Sabinus ngadu, 2012
Pengaruh Teknik Mangold Terhadap Kecepatan MembacaTulisan Braille Anak Tunanetra Kelas 1 Tingkat SDLB Di SLBN A Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
A. Pengertian dan Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan Membaca
1. Pengertian Tunanetra
Salah satu jenis kecacatan adalah cacat netra atau tunanetra atau cacat
penglihatan. Pengertian Tunanetra menurut Kamus besar Bahasa
Indonesia (DEPDIKBUD, 1990: 971) Tuna artinya rusak, luka, kurang,
tidak memiliki, sedangkan Netra artinya mata (DEPDIKBUD, 1990:631),
jadi Tunanetra artinya orang yang rusak matanya, atau luka matanya atau
tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihataannya.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sutjihati (2006:65) yang
mengungkapkan Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya
(ke dua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam
kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas.
Sedangkan menurut Anggaran Rumah Tangga PERTUNI Bab 1, pasal
1 (2004:12), bahwa :
Tunanetra adalah mereka yang berindera penglihatan lemah pada ke
dua matanya sehingga tidak memiliki kemampuan membaca tulisan
atau huruf cetak ukuran normal (ukuran huruf ketik pita) pada keadaan
cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata, sampai dengan
Berdasarkan pengertian tersebut, tunanetra atau cacat netra bukan
hanya seseorang yang tidak dapat melihat namun kemampuan jarak
pandangnya terbatas. Sehingga dengan keterbatasannya, penyangdang
cacat netra memerlukan usaha yang lebih besar untuk belajar dibandingkan
orang awas. Secara khusus dalam kemampuan membaca cepat, seorang
tunanetra memerlukan usaha yang lebih besar, waktu yang lebih lama dan
teknik pembelajaran yang tepat dibandingkan dengan orang awas.
Menurut DIT. PLB (2006) bahwa tunanetra memiliki keterbatasan
dalam penglihatan antara lain:
a. tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari satu
meter;
b. ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang
mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki
c. bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20 derajat.
Menurut WHO (dalam Tarsidi, 2002) yang dimaksud dengan kebutaan
adalah kehilangan medan pandang pada mata yang lebih baik setelah
mendapatkan koreksi terbaik, atau sama dengan kehilangan penglihatan
yang cukup untuk mampu berjalan-jalan. Sedangkan seseorang dikatakan
kurang awas (low vision) apabila ada:
a. mengalami gangguan fungsi penglihatan meskipun sudah
memperoleh perawatan atau
c. memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 0,3 (6/18) hingga
hanya memiliki persepsi cahaya atau
d. medan pandangnya kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi tetapi
menggunakan atau berpotensi untuk dapat menggunakan
penglihatan guna merencanakan dan melaksanakan suatu tugas.
Berdasarkan pengertian tunanetra di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa tunanetra adalah orang yang kehilangan penglihatannya sedemikian
rupa, sehingga seseorang itu sukar atau tidak mungkin dapat mengikuti
pendidikan dengan metode yang bisaanya dipergunakan di sekolah bisaa.
Sebenarnya anak tunanetra dalam pendidikan tidak saja mempergunakan
metode khusus, melainkan juga alat Bantu khusus yang digunakan untuk
membaca dan menulis di antaranya adalah huruf Braille, riglet, dan pen.
Menurut Tarsidi (2003), secara edukasional, tunanetra dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu : tunanetra berat yakni mereka yang
dalam kegiatan pendidikannya menggunakan tulisan Braille atau dengan
media audio, dan tunanetra ringan yiatu mereka yang dalam kegiatan
pendidikannya menggunakan tulisan cetak besar (large print) dan juga
Sedangkan Menurut Sutjihati (2006:66) tunanetra dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu
a. Buta (Tunanetra Total)
Dikatakan buta jika individu sama sekali tidak mampu
menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0)
b. Low Vision
Bila anak masih mampu menerima rangsangan cahaya dari
luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak
hanya mampu membaca headline pada surat kabar.
Kemampuan dan kebutuhan anak tunanetra berdasarkan klasifikasi
tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberikan layangan dalam
aktivitas pendidikannya. Anak tunanetra berat (buta) memerlukan
buku-buku Braille, media/alat-alat pendidikan taktual dan rekaman-rekaman
audio, sedangkan anak-anak yang low vision memerlukan buku-buku
cetak yang diperbesar, berwarna kontras, alat bantu magnifikasi, dan juga
rekaman-rekaman audio. Tentu saja anak-anak yang low vision akan
memperoleh keuntungan yang lebih, disamping menggunakan buku-buku
yang diperbesar mereka juga memahami tulisan Braille. Hal yang paling
penting untuk diingat adalah pelajar yang mengalami kebutaaan dan
kurang awas bisaanya membutuhkan teknik pembelajaran, cara dan alat
2. Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan Membaca
Dengan adanya hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya
indera penglihatan akan membawa dampak terhadap berbagai bidang
perkembangan. Menurut Tarsidi (Nawawi, 2007) bahwa kehilangan
penglihatan memiliki dampak terhadap perkembangan anak dalam empat
bidang perkembangan, yaitu perkembangan sosial dan emosi,
perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, serta perkembangan
motorik, orientasi dan mobilitas. Adanya ganggunan pada ke empat bidang
perkembangan tersebut akan menghambat proses belajar tunanetra baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Berhubungan dengan belajar, ketunanetraan memiliki dampak terhadap
keterampilan membaca. Dalam kasus tunanetra pembaca Braille, fungsi
mata digantikan oleh fungsi ujung-ujung jari. Braille merupakan sistem
tulisan yang terdiri dari konfigurasi titik-titik timbul yang diciptakan oleh
Louis Braille untuk dibaca secara taktual melalui ujung-ujung jari.
