• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara intensitas penggunaan media sosial instagram dan materialisme pada remaja - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara intensitas penggunaan media sosial instagram dan materialisme pada remaja - USD Repository"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DAN MATERIALISME PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

I Gusti Bagus Gantih Sukmaraga NIM : 149114106

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

Whenever you are in a hard situation, think that All is Well

Kita mungkin dilahirkan untuk merasakan kekalahan, tapi kita tidak dilahirkan untuk menyerah

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasayang selalu memberikan jalan dan kekuatan kepada saya

Orang tua, adik-adikku, dan keluarga besar sayayang selalu memberi dukungan

Dosen pembimbing skripsiyang tidak pernah berhenti memberi semangat, petunjuk, dan bimbingan kepada saya

Dan terakhir untuk Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharmayang telah memberikan banyak pelajaran hidup, sehingga saya belajar menjadi manusia yang

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DAN MATERIALISME PADA REMAJA

I Gusti Bagus Gantih Sukmaraga ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja. Hipotesis penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif dan signifikan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 457 orang remaja yang berusia 14 sampai 24 tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan ialah skala intensitas penggunaan media sosial Instagram dan skala materialisme. Skala intensitas penggunaan media sosial Instagram memiliki 4 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,885 dan skala materialisme memiliki 15 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,858. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Spearman’s

rho karena persebaran data pada kedua skala bersifat tidak normal. Penelitian ini menghasilkan r = 0,546 dan nilai signifikansi p = 0,00 < 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi intensitas penggunaan media sosial Instagram, maka semakin tinggi pula materialisme pada remaja. Sebaliknya, semakin rendah intensitas penggunaan media sosial Instagram, maka materialisme pada remaja menjadi semakin rendah.

(8)

viii

CORRELATION BETWEEN INTENSITY OF SOCIAL MEDIA INSTAGRAM USAGE AND MATERIALISM IN ADOLESCENT

I Gusti Bagus Gantih Sukmaraga ABSTRACT

This research aimed to determine the correlation between intensity of social media Instagram usage and materialism in adolescent. The hypothesis of this research was that there was a positive and significant correlation between intensity of social media Instagram usage and materialism in adolescent. The subjects in this research were 457 adolescent aged 14 to 24 years old. The instrument that used in this research were the intensity of social media Instagram usage scale and the materialism scale. The intensity of social media Instagram usage scale has 4 items with 0.885 reliability coefficient and the materialism scale has 15 items with 0,858 reliability coefficient. The data analysis technique which used in this study was Spearman's rho correlation test because the data distribution of both scale are not normal. This research yielded r = 0,546 correlation value and p = 0,00<0,05 significant value. The results of this research showed that there was a significant correlation between intensity of social media Instagram usage and materialism in adolescent. It means that the higher intensity of social media Instagram, the higher of the materialism in adolescent. Vice versa, the lower intensity of social media Instagram usage, the lower of the materialism in adolescent.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas tuntunan-Nya, saya dapat menjalankan proses penyusunan skripsi ini dengan seluruh kemampuan yang saya miliki. Saya juga menyadari bahwa banyak pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian ini. Untuk itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah menandatangani lembar pengesahan skripsi ini.

2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum Ph.D. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Dr. M. Laksmi Anantasari, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan semangat selama saya menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. 4. P. Henrietta P. D. A. D. S., S. Psi., M.A selaku dosen pembimbing

skripsi yang selalu memberi support dan arahan yang mudah untuk saya mengerti. Terimakasih dan semangat untuk studinya ya Mbak Etta semoga diberikan kemudahan, sehingga Mbak Etta bisa cepat kembali ke Fakultas kita tercinta untuk memajukan Fakultas ini.

5. Diana Permata Sari, S.Psi., M.Sc. dan Albertus Harimurti, S.Psi., M.Hum. sebagai dosen yang memberikan banyak masukan positif, sehingga skripsi ini jauh lebih baik dari sebelumnya.

6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagi dan memberi ilmu pengetahuan, sehingga secara tidak langsung saya belajar bahwa ini semua bukan tentang kompetensi, tapi bagaimana kompetensi tersebut bisa berkontribusi nyata bagi sesama.

(11)

xi

8. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi skala penelitian saya.

9. Terimakasih buat Cik Mel dan El yang membantu saya untuk menerjemahkan skala.

10. Terimakasih kepada Atu Wayah, Ninik, dan Niang atas penyertaan dan doa-doanya.

11. Terimakasih kepada kedua orangtua saya, I Gusti Made Arsawan dan Pande Ni Ketut Rai Puspadewi, there’s no word can describe it.

12. Adik-adik yang sangat saya sayangi, Gilang Sukmaraga & Guna Sukmaraga. Kesuksesan tidak hanya didapat melalui pendidikan formal, tanpa pendidikan formal seperti berkuliah pun kalian bisa sukses asalkan kalian tau dan yakin dengan potensi yang kalian miliki.

13. Terimakasih buat keluarga saya, Bulik Desy dan Kak Jono yang mengenalkan Jogja diawal perkuliahan saya disini, semoga kalian hidup berbahagia selalu.

14. Kak Praba yang sangat-sangat membantu saya dalam memberikan ide, arahan, dan masukan. Makasi banyak ya Kak, kalau waktu itu nggak ketemu di depan sekre mungkin aku masih bingung topik skripsi apa yang bakal aku teliti.

15. Teman-teman seluruh angkatan 2014, terkhusus kelas psikohanam A. Aku sangat beruntung bisa ada dikelas ini. Kelas yang benar-benar kompetitif namun tetap tidak melupakan rasa kekeluargaan yang ada. Mereka yang mengajariku banyak hal disini. Tanpa mereka, kuliah di Psikologi terasa hampa. Makasi yaa Lur, beberapa akan kusebutkan Anus, Ridho, Yosta, David, Kuncung, Seno, Krisna, Garin, Lius, Wahyu, Dea, Grace, Intan, Dina, Angel, Ella, Olak, Anggi, Ayne, Noia, Yuka, Nindy, Btari, Yashinta, Vivi, Best, Cendri, Pipin, dan lain-lainnya.

(12)

xii

17. My second family PBB (Mank, Deva, Dewa, Indri, Okta, Pande, Trisna) We’ve been together since 2014. Thanks for supporting and cheering me up when I’m in a bad condition. Aku tau kita punya tujuan yang sama, menemukan apa yang orang-orang sebut sebagai keluarga. 4 tahun bukan waktu yang sebentar. Aku berharap kalian bisa menemukan passion kalian masing-masing dan berguna bagi orang lain.

18. Terimakasih kakak tingkat Psikologi yang selalu bersedia membantu saya dalam kesusahan.

19. Seluruh anak-anak bimbingan Mbak Etta. Terimakasih selalu mendukung saya. Mari semangat untuk menyelesaikan apa yang sudah menjadi kewajiban kita sebagai mahasiswa akhir! See you on top guys! 20. Temen-temen ukf seni dan Papikustik (Kak SS, Kak Pipit, Bang Abiel,

Kak Yogi, Kak Arma) yang memberi saya kesempatan untuk tampil disetiap event yang ada di kampus mulai dari awal perkuliahan hingga masa dimana saya harus meninggalkan Fakultas ini. Percayalah rekaman jingle aksi 2017 menjadi kenangan yang akan paling saya ingat sebagai sebuah bentuk kontribusi nyata atas hobi yang saya miliki ini.

21. KMHD Swastika Taruna yang selalu mengayomi keluarga Hindu di kampus ini terutama (Kak Ayik, Kak GM, Kak Bayu, Kak Putri, Kak Gungis, Kak Bincik, Kak Mita, Kak Putra, Pristi, adik-adik 2015, 2016). 22. Sahabat – sahabat SMA saya, terutama Oting, Nyame TA angkatan 48,

Nyame GKSS.

23. Terimakasih kepada seluruh pihak yang belum dapat penulis ucapkan satu per satu. Kalian semua akan selalu tersimpan di hati saya.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga peneliti mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pembaca untuk membantu menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembaca. Mohon maaf jika terdapat kesalahan kata. Terimakasih.

