• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di banyak negara, fenomena kesenjangan perkembangan antara wilayah selalu ada sehingga ada wilayah-wilayah yang sudah maju dan berkembang dan ada wilayah-wilayah yang masih kurang berkembang dan tertinggal. Untuk mengatasi kesenjangan itu, setiap negara mencoba melakukan tindakan intervensi untuk mengurangi tingkat kesenjangan antara wilayah tersebut agar pembangunan yang dilaksanan merata disetiap wilayah. Pembangunan yang dilaksanakan selama ini ternyata belum mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama yang bermukim di daerah perdesaan. Terjadinya kesenjangan antara daerah perdesaan dan perkotaan disebabkan karena bias dan distorsi pembangunan yang lebih banyak berpihak kepada ekonomi perkotaan. Akibatnya adalah timbul desa-desa yang miskin dan terbelakang. Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya.

Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah.

Pada daerah tertinggal tersebut terdapat desa yang memiliki ketersediaan fasilitas, sarana dan prasarana umum yang memadai, ada juga desa yang belum tersentuh oleh fasilitas yang memadai. Desa-desa tersebut sulit untuk ditingkatkan kesejahteraannya karena selain pembangunan yang selama ini distortif juga karena masyarakat perdesaan tersebut berada dalam posisi yang tidak

(2)

me-nguntungkan; seperti pendidikan dan keterampilan yang rendah, tidak ada modal usaha, tidak punya tanah atau luasnya yang tidak layak dan lain-lain. Disamping itu masyarakat desa tersebut relatif terisolir dengan jumlah penduduk yang relatif jarang sehingga potensinya untuk berkembang menjadi terhambat. Mengatasi kesenjangan ini maka perlu dilakukan terebosan berupa program seperti: penyempurnaan sarana dan prasarana sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan. Beberapa dari daerah miskin ini sebenarnya memiliki sumberdaya alam yang cukup kaya tetapi masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan kekayaan alam tersebut. Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan ditunjukkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat desa, tertinggalnya pembangunan kawasan perdesaan dibanding dengan perkotaan dan tingginya ketergantungan kawasan perdesaan terhadap kawasan perkotaan. Dilain pihak kawasan perkotaan mengalami pertumbuhan penduduk yang relatif sangat cepat karena urbanisasi. Masyarakat di perdesaan banyak memilih kawasan perkotaan menjadi tujuan utama untuk mencari lapangan pekerjaan tanpa memperhatikan kualitas ataupun potensi diri. Disisi lain, sumberdaya yang terdapat di perdesaan tidak dikelola dengan baik karena kurangnya potensi sumberdaya manusia yang ada.

Azas pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia ialah azas pembangunan desentralisasi. Azas pembangunan desentralisasi merupakan suatu kebijakan pembangunan dari pemerintah pusat yang memberi wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri dalam menyelenggarakan pemerintah sendiri termasuk dalam rencana dan melaksanakan pembangunan. Pembangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor fisik, geografis, penduduk, sistem administrasi dan sistem politik (Sujali, 1985). Pelaksanaan pembangunan akan berdampak terhadap terwujudnya pekembangan suatu wilayah. Tingkat perkembangan suatu wilayah merupakan ukuran tingkat perkembangan yang dicapai suatu wilayah sebagai hasil dari aktivitas pembangunan. Muta’ali (2013) mengatakan bahwa tingkat perkembangan wilayah pada dasarnya merupakan fungsi dari lingkungan alam, penduduk, kegiatan ekonomi dan sosial. Interaksi antara lingkungan alam, penduduk, kegiatan

(3)

ekonomi dan sosial selanjutnya akan mempengaruhi tingkat perkembangan suatu wilayah (Angke Winnetou, 2007).

