dalam Wahidah, 2011 : 174-176), ada sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga seperti citra diri dan orang lain, suasana psikologis, lingkungan fisik, kepemimpinan, bahasa, dan perbedaan usia.

1. Citra diri dan citra orang lain

Citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang. Citra diri adalah ketika orang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain. Setiap orang mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, statusnya, kelebihan dan kekurangannya.

Gambaran inilah yang menentukan apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi menyaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang berlangsung disekitarnya. Manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungan dengan orang lain, terutama manusia lain yang dianggapnya penting bagi dirinya, seperti ayah-bunda, guru-murid. Melalui kata-kata maupun komunikasi tanpa kata (perlakuan, pandangan mata, dan sebagainya) dari orang lain ia mengetahui apakah dirinya dicintai atau dibenci, dihormati atau diremehkan, dihargai atau direndahkan.

2. Suasana Psikologis

Komunikasi sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah,

merasa kecewa, merasa iri hati, diliputi prasangka, dansuasanapsikologis lainnya.

(25)

3. Lingkungan Fisik

Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana di rumah bersifat informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus ditaati, maka komunikasi yang berlangsung pun harus taat norma.

Begitupun komunikasi dalam keluarga memiliki tradisi yang harus ditaati. Kehidupan keluarga yang menjunjung tinggi norma agama memiliki tradisi kehidupan yang berbeda dengan kehidupan keluarga yang meremehkan norma agama. Oleh karena itu, lingkungan fisik, dalam hal ini lingkungan keluarga, mempengaruhi seseorang dalam berkomunikasi.

4. Kepemimpinan

Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan.

Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut.

Menurut Cragan dan Wright (dalam Wahidah, 2011 : 175) kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Pola kepemimpinan orang tua dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pendidikan anak. Oleh karena itu, ada tiga tipe kepemimpinan orang tua yang melahirkan pola komunikasi yang berbeda sehingga suasana kehidupan keluarga yang berbentuk pun berlainan yaitu cara kepemimpinan otoriter, demokratis atau laissez faire.

5. Bahasa

Penggunaan bahasa dipengaruhi oleh budaya keluarga di daerah tertentu. Oleh karena itu, setiap daerah memiliki kata-kata tertentu dengan maksud tertentu dengan maksud tertentu dan bisa bermakna lain di daerah tertentu.

6. Perbedaan Usia.

Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Oleh karena itu, setiap orang tidak bisa berbicara

sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak berbicara. Berbicara kepada

anak kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia

masing-masing yang harus dipahami. Dalam berkomunikasi, orang tua tidak bisa

menggiring cara berpikir anak ke dalam cara berpikir orang tua karena anak belum

mampu untuk melakukannya. Dalam berbicara, orang tualah yang seharusnya

(26)

mengikuti cara berpikir anak dan menyelami jiwanya. Bila tidak, maka komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. orangtua jangan terlalu egois untuk memaksa anak menuruti cara berpikir orang tua. Jadi, yang patut untuk diperhatikan adalah pembicaraan yang sesuai dengan tingkat usia seseorang menjadi salah satu faktor penentu kualitas komunikasi. Akhirnya faktor komunikasi merupakan kunci bagi kesuksesan hubungan dalam berkeluarga. Karena itulah komunikasi dalam keluarga harus dilakukan secara berkesinambungan dan dipelihara dengan baik.

2.2.6 Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Kathleen S. Verderber et al. (2007), komunikasi antarpribadi merupakan proses melalui mana orang menciptakan dan mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik dalam menciptakan makna. Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam siuasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto, 204 : 32)

Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang.

Komunikasi antarpribadi bersifat dialogis, artinya arus balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif, berhasil, atau tidak (Wiryanto, 204 : 36)

Adapun De Vito mendefenisikan komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung (Liliweri, 1991 : 13)

De Vito juga mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi mengandung ciri-ciri antara lain adalah (Liliweri, 1991 : 13):

• Keterbukaan atau Openess

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahwa permasalahan secara bebes (tidak ditutupi) dan tebuka tanpa rasa takut atau malu. Kedua-duanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.

• Empati atau Empathy

Kemampuan seseorang memproyeksikan dirinya orang lain di dalam lingkungannya.