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram ... 10

1. Definisi Intensitas penggunaan ... 10

2. Media sosial Instagram ... 11

3. Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram ... 17

4. Dampak Penggunaan Media Sosial ... 18

B. Materialisme ... 21

1. Definisi Materialisme ... 21

(14)

xiv

3. Pengukuran Materialisme ... 25

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Materialisme ... 27

C. Remaja ... 33

D. Dinamika Hubungan Antara Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram dan Materialisme Pada Remaja ... 35

E. Skema Hubungan Antara Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram dan Materialisme Pada Remaja ... 38

F. Hipotesis ... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

1. Variabel Bebas ... 41

2. Variabel Tergantung ... 41

C. Definisi Operasional ... 41

D. Subjek Penelitian ... 43

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 43

1. Metode Pengumpulan Data ... 43

2. Alat Pengumpulan Data ... 44

F. Validitas dan Reliabilitas ... 49

1. Validitas ... 49

2. Seleksi Item ... 50

3. Reliabilitas ... 51

G. Metode Analisis Data ... 53

1. Uji Asumsi ... 53

2. Uji Hipotesis ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Pelaksanaan Penelitian ... 56

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 56

C. Deskripsi Data Penelitian ... 57

D. Hasil Penelitian ... 60

(15)

xv

2. Uji Hipotesis ... 62

3. Analisis Tambahan ... 63

E. Pembahasan... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Keterbatasan Penelitian ... 70

C. Saran ... 71

1. Bagi Subjek (Remaja) ... 71

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Sebaran Item Skala Intensitas Penggunaan

Media Sosial Instagram Sebelum Uji Coba ... 45

Tabel 2 Skor Respon Variabel Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram Berdasarkan Frekuensi dan Durasi ... 46

Tabel 3 Sebaran Item Skala Materialisme Sebelum Uji Coba ... 48

Tabel 4 Pemberian Skor pada Skala Materialisme ... 49

Tabel 5 Sebaran Item Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram Setelah Uji Coba ... 51

Tabel 6 Sebaran Item Skala Materialisme Setelah Uji Coba ... 51

Tabel 7 Deskripsi Usia Subjek ... 56

Tabel 8 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek ... 56

Tabel 9 Deskripsi Konten yang Paling Sering Dilihat Subjek ... 57

Tabel 10 Data Empiris Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram ... 58

Tabel 11 Data Empiris Skala Materialisme ... 58

Tabel 12 Hasil Uji Normalitas ... 61

Tabel 13 Hasil Uji Linearitas ... 62

Tabel 14 Hasil Uji HipotesisSpearman’s rho... 63

Tabel 15 Uji Normalitas Dalam Skala Materialisme Pada Kelompok Perempan Dan Kelompok Laki-laki ... 64

Tabel 16 Uji Homogenitas Dalam Skala Materialisme... 65

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Skala Penelitian Uji Coba... 80

Lampiran B Hasil Uji Reliabilitas Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram dan Seleksi Item ... 86

Lampiran C Hasil Uji Reliabilitas Setelah Seleksi Item Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram ... 88

Lampiran D Hasil Uji Reliabilitas Skala Materialisme ... 90

Lampiran E Skala Penelitian ... 92

Lampiran F Hasil Uji TMeanTeoritik danMeanEmpiris... 101

Lampiran G Hasil Uji Normalitas... 103

Lampiran H Hasil Uji Linearitas... 105

Lampiran I Hasil Uji Hipotesis ... 107

Lampiran J Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Analisis Tambahan ... 109

Lampiran K Hasil Uji Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 111

Lampiran L Ijin dari Pemilik Skala Materialisme (print out e-mail) ... 113

Lampiran M Surat Keterangan Penerjemahan Skala ke dalam Bahasa Indonesia ... 115

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir pengguna media sosial Instagram dihebohkan dengan tagar #RichKidsofInstagram yang berisi konten-konten para anak muda memamerkan gaya hidup mewah di dalam media sosialnya (Hasan, 2018). Tagar tersebut juga meluas hingga bermunculan tagar serupa yang digunakan di berbagai belahan dunia seperti #RichKidsofBritain, #RichKidsofAmerica, dan #RichkidsofChina (Hasan, 2018). Bahkan di Indonesia, tagar #RichKidsofIndonesia juga sudah dapat ditemukan dalam media sosial Instagram (Jeko, 2017). Konten yang termuat di dalamnya adalah foto maupun video para remaja di Indonesia yang memamerkan liburan mewah, barang-barang mewah, serta perkumpulan sosial khusus remaja-remaja kaya di Indonesia (Jeko, 2017).

Meluasnya tagar #RichKidsofInstagram di media sosial tersebut menunjukkan bahwa semakin besarnya potensi pengguna aplikasi Instagram terpapar pesan yang mengisyaratkan bahwa tujuan utama hidup ialah kenikmatan inderawi serta kesuksesan hidup bergantung pada pemerolehan barang-barang material (Dash, 2018). Ketika individu terpapar pesan-pesan tersebut, mereka akan meyakini bahwa kepemilikan harta benda bersifat material mampu membuat mereka mencapai kepuasan hidup (Guru, 2018).

(19)

iv

HALAMAN MOTTO

Whenever you are in a hard situation, think that All is Well

Kita mungkin dilahirkan untuk merasakan kekalahan, tapi kita tidak dilahirkan untuk menyerah

(20)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasayang selalu memberikan jalan dan kekuatan kepada saya

Orang tua, adik-adikku, dan keluarga besar sayayang selalu memberi dukungan

Dosen pembimbing skripsiyang tidak pernah berhenti memberi semangat, petunjuk, dan bimbingan kepada saya

Dan terakhir untuk Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharmayang telah memberikan banyak pelajaran hidup, sehingga saya belajar menjadi manusia yang

(21)
(22)

vii

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DAN MATERIALISME PADA REMAJA

I Gusti Bagus Gantih Sukmaraga ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja. Hipotesis penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif dan signifikan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 457 orang remaja yang berusia 14 sampai 24 tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan ialah skala intensitas penggunaan media sosial Instagram dan skala materialisme. Skala intensitas penggunaan media sosial Instagram memiliki 4 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,885 dan skala materialisme memiliki 15 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,858. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Spearman’s

rho karena persebaran data pada kedua skala bersifat tidak normal. Penelitian ini menghasilkan r = 0,546 dan nilai signifikansi p = 0,00 < 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi intensitas penggunaan media sosial Instagram, maka semakin tinggi pula materialisme pada remaja. Sebaliknya, semakin rendah intensitas penggunaan media sosial Instagram, maka materialisme pada remaja menjadi semakin rendah.

(23)

viii

CORRELATION BETWEEN INTENSITY OF SOCIAL MEDIA INSTAGRAM USAGE AND MATERIALISM IN ADOLESCENT

I Gusti Bagus Gantih Sukmaraga ABSTRACT

This research aimed to determine the correlation between intensity of social media Instagram usage and materialism in adolescent. The hypothesis of this research was that there was a positive and significant correlation between intensity of social media Instagram usage and materialism in adolescent. The subjects in this research were 457 adolescent aged 14 to 24 years old. The instrument that used in this research were the intensity of social media Instagram usage scale and the materialism scale. The intensity of social media Instagram usage scale has 4 items with 0.885 reliability coefficient and the materialism scale has 15 items with 0,858 reliability coefficient. The data analysis technique which used in this study was Spearman's rho correlation test because the data distribution of both scale are not normal. This research yielded r = 0,546 correlation value and p = 0,00<0,05 significant value. The results of this research showed that there was a significant correlation between intensity of social media Instagram usage and materialism in adolescent. It means that the higher intensity of social media Instagram, the higher of the materialism in adolescent. Vice versa, the lower intensity of social media Instagram usage, the lower of the materialism in adolescent.

(24)
(25)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas tuntunan-Nya, saya dapat menjalankan proses penyusunan skripsi ini dengan seluruh kemampuan yang saya miliki. Saya juga menyadari bahwa banyak pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian ini. Untuk itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah menandatangani lembar pengesahan skripsi ini.

2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum Ph.D. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Dr. M. Laksmi Anantasari, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan semangat selama saya menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. 4. P. Henrietta P. D. A. D. S., S. Psi., M.A selaku dosen pembimbing

skripsi yang selalu memberi support dan arahan yang mudah untuk saya mengerti. Terimakasih dan semangat untuk studinya ya Mbak Etta semoga diberikan kemudahan, sehingga Mbak Etta bisa cepat kembali ke Fakultas kita tercinta untuk memajukan Fakultas ini.

5. Diana Permata Sari, S.Psi., M.Sc. dan Albertus Harimurti, S.Psi., M.Hum. sebagai dosen yang memberikan banyak masukan positif, sehingga skripsi ini jauh lebih baik dari sebelumnya.