Telah diungkap oleh berbagai penelitian bahwa membaca melalui
saluran penglihatan lebih cepat daripada membaca melalui saluran
perabaan. Kecepatan rata-rata membaca dari pembaca Braille yang
terampil adalah 90-115 kata per menit, berbanding 250-300 kata per menit
untuk mereka yang membaca secara visual (Simon & Huertas, 1998).
Dapat diasumsikan bahwa penyebab utama dari perbedaan ke dua jenis
membaca tersebut terletak pada jumlah informasi yang dapat diserap
tertulis melalui "visual fixation" (tatapan mata), di mana bidang persepsi
dari masing-masing tatapan mata itu meliput sekurang-kurangnya 15 huruf
(Simon & Huertas, 1998, dalam Tarsidi, 2007). Dalam hal membaca
Braille, "tactile fixation" (rabaan ujung jari) tidak dapat dibandingkan
dengan visual fixation, karena membaca taktual melibatkan koordinasi
gerak jari, tangan dan lengan. Yang memungkinkan didapatnya informasi
tertulis oleh pembaca Braille adalah gerakan tangan yang kontinyu, bukan
sentuhan ujung-ujung jari pada tulisan itu saja. Di samping itu, bila
gerakan mata memungkinkan orang melewatkan beberapa kata dari teks
yang dibacanya, (meskipun terdapat sedikit fiksasi pada sebagian besar
dari kata-kata itu), tetapi pembaca Braille tidak dapat melakukan hal yang
sama, karena ujung jari-jarinya harus menyusur di atas semua huruf dari
teks yang dibacanya.
Keadaan tersebut di atas mengakibatkan pembaca tunanetra
menghadapi hambatan sensorial yang lebih besar, karena tactile field
(bidang rabaan) dalam Braille ditentukan oleh informasi (setiap karakter
Braille) yang dapat ditangkap oleh ujung-ujung jari.
Simon & Huertas (Tarsidi (2007) mengemukakan bahwa hasil
beberapa eksperimen menunjukkan bahwa coverage time pada umumnya
lebih besar daripada synthesis time. Mereka mengemukakan bahwa
membentuk sebuah kata, menyimpan karakter-karakter itu di dalam
ingatannya hingga keseluruhan kata itu teridentifikasi.
Menurut Foulke (Tarsidi, 2007), pada umumnya pembaca Braille harus
mengidentifikasi dan mengingat semua huruf dalam sebuah kata dan
kemudian mengintegrasikannya agar dapat mengidentifikasi ke seluruhan
kata itu.
B. Sistem Tulisan Braille
1. Pengembangan sistem tulisan Braille
Sebuah usaha untuk menciptakan tulisan bagi orang tunanetra telah
dimulai sejak abad ke-4, yaitu ketika seorang cendikiawan tunanetra
Jepang mengukir huruf-huruf pada kayu dan mendirikan sebuah
perpustakaan yang cukup besar untuk menghimpun karya-karya itu
(Tarsidi, 2007:6). Pada tahun 1676, seorang tunanetra katolik di Roma,
Italia, bernama Francesco Terzi, menciptakan sejenis “abjad tali”. Dia
membentuk huruf-huruf dari berbagai variasi simpul tali, dan
menggunakan abjad talinya itu untuk mentranskripkan kitab injil.
Seorang musisi wanita tunanetra dari Wina, Maria Theresa Von
Paradis (lahir tahun 1741), belajar membaca dengan alat bantu berupa
paku-paku yang ditancapkan pada sebuah bantalan untuk membentuk
huruf-huruf. Dengan cara ini dia berhasil belajar membaca partitur music
(Andersen, 2000).
Upaya yang terkonsentrasikan untuk menciptakan sistem tulisan bagi
(1745-1822), pendiri dan direktur sekolah pertama bagi tunanetra di dunia,
menghasilkan huruf-huruf timbul pada kertas tebal yang dapat diraba dan
dibaca dengan ujung-ujung jari. Untuk menghasilkan huruf timbul
tersebut, pertama-tama dia membuat cetakan huruf dari logam (tarsidi,
2007:7).
Kurun waktu dari tahun 1825 hingga 1835 tampaknya merupakan
masa dimana terdapat kegiatan yang universal untuk menciptakan dan
mencetak tulisan timbul, di Inggris ada Gall, Alston, Moon, Fry, Frere,
dan Lucas yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan
mempunyai pendukungnya masing-masing, dan di Amerika ada
Friedlander, Howe dan lain-lain (shodorsmall, 2000 dalam Tarsidi,
2007:9). Yang paling menonjol di antara mereka adalah Dr. William Moon
seorang tunanetra Inggris.
Pada tahun 1845 dia menciptakan sebuah sistem huruf timbul yang
menggunakan abjad romawi, dengan beberapa huruf dimodifikasi atau
disederhanakan. Prinsip yang digunakan adalah bahwa sedapat mungkin
huruf timbul itu sama dengan bentuk aslinya (abjad romawi) tetapi harus
mudah dikenali dengan perabaan. Dalam abjad Moon ini, 8 huruf tetap
sama, 14 huruf disederhanakan, dan 5 huruf dirancang sama sekali baru.
Sistem Moon ini dipergunakan oleh relatif banyak orang tunanetra untuk
jangka waktu yang cukup panjang. Abjad ini masih dipergunakan hingga
Gambar2.1 Abjad Moon
Pada tahun 1815, dalam peperangan Napoleon, Barbier menciptakan
tulisan sandi yag terdiri dari titik-titik dan garis-garis timbul yang
dinamakan “tulisan malam”. Dia menggunakan tulisan ini untuk memungkinkan pasukannya membaca perintah-perintah militer dalam
kegelapan malam dengan merabanya melalui ujung-ujung jari. Sistem ini
didasarkan atas metodologi fonetik (atau sonografi). Setiap kata diuraikan
menjadi bunyi, dan setiap bunyi dilambangkan dengan konfigurasi
titik-titik dan garis-garis tertentu (Davidson,2005; shodorsmall, 2000 dalam
Tarsidi 2007:10)
Barbier menggunakan pola 12 titik yang terdiri dari dua deretan
vertikal yang masing-masing terdiri dari enam titik. Titik-titik tersebut
dibuat dengan menusukkan sebuah alat tajam pada kertas tebal yang
diletakkan pada sebuah cetakan logam. Alat yang inovatif ini masih
bertahan hingga kini sebagai alat tulis Braille yang paling banyak
digunakan.