• Dukungan atau Supportiveness

(27)

Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan demikian keinginan atau hasrat yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serarta meraih tujuan yang didambakan.

• Rasa positif atau Positiveness

Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat gagasan pertama yang positif, rasa positif menghidarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau prasangka yang mengganggu jalannya interaksi kedua

• Kesamaan atau Equality

Suatu komunikasi lebih akrab dalm jalinan pribadi lebih kuat, apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap, usia, ideologi dan sebaiknya.

2.2.6.1 Sifat- Sifat Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu dari mereka yang belum mengenal karena setiap pihak mengetahui secara baik tentang liku-liku hidup pihak lain, pikiran dan pengetahuannya, perasaanya, maupun menanggapi tingkah lakunya. Sehingga jika hendak menciptakan komunikasi anatar pribadi yang lebih bermutu maka didahului dengan keakraban,dengan kata lain tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan antara dua orang dapat digolongkan ke dalam komunikasi antar pribadi. Ada tujuh sifat yang menunjukan bahwa sesuatu komunikasi antara dua orang merupakan sikap komunikasi antar pribadi dan bukannya komunikasi lainnya yang terangkum dari pendapat Effendy (2007:.46). Sifat-sifat komunikasi antar pribadi itu sendiri adalah: (1) melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non-verbal; (2) melibatkan pernyataan ataupun ungkapan yang spontan, scripted, dan contrived ; (3) tidak statis, namun dinamis; (4) melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi (pernyataan satu dan harus berkaitan dengan sebelumnya); (5) dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik; (6) komunikasi antar pribadi merupakan satu kegiatan dan tindakan; dan (7) melibatkan didalamnya bidang persuasif.

2.2.6.2Jenis-jenisKomunikasi Antarpribadi

(28)

Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya (Effendy, 2006 : 129), yaitu :

1. Komunikasi diadik (Dyadic Communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadiberlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri komunikan. Situasi komunikasi seperti itu akan nampak dalam komunikasi triadik atau komunikasi kelompok, baik kelompok dalam bentuk keluarga maupun dalam bentuk kelas atau seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan terjadinya pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang disebut primasi diadik (dyadic primacy). Primasi diadik ini ialah setiap dua orang dari sekian banyak dalam kelompok itu yang terlihat dalam komunikasi berdasarkan kepentingan masing-masing.

2. Komunikasi Triadik (Triadic Communication)

Komunikasi triadik ini adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan kepada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada komunikan C, juga secara berdialogis. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.

Walaupun demikian dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi triadik karena merupakan komunikasi antarpribadi lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikaf, opini, atau prilaku komunikan (Effendy, 2006 : 152).

2.2.6.3 TujuanKomunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi memiliki beberapa tujuan. Menurut De Vito (2007 : 129) terdapat empat tujuan komunikasi antarpribadi, yaitu :

1. Mengurangi kesepian

(29)

Kontak dengan sesama manusia akan mengurangi kesepian. Ada kalanya kita mengalami kesepian karena secara fisik kita sendirian. Di lain pihak, kita kesepian karena meskipun mungkin bersama orang lain, kita mempunyai kebutuhan akan kontak dekat. Dalam upaya mengurangi kesepian, orang berusaha memiliki banyak kenalan. Satu hubungan yang dekat biasanya berdampak lebih baik.

2. Mendapatkan rangsangan

Manusia membutuhkan stimuli. Salah satu cara agar manusia mendapatkan stimuli adalah dengan melakukan kontak antar manusia.

3. Mendapatkan pengetahuan diri

Sebagian besar melalui kontak antar manusialah kita dapat mengetahui diri sendiri.

Persepsi mengenai diri sendiri sangat dipengaruhi oleh apa yang kita yakini dan

pikiran orang lain tentang kita.