6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagi dan memberi ilmu pengetahuan, sehingga secara tidak langsung saya belajar bahwa ini semua bukan tentang kompetensi, tapi bagaimana kompetensi tersebut bisa berkontribusi nyata bagi sesama.

(26)

xi

8. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi skala penelitian saya.

9. Terimakasih buat Cik Mel dan El yang membantu saya untuk menerjemahkan skala.

10. Terimakasih kepada Atu Wayah, Ninik, dan Niang atas penyertaan dan doa-doanya.

11. Terimakasih kepada kedua orangtua saya, I Gusti Made Arsawan dan Pande Ni Ketut Rai Puspadewi, there’s no word can describe it.

12. Adik-adik yang sangat saya sayangi, Gilang Sukmaraga & Guna Sukmaraga. Kesuksesan tidak hanya didapat melalui pendidikan formal, tanpa pendidikan formal seperti berkuliah pun kalian bisa sukses asalkan kalian tau dan yakin dengan potensi yang kalian miliki.

13. Terimakasih buat keluarga saya, Bulik Desy dan Kak Jono yang mengenalkan Jogja diawal perkuliahan saya disini, semoga kalian hidup berbahagia selalu.

14. Kak Praba yang sangat-sangat membantu saya dalam memberikan ide, arahan, dan masukan. Makasi banyak ya Kak, kalau waktu itu nggak ketemu di depan sekre mungkin aku masih bingung topik skripsi apa yang bakal aku teliti.

15. Teman-teman seluruh angkatan 2014, terkhusus kelas psikohanam A. Aku sangat beruntung bisa ada dikelas ini. Kelas yang benar-benar kompetitif namun tetap tidak melupakan rasa kekeluargaan yang ada. Mereka yang mengajariku banyak hal disini. Tanpa mereka, kuliah di Psikologi terasa hampa. Makasi yaa Lur, beberapa akan kusebutkan Anus, Ridho, Yosta, David, Kuncung, Seno, Krisna, Garin, Lius, Wahyu, Dea, Grace, Intan, Dina, Angel, Ella, Olak, Anggi, Ayne, Noia, Yuka, Nindy, Btari, Yashinta, Vivi, Best, Cendri, Pipin, dan lain-lainnya.

(27)

xii

17. My second family PBB (Mank, Deva, Dewa, Indri, Okta, Pande, Trisna) We’ve been together since 2014. Thanks for supporting and cheering me up when I’m in a bad condition. Aku tau kita punya tujuan yang sama, menemukan apa yang orang-orang sebut sebagai keluarga. 4 tahun bukan waktu yang sebentar. Aku berharap kalian bisa menemukan passion kalian masing-masing dan berguna bagi orang lain.

18. Terimakasih kakak tingkat Psikologi yang selalu bersedia membantu saya dalam kesusahan.

19. Seluruh anak-anak bimbingan Mbak Etta. Terimakasih selalu mendukung saya. Mari semangat untuk menyelesaikan apa yang sudah menjadi kewajiban kita sebagai mahasiswa akhir! See you on top guys! 20. Temen-temen ukf seni dan Papikustik (Kak SS, Kak Pipit, Bang Abiel,

Kak Yogi, Kak Arma) yang memberi saya kesempatan untuk tampil disetiap event yang ada di kampus mulai dari awal perkuliahan hingga masa dimana saya harus meninggalkan Fakultas ini. Percayalah rekaman jingle aksi 2017 menjadi kenangan yang akan paling saya ingat sebagai sebuah bentuk kontribusi nyata atas hobi yang saya miliki ini.

21. KMHD Swastika Taruna yang selalu mengayomi keluarga Hindu di kampus ini terutama (Kak Ayik, Kak GM, Kak Bayu, Kak Putri, Kak Gungis, Kak Bincik, Kak Mita, Kak Putra, Pristi, adik-adik 2015, 2016). 22. Sahabat – sahabat SMA saya, terutama Oting, Nyame TA angkatan 48,

Nyame GKSS.

23. Terimakasih kepada seluruh pihak yang belum dapat penulis ucapkan satu per satu. Kalian semua akan selalu tersimpan di hati saya.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga peneliti mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pembaca untuk membantu menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembaca. Mohon maaf jika terdapat kesalahan kata. Terimakasih.

(28)

xiii DAFTAR ISI

(29)

xiv

3. Pengukuran Materialisme ... 25 4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Materialisme ... 27 C. Remaja ... 33 D. Dinamika Hubungan Antara Intensitas Penggunaan

Media Sosial Instagram dan Materialisme Pada Remaja ... 35 E. Skema Hubungan Antara Intensitas Penggunaan Media Sosial

(30)

xv

(31)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Sebaran Item Skala Intensitas Penggunaan

Media Sosial Instagram Sebelum Uji Coba ... 45 Tabel 2 Skor Respon Variabel Intensitas Penggunaan Media

Sosial Instagram Berdasarkan Frekuensi dan Durasi ... 46 Tabel 3 Sebaran Item Skala Materialisme Sebelum Uji Coba ... 48 Tabel 4 Pemberian Skor pada Skala Materialisme ... 49 Tabel 5 Sebaran Item Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial

Instagram Setelah Uji Coba ... 51 Tabel 6 Sebaran Item Skala Materialisme Setelah Uji Coba ... 51 Tabel 7 Deskripsi Usia Subjek ... 56 Tabel 8 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek ... 56 Tabel 9 Deskripsi Konten yang Paling Sering Dilihat Subjek ... 57 Tabel 10 Data Empiris Skala Intensitas Penggunaan

Media Sosial Instagram ... 58 Tabel 11 Data Empiris Skala Materialisme ... 58 Tabel 12 Hasil Uji Normalitas ... 61 Tabel 13 Hasil Uji Linearitas ... 62 Tabel 14 Hasil Uji HipotesisSpearman’s rho... 63 Tabel 15 Uji Normalitas Dalam Skala Materialisme

(32)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Skala Penelitian Uji Coba... 80 Lampiran B Hasil Uji Reliabilitas Skala Intensitas Penggunaan

Media Sosial Instagram dan Seleksi Item ... 86 Lampiran C Hasil Uji Reliabilitas Setelah Seleksi Item Skala

Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram ... 88 Lampiran D Hasil Uji Reliabilitas Skala Materialisme ... 90 Lampiran E Skala Penelitian ... 92 Lampiran F Hasil Uji TMeanTeoritik danMeanEmpiris... 101 Lampiran G Hasil Uji Normalitas... 103 Lampiran H Hasil Uji Linearitas... 105 Lampiran I Hasil Uji Hipotesis ... 107 Lampiran J Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas

Analisis Tambahan ... 109 Lampiran K Hasil Uji Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 111 Lampiran L Ijin dari Pemilik Skala Materialisme (print out e-mail) ... 113 Lampiran M Surat Keterangan Penerjemahan Skala ke dalam

Bahasa Indonesia ... 115 Lampiran N Surat Keterangan Penerjemahan Skala ke dalam

(33)

materialisme (Richins & Dawson, 1992). Materialisme merupakan suatu nilai yang tercermin melalui pandangan akan pentingnya proses memperoleh harta benda bersifat material sebagai dasar untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Fournier & Richins, 1991). Kasser (2016) juga memandang materialisme terdiri dari nilai-nilai serta tujuan yang berfokus pada sesuatu yang bersifat material (harta benda dan kekayaan), gambaran diri, serta status sosial.

Richins (1999) menyatakan bahwa materialisme yang dimiliki individu dapat dibedakan berdasarkan pandangan mereka terkait nilai yang diterima melalui harta yang dimiliki serta harapan mereka mengenai harta benda yang akan diperoleh. Individu dengan materialisme rendah cenderung memandang nilai atau manfaat yang diperoleh sebagai manfaat pribadi, seperti kesenangan pribadi saat menggunakan barang atau kenyamanan yang diberikan saat menggunakan barang tersebut (Richins, 1999). Sedangkan individu materialis lebih menilai barang yang dimiliki sebagai sarana untuk menunjukkan penampilan, menyampaikan status, kesuksesan, dan prestise (Browne & Kaldenberg, 1997). Lebih lanjut, individu materialis juga meyakini bahwa barang yang dimiliki mampu membentuk, menjaga, dan mengekspresikan identitas secara sosial (Dittmar, 1992).

