• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

NOMOR 44 TAHUN 2001

TENTANG

PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

DAN AIR PERMUKAAN

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH,

Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor: 34

Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor: 18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka

perlu mengatur tentang pajak pengambilan dan

pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Propinsi Daerah

Istimewa Aceh;

b. bahwa untuk maksud tersebut perlu ditetapkan dalam suatu

Peraturan Daerah;

Mengingat

: 1.

Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang

Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan

Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran

Negara Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 1103);

2.

Undang–undang Republik Indonesia Nomor: 11 Tahun 1974

tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1974 Nomor 65, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3046);

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ( Lembaran Negara

Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3419);

4.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992

tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor

115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan

Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1997 Nomor 40 Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3684);

6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun

(2)

1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1997 Nomor 41,Tambahan Lembaran Negara Nomor

3685);

8. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3839);

9. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

10.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3848);

11.

Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2000 Nomor 246);

12.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata

Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225);

13.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Paajak

Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3952);

14.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai

Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

15.

Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1972 tentang Pengaturan,

Pengurusan dan Penguasaan Uap Geotermal, Sumber Air Bawah

Tanah dan Mata Air Panas;

16. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung;

17.

Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknis

Penyusunan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan

Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan

Rancangan Keputusan Presiden;

(3)

D e n g a n p e r s e t u j u a n

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH

ISTIMEWA ACEH

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN

DAERAH

PROPINSI

ISTIMEWA

ACEH

TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR

BAWAH TANAH DAN PERMUKAAN.

B A B I

K E T E N T U A N U M U M

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan

1. Daerah adalah Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

2.

Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat

Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah,

3. Gubernur adalah Gubernur Daerah Istimewa Aceh.

4. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu di bidang

perpajakan daerah sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

5. Dinas Pertambangan dan Energi adalah Dinas Pertambangan

dan Energi Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi

Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

7. Kas Daerah adalah Kas Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

8. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan

permukaan yang selanjutnya disebut pajak adalah Pungutan

Daerah atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan

permukaan.

9

.Air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan

mengandung air di bawah permukaan tanah termasuk mata air

yang muncul secara alamiah.

10. Air permukaan adalah air yang berada diatas permukaan bumi.

11. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

melakukan usaha maupun yang meliputi perseroan terbatas,

perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik

negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk

apapun, firma, kongsi, koperasi, dan pensiun, persekutuan,

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial

politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha

tetap dan bentuk badan lainnya.

12. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat

dikenakan pajak Daerah.

13. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang

terutang.

(4)

14. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1

(satu) bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan

Keputusan Gubernur.

15. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun

takwin kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang

tidak sama dengan tahun takwin.

16. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada

suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam

bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan Daerah.

17.

Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari

penghimpunan data objek dan subjek pajak, penetuan

besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan

pajak kepada Wajib Pajak atau serta pengawasan

penyetorannya.

18.

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD,

adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan

penghitungan dan/atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau

bukan Objek, dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

19.

Surat Setoran Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD,

adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang

ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk

oleh Kepala Daerah.

20. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD,

adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah

pokok pajak.

21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat

disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,

jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi

administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang

dapat disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

23. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat

disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah

kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak

seharusnya terutang.

24.

Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat

SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah

pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak

tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;

25. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang dapat disingkat STPD, adalah

surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi

berupa bunga dan/atau Benda.

26. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang

membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan /atau

kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam

peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah yang

(5)

terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat

Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat

Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak

Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah.

27.

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas

keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang

Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat

Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau

pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

28.

Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas

banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh

Wajib Pajak.

29. Pembukaan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan

secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi

keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan

dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang

atau jasa, yang ditutup dengan penyusunan laporan

keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap

Tahun Pajak berakhir.

30. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas

banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh

Wajib Pajak.

31. Pembukaan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan

secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi

keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan

dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang

atau jasa, yang ditutup dengan penyusunan laporan

keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap

Tahun Pajak berakhir.

B A B I I

NAMA,OBJEKDANSUBJEKPAJAK

Pasal 2

(1) Dengan Hama pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah

tanah dan air permukaan dipungut pajak atas setiap

pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan.

(2) Objek Pajak adalah :

a.

Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah;

b. Pengambilan dan pemanfaatan air permukaan, termasuk

pemanfaatan air laut yang digunakan di darat,

(3) Dikecualikan dari objek pajak adalah

a.

Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan untuk

kepentingan pertanian rakyat;

b.

Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan oleh

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk penelitian;

c.

Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan untuk

keperluan dasar rumah tangga;

d.

Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan untuk

kepentingan rumah ibadah dan tempat sosial.

