• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebutuhan Spiritual Pasien - HUBUNGAN PENERAPAN ASPEK SPIRITUALITAS PERAWAT DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA PASIEN RAWAT INAP IRNA I RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebutuhan Spiritual Pasien - HUBUNGAN PENERAPAN ASPEK SPIRITUALITAS PERAWAT DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA PASIEN RAWAT INAP IRNA I RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebutuhan Spiritual Pasien 1. Konsep Spiritual

a. Definisi

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari, 2002).

b. Aspek spiritualitas

Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian, kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).

Menurut Burkhardt (dalam Hamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:

(2)

2) Menemukan arti dan tujuan hidup.

3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.

4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.

c. Dimensi spiritual

Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, 2004).

(3)

2. Kebutuhan spiritual

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agamas serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf (Kozier, 2004).

Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebell dalam Hawari, 2002), yaitu :

1. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.

2. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertikal) dan sesama manusia (horisontat) serta alam sekitaraya.

3. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

(4)

5. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. Rasa bersalah dan berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain.

6. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri (self acceptance dan self

esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh

lingkungannya.

7. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.

8. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan meningkatkan keimanannya.

(5)

hidupnya. Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan alam ini.

10.Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai-nilai religius. Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengan sering berkumpul dengan orang yang beriman akan mampu meningkatkan iman orang tersebut.

Pasien atau orang yang sedang sakit harus diperhatikan kebutuhan spiritualnya. Karena orang yang sakit dalam agama islam harus tetap memenuhi kewwajibanya untuk beribadah, terutama ibadah sholat 5 waktu. Orang yang sakit tetap wajib sholat diwaktunya dan melaksanakannya menurut kemampuannya, sebagaimana diperintahkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya:

ْﻢُﺘْﻌَﻄَﺘْﺳﺍ ﺎَﻣ َ ﱠﷲ ﺍﻮُﻘﱠﺗﺎَﻓ

Artinya:

Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-Taghâbûn/ 64:16)

Kemudian hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Bukhari sebagai berikut:

ْﻢَﻟ ْﻥِﺈَﻓ ﺍًﺪِﻋﺎَﻘَﻓ ْﻊِﻄَﺘْﺴَﺗ ْﻢَﻟ ْﻥِﺈَﻓ ﺎًﻤِﺋﺎَﻗ ﱢﻞَﺻ

ٍﺐْﻨَﺟ ﻰَﻠَﻌَﻓ ْﻊِﻄَﺘْﺴَﺗ

Artinya:

(6)

3. Pola Normal Spiritual

Dimensi spiritual adalah sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan dengan dimensi yang lain dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual. Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien. Keimanan atau keyakinan religius adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Keyakinan tersebut diketahui sebagai suatu faktor yang kuat dalam penyembuhan dan pemulihan fisik (Hamid, 2000).

Oleh karena itu, menjadi suatu hal penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada pasien. Setiap individu memiliki definisi dan konsep yang berbeda mengenai spiritualitas. Kata-kata yang digunakan untuk menjabarkan spiritualitas termasuk makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan, dan eksistensi (Potter & Perry, 2005).

(7)

spiritulitas dalam dirinya sesuai dengan pemahaman yang ia miliki dan keyakinan yang ia pegang teguh (Hawari, 2002).

Konsep spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius. Banyak perawat dalam praktiknya tidak dapat membedakan kedua konsep tersebut karena menemui kesulitan dalam memahami keduanya. Kedua hal tersebut memang sering digunakan secara bersamaan dan saling berhubungan satu sama lain. Konsep religius biasanya berkaitan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau proses melakukan suatu tindakan. Konsep religius merupakan suatu sistem penyatuan yang spesifik mengenai praktik yang berkaitan bentuk ibadah tertentu. Emblen dalam Potter dan Perry mendefinisikan religi sebagai suatu sistem keyakinan dan ibadah terorganisasi yang dipraktikan seseorang secara jelas menunjukkan spiritualitas mereka (Hawari, 2002)

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa religi adalah proses pelaksanaan suatu kegiatan ibadah yang berkaitan dengan keyakinan tertentu. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan spiritualitas diri mereka. Sedangkan spiritual memiliki konsep yang lebih umum mengenai keyakinan seseorang. Terlepas dari prosesi ibadah yang dilakukan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan tersebut (Hawari, 2002)

(8)

(percaya bahwa Tuhan ada dan selalu mengawasi) atau theism (Keyakinan akan Tuhan dalam bentuk personal tanpa bentuk fisik) seperti dalam Kristen dan Islam. Keyakinan merupakan hal yang lebih dalam dari suatu kepercayaan seorang individu. Keyakinan mendasari seseorang untuk bertindak atau berpikir sesuai dengan kepercayaan yang ia ikuti (Hawari, 2004).

