Irwanthalib@ymail.com Page 1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA PADA MATERI
PRISMA DAN LIMAS
Irwan J. Talib, Abas Kaluku, Karim Nakil
Jurusan Pendidikan Matematika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo
Email:irwanthalib@ymail.com
Abstrak
IRWAN J. TALIB . 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap
Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Pada Materi Prisma Dan Limas ”. ( Suatu Penelitian Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Gorontalo T.P 2012-2013 )” SKRIPSI. JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA, FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM, UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO. PEMBIMBING I Drs. Abbas Kaluku, M.Si DAN PEMBIMBING II Drs. Karim Nakil, M.Pd.
Penelitian ini bertujuan untuk menyatakan gambaran tentang pengaruh hasil belajar siswa yang dilihat melalui kemampuan koneksi matematika siswa pada materi Prisma dan Limas. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen dengan rancangan Posttes-Only Control Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 3 Gorontalo, dengan populasi terjangkau adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Gorontalo T.P 2012-2013. Pengambilan sampel dilakukan secara Multi Stace Simple Random Sampling.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar siswa diukur melalui kemampuan koneksi matematika siswa pada materi Prisma dan Limas. Data ini dikumpul dengan menggunakan Instrumen tes Kemampuan Koneksi matematika Siswa. Analisis data untuk menguji hipotesis dilakukan menggunakan Uji t. Hasil pengujian Menunjukan bahwa hasil kemampuan koneksi matematika siswa yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih tinggi dari hasil kemampuan koneksi matematika siswa yang diberikan pembelajaran konvensional. Perbedaan tingginya hasil kemampuan koneksi matematika siswa ini ditunjukan dengan rata-rata hasil belajar siswa yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan skor 84,18 dan yang diberikan pembelajaran konvensional dengan skor 65.08.
Kata Kunci : Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Pembelajaran Konvensional, dan Kemampuan Koneksi Matematika.
I. PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan saling berkaitan antar satu topik dengan topik lainnya. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya. Sebagai ilmu
yang saling berkaitan, dalam hal ini siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk memecahkan persoalan-persoalan matematika yang memiliki hubungan atau kaitan terhadap materi yang dipelajari sebelumnya. Kemampuan ini disebut dengan kemampuan koneksi matematika. Menurut National
Irwanthalib@ymail.com Page 2 Council Of Teacher Of Mathematics (NCTM)
tahun 1989, koneksi matematika merupakan bagian penting yang harus mendapatkan penekanan di setiap jenjang pendidikan. Koneksi matematika adalah keterkaitan antara topik matematika, keterkaitan antara matematika dengan disiplin ilmu yang lain dan keterkaitan matematika dengan dunia nyata atau dalam kehidupan sehari-hari. Keterkaitan disini bukan saja keterkaitan antar konsep dalam matematika, tetapi juga kaitan antara matematika dan kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana telah diungkap diatas bahwa peserta didik harus dibekali dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Salah satu kemampuan yang menurut penulis yang ada pada siswa yang perlu dieksplorasi adalah keterampilan melakukan koneksi matematika berdasarkan permasalahan. Salah satu penyebab rendahnya mutu hasil belajar matematika di Indonesia disebabkan ketidaktepatan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, sebagaiman diungkapkan oleh Sulistyowati (dalam Rochmad, 2008 : 2), menyatakan bahwa kesulitan peserta didik dalam mempelajari matematika di Sekolah rupanya tidak terlepas dari strategi pembelajaran yang selama ini digunakan, yaitu strategi pembelajaran yang menggunakan system
klasikal, dengan metode cerama sebagai metode utama.
Penggunaan model, strategi dan metode pembelajaran seperti yang dikemukakan diatas dapat mengakibatkan keterlibatan siswa selama proses pembelajaran menurun atau keaktifan siswa rendah. Dalam hal ini para siswa bukan sebagai subjek belajar tetapi sebagai objek pembelajaan, sehingga tanggung jawab siswa terhadap tugas belajarnya , yaitu dalam hal mengembangkan, menemukan, menyelidiki, dan mengungkap penetahuannya menjadi berkurang.