(30)

2.2.6.4 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Liliweri (1997 : 82) mengemukakan ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang lain, yaitu:

1. Komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan dan sambil lalu.

2. Komunikasi antarpribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu

3. Komunikasi antarpribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas yang jelas

4. Komunikasi antarpribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun tidak disengaja 5. Komunikasi antarpribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan

6. Komunikasi antarpribadi menghendaki paling sedikit dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan

7. Komunikasi antarpribadi tidak dikatakan tidak sukses jika tidak membuahkan hasil.

8. Komunikasi antarpribadi menggunakan lambang-lambang bermakna.

Komunikasi antarpribadi yang baik adalah komunikasi yang memiliki ciri keterbukaan, kepekaan dan bersifat umpan balik. Individu merasa puas berkomunikasi antarpribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa orang lain juga memahami dirinya. Komunikasi antarpribadi antara dua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antarpribadi menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis.

Percakapan yang sifatnya pribadi, hanya dapat dilaksanakan melalui komunikasi antarpribadi. Hal ini dikarenakan komunikasi antarpribadi melibatkan pribadi dan terjalin melalui interaksi secara langsung di antara pribadi-pribadi yang sudah saling mengenal, sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah diterima, dimengerti dan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Ketepatan yang tinggi dapat dicapai apabila antara komunikator dan komunikan mempunyai pengalaman dan latar belakang yang sama, dengan demikian keefektifan komunikasi antarpribadi dapat terjadi. Orang tua dan anak yang hidup dalam suatu keluarga tentunya mempunyai pengalaman dan latar belakang yang sama. Anak belajar dari orang tua sehingga pengalaman dan pengetahuan orang tua banyak diberikan kepada anaknya.

2.2.6.5Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi

Dikatakan efektifitas dalam waktu tertentu tujuan dapat tercapai dengan baik.

Ini berarti komunikasi antarpribadi efektif jika dalam waktu tertentu komunikasi

(31)

memahami pesan yang disampaikan komunikatornya dengan baik dan melaksanakannya.

Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Rakhmat(2004:159)

menyatakan bahwa komunikasi yang efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Menurut Effendy (2003:219) Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan sikap, opini ataupun perilaku. Efek komunikasi yang timbul pada komunikan diklasfikasikan sebagai berikut :

a. .Efek kognitif yaitu efek yang berkaitan dengan pikiran, nalar atau rasio. Dengan efek ini diharapkan komunikan yang semula tidak mengerti menjadi mengerti,yang semula tidak tau membedakan mana yang salah dan yang benar.

b. Efek afektif adalah efek yang berhubungan dengan perasaan. Misalnya yang semula tidak senang menjadi senang, yang semula rendah diri menjadi memiliki rasa percaya diri

c. Efek behavioral yakni efek yang menimbulkan etika untuk berprilaku tertentudalam arti kata melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik atau jasmani.

Ketiga jenis efek ini adalah hasil proses psikologi yang berkaitan satu sama lain,secara terpadu. Efek behavioral tidak mungkin timbul pada komunikan apabila sebelumnya dia tidak tahu atau tidak mengerti disertai rasa senang dan berani. Menurut Tubbs dan Moss (Rakhmat, 2004:13) komunikasi yang efektif menimbulkan 5 hal yaitu:

a. .Pengertian, artinya penerimaan yang cermat dari isi stimulus/pesan seperti yang dimaksud oleh komunikator.

b. Kesenangan, artinya tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian, akan tetapi ada juga dilakuakan untuk menimbulkan kesenangan, misalnya menanyakan seseorang.

Komunikasi inilah yang menyebabkan hubungan kita menjadi hangat, akrab dan menyengkan.

c. Pengaruh pada sikap. Komunikasi seringkali dilakukan dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi yang efektif ditandai dengan perubahan sikap, perilaku atau pendapat komunikan sesuai dengan kehendak komunikator.

d. Hubungan sosial yang baik .Komunikasi juga ditunjukan untuk

menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia juga adalah makhluk

sosial yang tidak tahan hidup sendiri

(32)

e. Tindakan Efektifitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikan.Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.

Menurut Rakhmat (2004:129) ada tiga faktor menumbuhkan hubungan interpersonal,yaitu:

1.Percaya.

Definisi ini menyebutkan tiga unsur percaya, yaitu:

a) Ada situasi yang menimbulkan resiko.Bila orang menaruh kepercayaan kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko.

b) Orang yang menaruah kepercayaan pada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain.

c) Orang yakin bahwa perilaku pihak lain akan berakibat baik baginya.