Akan tetapi, sistem tulisan malam ini memiliki banyak kekurangan.
tanda-tanda untuk angka ataupun tanda-tanda baca; membutuhkan banyak
ruang, dan sulit dipelajari. Tulisan maslam mungkin efektif untuk
menuliskan pesan-pesan singkat seperti “maju” atau “musuh ada di
belakang kita”, tetapi tidak bagus dipergunakan untuk membuat buku bagi
tunanetra (Davidson, 2005; Tarsidi, 2007:11).
Sistem tulisan malam inilah yang mendasari sitem tulisan Braille yang
kita kenal sekarang ini.
2. Sistem Tulisan Braille
a. Sejarah Perkembangan sistem Braille
Sistem tulisan bagi tunanetra yang kita kenal sekarang ini diberi
nama pencipta, yaitu Braille. Louis Braille lahir pada tanggal 4 Januari
1809 di Coupvray. Dia menjadi buta pada usia tiga tahun sebagai
akibat kecelakaan dengan pisau milik ayahnya yang seorang pembuat
pelana kuda. Dia masuk sekolah bisaa di daerah tempat tinggalnya.
Ayahnya membantu Louis Braille dengan membuat tulisan yang dapat
dibacanya, yaitu dengan membentuk huruf dari paku-paku yang
ditancapkan pada papan kayu. Pada usia sepuluh tahun, Louis
dimasukkan ke sekolah khusus bagi tunanetra di paris, dimana dia
bertemu dengan kapten Charles Barbier dan diperkenalkan dengan
sistem tulisan Barbier.
Louis Braille menyadari bahwa sistem tulisan Barbier kurang baik
penggunaan titik-titik untuk tulisan bagi tunanetra, maka setelah
pertemuannya dengan Charles Barbier, Louis Braille selalu
memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk membuat titik-titik
dan garis-garis pada kartu-kartu untuk berusaha menciptakan tulisan
yang cocok bagi tunanetra (Tarsidi, 2007:13). Dia selalu mencoba
hasil tulisan-tulisannya kepada temannya. Temannya lebih peka
terhadap titik-titik daripada garis, maka dia memutuskan untuk hanya
menggunakan titik-titik saja dan mengesampingkan garis-garis bagi
tulisannya itu. Kemudian dia mengurangi jumlah titiknya dari dua
belas hanya menjadi enam saja.
Pada tahun 1834, ketika Louis Braille berusia awal 20-an, setelah
bereksperimen dengan inovasinya itu selama lebih dari sepuluh tahun,
sempurnalah sistem tulisan yang terdiri dari titik-titik timbul itu. Louis
Braille hanya mengunakan enam titik “domino” sebagai kerangka
sistem tulisannya itu – tiga titik ke bawah dan dua titik ke kanan (lihat
gambar 2.2). untuk memudahkan pendeskripsian, tiga titik di sebelah
kiri diberi nomor 1, 2 dan 3 (dari atas ke bawah), dan tiga titik
disebelah kanan diberi nomor 4, 5, dan 6. Satu atau beberapa dari
enam titik itu divariasikan letaknya sehingga dapat membentuk
sebanyak 63 macam kombinasi yang cukup untuk menggambarkan
abjad, angka, tanda-tanda baca, matematika, musik , dan lain-lain
Gambar 2.2 Kerangka Abjad Braille
Pada tahun 1851 Dr. Dufau mengajukan ciptaan Braille itu
kepada Pemerintah Perancis dengan permohonan agar ciptaan tersebut
mendapat pengakuan pemerintah, dan agar Louis Braille diberi tanda
jasa. Tetapi hingga dia meninggal pada tanggal 6 januari 1852, tanda
jasa ataupun pengakuan resmi terhadap ciptaannya itu tidak pernah
diterimanya. Baru beberapa bulan setelah wafatnya, ciptaan Louis
Braille itu diakui secara resmi di L’Institute Nationale des Jeunes
Aveugles, dan beberapa tahun kemudian dipergunakan di beberapa
sekolah tunanetra di negara-negara lain. Baru menjelang akhir abad
ke-19 sistem tulisan ini diterima secara universal dengan nama tulisan
“Braille”.
b. Perkembangan alat tulis Braille
Braille dapat diproduksi menggunakan beberapa macam alat,
yaitu (1) reglet dan pen, (2) mesin tik Braille, dan (3) komputer
dengan printer Braille.
Reglet dan pen (slate and stylus) merupakan alat tertua yang
dipergunakan untuk menulis Braille. Prototype alat ini diciptakan
oleh Charles Barbier (Shodorsmall, 2000).
Gambar 2.3 Reglet
Reglet ini terdiri dari dua plat logam atau plastik yang
digunakan dengan engsel. Satu plat logam (plat bawah)
mempunyai lubang-lubang tak tembus berfungsi sebagai cetakan
titik-titik, sedangkan satu plat lainnya (plat atas) mempunyai
lubang-lubang tembus yang berfungsi untuk mengarahkan
penggunanya dalam membentuk titik-titik itu. Lubang-lubang
pada plat atas itu disebut petak. Dalam keadaan plat bawah dan
plat atas ditutupkan, setiap petak merupakan pedoman untuk
mengarah pada enam lubang titik yang membentuk kerangka
tulisan Braille.