Kenyataan dilapangan khususya di SMP Negeri 3 Gorontalo dalam pelaksanaan proses pembelajaran lebih mengutamakan pencapaian target materi atau sesuai buku yang digunakan sebagai buku yang wajib yang beroreantasi pada soal-soal ujian nasional dan dalam proses pembelajarannya secara umum pembelajaran masih didominami oleh pendidik dalam hal ini guru. Sehingga, patut diduga hal itulah yang menyebabkan siswa SMP Negeri 3 Gorontalo kurang menyadari bahwa matematika itu penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan rendahnya hasil belajar yang diperoleh oleh siswa, hal ini disebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam mengaitkan pelajaran matematika baik antar konsep, antar mata pelajaran dan matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Irwanthalib@ymail.com Page 3 Hal ini didukung oleh pendapat Sulistiyaowati
(dalam Permana 2004 : 4) yang menyatakan bahawa kemampuan peserta didik dalam melakukan koneksi matematika masih rendah.
Hingga saat ini, keterampilan siswa dalam memnecahkan masalah di SMP Negeri 3 Gorontalo belum begitu membudaya. Kebanyakan dari siswa hanya menghafal tanpa mengembangkan keterampilan memecahkan masalah.
Upaya menyikapi masalah diatas adalah dengan melihat perbedaan kemampuan koneksi matematika siswa serta pemilihan model pembelajaran yang dapat menumbuhkan kembali motivasi belajar siswa. Sehingga guru dituntut untuk mampu mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mengembangkan, menemukan, menyelidiki, dan mengungkap idenya sendiri. Dengan kata lain guru mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Salah satu alternatif pembelajaran yang memungkinkan dapat mengembangkan keterampilan pemecahan masalah seperti membuat koneksi matematika yaitu penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah. Kenapa demikian? Karena peserta didik dalam memahami konsep suatu materi melalui bekerja dan memahami pada situasi masalah yang diberikan. Peserta didik terlibat
secara aktif dalam proses mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya, dan dapat mengambarkan pemahamannya sendiri. Dalam penelitian ini akan menggunakan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran berdasarkan masalah dan pembelajaran konvensional. Diharapkan dengan menggunakan kedua model pembelajaran ini akan memberikan perbedaan terhadap kemampuan koneksi matematika siswa.
Dalam pembelajaran matematika terdapat beberapa kemampuan dasar yang harus diperhatikan. Sulisyowati (dalam Suhendra, 2007 : 20) mengklasifikasikan kemampuan dasar matematika dalam 5 (lima) standar kemampuan dengan indicator sebagai berikut :
1) Pemahaman Matematika
2) Pemecahan Masalah (Mathematical Problem Solving)
3) Penalaran Matematika (Mathematical Reasoning)
4) Koneksi Matematika (Mathematical Connection)
5) Komunikasi Matematika (Mathematical
Communication)
NCTM (National Cauncil Of Teachers
Of Mathematical) (dalam Walle, 2006: 5)
merekomendasika lima standar yang merujuk pada suatu proses matematika yang mana
Irwanthalib@ymail.com Page 4 melalui proses tersebut peserta didik
memperoleh dan menggunakan pengetahuan matematika. Kelima standar tersebut adalah : 1). Pemecahan soal, 2). Pemahaman dan bukti, 3). Komunikasi, 4). Hubungan, 5). Penyajian.
Menurut NCTM (National Council of Teacher of Mathematics) (2000: 64), indikator untuk kemampuan koneksi matematika yaitu: (a) Mengenali dan memanfaatkan hubungan-hubungan antara gagasan dalam matematika; (b) Memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam matematika saling berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren; (c) Mengenali dan menerapkan matematika dalam kontek-konteks di luar matematika. Penjelasan untuk indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut:
Menurut Asep Jihad (2008: 169), koneksi matematika merupakan suatu kegiatan yang meliputi hal-hal berikut ini: (a). Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur. (b). Memahami hubungan antar topik matematika. (c). Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari. (d). Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama. (e). Mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen. (f). Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antara topic matematika dengan topik lain.