(6)

Pasal 3

(1) Subjek pajak adalah orang pribadi atau Badan yang

mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan air

permukaan.

(2) Wajib pajak adalah orang pribadi atau Badan yang

mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan atau air

permukaan.

B A B I I I

DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK

Pasal 4

(1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan air bawah

tanah atau air permukaan.

(2)

Nilai perolehan air sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)

dinyatakan dalam rupiah yang dihitung menurut sebahagian atau

seluruh faktor

a. Jenis sumber air;

b.

Lokasi sumber air;

c.

Volume air yang diambil;

d.

Kualitas air;

e.

Luas areal tempat pengambilan air;

f.

Musim atau waktu pengambilan air; dan

g.

Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh

pengambilan dan atau pemanfaatan air.

(3)

Cara menghitung nilai perolehan air sebagaimana dimaksud

dalam Ayat (2) adalah mengalikan volume air yang diambil

dengan harga dasar air.

(4) Harga dasar air sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3)

ditetapkan secara priodik oleh Gubernur dengan

memperhatikan faktor-faktor sebagaimana dimaksud dalam

Ayat (2).

(5) Hasil perhitungan nilai perolehan air sebagaimana dimaksud dalam

Ayat (2) dan Ayat (3) ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 5

(7)

B A B I V

W I L A Y A H P U N G U T A N D A N C A R A

P E R H I T U N G A N P A J A K

Pasal 6

(1)

Pajak yang terutang dipungut di Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

(2)

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dengan dasar

pengenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

B A B V

MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN

SURATPEMBERITAHUANPAJAKDAERAH

Pasal 7

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu)

bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan

Keputusan Gubernur.

Pasal 8

Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwin

kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama

dengan tahun takwin.

Pasal 9

Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat

pengambilan dan atau pemanfaatan air bawah tanah dan atau air

permukaan.

Pasal 10

(1)

Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan Pajak

Daerah.

(2)

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah sebagaimana dimaksud

dalam Ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap

serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.

(3)

SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) harus disampaikan

kepada Gubernur selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari

setelah berakhirnya masa pajak.

(4)

Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh

Gubernur.

(8)

B A B V I

T A T A C A R A P E R H I T U N G A N D A N P E N E T A P A N

P A J A K

Pasal 11

(1)

Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal

10 Ayat (1), Gubernur menetapkan pajak terutang dengan

menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah,

(2)

Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak atau

kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh)

hari sejak SKPD diterima dikenakan sanksi administrasi berupa

bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dan ditagih dengan

menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah.

Pasal 12

(1) Wajib pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (1) dikenakan untuk menghitung,

memperhitungkan dan atau menetapkan pajak sendiri yang

terutang,

(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutang

pajak, Gubernur dapat menerbitkan :

a.

Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar;

b.

Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan

c.

Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil.

(3)

SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) huruf a

diterbitkan:

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan

lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan

sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen)

sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat

dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh

empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

b.

Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang

ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan

dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk

jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan

dihitung sejak saat terutangnya pajak.

c.

Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak

yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi

adminstrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima

persen) dari Pokok Pajak ditambah sanksi administrasi berupa

bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak

yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling

lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutang

pajak.

(4)

SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) huruf b

diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang

semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan

(9)

jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi

berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah

kekurangan pajak tersebut.

(5) SKPDN sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) huruf c

diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya

dengan jumlah kredit atau pajak tidak terutang dan tidak ada

kredit pajak.

(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan

SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) huruf a dan b

tidak atau sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah

ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan

sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen)

sebulan.

B A B V I I

T ATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 13

(1)

Pembayaran pajak dapat dilakukan pada Kas Daerah atau

tempat lain yang ditunjuk oleh Gubernur sesuai waktu yang

ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.

(2)

Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang

ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah

selambat-lambatnya 1x24 jam atau dalam waktu yang ditentukan

oleh Gubernur.

(3)

Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)

dan Ayat (2), dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran

Pajak Daerah (SSPD).

Pasal 14

(1)

Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.

(2)

Gubernur dapat memberikan persetujuan kepada Wajib

Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam jangka waktu

tertentu setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

(3)

Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam

Ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut

dengan dikenakan bunga atau sanksi sebesar 2 % (dua

persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang

dibayar.

(4)

Gubernur dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak

untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang

ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan

dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan

dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(5)

Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda

pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan

penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4)

ditetapkan oleh Gubernur.

(10)

Pasal 15

(1)

Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15,

diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam Buku

Penerimaan.

(2)

Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku

penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 16

(1)

Pembagian hasil pajak pengambilan dan pemanfaatan air

Permukaan di tetapkan sebagai berikut

a. Bagian Penerimaan Propinsi sebesar 30 %

b. Bagian Penerimaan Kabupaten/Kota sebesar 70

(2)

Realokasi penggunaan hasil penerimaan Pajak sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Gubernur.

B A B V I I I

TATA CARA PENAGIHAN PAJAK

Pasal 17

(1)

Surat teguran atau surat peringatan atau lain yang sejenis sebagai

awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7

(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

(2)

Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran

atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak

harus melunasi pajak yang terutang.

(3)

Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Gubernur,

Pasal 18

(1)

Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi

dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran

atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak

yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa.

(2)

Gubernur menerbitkan surat paksa setelah lewat 21 (dua puluh

satu) hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan atau

surat lain yang sejenis.

(11)

Pasal 19

Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu

2x24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, Pejabat

segera menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.

Pasal 20

Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga

melunasi hutang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak

tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan,

Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan

kepada Kantor Lelang Negara.

Pasal 21

Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam

dan tempat pelaksanaan pelelangan, juru sita memberitahukan

dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.

Pasal 22

Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk

pelaksanaan penagihan Pajak Daerah ditetapkan oleh Gubernur.

B A B I X

P E N G U R A N G A N , K E R I N G A N A N D A N

P E M B E B A S A N P A J A K

Pasal 23

(1)

Gubernur berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat

memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.

(2)

Tata cara pemberian, pengurangan, keringanan dan

pembebasan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

ditetapkan oleh Gubernur.

(12)

B A B X

T A T A C A R A P E M B E T U L A N , P E M B A T A L A N ,

PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN

ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 24

(1) Gubernur karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak

dapat:

a.

Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau STPD yang dalam

penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung

dan atau kekeliruan dalam penetapan peraturan perpajakan

Daerah.

b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak

benar.

c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi

berupa bunga, Benda dan kenaikan pajak yang terutang

dalam hal sanksi tersebut dikarenakan kekhilafan Wajib

Pajak atau bukan karena kesalahannya.

(2)

Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan

ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi

administrasi atas SKPD, SKPDKBT dan STPD sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh

Wajib Pajak kepada Gubernur atau Pejabat selambat-lambatnya

30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB,

SKPDKBT dan STPD dengan memberikan alasan yang jelas.

(3) Gubernur atau Pejabat paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat

permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima,

sudah harus memberikan keputusan.

(4)

Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (3), Gubernur atau Pejabat tidak

memberikan keputusan, permohonan pembetulan,

pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau

pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.

B A B X I

KEBERATAN DAN BANDI NG

Pasal 25

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada

Gubernur atau Pejabat atas suatu

a. SKPD;

b.

SKPDKB;

c.

SKPDKBT;SKPDLB;

d.

SKPDN;

e.

Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

(13)

(2)

Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia

paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB,

SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, atau

tanggal pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan yang

jelas, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa

jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar

kekuasaannya.

(3)

Gubernur atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua

belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima, sudah

memberikan keputusan.

(4)

Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Gubernur atau

Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan

keberatan dianggap dikabulkan.

(5)

Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak

menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 26

(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan

Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga)

bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.

(2)

Pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak

menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 27

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24

atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dikabulkan

sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak

dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua

persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

B A B X I I

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

P A J A K

Pasal 28

(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan

pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Gubernur

atau Pejabat.

(2)

Gubernur atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua

belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian

kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat

(14)

(1) harus memberikan keputusan.

(3)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2) dilampaui Gu b e r n u r at a u P e ja b at t i da k m e m b e r i kan

k e p u tu sa n, pe r m o hon an pengembalian kelebihan pembayaran

pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan paling

lama 1 (satu) bulan.

(4)

Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan

pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang

pajak dimaksud.

(5)

Pengambilan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu

paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan

menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).

(6)

Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan

setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB,

Gubernur atau Pejabat memberikan imbalan bunga sebesar

2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran

kelebihan pajak.

Pasal 29

Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang

pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4),

pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti

pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XIII

KADALUARSA

Pasal 30

(1)

Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah

melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat

terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak

pidana di bidang perpajakan Daerah.

(2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) tertanggung apabila :

a.

Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau

b.

Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung

maupun tidak langsung.

(15)

B A B X I V

K E T E N T U A N P I D A N A

Pasal 31

(1)

Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan

SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap

atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga

merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana

kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 2

(dua) kali jumlah pajak yang terutang.

(2)

Wajib Pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau

mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan

keterangan yang tidak benar, sehingga merugikan keuangan

Daerah dapat dipidana paling lama 6 (enam) bulan atau denda

paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.

(3)

Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal 32

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 tidak

dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun

saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau

berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak.

BAB XV

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 33

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah

Daerah diberi wewenang sebagai Penyidik untuk membantu

penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

adalah:

a.

Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan

atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang

perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut

menjadi lengkap dan jelas;

b.

Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai

orang pribadi atau Badan tentang keberatan perbuatan

(16)

yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana

perpajakan Daerah tersebut;

(4)

Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan

dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya

kepada Penuntut Umum,sesuai dengan ketentuan yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

B A B X V I

KETENTUAN

PERALIHAN

Pasal 34

Selama belum ditetapkan Peraturan Pelaksana dari Peraturan Daerah

ini, semua Ketentuan yang ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang

tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.

B A B X V I

KETENTUAN

PENUTUP

Pasal 35

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan

diatur kemudian dengan Keputusan Gubernur sesuai

Kewenangannya dengan memperhatikan Ketentuan dan Pedoman

yang berlaku.

Pasal 36

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah

Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 4 Tahun 1985 tentang

Pengendalian, Perboran, Pemakaian Air Bawah Tanah dan

Pengambilan Air dari Perairan Umum yaitu Peraturan Daerah

Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 6 Tahun 1989 tentang

Perubahan Pertama Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh

Nomor 4 Tahun 1985 tentang Pengendalian, Pemboran, Pemakaian

Air Bawah Tanah dan Pengambilan

Air

dari Perairan Umum serta

Peraturan Pelaksananya dinyatakan tidak berlaku lagi

.

(17)

Pasal 37

Peraturan ini berlaku pada tanggal diundangkan Agar supaya setiap

orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah

Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

Disahkan di Banda Aceh

pada tanggal 27 Agustus 2001 M.

8 Jumadil Akhir 1422 H.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH,

ABDULLAH PUTEH

Diundangkan di Banda Aceh

pada tanggal 27 Agustus 2001 M.

8 Jumadil Akhir 1422 H.

SEKRETARIS DAERAH

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH,

THANTHAWI ISHAK

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH TAHUN 2001

NOMOR 76

(18)

P E N J E L A S A N

A T A S

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

N O M O R 4 4 T A H U N 2 0 0 1

TENTANG

PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

DAN AIR PERMUKAAN

I.

PENJELASAN UMUM

Menghayati kandungan jiwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang memberikan

kepada daerah wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab untuk

melaksanakan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, di antaranya kewenangan

untuk mengelola mengenai Pendapatan dan Belanja Daerah yang bersumber dari

Pendapatan Asli Daerah yang berupa Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah serta Dana Perimbangan yang disediakan dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara.

Keinginan untuk mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan dalam

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah. Bahwa pungutan Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah merupakan Pajak

Propinsi.

Untuk menjalankan pungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air

Bawah Tanah dan Air Permukaan ini, di daerah diperlukan pengaturan yaitu

melalui Peraturan Daerah agar menjamin penerapan dan prosedur pungutannya

dalam masyarakat di daerah serta agar propinsi dapat melakukan pembagian

yang seadil-adilnya kepada Kabupaten/Kota di mana tempat terdapatnya

lokasi objek pungutan, karena pungutan ini menjadi salah satu sumber pembiayaan

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.

II.

PENJELASAN PASAL DEMI

Pasal 1

(19)

Angka 8 :

Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan permukaan oleh

orang pribadi atau badan dikenakan pajak, sedangkan untuk keperluan

dasar rumah tangga dan pertanian rakyat tidak dikenakan pajak.

Angka 9 sampai dengan 29 cukup jelas.

Pasal 2 sampai dengan Pasal 37 cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan Perbekalan

(Segi empat, segi tiga, lingkaran): bentuk yang terukur, berskala, proporsional dan memiiiki fungsi >Grid-grid struktur yang beraturan : Untuk efisiensi ruang dan

Penentuan jumlah responden pengunjung yang berada di kawasan pengembangan usaha Pariwisata alam di lakukan dengan sistem quota Sampling (sample diambil secara

Komik fisika sebagai media pembelajran pada materi pesawat sederhana yang telah dinyatakan valid oleh validator, selanjutnya diberikan kepada guru fisika MTsN 1 Lubuk

Sebanyak 2 gran larutan ditambah dengan aseton sehingga konsentrasinya Sebanyak 2 gran larutan ditambah dengan aseton sehingga konsentrasinya 80% dan

1) Film kartun ini dapat mengenalkan sebuah tempat pariwisata, dan film kartun ini menggunakan tema wisata masih sedikit apalagi film kartun lokal. Dengan adanya

bertujuan untuk: 1) Mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap stress kerja karyawan di PT Multi Auto Intrawahana Pekanbaru. 2) Mengetahui pengaruh Organizational