Kesenjangan pembangunan perdesaan (rural development) menjadi topik dan bahan studi yang menarik sebagai salah satu cara mengatasi ketidakmerataan antara pembangunan perkotaan yang selalu lebih cepat dan dimanja dengan pembangunan pedesaan yang terlantar. Wilayah Perdesaan menghadapi permasalahan-permasalahan internal dan eksternal yang menghambat perwujudan tujuan pengembangan wilayah perdesaaan yang produktif, berdaya saing dan nyaman (Muta’ali, 2013). Defenisi ini menimbulkan dua implikasi. Pertama, peningkatan kemampuan penduduk perdesaan dalam menguasai lingkungan sosialnya karena pembangunan pedesaan merupakan proses pembangunan kemandirian mereka; dan kedua, peningkatan pendapatan sebagai akibat peningkatan kemampuan menguasai lingkungan tersebut tidak terbatas pada kelompok di dalam perdesaan melainkan harus merata diantara penduduk perdesaan dan penduduk disekitar perdesaan tersebut.

Pembangunan perdesaan selalu berkaitan erat dengan kebijakan penanggulangan kemiskinan (Suhandoyo, 2000). Sebagai negara yang sedang berkembang, hal di atas sejalan dengan penekanan pokok pembangunan indonesia yaitu untuk mendobrak masalah kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi, serta meletakkan landasan bagi perbaikan tingkat kemiskinan dan keterbelakangan tersebut. Kemiskinan di Indoneisa dan negara-negara lainnya tidak dapat dimaknai hanya sebagi akibat dari rendahnya produktivitas penduduk miskin ataupun sebab-sebab internal lainnya.

Kemiskinan yang sudah ada tidak lepas dari akibat tatanan politik-ekonomi baik global maupun nasional yang kurang memberi ruang gerak kepada pelaku ekonomi rakyat yang umumnya penduduk miskin. Tatanan ekonomi politik yang lebih bias kepada konglomerat (pemilik modal besar) telah meminggirkan kesempatan pelaku-pelaku ekonomi rakyat yang sebenarnya lebih dapat dipercaya, mandiri, tahan banting, bermoral, dan memiliki semangat nasionalisme yang tinggi (Mubyarto, 2003).

(4)

Dalam pembangunan desa, pembangunan sistem ekonomi rakyat merupakan hal yang harus diutamakan, sistem ekonomi rakyat disini merupakan sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan rakyat. Ekonomi rakyat sendiri adalah segala kegiatan dan upaya rakyat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Dengan kata lain, ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat dengan secara swadaya mengelola sumberdaya apa yang dapat dikuasainya, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya beserta keluarga (Mubyarto,2003).

Sebagaimana amanat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasioanal (RPJMN) 2010-2014, pembangunan daerah tertinggal telah ditetapkan sebagai salah satu prioritas nasional ke-10 yaitu “Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik”, dalam rangka pengutamaan dan penjaminan pertumbuhan di daerah tertinggal, terluar, serta keberlangusan kehidupan pasca-konflik. Pembangunan desa ini menjadi lebih penting karena sebagian besar penduduk hidup di wilayah pedesaan (60%), dan hanya sekitar 40% saja yang tinggal di perkotaan pada tahun 2001 (Jayadinata 2006). Sebagaimana kita ketahui bahwa desa mempunyai peranan srategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, bukan saja karena sebagian besar mesyarakat indonesia bertempat tinggal di pedesaan, tetapi justru dari desalah yang memberikan sumbangan yang besar dalam rangkaian menciptakan stabilitas nasional.