Menurut Utari Sumarmo (2003), kemampuan koneksi matematika siswa dapat dilihat dari indikator-indikator berikut: (1) mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama; (2) mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi keprosedur representasi yang ekuivalen; (3) menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan diluar matematika; dan (4) menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Ibarat membangun sebuah gedung bertingkat, lantai kedua dan selanjutnya tidak akan terwujud apabila fondasi dan lantai sebelumnya yang menjadi prasyarat benar-benar dikuasai, agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya (Erman Suherman, 2003: 22). Kemampuan siswa dalam mengkoneksikan keterkaitan antar topik matematika dan dalam mengkoneksikan antara dunia nyata dan matematika dinilai sangat penting, karena keterkaitan itu dapat membantu siswa memahami topik-topik yang ada dalam matematika. Siswa dapat menuangkan masalah dalam kehidupan sehari-hari ke model matematika, hal ini dapat
Irwanthalib@ymail.com Page 5 membantu siswa mengetahui kegunaan dari
matematika. Maka dari itu, efek yang dapat ditimbulkan dari peningkatan kemampuan koneksi matematika adalah siswa dapat mengetahui koneksi antar ide-ide matematika dan siswa dapat mengetahui kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dua hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk terus belajar matematika.
Berdasarkan kajian teori di atas, secara umum terdapat tiga aspek kemampuan koneksi matematika, yaitu:
1) Menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika. Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu mengkoneksikan antara masalah pada kehidupan sehari-hari dan matematika. 2) Menuliskan konsep matematika yang
mendasari jawaban. Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban guna memahami keterkaitan antar konsep matematika yang akan digunakan.
3) Menuliskan hubungan antar obyek dan konsep matematika. Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu menuliskan hubungan antar konsep matematika yang digunakan dalam menjawab soal yang diberikan.
Untuk meningkatkan kualitias proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat pembelajaran dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada peserta didik. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan peserta didik, dapat mendorong peserta didik belajar, atau memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana peserta didik hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari, menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut pengajar dapat menggunakan model pembelajaran yang inovatif.
Salah satu model pembelajaran matematika yang menekankan kepada kemampuan bernalar, berpikir kritis, analitis, kreatif dan membawa peserta didik kepada proses membangun sendiri pengetahuannya adalah model pembelajaran berdasarkan masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan salah satu model pembelajaran
Irwanthalib@ymail.com Page 6 inovatif yang dapat memberikan kondisi
belajar aktif pada peserta didik. Pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah, pembelajarannya diawali dengan memberikan masalah untuk diselesaikan, dimana masalah yang diberikan berkaitan dengan konteks materi yang diajarkan. Melalui masalah-masalah tersebut pesesrta didik akan sampai pada pengetahuan yang diinginkan.
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru menyampaikan informasi dengan jumlah besar kepada peserta didik (Arrends, 2008 : 43). Pembelajaran berdasarkan masalah dirancang untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelasaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya; mempelajari peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui situasi yang disimulasikan; dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom.
Pembelajaran berdasarkan masalah yang berasal dari bahasa inggris Problem
Based Learning adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelasaikan (dalam Hulukati, 2009:1).
Menurut Hawton (dalam Hulukati, 2009:1) masalah dapat diartikan sebagai pertanyaan yang harus dijawab pada saat itu, sedangkan kita tidak mempunyai rencana solusi yang jelas, sedangkan menurut Gaugh masalah dapat juga berarti suatu tugas yang apabila kita membacanya, melihatnya atau mendengarnya pada waktu tertentu, dan kita tidak mampu untuk segera menyelesaikannya pada saat itu juga.
Model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Trianto (2011:67) merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidik autentik, yakni penyelidik yang membutuhkan penyelesaian nyata. Hal senada juga dikemukakan oleh Fogarty (dalam Satyasa, 2005: 16) bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimukus dalam belajar.
Irwanthalib@ymail.com Page 7 Menurut Sears dan Hears (dalam
Suryadi, 2007:181), bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dapat melibatkan pesrta didik dalam berpikir tingkat tinggi dan pemecahan masalah. Pada saat peserta didik menghadapi masalah tersebut, mereka mulai menyadari bahwa hal demikian dapat dipandang dari berbagai persfektif serta untuk menyelesaikannya diperlukan pengintegrasian informasi dari berbagai disiplin ilmu.