Selain itu, faktor kepercayaan juga berhubungan dengan karakterisitik dan maksud orang lain, hubungan kekuasaan, serta sifat dan kualitas komunikasi.

2.Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam berkomunikasi. Orang dikatakan defensif bila tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis;

dan tentunya akan menggagalkan komunikasi interpersonal. Jack R. GIBB menyebutkan enam prilaku sportif, yaitu sebagi berikut :

Iklim Defernsif Iklim Suportif 1. Evaluasi

2. Kontrol 3. Strategi 4. Netralisasi 5. Superioritas 6. kepastian

1. Deskripsi

2. Orientasi masalah 3. Spontanitas 4. Empati 5. Permasalahan 6. profesionalisme Tabel 2.1 Sumber Rakmat (2004:134)

3.Sikap terbuka

Sikap terbuka (open mindness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan

komunikasi interpersonal yang efektif. Brooks dan Emmert (Rakhmat,2004:136),

mengkarakteristikkan orang bersikap terbuka sebagai orang yang menilai pesan

(33)

objektif dengan data dan logika, serta membedakan dengan mudah dengan melihat suasana.

2.2.6.6 Hubungan Orangtua dan Anak

Kelangsungan hidup anak-anak tergantung pada hubungan dengan orangdewasa.

Bayi manusia, pada kenyataannya, ketergantungannya pada orang lain lebihlama daripada ketergantungan bayi spesies makhluk lain atas induknya. Pada hewan tingkat rendah, kelangsungan hidup spesies dan kemampuan komunikasi yang diperlukan sebagian besar telah terjamin melalui warisan (Steward, 2014:69). Pada manusia hubungan orangtua-anak terlihat sangat jelas dalam sebuah keluarga inti.Anak-anak merupakan hasil perkawinan, buah cinta yang mendalam dari sepasang suami dan istri.

Anak-anak adalah wujud dari kesatuan mereka. Maka hubungan diantara mereka tentu membedakannya dengan anak-anak yang bukan kelahirannya,atau antara anak-anak dengan orangtua yang bukan melahirkan mereka. Hubungan jenis ini memang ditandai dengan prinsip hubungan darah yang ketat sekali dengan rasa emosional yang mendalam maupun rasa kita daripada mereka sangat tinggi. Banyak dari kita yang kurang mengerti bagaimana cara yang baik dalam berkomunikasi dengan anggota keluarganya sendiri khususnya antara suami dan istri serta orangtua dan anak. Kesalahpahaman sering terjadi antara kedua belah pihak dikarenakan belum mengetahui sebenarnya tentang tipe keluarganya dan cara berkomunikasi dari tipe-tipe keluarga yang ada,sehingga kesalahpahaman akan sering terjadi didalam berkomunikasi antar anggota keluarga.

Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting didalam masyarakat.

Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan priadan wanita,

hubungan yang berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-

anak.Berdasarkan pendapat Fitzpatrick (Kurniawati, 2014:47-52) cara orangtua berinteraksi

dengan anaknya akan tercermin dengan sikap dan perilaku pada seorang anak, meskipun

dampaknya tidak terlihat secara langsung.Teman sepermainan pertama seorang anak

adalah saudara laki-laki dan saudara perempuannya. Dariinteraksi tersebut seorang

anak akan memperoleh pelajaran berharga tentang bagaimana ia menjalin hubungan

dengan teman dan oranglain nantinya.Seseorang tumbuh tanpa interaksi dengan saudara

merupakan hal yang tidak menguntungkan karena dia terlewat suatu peluang untuk

berlatih dan mengembangkan keahlian dalam menjalin suatu hubungan, Masing-masing

(34)

keluarga memiliki tipe-tipe orangtua tertentu yang ditentukan oleh cara-cara mereka menggunakan ruang,waktu,dan energi mereka serta tingkatan mengungkapkan perasaan mereka, menggunakan kekuasaan dan membagi filosofi yang umum tentang pernikahan mereka. Sebuah tipe skema keluarga tertentu yang digabungkan dengan orientasi komunikasi atau kesesuaian akan menghasilkan tipepernikahan tertentu. Tipe-tipe pernikahan adalah tradisional, mandiri dan terpisah. Setiap tipe pernikahan bekerja dengan cara-cara yang sangat berbeda.