2) Mesin Tik Braille
Mesin tik Braille (Braille writer atau Brailler) adalah alat
yang dipergunakan untuk menghasilkan tulisan Braille dengan
cara yang banyak persamaannya dengan mesin tik bisaa
menghasilkan tulisan awas. Prototype mesin ini diciptakan pada
for the Bling, Amerika Serikat (perkins School for the Blind,
2007). Terdapat beberapa macam mesin tik Braille yang
diproduksi oleh beberapa negara, tetapi prinsip kerjanya sama.
Mesin tik Braille yang paling banyak dipergunakan di seluruh
dunia adalah Perkins Brailler buatan Howe Press, Amerika
serikat. Berbeda dari mesin tik bisaa, mesin tik Braille hanya
mempunyai enam tombol untuk menghasilkan karakter Braille,
satu tombol spasi (di tengah), dan dua tombol lainnya
(masing-masing satu tombol di pinggir kiri dan kanan mesin) untuk
menggerakkan kertas.
Gambar 2.4 Perkins Braille
3) Komputer dengan printer Braille
Printer Braille (yang juga dikenal dengan istilah Braille
embosser), mencetak data yang dikirim dari komputer. Braillo
merupakan satu dari banyak produsen printer Braille di dunia.
Printer ini banyak terdapat di Indonesia sebagai kerjasama antara
pemerintah Indonesia dan pemerintah Norwegia untuk
Untuk dapat mencetak data menggunakan printer Braille,
terlebih dahulu data itu dibuat menggunakan program pengolah
data seperti Microsoft Word. Kemudian data Word itu dikonversi
ke dalam format Braille menggunakan program aplikasi
penerjemah Braille. Program inilah yang mengirim data Braille
dari komputer ke Braille Embosser itu. Inovasi ini telah membuat
pencetakan Braille menjadi lebih mudah dan lebih cepat.
Gambar 2.5 Printer Braille
c. Abjad Braille
Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa karakter Braille
dibentuk berdasarkan kerangka enam titik: dua titik ke kanan dan tiga
titik ke bawah,. Untuk memudahkan perujukan pada titik-titik dalam
kerangka tersebut, masing-masing titik diberi nomor sebagai berikut:
1 4
2 5
3 6
Jadi, dihitung mulai dari atas, titik-titik di sebelah kiri di beri
nomor 1, 2, dan 3, sedangkan titik-titik di sebelah kanan di beri nomor
4, 5, dan 6. Penomoran ini akan mempermudah dalam belajar menulis
Braille dengan menggunakan reglet maupun mesin tik.
Abjad Braille dibentuk dengan pola yang logis sehingga mudah
dihafal. Sepuluh huruf pertama (a sampai j) hanya menggunkan titik 1,
2, 4, dan 5. Dengan kata lain, sepuluh huruf pertama tersebut hanya
menggunakan “tanda atas”. Dengan melafalkan sepuluh huruf pertama ini, huruf-huruf lainnya dapat “dikalkulasi” dengan mudah.
Kesepuluh huruf pertama itu dapat dilihat pada table 2.1 sebagai
berikut.
Table 2.1
Huruf A-J
A B C D E F G H I J
a b c d e f g h i j
Nomor titik huruf-huruf di atas adalah sebagai berikut
a = titik 1 b = titik 1-2 c = titik 1-4 d = titik 1-4-5 e = titik 1-5 f = titik 1-2-4
g = titik 1-2-4-5
h = titik 1-2-5
i = titik 2-4
j = titik 2-4-5
Sepuluh huruf berikutnya (k hingga t) dibentuk dengan menambahkan
titik 3 pada ke sepuluh huruf pertama sebagai berikut:
Table 2.2
Huruf K-T
K L M N O P Q R S T
k l m n o p q r s t
Nomor titik huruf-huruf di atas adalah sebagai berikut:
k = titik 1-3 l = titik 1-2-3 m = titik 1-3-4 n = titik 1-3-4-5 o = titik 1-3-5 p = titik 1-2-3-4 q = titik 1-2-3-4-5 r = titik 1-2-3-5 s = titik 2-3-4 t = titik 2-3-4-5
Lima huruf berikutnya (u,v, x, y, z) dibentuk dengan
menambahkan titik 3-6 dari huruf a, b, c, d, dan e.
Bagaimana dengan huruf w? huruf ini tidak dikenal dalam bahasa
perancis (sekurang-kurangnya hingga tahun 1860), sehingga huruf w
tidak tercantum dalam abjad Braille yang asli. Huruf w baru
ditambahkan kemudian setelah abjad Braille dibawa ke Amerika
Serikat. Oleh karena itu, konfigurasinya pun tidak mengikuti pola di
atas.
Huruf u hingga z selengkapnya adalah sebagai berikut:
Table 2.3
Huruf U-Z
U V W X Y Z
u v w x y z
Nomor titik-titik untuk huruf u hingga z adalah sebagai berikut:
u = titik 1-3-6 v = titik 1-2-3-6 w = titik 2-4-5-6 x = titik 1-3-4-6 y = titik 1-3-4-5-6 z = titik 1-3-5-6
Seperti telah diketahui bahwa anak tunanetra lambat dalam membaca.
perlu dikenalkan dengan sistem tulisan Braille sedini mungkin.
Pengenalan huruf Braille bukan hanya pada pengenalan titik-titik yang
membentuk huruf, tetapi harus juga dikenalkan dengan tulisan Braille
dan cara membaca tulisan Braille agar taktil anak terlatih sejak dini
untuk meraba dan membaca tulisan Braille. Salah satu teknik yang
dapat memberikan pembelajaran pengenalan huruf dan melatih taktil
anak dalam membaca tulisan Braille adalah teknik Mangold.
C. Teknik Mangold
Teknik Mangold merupakan sebuah program pembelajaran membaca
yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan membaca yang baik
dengan menggunakan ke dua belah tangan. Beberapa riset telah menunjukkan
bahwa beberapa pembaca Braille yang baik hanya menggunakan sebelah
tangan akan tetapi kebanyakan pembaca yang cepat menggunakan ke dua
belah tangan.