Pembelajaran berdasarkan masalah membantu peserta didik untuk memecahkan masalah dengan proses penemuan berkelanjutan dari tipe masalah yang tidak terstruktur yang dihadapkan oleh orang-orang dewasa atau praktisi profesional. Intinya pembelajaran berdasarkan masalah mengembangkaqn peserta didik agar dapat, 1) mendefinisikan masalah dengan jelas, 2) menbangun hipotesis alternatif, 3) menerima, mengevaluasi dan menggunakan data dari sumber yang berfariasi, 4) memberikan informasi baru setelah hipotesis, 5) mengembangkan solusi yang jelas yang sesuai dengan masalah dan kondisi yang seharusnya berdasarkan informasi dan penjelasan yang jelas.
Dari pengertian dan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah melalui tahap-tahap ilmiah sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Model pembelajaran berdasarkan masalah memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut. 1) belajar dimulai dengan suatu permasalahan, 2) memastikan permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata, 3) mengorganisasikan pelajaran seputar permasalahan, bukan diseputar disiplin ilmu, 4) memberi tanggungjawab sepenuhnya kepada peserta didik dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri, 5) menggunakan kelompok kecil, dan menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja (performance).
II. METODE PENULISAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Gorontalo kota Gorontalo Propinsi Gorontalo tahun pelajaran 2012/2013. Di SMP Negeri 3 Gorontalo ini memiliki 16 rombongan belajar yang terdiri dari kelas VII sebanyak 6 kelas, kelas VIII sebanyak 5 kelas
Irwanthalib@ymail.com Page 8 dan kelas IX sebanyak 5 kelas. Penelitian ini
dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.
Metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen semu dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah terhadap kemampuan koneksi matematika siswa pada mata pelajaran matematika khususnya pada materi Prisma dan limas.
Rancangan desain penelitian True
Experimental Design yaitu Posttes-Only
Control Design.
Desain Penelitian
Kelas Perlakuan Post Test Eksperimen (X1) O1 O1.2
Kontrol (X2) O2 O2.2
Keterangan :
O1.2 : Adalah tes akhir (post test)
kemampuan koneksi untuk kelas yang diberikan perlakuan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan menggunakan kemampuan koneksi matematika
O2.2 : Adalah tes akhir (post test)
kemampuan koneksi untuk kelas yang diberikan perlakuan pembelajaran konvensional dengan menggunakan kemampuan koneksi matematika.
O1 :Pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran berdasarkan masalah
O1 : Pembelajaran Konvensional
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 3 Gorontalo yang tersebar pada 16 kelas. Populasi Terjangkau adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Gorontalo yang berjumlah 163 orang yang tersebar di 5 kelas.
Sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua kelas, pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Multi Stace Simple Random Sampling, dengan langkah sebagai berikut. Pertama memilih dua kelas dari lima kelas untuk dijadikan sampel penelitian dengan cara undian. Undian tersebut dilakukan untuk menentukan kelas yang dikenai perlakuan, yaitu sebagai kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa pemberian model pembelajaran berdasarkan masalah dan sebagai kontrol diberikan model pembelajaran konvensional. Dari hasil pengundian diperoleh kelas VIIIA dan VIIIB yang dikenai perlakuan.
Kedua memilih dengan cara mengundi yaitu kelas mana yang akan diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kemampuan koneksi matematika dan model pembelajaran konvensional tanpa kemampuan koneksi matematika. Dari hasil pengundian diperoleh kelas VIIIA sebagai kelas
Irwanthalib@ymail.com Page 9 eksperimen yang diberikan perlakuan berupa
model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kemampuan koneksi matematika dan VIIIB sebagai kelas kontrol atau diberikan Model pembelajaran konvensional tanpa kemampuan koneksi matematika.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu analisis data deskriptif dan analisis data
inferensial. Analisis data deskriptif digunakan untuk menyajikan data melalui tabel, grafik, diagram Lingkaran,pictogram,perhitungan modus, median mean (pengukuran tendensi Sentral),perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi,Perhitungan persentase. Statistik
deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemahaman konsep siswa dalam besaran statistik yaitu rata-rata, median, modus, standar deviasi, tabel distribusi frekuensi dan divisualisasikan dalam bentuk histrogram (Sugiyono, 2012: 208).