Menurut Fitzpatrick dan koleganya, komunikasi keluarga tidak terjadi secara acak, tetapi sangat berpola berdasarkan pada skema-skema tertentu yang menentukan bagaimana anggota keluarga saling berkomunikasi. Skema-skema ini terdiri atas pengetahuan tentang: (1).Seberapa dekat keluarga tersebut ; (2 )Tingkat individualitas dalam keluarga; dan (3) Faktor-faktor eksternal terhadap keluarga, misalnya teman, jarak, geografis, pekerjaan dan masalah-masalah lainnya diluar keluarga.

2.2.6.7 Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal (verbal communication) adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis (written) atau lisan (oral).

Komunikasi verbal menempati porsi besar. Karena kenyataannya, ide-ide, pemikiran atau keputusan, lebih mudah disampaikan secara verbal ketimbang nonverbal. Dengan harapan, komunikan (baik pendengar maupun pembaca) bisa lebih mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan. contoh: komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan dengan menggunakan media, contoh seseorang yang bercakap-cakap melalui telepon. Sedangkan komunikasi verbal melalui tulisan dilakukan dengan secara tidak langsung antara komunikator dengan komunikan. Proses penyampaian informasi dilakukan dengan menggunakan media berupa surat, lukisan, gambar, grafik dan lain lain.

2.2.6.8 Komunikasi non verbal

Komunikasi non verbal (nonverbal communication) menempati porsi penting. Banyak

komunikasi verbal tidak efektif hanya karena komunikatornya tidak menggunakan

komunikasi nonverbal dengan baik dalam waktu bersamaan. Melalui komunikasi nonverbal,

orang bisa mengambil suatu kesimpulan tentang berbagai macam perasaan orang, baik rasa

senang, benci, cinta, kangen dan berbagai macam perasaan lainnya. Menurut Afrina (2015 :

132-133) Berikut bentuk bentuk komunikasi nonverbal :

(35)

1. Sentuhan: Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain.

2. Gerakan tubuh; Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan,

3. Vokalik; Vokalik atau paralanguage adalah unsure nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu cara berbicara. Contohnya adalah nada bicara, nada suara, keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara, kualitas suara, intonasi, dan lain-lain.

4. Kronemik; Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputidurasi yang dianggap sesuai bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality).

2.2.6.9 Teori pertukaran kasih Sayang

Dalamteori inimemunculkan sebuahpandangan BioEvolusionerpadakomunikasi penuh kasih sayang,banyak hubungan antar pribadi diprakarsaidandipeliharamelaluipertukaranperilaku- perilakukasihsayang,sepertimemeluk,pegangan tangan atau dengan mengatakan “aku sayang padamu” tentu sajapernyataan kasih sayang sering bertindak sebagai saatyang menentukan danmempercepat perkembangan hubungan,namun demikian komunikasi penuh kasihsayang tidak hanya berkontribusi kepada kesehatan hubungan,tetapi juga kepadakesehatan orang itu sendiri(Budyatna:301).

Komunikasi yang penuh kasih sayang bersifat adaptif berkenaan dengan

kelangsungan hidup manusia dan kesuburan dengan asumsi bahwa menerima dan

menyampaikan pernyataan dengan kasih sayang berkontribusi bagi kelangsungan hidup

seseorang. Teori pertukaran kasih sayang atau Affection Exchange Theory(AET)

merupakan teori ilmiah dimana tujuan utamanya adalah untuk menerangkan mengapa

umat manusia mengkomunikasikan kasih sayang kepada satu sama lain, dan dengan

konsekuensi-konsekuensi apa, memperkuat hal ini ada dua asumsi pokok dalam AET

yaitu asumsi yang pertama bahwa umat manusia, seperti halnya organisme hidup

lainnya, tunduk kepada prinsip mengenai seleksi alam dan seleksi seksual.sedangkan

asumsi yang kedua adalah perilaku komunikasi manusia hanya sebagian tunduk kepada

pembatasan yang disengaja dari komunikator. kecenderungan-kecenderungan adaptif yang