Dalam buku karya Sally Mangold, yang berjudul The Mangold
Developmental Program of Tactual Perception and Braille letter Recognition
(yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia), disebutkan bahwa
bahan bacaan Mangold terutama berusaha mengatasi kekurangan-kekurangan
yang serius, seperti diperolehnya gerakan yang dapat dan ringan di atas
halaman Braille melihat secara horizontal dan vertikal, dan teknik-teknik
Teknik Mangold terdiri dari beberapa pelajaran. Adapun ringkasan
pelajaran-pelajaran dalam teknik Mangold adalah sebagai berikut:
1. Pelajaran 1
Untuk pelajaran 1 terdiri dari kegiatan 1-5 memberikan latihan
menggunakan ke dua tangan bersama-sama. Cara menggunakan tangan
sendiri dimulai dari kegiatan 6-11. adapun kegiatan-kegiatan dalam
pelajaran pertama adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan 1
Dalam pelajaran berikut ini lebih menekankan pada pengenalan
apakah garis itu tebal, tipis, panjang, pendek. Letakkan tangan murid
hingga semua jari-jarinya ada di atas halaman. Bantulah dia
menemukan ujung kiri garis di atas. Bantulah dia menyusuri garis
hingga ke ujung kanan. Tunjukkan cara menyusuri kembali garis tadi
keujung kiri. Sekarang Bantu dia menyusuri garis vertikal ke bawah
hingga menemukan garis ke dua. Tekanan “permulaan” dan “ujung”
setiap garis dan “atas” serta “bawah” dari halaman.
b. Kegiatan 2
Bantulah murid untuk menyusuri dari kiri ke kanan hingga
menemukan ujung kanan garis atas. Lalu katakan bahwa ia bisa
memotong ke garis berikutnya. Bantu ia menyusuri garis diagonal
hingga menemukan permulaan garis berikutnya.
Gambar 2.8. gambar garis memotong diagonal
c. Kegiatan 3
Dengan cara memotong, gerakan jari di atas tiap garis secepat
mungkin. Perhatikan apakah garis-garis itu berbeda dari garis pada
halaman sebelumnya.
d. Kegiatan 4
Mengenalkan Pad. Pemakaian pad ini akan memperkuat otot-otot
yang ia gunakan waktu membaca dan menulis Braille, yang nantinya
akan membantu dia bekerja sendiri. Letakkan jarum/paku pada
ujung-ujung atas. Suruh siswa berlatih menyusuri semua garis pada
halaman.
Gambar 2.10. Halaman Pad
Aaaaaaaaaaaaaaaaa
Gggggggggg
Cccccccccccccc
Llllllllllllllllllll
Iiiii
Ffffffffffffffff
bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb
e. Kegiatan 5
Gerakkan jarimu secepat mungkin di atas pad. Hitunglah jumlah
kotak-kotak pada setiap garis. Halaman garis dengan kotak seperti
pada gambar berikut.
Gambar 2.11 gambar halaman garis dengan kotak _ _ _ _ _ _ _ _#_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
f. Kegiatan 6
Tunjukkan pada siswa cara menyusuri garis-garis pendek dengan ke
dua tangannya bersamaan dengan mengikuti halamn kiri kemudian
barulah halaman kanan. Suruh siswa kembali kebagian atas dari
halaman. Suruh siswa menyusuri garis-garis pendek sebelah kiri
dengan ke dua tangan, berhenti pada garis vertikal. Lalu telusuri
bagian kanan dengan tangan kanan saja.
Gambar 2.12 halaman garis huruf dengan garis di tengah
Aaaaaaaaaaaaaaa
Ccccccccccccccc
Ggggggggggggggg
Ggggggggggggggg
###############
bbbbbbbbbbbbbbb
Aaaaaaaaaaaaaaa
Ccccccccccccccc
aaaaaaaaaaaaaaa
bbbbbbbbbbbbbbb
bbbbbbbbbbbbbbb
###############
g. Kegiatan 7
Kegiatan ini sama seperti pada kegiatan 6. suruh siswa menyusuri
garis garis pendek sebelah kiri dengan ke dua tangan, berhentilan pada
bagian kosong di tengah dan dengan tangan kanan menyelesaikan
garis-garis
Gambar2.13. halaman baris huruf tanpa garis
Untuk kegiatan 8-10 hampir sama dengan kegiatan 6 dan 7
Aaaaaaaaaaaaaaa
Ccccccccccccccc
Ggggggggggggggg
Ggggggggggggggg
###############
bbbbbbbbbbbbbbb
Aaaaaaaaaaaaaaa
Ccccccccccccccc
aaaaaaaaaaaaaaa
bbbbbbbbbbbbbbb
bbbbbbbbbbbbbbb
###############
h. Kegiatan 11
Kegiatan 11 merupakan permainan zigzag. Dalam kegiatan ini anak
disuruh mencari ujung garis yang dekat dengan garis tebal di tengah.
Ketika guru menyebut mulai siswa mengikuti zig-zag sampai pada
ujung lainnya sebelum guru menyuruh berhenti. Permainan dimainkan
oleh tangan kiri saja atau tangan kanan saja atau dengan ke dua tangan
2. Pelajaran II
Dalam pelajaran ke dua ini terdiri dari 4 kegiatan. Setiap kegiatan
hampir sama dengan kegiatan pada pelajaran yang pertama. Tapi pada
pelajaran ke dua ini, huruf-huruf sudah bervariasi pada setiap barisnya.