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data post-test serta perhitungan rata-rata, modus dan median terlihat bahwa terjadinya peningkatan hasil kemampuan koneksi matematika siswa setelah diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah.
1. Data kemampuan koneksi matematika siswa dengan model pembelajaran berdasarkan masalah
Berdasarkan hasil tes dijaring dari 33 orang siswa diperoleh skor minimum 64, maksimum 92, rerata ( ) sebesar 84,18; Median (Me) sebesar 87,43; modus (Mo) sebesar 85,77 Dan standar deviasi (St.Dev) sebesar 27,841. Dari skor maksimum dan minimum tersebut, diperoleh rentangan skor 28, panjang kelas interval 5, dan banyaknya data kelas interval 6.
Berdasarlan data yang didapat dilihat bahwa ada 11 orang siswa atau 33,33% memperoleh skor dibawah dari kelas interval yang memuat skor rata-rata 84,14, ada 17 orang siswa atau 51,52% yg memperoleh skor rata - rata dan ada 5 orang siswa atau 15,15% memperoleh skor diatas rata-rata. Lebih jelasnya sebaran data berdasarkan frekuensi diatas disajikan dalam bentuk histogram seperti tampak pada gambar dibawah ini.
2. Data kemampuan koneksi matematika siswa dengan pembelajaran Konvensional
Berdasarkan hasil tes dijaring dari 33 orang siswa diperoleh skor minimum 54, maksimum 74, rerata ( ) sebesar 65,73; median (Me) sebesar 71,75; modus (Mo)sebesar 64,21 Dan standar deviasi (St.Dev) sebesar 20,26 dari skor maksimum
Irwanthalib@ymail.com Page 10 dan minimum tersebut, diperoleh rentangan
skor 20, panjang kelas interval 5,dan banyaknya data kelas interval 6.
Berdasarlan data yang diperoleh dilihat 8 orang siswa atau 24,24% memperoleh skor dibawah dari kelas interval yang memuat skor rata-rata 65,73 , dan 9 orang siswa atau 27,27% pada kelas interval yang memuat skor rata-rata, dan ada 16 orang siswa atau 48,48% memperoleh skor diatas rata-rata.
Dalam penelitian ini pengujian normalitas data menggunakan uji Lilefors (L0)
pada taraf nyata α = 0.05 hipotesis statistik yang diuji dinyatakan sebagai berikut .
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujiannya adalah terima H0
jika L0 ≤ Ltabel dan tolak H0 jika L0 > Ltabel
pada taraf nyata α yang dipilih.dalam penelitian ini dipilih α = 0.05, sehingga untuk n = 33 maka nilai Ltabel= 0,15 pengujian ini
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu : a) Uji normalitas data hasil kemampuan
koneksi matematika siswa kelas yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan program Microsofe Excel for windows 2007 diperoleh nilai L0 = 0.12
Karena nilai L0 = 0,12 < Ltabel = 0,15
Maka disimpulkan bahwa data berdistribusi
normal, yang berarti persyaratan normalitas untuk kelas yang diberikan pembelajaran berdasarkan masalah dipenuhi dalam penelitian ini.
b) Uji normalitas data hasil kemampuan koneksi matematika siswa kelas yang diberikan pembelajaran konvensional
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan program Microsofe Excel for windows 2007 diperoleh nilai L0 = 0,09
Karena nilai L0 = 0,09 < Ltabel = 0,15
Maka disimpulkan bahwa data berdistribusi normal, yang berarti persyaratan normalitas umtuk kelas yang diberikan pembelajaran konvensional dipenuhi dalam penelitian ini. Dengan demikian kelas yang diberikan pembelajaran berdasarkan masalah dengan pembelajaran konvensional memenuhi persyaratan normalitas dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil pengujian menunjukan bahwa persyaratan analisis uji t yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varians penelitian dipenuhi. Dengan demikian, maka data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini dapat menggunakan analisis uji t.
Hipotesis dalam penelitian ini :hasil kemampuan koneksi matematika yang di berikan pembelajaran berdasarkan masalah lebih tinggi dari hasil kemampuan koneksi
Irwanthalib@ymail.com Page 11 matematika siswa yang diberikan
pembelajaran konvensional.