(9)

normal pada diri seorang individu. Ada beberapa agama yang menerapkan pola normal spiritualnya dengan cara:

a. Beberapa orang menjadi spiritual setelah usia 40 tahun. Pada satu tingkat pergi ke kuil, menghadiri wacana-wacana dan membaca buku-buku atau kitab-kitab dianggap sangat spiritual.

b. Tingkat kedua orang memiliki seorang guru mengikuti tradisi maka mereka memiliki sadhana. Ini adalah zaman baru modern gaya.

c. Ada tingkat ketiga orang yang mempunyai dewa dan mereka upsana. Beberapa praktik seni seperti astrologi atau obat atau tari atau musik dan kemudian mereka menggunakan waktu luang ada dalam sadhana spiritual.

d. Beberapa orang menghadiri Bhajan dan kemudian melakukan pelayanan sosial yang juga baik seperi pelayanan kesehatan.

4. Pola Normal Spiritual

(10)

diukur. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan maka penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada semua pasien.

5. Perkembangan Aspek Spiritual

Perawat yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia termasuk juga kebutuhan spiritual pasien. Berbagai cara dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritual sampai dengan memfasilitasi pasien untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya. Pemenuhan aspek spiritual pada pasien tidak terlepas dari pandangan terhadap lima dimensi manusia yang harus dintegrasikan dalam kehidupan. Lima dimensi tersebut yaitu dimensi fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Dimensi-dimensi tersebut berada dalam suatu sistem yang saling berinterksi, interrelasi, dan interdepensi, sehingga adanya gangguan pada suatu dimensi dapat mengganggu dimensi lainnya (Carson, 2002)

(11)

tanpa memandang aspek tumbuh-kembang manusia proses perkembangan aspek spiritual dilhat dari kemampuan kognitifnya dimulai dari pengenalan, internalisasi, peniruan, aplikasi dan dilanjutkan dengan instropeksi. Namun, berikut akan dibahas pula perkembangan aspek spiritual berdasarkan tumbuh-kembang manusia (Carson, 2002).

Perkembangan spiritual pada anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Manusia sebagai pasien dalam keperawatan anak adalah individu yang berusia antara 0-18 bulan, yang sedang dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri (Larson, 2009).

Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa perkembangan bayi. Hamid (2000) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk perkembangan spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi. Oleh karena itu, perawat dapat menjalin kerjasama dengan orang tua bayi tersebut untuk membantu pembentukan nilai-nilai spiritual pada bayi.

(12)

kemampuan kognitif. Anak dapat belajar membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran kemandirian yang lebih besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih untuk berpendapat dan menghormati acara-acara ritual dimana mereka merasa tinggal dengan aman. Observasi kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi salam dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan lebih merasa senang jika menerima pengalaman-pengalaman baru, termasuk pengalaman-pengalaman spiritual (Hamid, 2000).

Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun) berhubungan erat dengan kondisi psikologis dominannya yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain. Kebutuhan anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan membedakan Tuhan dan orang tuanya (Hamid, 2000).

(13)

abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual mereka (Hamid, 2000).

Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja (Hamid, 2000).

(14)

lebih banyak memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa (Hamid, 2000).

Dewasa pertengahan (25-38 tahun). Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem nilai. Mereka sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai spiritual (Hamid, 2000).

Dewasa akhir (38-65 tahun). Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual spiritual meningkat (Hamid, 2000).

(15)

kematian disebabkan cemas pada proses bukan pada kematian itu sendiri (Hamid, 2000).

Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia. Karena setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda (Hamid, 2000).

B. Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual

Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 bahwa Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberian asuhan atau pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan, pendidikan pasien (individu, keluarga dan masyarakat) serta kegiatan penelitian dibidang keperawatan (Gaffar, 1999).

(16)

Perawat dapat melakukan beberapa hal yang dapat membantu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pasien, diantaranya : Menciptakan rasa kekeluargaan dengan pasien, berusaha mengerti maksud pasien, berusaha untuk selalu peka terhadap ekspresi non verbal, berusaha mendorong pasien untuk mengekspresikan perasaannya, berusaha mengenal dan menghargai pasien.

Mengingat perawat merupakan orang pertama dan secara konsisten selama 24 jam sehari menjalin kontak dengan pasien, sehingga dia sangat 22 berperan dalam membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien. Menurut Andrew dan Boyle (2002) pemenuhan kebutuhan spiritual memerlukan hubungan interpersonal, oleh karena itu perawat sebagai satu-satunya petugas kesehatan yang berinteraksi dengan pasien selama 24 jam maka perawat adalah orang yang tepat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.

Kebutuhan spiritual pasien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi pelayanan atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh peran spiritual bagi pasienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan spiritual yang memenuhi kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai, dan berhubungan serta pengampunan (Hamid, 2000).