Sedangkan pada pelajaran satu tiap baris terdiri dari satu huruf atau satu
tanda. Adapun kegiatan dari pembelajaran ke dua di antaranya sebagai
berikut:
a. Kegiatan 1
Menyusuri dari arah kiri ke kanan di atas huruf-huruf yang
berdempetan tanpa jarak
Gambar 2.15 halaman baris huruf tanpa jarak
Afyxprtihtvajlghobcksrhgfmsfpr
Alhgbdetpoqmnzxbslhaewrtnmeklpep
Sdlejqwlepebhhfmdfqdq
Mnaksphailgsbiwtdinlksdafl;
Gnklzgoaplhld
Fskdioagl;amhsksl
Bsldjnl;sj;fnjjfhgoajpohgh
Gsdki
hggfuhosjgpagorgjognih
b. Kegiatan 2
Telusuri secepat mungkin dari kiri ke kanan pada semua garis pada
halaman ini. Sekarang kembali ke garis atas. Letakkan jarum pada
permulaan dan ujung setiap garis. Halaman ini hampir sama dengan
halaman pada kegiatan 1
c. Kegiatan 3
untuk kegiatan ke tiga hampir sama dengan kegiatan 7 pelajaran 1.
hanya pada kegiatan ini huruf-huruf pada setiap baris lebih bervariasi.
Gambar 2.16. halaman baris huruf-huruf bervariaasi tanpa garis di
tengah
d. Kegiatan 4
Untuk kegiatan 4 hampir sama petunjuknya dengan kegiatan 6 pada
pelajaran 1, yang membedakan hanya pada huruf-hurufnya yang lebih
bervariasi pada kegiatan ini. Untuk gambar hampir sama dengan
gambar 2.7, hanya pada kegiatan ini memakai garis tengah.
Amwhakfcjlsqpos
njagtlwosymdhge
iyslamlpoqwdmgk
trwqljmpsgosgka
bcjaklsuoqgmahg
Tqriqpuuwpqm,eo
Dosmxgtrakmagfp
Bdlslgwtmabmalo
Kpqhjdenbaoqyer
Fiafyfqoqyhioyu
3. Pelajaran III
Pada pelajaran ke tiga ini terdiri dari 4 kegiatan. Adapun kegiatan dari
pelajaran ke tiga adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan 1
Telusuri setiap garis pada halaman ini secepat mungkin. Sekarang
kembali ke garis atas. Letakkan jarum pada ujung tiap garis
Gambar 2.17. halaman baris huruf dengan kotak
b. Kegiatan 2
Untuk kegiatan 2 hampir sama dengan kegiatan 1. hanya pada kegiatan
2 semua huruf sama tanpa ada tanda kotak
Eeeeeeee#eeeeeeeeeeeeee
Bbbbbbbbbbbb#bbbbbbbb#b
Aa#aaaaa#aaaaaaaa#aaaaa
Lllll#lllllllllllll#lll
Ffffffffff#ffff#fffffff
#sssssssssssssssssssss#
Oooooooooooooooooooo#o#
c. Kegiatan 3
Letakkan sebuah paku pada permulaan dan akhir setiap baris
Gambar 2.18. halaman baris huruf yang sama
d. Kegiatan 4
Letakkan paku pada permulaan setiap baris. Spasi di antara
tanda-tanda. Halamn untuk kegiatan ini hampir sama dengan halaman
kegiatan 3, hanya saja ada jarak atau spasi untuk tiap baris.
Ccccccc
Cccccccccccccc
Ccc
Ccccccccccc
Cccccccccccccccccccc
Ccccc
Cccccccc
cccccccccccccccc
4. Pelajaran IV
Pelajaran ke empat ini terdiri dari 4 kegiatan. Adapun salah satu dari
kegiatan ke empat ini adalah sebagai berikut: menelusuri dari kiri ke kanan
pada huruf-huruf dengan satu atau dua spasi.
Gambar 2.19. halaman baris huruf yang bervariasi dengan jarak atau spasi
A f y x p r t I h t v a j
A l h g b d e t p o q m n z x b
S d l e j q w l e p e
M n a k s p h a I l g s b I w
F s k d I o a g
B s l d j n l ; s j ; f
G s d k I f g t u e y e s
H g g f u h o s j g p a g o r g
fgjsgjagadjteriuioeqwyijf
hifuyuyhw
5. Pelajaran V
Pelajaran v terdiri dari delapan kegiatan. Tetapi pada pelajaran ke lima
ini mengajarkan cara menelusuri garis atau tanda-tanda secara vertikal.
Salah satu contoh dari pelajaran ke lima ini adalah kegiatan pertama yaitu:
menyusuri dari atas ke bawah pada huruf-huruf berurutan dan berdekatan.
Posisi tangan yang betul adalah tempatkan ke dua telunjuk pada ujung atas
garis vertikal pertama. Telunjuk tangan yang dominan dalam meraba harus
bergerak menuruni kolom lebih dahulu. Bagian lain dari tangan kiri harus
menyentuh halaman sebelah kiri yang vertikal.
Gambar 2.20 halaman huruf vertikal
L g c
L g c
L g c
L g c
L g c
L g c
L g c
6. Pelajaran VI
Pada pelajaran ke enam ini hampir sama dengan pelajaran ke lima
yaitu tentang menyusuri dari atas ke bawah. Pelajaran ke enam ini terdiri
dari empat kegiatan. Kegiatan pertama menyusuri rentetan tanda-tanda
yang berbeda-beda yang terletak berdekatan tanpa spasi. Kegiatan ke dua
yaitu meletakkan jarum pada ujung atas dan ujung baris dari tiap-tiap lajur
secepat mungkin. Kegiatan ke tiga yaitu letakkan satu jarum di dalam garis
yang terpendek dan letakkan dua jarum di garis yang terpanjang. Kegiatan
ke empat yaitu cobalah meletakkan jarum di tiap tempat yang kosong selagi
menyusuri ke bawah.