(36)

berkembang, juga pengaruh-pengaruh psikologis seperti hormon-hormon mempengaruhi perilaku komunikasi dalam cara-cara yang tidak perlu bukti bagi kesadaran diri sendiri.AET dimulai dengan preposisi bahwa kebutuhan dan kapasitas untuk kasih sayang adalah pembawaan sejak lahir, yaitu manusia dilahirkan dengan kemampuan dan kebutuhan untuk merasakan kasih sayang, yang didefenisikan sebagai kedaan internal tentang kemesraan dan penuh semangat positif bagi sasaran hidup. Proposisi ini memiliki dua implikasi penting yaitu manusia tidak perlu belajar merasakan kasih sayang dan implikasi kedua ialah bahwa kebutuhan kasih sayang adalah pokok dalam rumpun manusia, yang mengimplikasikan manfaat-manfaat apabila ini terpenuhi dan konsekuensi-konsekuensi negatif apabila tidakterpenuhi. Proposisi kedua mengenai AET adalah bahwa perasaan-perasaan penuh kasih sayang dan pernyataan- pernyataan penuh kasih sayang adalah berbeda pengalaman yang sering kali akan tetapi tidak selalu berbeda.

2.2.6.10 Teori Pertalian

Dengan teori pertalian kita dapat melihat bagaimana interaksi orangtua dan anak mempengaruhi perkembangan kepribadian (Ainsworth&Bowlby,1991)Teori tersebut telah diterapkan dalam berbagai hubungan meliputi sepanjang hidup termasuk hubungan orangtua dengan anak-anak pasangan dan saudara-saudara kandung.

Hal yang paling pokok yang dapat dilihat dalam teori ini adalah bahwa umat

manusia memiliki kecenderungan pembawaan lahir untuk membentuk pertalian-pertalian

dengan orang lain,dimulai sejak masa kecil dan berlanjut sepanjang umur.pengamatan

yang dilakukan Bowlby memiliki kesimpulan bahwa kehilangankasih sayang keibuan

memiliki konsekuensi-konsekuensi yang tidak disukai oleh anak-anak, yang berlangsung

sepanjang umur.Apabila dipisahkan dari Ibunya, anak-anak seringkali berpindah dari

menunjukkkan kesedihan menjadi terpencil atau menyendiri.Makin lama

terpisah,kemungkinan besar anak-anak akan menunjukkansifat menyendiri dan anti

sosial,kemudian keyakinan ini konsisten dengan asumsi dasar lainnya yaitu:pertalian

ataukasih sayang merupakan produk kekuatan-kekuatan biologis dan interaksi sosial dalam

lingkungan seseorang,dan sistem pertalian yang meliputi kognisi,emosi,danperilaku yang

tampak,dihidupkan atau digiatkan apabila umat manusia memerlukan perlindungan atau

mengalami kesusahan.

Gambar

Gambar 2.2 Pola Protektif
Gambar 2.5 Johari Window
Tabel 4.2 Uraian Penyebab,Permasalahan dan keberhasilan Komunikasi  Keluarga informan 1
Tabel 4.3 Uraian Penyebab,Permasalahan dan keberhasilan Komunikasi  Keluarga informan 2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ayah adalah duri dalam keluarga, yang membuat semua anggota keluarga terluka, terlebih kepada ibu (sambil berkata konseli menangis). Keadaan keluarga sangat kacau. Perilaku ayah

Tidak terdapat hubungan yang nyata antara umur, tingkat pendidikan, masa keanggotaan dan jumlah tanggungan dengan pelaksanaan prinsip-prinsip koperasi pada KSU

Wanita sebagai single parent dalam membentuk anak

Hukum Pengungsi Internasional adalah turunan dan salah satu pengaturan hukum Internasional. Hukum pengungsi Internasional lahir demi menjamin keamanan dan keselamatan

Tema pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses

Hal yang menarik yang ingin penulis teliti adalah bagaimana cara mengajarkan Pendidikan Agama Islam pada keluarga broken home , apa saja faktor penghambat dan

Begini mas, ini yang banyak disalah mengerti oleh masyarakat awam. Menjadi transgender bukanlah sebuah keputusan pribadi. Transgender itu sama halnya seperti manusia

Berdasarkan tabel rekapitulasi variabel X menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia pada Dinas Perhubungan Kota Medan yang terdiri dari indikator pendidikan dan