(17)

1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan

perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan keadaan dasar manusia

yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis

keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang sesuai

dengan kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat

perkembangannya.

2. Peran Sebagai Advokat Pasien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga

dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau

informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan

keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan

mempertahankan dan melindungi hak-hak pasian yang meliputi hak atas

peleyanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas

privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima

ganti rugi akibat kelalaian.

3. Peran Edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan

tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang

diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah

(18)

4. Peran Koordinator

Peran ini dilaksakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga

pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan

kebutuhan pasien.

5. Peran Kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalaui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fiisoterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi, atau bertukar pendapat dalam bentuk pelayanan selanjutnya.

6. Peran Konsultan

Peran perawat sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

7. Peran Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

(19)

keperawatan, yang dilakukan secara sitematis yaitu dengan pendekatan proses keperawatan yang diawali dari pengkajian data, penetapan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Hamid, 2000). Berikut ini akan diuraikan mengenai proses keperawatan pada aspek spiritual (Hamid, 2000): 1. Pengkajian

Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu dilakukan setelah pengkajian aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan interpersonal yang baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang terdekat dengan pasien, atau perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya. 2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut North American Nursing Diagnosis Association adalah distres spiritual (Nanda, 2006). Pengertian dari distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dihubungkan dengan din, orang lain, seni, musik, literature, alam, atau kekuatan yang lebih besar dari dirinya (Nanda, 2006).

(20)

menolak berinteraksi dengan pemimpin agama, menolak berinteraksi dengan teman dan keluarga, mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan, mengekspresikan terasing. 3) Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi; tidak mampu mengekspresikan kondisi kreatif (bernyanyi, mendengar / menulis musik), tidak ada ketertarikan kepada alam, dan tidak ada ketertarikan kepada bacaan agama. 4) Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi; tidak mampu ibadah, tidak mampu berpartisipasi dalam aktifitas agama, mengekspresikan ditinggalkan atau marah kepada Tuhan, tidak mampu untuk mengalami transenden, meminta untuk bertemu pemimpin agama, perubahan mendadak dalam praktek keagamaan, tidak mampu introspeksi dan mengalami penderitaan tanpa harapan.

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (Nanda, 2006) faktor yang berhubungan dari diagnosa keperawatan distress spiritual adalah; mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan sosial, cemas, deprivasi/kurang sosiokultural, kematian dan sekarat diri atau orang lain, nyeri, perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang lain.

3. Perencanaan

(21)

ditetapkan secara individual dengan mempertimbangkan riwayat pasien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif yang relevan.

Menurut (Kozier, 2004) perencanaan pada pasien dengan distres spiritual dirancang untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan: 1) membantu pasien memenuhi kewajiban agamanya, 2) membantu pasien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara yang lebih efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialami, 3) membantu pasien mempertahankan atau membina hubungan personal yang dinamik dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan, 4) membantu pasien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya, 5) meningkatkan perasaan penuh harapan, dan 6) memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.

4. Implementasi

(22)
(23)

5. Evaluasi

(24)

C. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber: Diadopsi dari Hawari (2002), Kozier (2004) dan Carson (2002)

D. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penerapan aspek

spiritualitas perawat

Pemenuhan kebutuhan spiritual

pada pasien

Variabel bebas Variabel terikat

Aspek Spiritualitas Pemenuhan Kebutuhan

Spiritual Pasien

1. Arti dan tujuan hidup

2. Perasaan misteri 3. Pengabdian 4. Rasa percaya 5. Harapan

(25)

E. Hipotesis Penelitian

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rancangan BTS Hotel di Kampus ITS, sesuai dengan rancangan penempatan lokasi BTS Hotel Room dan Pole, maka akan dilakukan perancangan terkait jaringan fiber optik

golongan senyawa kimia bioaktif yang terdapat dalam ekstrak teripang asal Papua dengan metode skrining golongan senyawa kimia dan untuk uji keamanan penggunaan bahan alam teripang

Teknologi informasi saat ini berperan penting dalam bisnis dan organisasi. Melalui teknologi informasi perusahaan dapat memperoleh kemudahan dalam melakukan proses

Berdasarkan penelitian tersebut di atas, studi ini akan menganalisis dampak spillover normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat, unconventional monetary policy

Salah satu program kebijakan pemerintah untuk meningkatkan efektifitas penanggulangan kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan secara mandiri melalui

Saat istirahat saya juga sering di suruh beliin jajan temen-temen, saat ada tugas kelompok tidak ada teman yang mau satu kelompok dengan saya. Saat mengerjakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komoditas unggulan tanaman pangan tiap kecamatan dan arahan pengembangan wilayah menurut sarana prasarana pada

Pada citra arsitektur yang ditampilkan pada bangunan Sekolah Inklusi dan Pusat terapi ini adalah untuk menunjukan kepada orang yang awam yang telah menilai secara salah