Berbicara pembangunan desa, sesungguhnya ada keterkaitan antara perkotaan dan perdesaan dalam hal perekonomian. Perekonomian desa-kota saling terkait sehingga seharusnya pemberdayaan perekonomian rakyat dilakukan baik di perdesaan maupun perkotaan, yang berarti tidak mungkin membangun ekonomi perdesaan tanpa membangun ekonomi perkotaan atau sebaliknya, naum prioritas harus diberikan pada wilayah perdesaan khususnya daerah yang tertinggal. Dalam UU No. 26 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksudkan dengan kawasan pedesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

(5)

Kajian kesejahteraan di perdesaan mempunyai ulasan tersendiri karena menyangkut tentang karakteristik fisik, sosial dan budaya maupun penduduk perdesaan (Ibrahim, 2008). Keberadaan perdesaan secara fisik tersebar dalam berbagai macam fisiografi dengan potensi dan permasalahan serta pola pengembangan yang berbeda. Hal ini berpengaruh terhadap analisis, pendekatan serta penentuan program dalam upaya peningkatan kesejahteraan penduduk. Permasalahan penduduk daerah perdesaan dapat berasal dari tidak adanya potensi sumber daya alam, sumber daya manusia ataupun karena suatu pola sistem pengelolaan pemerintah yang kurang memperhatikan pembangunan di daerah perdesaan.

Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) mencatat saat ini terdapat 183 kabupaten yang dikategorikan sebagai Daerah Tertinggal di Indonesia. Daftar kabupaten tersebut telah dimasukkan dalam RPJMN 2010-2014 sebagai target Pembangunan Daerah Tertinggal. KPDT menargetkan 69 dari 183 kabupaten tertinggal di berbagai wilayah Indonesia akan dientaskan hingga akhir 2013, saat ini masih terdapat sekitar 26.000 desa tertinggal dan 70% berada di kawasan Indonesia Timur, sedangkan selebihnya terbagi di berbagai wilayah seperti Sumatera dan Jawa (KPDT, 2013)

Pemerintah telah menetapkan Sasaran Pembangunan Daerah Tertinggal (RPJM Nasional 2010-2014), yaitu: 1) peningkatan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 6,6 persen pada tahun 2010 menjadi 7,1 persen pada tahun 2014; 2) berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal pada tahun 2010 sebesar 18,8 persen menjadi 14,2 persen pada tahun 2014; 3) meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun 2010 sebesar 67,7 menjadi 72,2 pada tahun 2014; serta 4) target pengentasan daerah tertinggal paling sedikit 50 kabupaten yang harus dicapai paling lambat 2014.

Sasaran Strategis Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2010-2014 yang telah ditetapkan Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal adalah: 1) berkurangnya status kabupaten tertinggal paling sedikit 50 kabupaten pada akhir Tahun 2014; 2) meningkatnya kualitas sumberdaya manusia yang ditunjukkan oleh IPM pada Tahun 2010 sebesar 67,7 meningkat menjadi 72,2 pada Tahun

(6)

2014; 3) meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 6,6 persen pada tahun 2010 meningkat menjadi 7,1 persen pada Tahun 2014; 4) berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal sebesar pada tahun 2010 sebesar 18,8 % berkurang menjadi 14,2 %; dan 5) berkurangnya pengangguran di daerah tertinggal sebesar 2,2% per tahun.

1.2 Rumusan Masalah

Wilayah Desa Pesisir di Indonesia umumya dihadapkan pada empat persoalan pokok, yakni: 1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir; pada tahun 2010 kemiskinan di desa-desa pesisir mencapai angka 7,8 juta jiwa (BPS, 2010); 2) tingginya kerusakan sumber daya pesisir; 3) rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal; dan 4) minim dan rendahnya kualitas infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan pemukiman termasuk didalamnya desa pesisir. Keempat persoalan pokok ini juga berdampak pada tingginya tingkat kerentanan terhadap bencana di kawasan pesisir.

Wilayah Pesisir Pantai Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 35 desa pesisir yang tersebar dari Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, sampai Kabupaten Gunung Kidul. Di Kabupaten Kulon Progo terdapat 10 desa pesisir yang tersebar di 4 kecamatan. Di Kabupaten Bantul terdapat 5 desa pesisir yang tersebar di 3 kecamatan. Sedangkan di Kabupaten Gunung Kidul terdapat 20 desa pesisir yang tersebar di 6 kecamatan.

Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu daerah yang memiliki lahan kritis cukup luas di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terlihat dari kondisi lahan yang terdiri atas tanah berbatu serta selalu kekurangan sumber air bersih di daerah hulu. Potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan hanyalah sumber air yang ada di atas permukaan, yang sebagian besar merupakan sungai yang hanya ada airnya pada saat musim penghujan, sedangkan sumber air bawah tanah sulit dimanfaatkan karena letaknya yang terlalu dalam dari permukaan bumi. Sementara itu, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulonprogo, memiliki kawasan pesisir yang lebih sedikit di bandingkan kawasan pesisir Gnnungkidul, kawasan

(7)

pesisir Bantul dan Kulonprogo memiliki potensi alam yang cukup besar sebagai sumber peningkatan kesejahteraan masyarakat, akan tetapi kawasan pesisir di dua kabupaten tersebut mengalami penurunan kualitas lingkungan sebagai dampak abrasi yang menyebabkan kawasan tersebut mengalami kerusakan.

Melihat arti strategis desa, dan masalah yang ditimbulkan adanya kesenjangan wilayah perdesaan dan perkotaan, dalam hal ini desa tertinggal dibandingkan daerah lainnya, serta besarnya anggaran pemerintah untuk pembangunan desa tertinggal, sekaligus untuk pembangunan desa tertinggal merupakan hal penting yang harus diperhatikan sehingga dibutuhkan pengidentifikasian desa-desa tertinggal yang lebih baru secara cermat. Oleh karena itu, perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai masalah desa tertinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya desa yang terdapat di kawasan pesisir, sehingga diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah setempat dalam pengambilan kebijakan, serta implikasi pengembangan yang tepat sehingga pembangunan dapat dilaksanakan secara tepat sasaran dan merata sesuai dengan kebijakan-kebijakan dan tata ruang yang berlaku.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. bagaimana tingkat perkembangan desa di kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. faktor apa yang mempengaruhi perbedaan tingkat perkembangan desa khususnya penyebab ketertinggalan desa di kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta?

3. bagaimana arahan kebijakan pembangunan desa tertinggal yang sesuai di kawasan pesisir di Daerah Istimewa Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tingkat perkembangan desa di kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta.

(8)

2. Mengetahui faktor yang membentuk perbedaan tingkat perkembangan desa khususnya penyebab ketertinggalan suatu desa di kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Menentukan arahan kebijakan pembangunan desa tertinggal yang sesuai di kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.4 Kegunaan Penelitian

Tujuan studi pada dasarnya adalah untuk mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi, kelayakan teknis dan fisik, serta kelayakan usaha desa-desa yang diperkirakan potensial untuk dijadikan proyek pengembangan pedesaan. Selain itu studi ini juga mengidentifikasi kelayakan dari desa-desa potensial tersebut dilihat dari kemungkinannya untuk berkembang sebagai pusat pertumbuhan baru pada masa mendatang. Sasaran akhir dari studi ini adalah untuk menghasilkan calon lokasi dari proyek pengembangan pedesaan. Secara spesifik keluaran (output) yang akan dihasilkan adalah:

1) diketahuinya jumlah desa tertinggal yang terdapat di kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta

2) menentukan prioritas program untuk pengembangan wilayah;

3) sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijaksanaan (birokrasi pemerintahan)

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang perdesaan sudah banyak dilakukan, penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya sebagai tambahan sumber data dan bahan perbandingan. Penelitian sebelumnya antara lain : 1) penelitian tentang distribusi keruangan desa desa tertinggal di Sumbawa Barat oleh Ibrahim (2008), 2) penelitian tentang identifikasi desa tertinggal di Kabupaten Kebumen oleh Dedi Surachman (2009), 3) penelitian tentang penyusunan sistem informasi desa tertinggal Kabupaten Boyolali oleh Andika Kusuma (2005)

(9)