(34)

materialisme yang dimiliki individu, peneliti melakukan wawancara pada tanggal 10 dan 11 Maret 2018 dengan 10 orang remaja yang memiliki rentang usia 15-22 tahun. Peneliti memilih pakaian sebagai objek yang menjadi fokus karena pakaian relatif sering dibeli oleh masyarakat (Browne & Kaldenberg, 1997), sehingga peneliti ingin mengetahui bagaimana pandangan narasumber terkait pakaian yang dibeli.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa delapan dari sepuluh narasumber meyakini bahwa pakaian yang dibeli mampu memberikan nilai tersendiri bagi individu seperti meningkatkan kepercayaan diri serta menunjukkan status sosial. Beberapa narasumber merasa bahwa pakaian yang dibeli juga dapat membuat mereka terlihat lebih keren, mengikuti trend, dan fashionable di depan orang lain. Hasil tersebut menunjukkan bahwa delapan dari sepuluh narasumber tergolong dalam individu materialis karena mereka lebih memandang pakaian sebagai sarana mengekspresikan identitasnya serta menyampaikan status sosial disamping melihat manfaat pribadi yang diterima oleh individu (Richins, 1999).

(35)

Ketika individu memiliki materialisme yang tinggi mereka cenderung akan mengalami berbagai dampak diantaranya meningkatkan stress serta menurunkan kepedulian individu terhadap lingkungannya (Dittmar & Kapur, 2014; Kilbourne & Picket, 2008). Menurunnya kepedulian tersebut disebabkan oleh menurunnya kepercayaan individu terkait masalah yang ada di dalam lingkungannya akibat dari proses persepsi dan distorsi selektif (Killbourne & Picket, 2008). Selain itu, penelitian lainnya menemukan bahwa remaja yang materialis tertarik pada produk terbaru dan sangat responsif terhadap upaya promosi dan iklan, sehingga mereka cenderung susah dalam menabung dan gemar untuk berbelanja (Goldberg, Gorn, Peracchio, & Bamossy, 2003).

(36)

dilakukan maupun sebaliknya (Carballo dalam Sarwono, 1985; Taylor dalam Fearon, 1999).

Ketika paparan pesan dalam sebuah media dapat menyebabkan individu menjadi pribadi yang lebih materialis (Kasser dkk., 2004), penelitian yang dilakukan oleh Ahluwalia dan Sanan (2015) juga menyatakan bahwa salah satu media massa, yaitu internet menjadi agen yang dapat menyebarkan materialisme. Hal ini disebabkan oleh gambaran-gambaran ideal di dalam media yang kerap mengaitkan kepemilikian uang dan harta benda sebagai tanda kesuksesan, status sosial, serta kepuasan hidup individu (Dittmar & Kapur, 2011).

Meskipun keberadaan internet juga memiliki dampak positif seperti pengguna dapat melakukan transaksi komunikasi dan bisnis, melakukan penelitian, serta berinteraksi dengan relasi sosial, namun internet juga dipandang sebagai sumber yang dapat menggambarkan gaya hidup mewah serta meninggikan kepemilikan harta bersifat material (Alam, Hashim, Ahmad, Wel, Nor, & Omar, 2014; Ahluwalia & Sanan, 2015). Seseorang yang lebih sering menggunakan internet akan mempelajari gaya hidup mewah melalui gambaran-gambaran ideal yang dilihatnya, sehingga individu akan mengutamakan kepemilikan harta benda material diatas kepentingan lainnya. (Ahluwalia & Sanan, 2015; Richins & Dawson, 1992; Dittmar & Kapur, 2011).

(37)

menggunakan jejaring sosial. Frekuensi penggunaan internet menjadi variabel yang memiliki hubungan positif dan signifikan dengan materialisme yang dimiliki individu di India (Ahluwalia & Sanan, 2015). Penelitian lain yang dilakukan oleh Masood, Musarrat, & Mazahir (2016) kepada remaja di Pakistan juga menemukan bahwa media sosial menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan materialisme pada remaja.

Menurut survei dari We Are Social, Negara Indonesia saat ini menduduki peringkat ketiga sebagai negara dengan pertumbuhan pengguna media sosial tertinggi di dunia (We Are Social [WAS], 2018). Peningkatan pertumbuhan pengguna media sosial tersebut juga sejalan dengan peningkatan rata-rata waktu yang dihabiskan masyarakat dalam mengakses media sosialnya. Pada tahun 2018 pengguna media sosial di Indonesia menghabiskan waktu rata-rata 3 jam 23 menit dalam sehari, dimana rata-rata tersebut meningkat dari tahun 2016 yang hanya 2 jam 51 menit dalam sehari (WAS, 2018; We Are Social, 2016).

Kaplan dan Haenlein (dalam Kaplan & Haenlein, 2014) memandang media sosial sebagai sekumpulan aplikasi internet yang dibangun melalui teknologi “Web 2.0”, dimana teknologi tersebut

memberi izin penggunanya untuk membuat dan bertukar konten. Menurut Osterrieder (2013), kemampuan membagikan konten antarsesama pengguna merupakan prinsip inti dari media sosial.

(38)

sebagai keadaan tingkatan atau ukuran intensnya (Depdiknas, 2011). Sedangkan penggunaan berasal dari kata ‘guna’ yang diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu atau pemakaian (Depdiknas, 2011). Tubb dan Moss (dalam Nurjan, Tjahjono, & Yamin, 2016) menyatakan bahwa intensitas dapat diukur berdasarkan frekuensi dan durasi dari penggunaan media sosial.

Penelitian ini memilih Instagram sebagai media sosial yang akan diteliti karena media sosial Instagram hanya berfokus pada fitur foto dan video yang berdurasi singkat, sehingga lebih mudah untuk dinikmati dan digunakan jika dibandingkan dengan media sosial lainnya (Manampiring, 2017). Selain itu, media sosial Instagram juga didominasi oleh pengguna remaja dengan rentang usia 18-24 tahun, sehingga hal tersebut dipandang sesuai dengan subjek yang ada di dalam penelitian ini (WAS, 2018). Para remaja memilih Instagram karena media sosial ini terus memperbarui fitur-fitur dengan mengekspansi fungsinya dan mengadopsi layanan aplikasi lain seperti membuat fitur story yang mirip dengan fitur pada aplikasi Snapchat serta fitur IGTV yaitu layanan yang memungkinkan pengguna untuk membuat dan menonton video yang berdurasi panjang seperti yang ditemukan pada aplikasi Youtube (Bohang, 2018).

(39)

Walther (2016) menyatakan bahwa penggunaan media sosial secara tidak sadar juga dapat mengubah keyakinan yang dimiliki individu.

Individu dengan intensitas penggunaan media sosial yang tinggi akan menggunakan media sosialnya dalam jangka waktu lama berdasarkan durasi dan frekuensi penggunaan (Tubb & Moss dalam Nurjan dkk., 2016). Melalui tingginya penggunaan media sosial, para remaja akan semakin berpotensi terpapar berbagai informasi mengenai pentingnya kepemilikan harta benda material serta gaya hidup mewah (Ahluwalia & Sanan, 2015). Paparan informasi tersebut berasal dari gambaran-gambaran ideal di dalam media sosial yang sering mengaitkan kepemilikan harta benda sebagai tanda kebahagiaan, status sosial, kesuksesan, dan kepuasan hidup seseorang (Dittmar & Kapur, 2011). Ketika individu semakin sering terpapar informasi tersebut, kemungkinan individu akan semakin meyakini bahwa harta benda merupakan hal yang penting di dalam hidup, sehingga mereka akan berfokus pada kepemilikan harta benda serta pemerolehannya (Richins & Dawson, 1992). Keyakinan individu akan pentingnya kepemilikan harta benda bersifat material serta pemerolehannya di dalam kehidupan disebut materialisme (Richins & Dawson, 1992).

(40)

pentingnya memiliki harta benda material dan gaya hidup yang lebih mewah (Ahluwalia & Sanan, 2015).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan dalam latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian yang diangkat yaitu:

Apakah terdapat hubungan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi ilmu psikologi terutama dalam bidang psikologi sosial dan psikologi konsumen tentang hubungan intensitas penggunaan media sosial dan materialisme pada remaja.