Adapun contoh halaman dari pelajaran ke enam kegiatan ke empat
seperti gambar di bawah ini:
Gambar 2.21. halaman huruf vertikal dengan tempat yang kosong
l s w
v h q
s j
f j s
m j
g d c
t q
e u
d f j
d x
f h
t d a
7. Pelajaran VII
Pelajaran ke tujuh masih sama tentang menyusuri dari atas ke bawah.
Pelajaran ke tujuh terdiri dari 4 kegiatan. Kegiatan pertama adalah
menyusuri rentetan tanda-tanda yang sama yang dipisahkan antara huruf
dengan satu spasi. Kegiatan ke dua yaitu membaca lajur ke bawah secepat
mungkin dan gunakan garis bantu. Kegiatan ke tiga yaitu memasang jarum
pada ujung atas dan ujung bawah dari tiap-tiap lajur selama sepuluh
hitungan yang dilakukan. Kegiatan ke empat adalah menemukan semua
kotak kecil dan letakkan sebuah paku pada masing-masing tanda kotak.
Adapun contoh halaman dari pelajaran ke tujuh kegiatan ke dua
seperti gambar di bawah ini
Gambar 2.22. halaman huruf vertikal dengan garis Bantu
l l l
l l l
l l l
l l l
l l l
l l l
l l l
l l l
l l l
8. Pelajaran VIII
Pelajaran ke delapan masih tentang menyusuri dari atas ke bawah.
Pelajaran ke delapan terdiri dari 3 kegiatan. Kegiatan pertama yaitu
menyusuri dari atas ke bawah tanda-tanda yang berbeda-beda, yang
masing-masing dipisahkan satu spasi. Kegiatan ke dua adalah mula-mula letakkan
sebuah paku pada puncak dan kemudian pada dasar setiap kolom. Kegiatan
ke tiga gerakan jari-jari secepat mungkin dari puncak ke dasar dari setiap
kolom. Letakkan sebuah paku dalam setiap tanda kotak kecil
Adapun contoh dari pelajaran ke delapan kegiatan ke tiga seperti
gambar di bawah ini:
Gambar 2. 23. halaman huruf vertikal dengan kotak kecil (tanda pagar)
l s w
v h q
s # e
h j k
b m r
g f y
t # a
r n x
z d o
9. Pelajaran IX
Dalam pelajaran sembilan ini menemukan 2 bentuk yang sama.
Pelajaran ke sembilan terdiri dari tiga kegiatan. Kegiatan pertama temukan
dua bentuk yang sama atau berbeda. Bila bentuknya berbeda jangan
meletakkan sebuah paku pada akhir garis itu. Kegiatan ke dua sama dengan
kegiatan pertama, dengan hanya saja menggunakan garis-garis dari bentuk
tersebut. kegiatan ke tiga sama dengan kegiatan pertama, hanya
bentukkanya yang berbeda.
Adapun contoh halaman dari pelajaran ke sembilan kegiatan pertama
seperti gambar berikut:
10.Pelajaran X
Pelajaran tentang menemukan dua tanda yang berbeda. Pelajaran ke
sepuluh terdiri dari dua kegiatan. Kegiatan pertama adalah menemukan dua
tanda-tanda Braille yang sama atau berbeda. Kegiatan ke dua hampir sama
dengan kegiatan pertama, tapi pada kegiatan ke dua ini menaruh sebuah
paku/jarum pada tanda yang sama dan pada kegiatan ke dua memakai garis
pemisah di tengah-tengah halaman.
Gambar 2.17. halaman dua tanda sama dengan garis di tengah
Gy
tz
Mm
bj
Ss
hh
Hy
Pz
kk
Nn
tu
Rm
iw
11.Pelajaran XI
Pelajaran sebelas masih menemukan dua tanda-tanda Braille yang sama.
Tapi pada pelajaran sebelas ini tanda-tanda berada pada garis Braille.
Gambar 2.25. halaman dua tanda pada garis Braille
12.Pelajaran XII
Pelajaran dua belas ini adalah menemukan satu tanda yang berbeda setiap
baris (tanda 1 dan c)
Gambar 2.26. halaman huruf “ l ” dan “ c ”
---ll---
----gy---
---pp--
---rr---
---jj----
---qy---
---tt---
---
Fq---jj---
Cccccccccccccccccccclccccc
Cccccccccccccccccccccccclc
Ccclcccccccccccccccccccccc
Llllllllllllllclllllllllll
Llllllclllllllllclllllllll
Llllllllllllllllllclllllll
Cccccccccccccclccccccccccc
llllllllllllllllllllllllcl
13.Pelajaran XIII
Menemukan sebuah tanda yang berbeda dari yang lainnya.
Gambar 2.27. halaman baris huruf dengan satu tanda yang berbeda
D. Pengenalan huruf Braille melalui teknik Mangold
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, huruf Braille dikenalkan bagi
anak tunanetra sejak duduk di kelas persiapan. Pada umumnya pengenalan
huruf pada siswa tunanetra kelas persiapan menggunakan media papan
pantule. Akan tetapi penggunaan media pantule tidak dapat melatih taktik
anak tunanetra, karena huruf yang berada pada papan pantule ukurannya
terlalu besar jika dibandingkan dengan ukuran tulisan Braille yang
sebenarnya. Sehingga anak tunanetra harus belajar lagi untuk dapat meraba
tulisan Braille yang ditulis dengan riglet. Sebuah teknik yang dapat digunakan
dalam mengenalkan huruf Braille sekaligus melatih kemampuan taktil anak
tunanetra adalah teknik Mangold.
ggggggggggggwggggggggggg
bbbbbbbbbbbbbbbbbbbobbbb
ffffyfffffffffffffffffff
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaata
yyyyybyyyyyyyyyyyyyyyyyy
eeeeeeeeeeeeeeeereeeeeee
sssssssssbssssssssssssss
cccccccgcccccccccccccccc
Pengenalan huruf Braille melalui teknik Mangold, yaitu dengan cara
menyusuri barisan huruf pada halaman huruf. Setiap halaman hanya terdiri
dari satu huruf. Barisan pertama huruf tanpa jarak, barisan selanjutnya diberi
jarak satu spasi dan barisan selanjutnya diberi dua spasi.