Hasil perhitungan uji t tentang perbedaan hasil kemampuan koneksi matematika siswa yang diberikan pembelajaran berdasarkan masalah dan pembelajaran konvensional menghasilkan
thitung = 6.39 ternyata lebih besar dari nilai ttabel
= 1.67 pada taraf kepercayaan 0,05 dengan dk
= 64.(Hasil perhitungan dapat disajikan pada lampiran 7). Hal ini menunjukan bahwa hipotesis nol ditolak yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh dari hasil kemampuan koneksi matematika siswa antara yang diberikan pembelajaran berdasarkan masalah dan yang diberikan pembelajaran konvensional, dan diterimanya hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa rata-rata hasil kemampuan koneksi matematika siswa yang diberikan pembelajaran berdasarkan masalah lebih tinggi dari rata-rata hasil kemampuan koneksi matematika siswa yang diberikan pembelajaran konvensional.
Tingginya hasil kemampuan koneksi matematika siswa diantara keduanya, dapat ditunjukkan dengan perolehan skor rata-rata hasil kemampuan koneksi matematika siswa yang diberikan pembelajaran berdasarkan masalah sebesar 84,18 lebih tinggi dari skor rata-rata hasil kemampuan koneksi matematika siswa yang diberikan pembelajaran konvensional sebesar 65,73.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :
1) Terdapat perbedaan hasil kemampuan koneksi matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah dan yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
2) Rata-rata kemampuan koneksi matematika siswa pada pembelajaran materi prisma dan limas dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dari pada yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang dikemukakan, maka dapat dijadikan beberapa saran sebagai berikut.
1) Diharapkan para siswa untuk senantiasa meningkatkan potensi kemampuan koneksi matematika
2) Diharapkan setiap guru memiliki ketrampilan dalam meningkatkan model pembelajaran dikelas.
3) Diharapkan pihak lembaga untuk mendukung setiap perubahan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan tersebut.
Irwanthalib@ymail.com Page 12 4) Diharapkan menjadi bahan kajian dalam
menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Adinawan, M. Cholik dan Sugijono. 2007,
Matematika untuk SMP Kelas VIII.
Jakarta : Erlangga
Arend, Richard I,. 2007, Belajar Untuk Mengajar, Terjemahan Oleh Soetjipto, H.P & Sri Mulyantini, S., 2008 Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimin, 2010, Prosedur
Penelitian : Suatu Pendekatan
Praktik.edisi revisi 2010, Jakarta : Rineka Cipta
Hamzah Yunus, 2002. Pedoman Statistik.
Gorontalo : UNG Pres
Nasution, S.2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hulukati, Evi, 2009, Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning),
Makalah Disajikan Dalam Seminar Nasional Di Gorontalo, 5 Februari 2009.
Rooijakkers Ad. 1991. Mengajar Dengan Sukses, Jakarta : CV Mediatama
Sudjana,2005. Metode Statistika. Cetakan ketiga edisi keenam, Bandung: Tarsito
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Pendiikan.Bandung: Alfabeta. Suhendra, 2007, Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi dan Koneksi Matematika
Peserta Didik SMP Yang
berkemampuan Rendah Melalui
Pendekatan Kontekstual Dengan
Pemberian Tugas Tambahan, Tesis
tidak diterbitkan, Bandung : Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Sulistiyowati, 2009, Pengaruh Model pembelajaran Berdasarkan Masalah
Terhadap Kemampuan Koneksi
Matematika Ditinjau dari
Keterampilan Berpikir Kritis.
Gorontalo : Tesis Program Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo.
Tazudin, Delima K. S. M. Arsyad. 2005,
Matematika Kontekstual SMP kelas VIII. Jakarta: Literatur Media Sukses Tirtarahardja dan La Sulo S. L. 2008,
Pengantar Pendidikan. Cetakan kedua edisi Revisi, Jakarta : Rineke Cipta Trianto, 20011, Model – Model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Kontruktivisme,
Jakarta : Prestasi Pustaka.
Van De Walle, J. A. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, diterjemahkan Oleh Suyono, 2008, Jakarta : Erlangga.