2. Manfaat Praktis

(41)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM 1. Definisi Intensitas Penggunaan

Dalam Kamus Psikologi, intensity (intensitas) diartikan sebagai besarnya kekuatan dari suatu perilaku yang ditunjukkan (Reber & Reber, 2010). Sejalan dengan hal itu, Kartono dan Gulo (2000) menyatakan bahwa intensitas merujuk pada kekuatan suatu perilaku atau jumlah energi fisik yang diperlukan untuk merangsang sebuah indera. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intensitas diartikan sebagai keadaan tingkatan atau ukuran intensnya (Depdiknas, 2011). Selain itu, kata penggunaan berasal dari kata ‘guna’ yang diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu atau pemakaian (Depdiknas, 2011). Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa intensitas penggunaan merupakan besarnya kekuatan perilaku berdasarkan tingkatan tertentu dalam menggunakan sesuatu.

(42)

menyatakan bahwa intensitas ditinjau berdasarkan lamanya waktu yang dibutuhkan serta frekuensi dari pengulangan perilaku tersebut. Selain itu pula, Putri, Erlyani, dan Mayangsari (2016) juga sependapat bahwa intensitas ditinjau berdasarkan frekuensi dan durasi. Frekuensi merupakan keseringan atau jumlah pemakaian sesuatu dalam kurun waktu tertentu, sedangkan durasi didefinisikan sebagai seberapa lama individu dalam melakukan suatu aktivitas (Depdiknas, 2011).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan merupakan besarnya kekuatan perilaku yang ditinjau berdasarkan tingkatan pengulangan perilaku (frekuensi) dan lamanya waktu yang dihabiskan (durasi) saat menggunakan sesuatu.

2. Media Sosial Instagram

(43)

berbasis jejaring dan tekonologi mobile yang berfungsi untuk mengubah komunikasi ke arah dialog yang bersifat interaktif.

Prinsip inti media sosial menurut Osterrieder (2013) terdapat dalam kemampuannya untuk membagikan konten dengan orang lain. Beberapa jenis konten diantaranya berupa pembaruan status singkat maupun panjang, gambar, serta dokumen audio atau video (Osterrieder, 2013).

Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa media sosial merupakan layanan berbasis internet dan mobile yang dibangun melalui teknologi “Web 2.0” yang memungkinkan pengguna untuk melakukan berbagai pertukaran konten diantaranya berupa gambar, video, serta status singkat maupun lebih panjang secara online, sehingga memunculkan komunikasi yang mengarah pada dialog interaktif.

(44)

membuka dan memanfaatkan konten – konten dalam media tersebut, (c) Percakapan yaitu saat media tradisional hanya terpaku pada broadcast (konten dikirim atau didistribusikan pada penggunanya), media sosial lebih dilihat sebagai percakapan dua arah, (d) Komunitas yaitu media sosial mendorong terbentuknya komunitas dengan cepat serta mampu berkomunikasi secara lebih efektif. Komunitas akan membagi ketertarikan yang sama, seperti kecintaan pada fotografi, isu politik, atau acara televisi yang digemari, (e) Keterhubungan yaitu sebagian besar media sosial berkembang melalui keterhubungan mereka melalui pemanfaatan hubungan pada situs, sumber, dan orang lainnya.

Berkaitan dengan jenis dari media sosial, Dewing (2012) menyatakan bahwa saat ini beberapa kategori dalam sebuah situs telah melampaui dari apa yang menjadi definisi utamanya, sehingga sebuah situs dapat tergolong ke dalam beberapa jenis media sosial. Salah satunya adalah situs Instagram yang tergolong dalam media-sharing sites dan juga social networking sites karena aplikasi tersebut tidak hanya dapat membagi video maupun foto penggunanya melainkan juga dapat mengikuti orang lain (Dewing, 2012).

(45)

Instagram didominasi oleh masyarakat dengan rentang usia 18-24 tahun, sehingga hal tersebut dipandang sesuai dengan rentang dalam subjek penelitian ini (WAS, 2018). Saat ini, Instagram menjadi salah satu media sosial yang paling diminati oleh para remaja karena Instagram terus mengekspansi fungsinya dan mendobrak layanan aplikasi lain seperti membuat fitur story yang mirip dengan fitur pada aplikasi Snapchat serta fitur IGTV yaitu layanan yang memungkinkan pengguna untuk membuat dan menonton video yang berdurasi panjang seperti yang ditemukan pada aplikasi Youtube (Bohang, 2018).

Instagram merupakan sebuah aplikasi berbasis internet dan mobile yang memungkinkan penggunanya mengambil foto maupun video secara instan serta membagikan momen tersebut pada orang lain (Aditya, 2015). Nama Instagram berasal dari definisi secara keseluruhan pada aplikasi tersebut. Kata “insta” berasal dari kata

(46)

Instagram didirikan pada tahun 2010 oleh perusahaan teknologi start-up yang memiliki fokus pada pengembangan aplikasi untuk telepon genggam bernama Burbn, Inc. Semulanya, perusahaan tersebut memiliki fokus yang terlalu banyak di dalam HTML5 Mobile (hiper text markup language 5), sehingga membuat kedua CEO (Chief Executive Officer) perusahaan tersebut yaitu Kevin Systrom dan Mike Krieger memutuskan untuk memfokuskan pada satu hal saja yaitu layanan berbagi foto (Landsverk dalam Utari, 2017; Atmoko, 2012). Kemudian, versi Burbn yang telah mencapai tahap akhir diujicobakan kepada 100 orang yang dipercaya menjadi tester. Melalui berbagai tanggapan positif dari para tester, Instagram mulai resmi beroperasi pada perangkat berplatform IOS pada tanggal 6 Oktober 2010 (Atmoko, 2012). Melalui peningkatan antusiasme masyarakat terhadap Instagram, pada akhirnya mereka melebarkan sayapnya pada platform lain yaitu perangkat android pada tanggal 3 April 2012. Pada tanggal 12 April 2012, Instagram dibeli oleh Facebook dengan nilai mencapai USD 1 miliar. Hal tersebut menjadikan Instagram sebagai start-up paling mahal yang pernah dibeli oleh jejaring sosial lain (Atmoko, 2012).

Menurut Instagram (2018) beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh pengguna di dalam aplikasi Instagram adalah:

(47)

Menggunggah foto dan video yang akan tersimpan di dalam akun Instagram pengguna. Pengguna juga dapat melakukan editing dengan efek dan alat kreatif yang tersedia di dalam aplikasi Instagram.

b. Pencarian foto atau video

Mencari foto atau video dari pengguna lain yang pengguna ikuti. Pengguna juga dapat berinteraksi melalui postingan foto atau video yang diunggah dengan menggunakan fiturlike and comments. c. Membagikan foto atau video dalamInstastory

Pengguna dapat membagikan momen mereka berbentuk foto atau video melalui fiturstory yang ada di Instagram. Pengguna juga dapat menambahkan efek-efek tertentu, tulisan, maupun stiker untuk menambah kesan kreatif di dalam setiap story yang diunggah.

d. Melakukanlive video

Pengguna dapat melakukan video secara langsung untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya. Pengguna juga dapat melakukan live video bersama pengguna lain dan memberikan komentar pada saatlive videoberlangsung.

e. Mengirim pesan

(48)

f. Menontonstoryataulive video

Pengguna dapat melihat story atau live video yang diunggah oleh pengguna lain melalui panel yang telah disediakan oleh pihak Instagram.

g. Mencari informasi

Pengguna dapat mencari foto, video, atau storyyang diunggah oleh pengguna lain. Selain itu, pengguna juga dapat mencari dan mengikuti pengguna lain melalui fiturexplore tab.

3. Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram

(49)

4. Dampak Penggunaan Media Sosial

Berikut adalah dampak penggunaan media sosial baik secara umum maupun secara khusus dalam aplikasi Instagram (Amedie, 2015; Instargram, 2018)

a. Dampak positif

1.) Memudahkan individu dalam membentuk sebuah kelompok yang beraliran sama, sehingga mereka tergabung dalam suatu komunitas yang dapat bekerja secara bersama maupun mengekspresikan diri melalui postingan yang diunggah setiap harinya.

2.) Seiring berkembangnya media sosial, banyak perusahaan menggunakannya sebagai sarana pemasaran dalam bentuk periklanan. Mereka mempromosikan produk, membahas produk, serta membentuk kesadaran konsumennya.

3.) Media sosial dapat menyebarkan berbagai informasi lebih cepat dibandingkan media yang bersifat tradisional.

4.) Membantu pengguna membagikan konten mereka sendiri dengan aplikasi atau layanan yang tersedia.

5.) Membantu pengguna untuk dapat berinteraksi dengan teman maupun keluarga untuk melihat apa yang sedang terjadi.

6.) Membantu pengguna mencari informasi yang disukai melalui konten-konten yang dimiliki pengguna lain di dunia.

(50)

1.) Kecemasan

Kecemasan diawali oleh stres yang dihasilkan dari keinginan individu untuk terus membentuk gambaran diri yang tidak realistis dan membentuk persepsi kesempurnaan yang tidak mampu diraih oleh individu dalam media sosialnya. Stres yang disebabkan oleh kecemasan sosial dihubungkan dengan individu yang selalu mencoba memproyeksikan dirinya secara sempurna dan konstan dari waktu ke waktu.

2.) Depresi

Depresi dalam penggunaan media sosial satah satunya dipicu karena mengalami kegagalan dalam membangun keintiman. Seseorang cenderung lebih sering menampilkan sisi kesuksesan dan kebahagiaan hidup dalam media sosialnya dibandingkan harus jujur menjadi siapa diri mereka sesungguhnya.

3.) Aktivitas kriminal

Individu yang tidak bertanggung jawab akan menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyembunyikan identitas mereka yang sesungguhnya. Mereka dapat melakukan berbagai aksi seperti cyber bullying, perdagangan manusia, serta perdagangan obat terlarang.

(51)
(52)

B. MATERIALISME 1. Definisi materialisme

Dalam Kamus Filsafat, materialisme diartikan sebagai paham yang memandang bahwa dunia disusun seluruhnya oleh materi (Blackburn, 2013). Sejalan dengan itu, Bagus (1996) menyatakan bahwa Materialisme merupakan ajaran yang menitikberatkan pada keunggulan faktor-faktor material atas spiritual dalam berbagai hal seperti metafisika, teori nilai, fisiologi, epistemologi atau penjelasan historis.

Penelitian yang menyertakan istilah materialisme pertama dilakukan oleh Ward dan Wackman (1971) dan Moschis dan Churchill (1978) yang menyebutkan bahwa materialisme merupakan orientasi yang melihat harta benda yang bersifat material dan uang sebagai hal penting bagi kebahagiaan individu dan kemajuan sosial.

(53)

ketidakpuasan dalam hidup individu (Belk, 1984). Individu yang memiliki materialisme tinggi akan meletakkan harta benda sebagai inti dari kehidupan yang dipercaya dapat menjadi sumber kepuasan dan ketidakpuasan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung (Belk, 1984).

Selain itu, pentingnya kepemilikan suatu barang bagi individu yang materialis sangat berarti dalam membentuk, menjaga, serta mengekspresikan identitasnya baik secara individual maupun sosial (Dittmar, 1992). Kepemilikan harta benda juga mampu memengaruhi bagaimana cara individu menafsirkan diri dan orang lain (Dittmar, 1992). Hal tersebut karena individu yang materialis menjadikan kepemilikan harta benda sebagai tujuan utama dalam kehidupan dan sekaligus menjadi faktor yang mengatur bagaimana mereka hidup. Konsep lainnya melihat materialisme sebagai nilai yang dianut oleh individu. Nilai itu sendiri merupakan bagian dari konsep yang dimiliki individu sebagai sebuah rujukan (Woodruff, 1952). Selain itu, nilai juga menjadi salah satu hasil dari proses mental yang terbentuk melalui interaksi antarindividu dan rujukannya (Woodruff, 1952).

(54)

Nilai secara personal membahas mengenai apa yang mereka inginkan sebagai individu. Sedangkan nilai secara sosial membahas bagaimana individu berpikir mengenai apa yang seharusnya terlihat dari masyarakat secara keseluruhan. (Mueller & Wornhoff, 1990).

Richins dan Dawson (1992) memandang materialisme sebagai keyakinan utama terhadap pentingnya kepemilikan suatu barang pada kehidupan individu. Dalam hal ini, materialisme sebagai suatu nilai mencerminkan pentingnya pemerolehan harta benda yang bersifat material sebagai tindakan yang tepat atau perlu untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Fournier & Richins, 1991).

Kasser (2016) juga sependapat bahwa materialisme terdiri dari sekumpulan nilai dan tujuan yang berfokus pada kekayaan, harta benda, gambaran diri, serta status. Sejalan dengan itu, Burrough dan Rindfleisch (2002) juga sependapat bahwa pemerolehan objek yang bersifat material sebagai nilai yang ditempatkan pada konsep materialisme.

(55)

2. Aspek materialisme

Belk memandang materialisme sebagai orientasi seorang konsumen yang mencerminkan pentingnya keterikatan mereka pada harta benda yang bersifat duniawi (Belk, 1984). Belk mengukur materialisme melalui tiga sifat kepribadian individu yaitu posesif, kurangnya memiliki kemurahan hati, serta iri hati. Ketiga sifat kepribadian tersebut dipandang Belk sebagai beberapa sifat yang paling sering dikaitkan dengan materialisme (Belk, 1984). Posesif didefinisikan sebagai perhatian dan kontrol individu yang berlebihan terhadap harta benda (Belk, 1983). Kurangnya kemurahan hati diartikan sebagai keengganan individu untuk memberi atau membagi harta benda yang dimiliki kepada orang lain (Belk, 1984), serta iri hati didefinisikan sebagai perasaan tidak senang melihat orang lain mampu mencapai kebahagiaan, kesuksesan, atau harta benda yang diinginkan (Belk, 1984).

Berbeda dengan tokoh tersebut, Richins dan Dawson (1992) memandang materialisme sebagai nilai yang dimiliki individu serta membaginya ke dalam tiga aspek, antara lain :

a. Acquisition Centrality

(56)

b. Acquisition as the Pursuit of Happiness

Keyakinan seseorang yang memandang pemusatan terhadap harta benda dan pemerolehannya sebagai esensi dari kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup.

c. Possession-defined Success

Keyakinan seseorang yang menilai kesuksesan diri dan orang lain melalui akumulasi dari jumlah dan kualitas harta benda yang dimiliki.

Peneliti memilih aspek-aspek dari Richins dan Dawson (1992) karena penelitian ini merujuk pada materialisme sebagai nilai yang dimiliki individu. Materialisme sebagai nilai individu mampu menunjukkan konsep materialisme yang tidak hanya terbatas pada ranah konsumsi, namun juga dapat menunjukkan bagaimana nilai tersebut dapat menuntun individu dalam memilih dan berperilaku pada berbagai situasi (Richins & Dawson, 1992). 3. Pengukuran materialisme

Richins dan Dawson (1992) menyatakan bahwa tinjauan sebelumnya mengenai materialisme telah dilakukan melalui berbagai cara diantaranya meninjau berdasarkan sifat kepribadian individu, memeriksa pentingnya berbagai tujuan sosial, serta menilai berdasarkan sikap individu.

(57)

konstruk terkait materialisme antara lain skala possessiveness, nongenerosity, dan envy. Menurut Belk (1984) ciri-ciri konsumen seperti posesif, kurang memiliki sifat murah hati, dan iri hati bukan menjadi satu-satunya aspek yang mencerminkan materialisme. Namun, ketiga sifat kepribadian tersebut dipandang mampu mewakili ekspresi yang berbeda dan signifikan dari hubungan manusia dengan objek material (Belk, 1984). Skala yang dibuat oleh Belk berisi 24 item dan diujikan pada mahasiswa serta orang dewasa. Reliabilitas pada masing-masing skala yaitu 0.57 untuk skala possessiveness, 0.58 untuk nongenerosity, dan 0.64 untuk skala envy. Namun, reliabilitas tersebut dipandang Richins & Dawson (1992) memiliki reliabilitas yang tidak konsisten dan cenderung rendah.

Untuk mengurangi kelemahan dari tinjauan sebelumnya, Richins dan Dawson (1992) membuat konsep materialisme yang tidak terbatas pada bidang konsumsi semata, melainkan sebagai suatu nilai yang dapat memandu pilihan dan perilaku individu dalam beragam situasi. Ketika pada bidang konsumsi, materialisme hanya dipandang dapat memengaruhi jumlah dan jenis barang yang dibeli, pada area yang lebih luas, materialisme dipandang akan memengaruhi berbagai sumber daya termasuk waktu.

(58)

Item di dalam skala dibuat berdasarkan tiga aspek materialisme menurut Richins (2004) yang menghasilkan 15 item. Item tersebut merupakan hasil revisi dari skala sebelumnya yang berjumlah 18 item (Richins & Dawson, 1992). Richins (2004) menyatakan bahwa skala dengan 15 item tersebut memiliki pembagian item yang lebih merata dibandingkan dengan skala sebelumnya. Reliabilitas skala berada diantara 0.79 – 0.91. Jadi, skala yang digunakan dalam penelitian ini ialah skala yang diadaptasi dari skala materialisme milik Richins (2004).

4. Faktor-faktor yang memengaruhi materialisme

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Ahluwalia & Sanan (2015); Achenreiner (1997); Goldberg, Gorn, Peracchio, & Bamossy (2003); Sutton (2013); Masood, Musarrat, & Mazahir (2016); Chaplin & John (2007); Chaplin & John (2010); Kasser dkk. (2004); Browne & Kaldenberg (1997) materialisme pada individu disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:

a. Faktor individual

1.) Motivasi untuk menonton acara televisi

(59)

perilaku yang terkait dengan produk konsumen. Selain itu pula, iklan yang terdapat di dalam televisi juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi materialisme individu (Ahluwalia & Sanan, 2015). Iklan dapat membujuk remaja untuk mencari kesuksesan dan kebahagiaan melalui konsumsi dan menyampaikan pesan bahwa semua masalah dapat diatasi dengan mengkonsumsi suatu produk.

2.) Motivasi untuk menggunakan internet

Motivasi dalam menggunakan internet merujuk pada motivasi individu untuk mengumpulkan informasi melalui internet yang bertujuan untuk membuat keputusan konsumen serta memperoleh informasi mengenai gaya hidup dan perilaku terkait produk konsumen (Moschis & Moore, 1982, dalam Ahluwalia & Sanan, 2015)

3.) Harga diri

(60)

4.) Demografi individu a.) Usia

Faktor usia menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada materialisme individu. Dalam penelitian Ahluwalia dan Sanan (2015) menyatakan bahwa remaja akhir yang berusia 14 tahun keatas cenderung lebih materialis dibandingkan dengan remaja awal yang berusia dibawah 14 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Achenreiner (1997) menemukan hasil berbeda dengan Ahluwalia dan Sanan (2015) yaitu meskipun ada banyak perubahan yang terjadi saat anak bertambah usia, materialisme pada individu dipandang sebagai sifat yang relatif stabil, sehingga seiring bertambahnya usia, sifat tersebut hanya akan menunjukkan variasi yang sedikit.

b.) Jenis kelamin

(61)

mampu menunjukkan status sosial dan kebahagiaan individu.

c.) Status ekonomi

Status ekonomi juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi materialisme individu. Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian Ahluwalia dan Sanan (2015) yang menyatakan bahwa remaja yang berada pada status ekonomi rendah cenderung lebih materialis dibandingkan dengan remaja pada status ekonomi menengah keatas. Individu yang memiliki status ekonomi rendah cenderung merasa tidak aman dan tertekan karena mereka khawatir terhadap kondisi ekonomi yang sedang dialaminya, sehingga membuat individu lebih mengadopsi nilai-nilai materialisme sebagai kompensasi dari perasaannya tersebut (Kasser dkk., 2004).

b. Faktor sosial / lingkungan

1.) Komunikasi keluarga perihal konsumsi

(62)

2.) Komunikasi antarsebaya perihal konsumsi

Komunikasi antarsebaya merujuk pada interaksi yang dilakukan remaja terhadap rekan sebayanya mengenai barang dan jasa (Moschis & Churchill, 1978, dalam Ahluwalia & Sanan, 2015).

3.) Penggunaan media sosial

Penelitian yang dilakukan oleh Masood dkk. (2016) menyatakan bahwa media sosial menjadi sumber yang dapat meningkatkan materialisme. Selain itu, dalam penelitian Ahluwalia dan Sanan (2015), penggunaan jejaring sosial tergabung dalam variabel frekuensi menggunakan internet yang menjadi salah satu kontributor dalam nilai materialisme individu. Media internet juga disebutkan sebagai salah satu agen penting yang dapat menyebarkan nilai materialisme. Internet dipandang sebagai sumber yang dapat menggambarkan gaya hidup mewah dan meninggikan kepemilikan atas barang-barang yang bersifat material. Melalui penggunaan internet, remaja cenderung akan mempelajari gaya hidup yang berbeda, dan cenderung menjadi lebih materialis (Ahluwalian & Sanan, 2015).

4.) Materialisme orangtua

(63)

memiliki anak yang lebih materialis pula. Hal tersebut karena pengasuhan dalam keluarga merupakan sebuah proses pentransmisian nilai. Ketika anak melihat orangtuanya mengedepankan nilai harta benda yang bersifat material sebagai acuan kesuksesan secara finansial, anak akan menganut nilai yang sama. Orangtua merupakan model pertama bagi anak. Meskipun anak mempelajari hal yang bersifat eksplisit melalui orangtuanya, mereka juga mempelajari sesuatu yang bersifat implisit yaitu bahasa dan perilaku orangtua mereka (Kasser, dalam Sutton, 2013).

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Chaplin dan John (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara materialisme orangtua dengan materialisme remaja. 5.) Materialisme rekan

Chaplin dan John (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara materialisme rekan terhadap materialisme pada remaja.

(64)

komunikasi keluarga perihal konsumsi, komunikasi antarsebaya perihal konsumsi, penggunaan media sosial, materialisme orangtua, serta materialisme rekan.

C. REMAJA

G. Stanley Hall sebagai tokoh pionir dalam studi ilmiah remaja melihat masa remaja berada pada rentang usia 14 – 24 tahun (Curtis, 2015). Steinberg (dalam Curtis, 2015) menyatakan bahwa remaja dibagi menjadi tiga yaitu remaja awal dengan rentang usia 10–13 tahun, remaja madya dengan rentang usia 14 – 18 tahun, serta remaja akhir dengan rentang usia 19 – 22 tahun. Dalam penelitian ini, peneliti memilih remaja dengan batasan usia 14-24 tahun menurut G. Stanley Hall (dalam Curtis, 2015) sebagai subjek penelitian. Batasan usia menurut G. Stanley Hall dipilih oleh peneliti karena Hall merupakan tokoh pionir yang mengemukakan gagasannya mengenai remaja (Santrock, 2003).

(65)

baik secara fisik, emosional, kognitif, dan sosial dalam periode yang panjang.

Anastasia, Rasimin, dan Nuryati (2008) menyatakan bahwa terdapat dua karakteristik utama yang dimiliki oleh remaja diantaranya, (a) remaja cenderung labil dan belum mempunyai pendirian yang kuat. Masa remaja merupakan masa dimana individu sedang dalam proses pencarian identitasnya. Remaja cenderung masih mencari suatu komitmen dan identifikasi yang mampu menggambarkan dirinya melalui nilai apa yang baik atau penting bagi dirinya dan apa yang benar dilakukan atau sebaliknya (Taylor dalam Fearon, 1999). Selain itu, Hall (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa remaja merupakan masa dimana individu memiliki pemikiran, perasaan, dan tindakan yang cenderung mudah berubah-ubah dan tidak konsisten. (b) remaja lebih mudah dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan disekitarnya. Pada masa remaja, individu akan mulai memisahkan diri dari orangtua dan memperluas relasinya dengan teman sebaya. Oleh karena itu, Nurhayati (2015) menyatakan bahwa lingkungan teman sebaya menjadi sangat berpengaruh dan berarti dalam kehidupan sosial para remaja.

(66)

menyatakan bahwa masa remaja merupakan fase terpenting dalam proses pembentukan nilai individu yang diperoleh melalui hasil interaksi sosial. D. Dinamika hubungan antara intensitas penggunaan media sosial

Instagram dan materialisme pada remaja

Interaksi yang terjadi antarindividu dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya melalui media sosial (Mar’at, 1981). Hal tersebut karena media sosial merupakan media berbasis jejaring dan teknologi mobile yang mampu mengubah komunikasi menjadi dialog bersifat interaktif dengan sesama penggunanya (Baruah, 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh We Are Social salah satu jenis media sosial yang paling sering digunakan oleh para remaja dengan rentang usia 18-24 tahun adalah Instagram (WAS, 2018). Instagram merupakan aplikasi yang dilengkapi dengan fitur untuk mengambil foto atau video secara praktis serta membagikan momen tersebut pada pengguna lainnya (Aditya, 2015). Intensitas penggunaan media sosial Instagram dapat ditinjau berdasarkan dua aspek yaitu durasi waktu yang telah dihabiskan dan frekuensi perilaku saat individu menggunakan media sosial Instagram dalam jarak waktu tertentu (Tubb & Moss dalam Nurjan dkk., 2016).

(67)

sedang terjadi, serta media sosial mampu menyebarkan informasi lebih cepat dibandingkan media tradisional (Amedie, 2015; Instagram, 2018). Namun, saat individu sering menghabiskan waktunya untuk menggunakan media sosial, mereka cenderung akan mengalami berbagai gangguan seperti kecemasan dan depresi (Amedie, 2015). Selain itu, Valkenburg dkk. (2016) dan Ho dkk. (2017) menyatakan bahwa secara tidak sadar, penggunaan media sosial dapat mengubah perilaku dan keyakinan yang dimiliki individu, diantaranya keyakinan individu terhadap suatu nilai (APA, 2002).

Dengan karakteristik remaja yang cenderung labil dan tidak tetap pendirian (Anastasia, Rasimin, & Nuryati, 2008), mereka lebih berpotensi untuk menginternalisasi nilai-nilai yang justru menyimpang dari apa yang seharusnya diharapkan oleh lingkungan dan budayanya. Salah satu keyakinan yang muncul akibat penggunaan media sosial yaitu materialisme. Penelitian yang dilakukan oleh Masood dkk. (2016) menemukan bahwa media sosial menjadi sumber yang mampu meningkatkan nilai materialisme pada individu.

(68)
(69)

E. Skema Hubungan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja

Ditinjau berdasarkan durasi dan frekuensi : individu menggunakan media sosial Instagram dalam jangka waktu lama untuk melihat berbagai informasi serta berbagi konten dengan pengguna lain. Selain itu, individu juga semakin sering mengulangi perilaku menggunakan media sosialnya tersebut.

(70)

F. HIPOTESIS

(71)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Metode penelitian kuantitatif berfungsi untuk meneliti suatu sampel atau populasi melalui penggunaan instrumen penelitian untuk mengumpulkan data, serta metode statistik dalam menganalisis data dengan tujuan untuk menguji sebuah hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2014). Lebih lanjut, menurut Creswell (2013), jenis penelitian kuantitatif bertujuan untuk melakukan pengujian atas teori secara objektif melalui pemeriksaan atau penelitian terhadap hubungan antarvariabel yang dapat diukur, sehingga data yang dihasilkan bersifat numerik dan dapat dianalisis berdasarkan prosedur statistik.

(72)

Menurut Azwar (2016), penelitian korelasional bertujuan untuk melihat sejauh mana variasi pada satu variabel berhubungan dengan variasi pada variabel lainnya berdasarkan koefisien korelasi, serta mendapat informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi. Sugiyono (2014) menyatakan bahwa hubungan yang terjadi antarvariabel bersifat sebab dan akibat, sehingga dalam penelitian korelasional sering menemukan istilah variabel tergantung dan variabel bebas.

B. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Creswell (2013) menyatakan bahwa variabel bebas yaitu atribut dari individu maupun kelompok yang menjadi penyebab, memengaruhi, atau memberi efek pada hasil. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intensitas penggunaan media sosial Instagram. 2. Variabel tergantung

Creswell (2013) menyatakan bahwa variabel tergantung yaitu atribut dari individu maupun kelompok yang merupakan hasil dari pengaruh variabel bebas atau disebut sebagai atribut yang tergantung pada variabel bebas. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah materialisme.

C. Definisi Operasional

(73)

dibutuhkan dalam mengukur variabel tersebut (Nazir, 2005). Selain itu, definisi operasional menurut Azwar (2016) disusun atas karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati. Variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Intensitas penggunaan media sosial Instagram

Intensitas penggunaan media sosial Instagram adalah besarnya kekuatan tingkah laku berdasarkan jumlah ulangan perilaku serta waktu yang dihabiskan para remaja saat menggunakan media sosial Instagramnya. Intensitas penggunaan ditinjau melalui dua aspek yaitu frekuensi dan durasi (Tubb & Moss dalam Nurjan dkk., 2016). Kedua aspek tersebut diukur melalui skala intensitas penggunaan media sosial Instagram yang dibuat sendiri oleh peneliti. Skala tersebut menunjukkan waktu yang dihabiskan individu saat membuka Instagram dan jumlah ulangan perilaku yang ditunjukkan individu saat menggunakan media sosial Instagramnya. Semakin tinggi skor saat individu menggunakan media sosial Instagramnya, maka semakin tinggi pula intensitas penggunaan media sosial Instagram individu. Sebaliknya, semakin rendah skor saat individu menggunakan Instagram, maka semakin rendah intensitas penggunaan individu pada media sosial Instagramnya.

2. Materialisme

(74)

serta pemerolehannya, sehingga menjadikan hal itu sebagai tujuan utama di dalam kehidupannya. Materialisme akan diukur menggunakan skala hasil adaptasi dari material values scale (MVS) milik Richins (2004). Skala tersebut didasarkan atas tiga aspek materialisme yaitu, acquisition centrality, acquisition as the pursuit of happiness, dan possession-defined succes. Semakin tinggi skor total yang diperoleh individu dalam skala tersebut, maka semakin tinggi pula materialismenya. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh individu, maka semakin rendah materialismenya.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini merupakan remaja yang berada pada rentang usia 14 sampai 24 tahun (Hall dalam Curtis, 2015). Penelitian ini menggunakan teknik convenience sampling. Creswell (2013) menyatakan bahwa convenience sampling merupakan teknik sampling yang memilih subjek berdasarkan kemudahan dan ketersediaan sampel yang diperoleh. E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

(75)

pernyataan yang harus dijawab oleh individu sebagai subjek penelitian (Azwar, 2009).

2. Alat Pengumpulan Data

a. Intensitas Penggunaan Media Sosial Intagram

Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas penggunaan media sosial Instagram dalam penelitian ini melalui skala pilihan. Skala pilihan merupakan bagian dari rating scale atau skala penilaian. Pada skala pilihan, subjek diminta menyatakan secara langsung jawaban atau pendapat, perasaan, keyakinan, atau sikap terhadap pertanyaan atau konsep tertentu (Supratiknya, 2014). Selanjutnya, jawaban subjek akan diubah ke dalam bilangan atau nilai skala tertentu yang dipandang mampu menunjukkan jumlah pemilikan atribut psikologis yang sedang menjadi objek pengukuran (Supratiknya, 2014).

(76)

Tabel. 1

Sebaran Item Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram Sebelum Uji Coba

Aspek Nomor Item Jumlah

Frekuensi 1, 2 2

Durasi 3, 4 2

Total 4

(77)

memiliki intensitas penggunaan media sosial Instagram yang rendah pula. Pemberian skor ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel. 2

Skor Respon Variabel Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram Berdasarkan Frekuensi dan Durasi

b. Materialisme

Skala yang digunakan dalam materialisme berjenis skala likert. Skala likert adalah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi subjek tehadap suatu objek sosial atau fenomena tertentu (Siregar, 2014). Dalam skala likert, isi pernyataan dibagi menjadi dua kategori yaitu, pernyataan favorable yang

Gambar

Tabel. 1
Tabel. 2Skor Respon Variabel Intensitas Penggunaan Media Sosial
Tabel. 3Sebaran Item Skala Materialisme Sebelum Uji Coba
Tabel. 4Pemberian Skor pada Skala Materialisme
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu terdapat hubungan negatif antara intensitas penggunaan Situs Jejaring Sosial dan kecerdasan emosi pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan media sosial dan konformitas teman sebaya dengan gaya hidup hedonis, hubungan

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DENGAN KEMAMPUAN MANAJEMEN WAKTU.. PADA

Analisis data yang digunakan adalah uji Rank Spearman untuk mengetahui hubungan intensitas penggunaan media sosial Instagram dengan tingkat kecemasan pada mahasiswa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara social comparison melalui media sosial Instagram dengan body

Tinjauan Umum Intensitas Penggunaan Media Sosial ....

Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial dengan Gejala Depresi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen.. Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Media Promosi Studi

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Pittman dan Reich, hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa intensitas penggunaan sosial media Instagram dan Snapchat memiliki korelasi negatif