Pengenalan huruf melalui teknik Mangold dibagi menjadi empat
kegiatan. Kegiatan pertama pengenalan huruf Braille A-G. kegiatan ke dua
pengenalan huruf Braille H-N. kegiatan ke tiga pengenalan huruf Braille O-T.
kegiatan ke empat pengenalan huruf Braille U-Z.
Gambar 2.28. halaman garis huruf a
E. Kecepatan membaca
Membaca adalah suatu proses yang menuntut pembaca agar dapat
memahami kelompok kata yang tertulis merupakan suatu kesatuan dan
terlihat dalam suatu pandang sekilas, dan makna kata-kata itu dapat
diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi, maka pesan yang
tersurat dan tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca dapat
terlaksana dengan baik. Kegiatan membaca berhubungan erat dengan
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
A a a a a a a a a a a a
A a a a a a a a a a a a
A a a a a a a a
A a a a a a a a
kecepatan dan pemahaman isi bacaan seperti yang diungkapkan oleh
Supriyadi (Soedarso, 1999) menyatakan:
Keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat.
Rumus yang menghitung kecepatan membaca adalah : jumlah kata yang
dibaca, dibagi waktu yang dibutuhkan untuk membaca. Jika kecepatan
membaca itu diandaikan A, jumlah kata yang dibaca diandaikan B, dan waktu
yang dibutuhkan untuk membaca diandaikan C, maka rumusnya menjadi
A=B/C=Kpm (kata per menit)
Seandainya waktu yang dibutuhkan untuk membaca itu terdapat detiknya
(misalnya 3 menit 20 detik) maka waktu itu dikonversikan dulu ke detik;
kemudian rumus di atas dikali 60 detik
A=B/C x 60 detik= Kpm (kata per menit)
Contoh
Jumlah kata yang dibaca adalah 1500 kata; lama membaca adalah 4
menit 10 detik (=250 detik); maka kecepatan membacanya adalah
1500/250= 6 x 60 = 360 Kpm.
Pemahaman terhadap teks yang dibaca dipengaruhi oleh banyak faktor,
di antaranya faktor karakteristik materi bacaan dan karakteristik pembaca itu
sendiri. Teks bacaan sangat berpengaruh terhadap pemahaman pembaca, ada
tingkat keterbacaan teks (readibility) adalah salah satu syarat yang harus
diperhatikan dalam memilih teks. Selain itu kemenarikan dan keotentikan
teks juga merupakan syarat untuk memilih teks yang baik. Karakteristik
membaca juga dapat mempengaruhi pemahaman IQ, minat baca, kebisaaan
membaca yang jelek, dan minimnya pengetahuan tentang cara membaca
cepat dan efektif.
Kecepatan membaca bergantung pada kebutuhan dan bahan yang
dihadapinya. Untuk menentukan standarisasi kecepatan efektif membaca
harus diikuti oleh pemahaman isi bacaan. Mengenai hal ini Nurhadi (1987:40)
mengatakan “kecepatan membaca bisaanya diukur dengan berapa banyaknya kata yang terbaca pada setiap menitnya dengan pemahaman rata-rata 50%
dengan kata lain berkisar 40%-60%” Tarigan (1985:29) mengatakan
kemampuan membaca cepat siswa SD adalah sbb:
Jumlah kata yang terbaca dalam permenit, yaitu
kelas 1 60-80 kpm kelas 2 90-110 kpm kelas 3 120-140 kpm kelas 4 150-160 kpm kelas 5 170-180 kpm kelas 6 190-250 kpm
F. Kerangka berpikir
Dalam penelitian ini memiliki dua variabel yaitu teknik Mangold dan
kemampuan mengenali tulisan huruf Braille. Teknik Mangold merupakan
program dasar membaca yang akan membantu pembaca Braille awal dari
segala usia dengan memberikan dasar yang kokoh untuk membangun
kemampuan membaca masa depan.
(sumber:http://exceptionalteaching.net/online-katalog-Mangold
programs.html). Teknik ini melatih tunanetra untuk dapat membaca cepat.
Karena setiap pelajaran yang termuat dalam teknik Mangold melatih
kecepatan jari, menempatkan posisi ke dua tangan , menemukan tanda-tanda
serta membedakan tanda atau huruf Braille.
Secara tidak langsung ketunanetra memiliki dampak terhadap
keteramnpilan. Pada umumnya anak tunanetra cukup lambat dalam
membaca. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata
membaca dari pembaca Braille yang terampil adalah 90-115 kpm.
Selain itu, metode maupun teknik yang dipakai oleh guru SLB A,
terutama guru tingkat dasar maupun persiapan dalam mengenalkan huruf
Braille kurang memperhatikan keterampilan membaca anak tunanetra. Pada
umumnya pengenalan huru bagi siswa tunanetra kelas persiapan
menggunakan media pantule. Penggunaan media pantule tidak dapat melatih
taktil anak tunanetra, karena huruf yang dibuat di atas pantule ukurannya
sebenarnya, sehingga anak tunanetra harus belajar lagi untuk dapat meraba
tulisan huruf Braille yang ditulis dengan menggunakan alat tulis Braille.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan sebuah teknik
pengenalan tulisan Braille yang dapat mengenalkan tulisan huruf Braille
sebenarnya serta memberikan latihan taktil dan penggunaan posisi tangan
yang tepat dalam meraba tulisan Braille. Oleh sebab itu, teknik pembelajaran
Mangold diterapkan dalam pengenalan huruf Braille bagi kelas persiapan.
Dengan adanya pengenalan huruf Braille melalui teknik Mangold bagi
anak tunanetra kelas persipaan, maka diduga kemampuan mengenali tulisan