Ibrahim (2008) dalam tesisnya yang berjudul “Distribusi Keruangan Desa-Desa Tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat” membahas tentang karakteristik geografis desa-desa tertinggal yang terdapat di Kabupaten Sumbawa Barat. Tujuannya untuk mengidentifikasi karaktersitrik geografis desa-desa tertinggal di Sumbawa Barata, mempelajari distribusi keruangan desa-desa tertinggal, serta menentukan faktor penentu dan besarnya faktor tersebut berpengaruh terhadap predikat desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik geografis desa tertinggal lebih dominan di daerah perbukitan daripada di daerah dataran serta di antara faktor-faktor aksesibilitas, jumlah sarana prasarana sosial ekonomi desa, proporsi luas lahan pertanian, faktor aksesibilitas yang paling berpengaruh terhadap desa tertinggal. Di Sumbawa Barat desa tertinggal belum tentu merupakan desa yang sebagian besar berkesejahteraan rendah serta semakin tinggi tingkat aksesibilitas desa tertinggal semakin besar proporsi penduduk sejahtera.

Dedi Surachman (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Identifikasi Desa Tertinggal di Kabupaten Kebumen” membahas tentang persebaran desa tertinggal yang terdapat di Kabupaten Kebumen tahun 2008. Tujuannya adalah untuk menentukan dan menganalisis tingkat kemajuan desa khususnya sebaran desa tertinggal di Kabupaten Kebumen tahun 2008, menentukan aspek yang paling berpengaruh terhadap perbedaan tingkat kemajuan desa khususnya penyebab ketertinggalan suatu desa di Kabupaten Kebumen tahun 2008, serta menentukan arahan kebijakan pembangunan yang sesuai dan dapat diterapkan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 6 kecamatan yang termasuk dalam kategori tertinggal tahun 2008, secara keseluruhan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemajuan desa di Kabupaten Kebumen adalah faktor pendidikan masyarakat, tingkat kesejahteraan masyarakat, penguasaan lahan pertanian keluarga, faktor jarak desa ke pusat wilayah, faktor fasiliitas kesehatan wilayah, tingkat rawan bencana wilayah, kondisi karakteristik rumah penduduk dan lingkungan, potenssi sumberdaya ekonomi wilayah, dan faktor jumlah fasilitas umum wilayah. Prioritas program pembangunan untuk meningkatkan kemjuan desa di Kabupaten Kebumen tahun

(10)

2008 adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan produktivitas lahan pertanian keluarga, pembangunan pusat pertumbuhan, perbaikan karakteristik rumah penduduk dan lingkungan, penanggulangan rawan bencana, peningkatan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan.

Andika Kusuma (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Penyusunan sistem informasi desa tertinggal Kabupaten Boyolali” membahas tentang persebaran desa tertinggal dan membangun suatu sistem informasi desa tertinggal di Kabupaten Boyolali. Tujuannya adalah mengidentifikasi pola distribusi desa-desa tertinggal kabupaten Boyolali beserta potensinya secara komprehensif (menyeluruh), menyusun sistem informasi desa desa tertinggal kabupaten Boyolali dan menyusun strategi yang tepat dalam pengembangan desa-desa kabupaten Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan identifikasi pola distribusi dan klasifikasi desa tertinggal kabupaten Boyolali, sistem Informasi Desa Tertinggal Kabupaten Boyolali dan strategi pengembangan desa-desa tertinggal Kabupaten Boyolali

(11)

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Judul Penelitian Nama Penulis Tujuan Penelitian Analisis Data Hasil Penelitian 1 Distribusi keruangan desa-desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat Ibrahim (23965/1-5/313/06

- Identifikasi karakteristik geografis desa desa tertinggal di Sumbawa Barat

- Mempelajarai distribusi keruangan desa-desa tertinggal di Sumbawa Barat

- Menentukan faktor penentu dan besarnya faktor faktor tersebut berpengaruh terhadap predikat desa-desa tertinggal Kabupaten Sumbawa Barat - Analisis kuantitatif dan kualitatif - Analisis faktor - Karakterisktik geografis desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat

- Distribusi desa tertinggal di Kabaupaten Sumbawa Barat - Faktor-faktor yang mempengaruhi predikat desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat 2 Identifikasi desa tertinggal di Kabupaten Kebumen Dedi Surachman (05/187642/GE /05822)

- Menentukan dan menganalisis tingkat kemajuan desa tertinggal di Kabuapaten Kebumen tahun 2008 - Menentukan aspek yang paling

berpengaruh terhadap perbedaan tingkat kemajuan desa khususnya penyebab ketertinggalan suatu desa di Kabuapten Kebumen tahun 2008 - Menentukan arahan kebijakan

pembangunan yang sesuai dan dapat diterapkan dalam pengembangan wilayah di Kabupetn Kebumen.

- Analisis kuantitatif - Analisis Faktor - Analsisi Diskriminan

- Persebaran desa tertinggal di Kabupaten Kebumen tahun 2008

- Aspek-aspek yang mempengaruhin tingkat kemajuan desa dan penyebab desa tertinggal di Kabupaten Kebumen tahun 2008

- Arahan kebijakan pembangunan desa tertinggal di Kabupaten

(12)

No Judul Penelitian Nama Tujuan Penelitian Analisis Data Hasil Penelitian Kebumen 3 Penyusunan sistem informasi desa tertinggal kabupaten boyolali Andika Kusuma N (01/150481/GE /05080)

- Mengindentifikasi pola distribusi desa-desa tertinggal kabupaten Boyolali beserta potensinya secara komprehensif (menyeluruh)

- Menyusun sistem informasi desa desa tertinggal kabupaten Boyolali - Menyusun strategi yang tepat dalam

pengembangan desa-desa kabupaten Boyolali

- Analisis Kualitatif - Analsiis Peta - Kuantitatif

- Distribusi dan klasifikasi desa tertinggal kabupaten Boyolali

- Sistem Informasi Desa Tertinggal Kabupaten Boyolali - Strategi pengembangan desa-desa tertinggal Kabupaten Boyolali 4 Identifikasi dan analisis desa tertinggal kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta Sutrisno Lbn Tobing (08/267823/GE /6524)

- Mengetahui tingkat kemajuan desa di kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta

- Mengetahui faktor yang mempengaruhi perbedaan tingkat kemajuan desa khususnya penyebab ketertinggalan suatu desa di kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta. - Menganalisis potensi pengembangan

desa tertinggal Daerah Istimewa Yogyakarta - Analisis kuantitatif - Analisis Faktor - Identifikasi pesebaran desa tertinggal dikawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta

- Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemajuan desa khususnya desa tertinggal di kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta - Arahan kebijakan

pembangunan desa tertinggal Kawasan pesisir

Daerah Istimewa

Yogyakarta -

Gambar

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada tahap observasi dan wawancara yang telah dilakukan didapatkan beberapa data, informasi serta saran mengenai sistem yang akan dibangun. Dari hasil observasi

Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang

Penelitian ini diharapkan dapat rnernberikan rnasukan bagi sekolah dan gnru dalarn pengernbangan kernandirian anak usia dini rnelalui rnetode-rnetode pendidikan yang

Berbagi linkmelalui note dapat dilakukan oleh guru Anda, kawan-kawan Anda, maupun Anda sendiri. Apabila Anda ingin berdiskusi atau menanyakan sesuatu melalui

Berikut merupakan salah satu contoh pengujian yang dilakukan pada aplikasi ARMIPA yaitu pengujian ketepatan titik lokasi pada peta dan kamera dengan markerless

Pada Ruang Baca Pascasarjan perlu dilakukan pemebersihan debu baik pada koleksi yang sering dipakai pengguna maupun

Menurut teori hukum Perdata Internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai

Penyusunan LBP Kementerian Keuangan Tahunan Tahun Angggaran 2020 (Audited), mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan