• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian dan Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian dan Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Sabinus ngadu, 2012

Pengaruh Teknik Mangold Terhadap Kecepatan MembacaTulisan Braille Anak Tunanetra Kelas 1 Tingkat SDLB Di SLBN A Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

A. Pengertian dan Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan Membaca

1. Pengertian Tunanetra

Salah satu jenis kecacatan adalah cacat netra atau tunanetra atau cacat

penglihatan. Pengertian Tunanetra menurut Kamus besar Bahasa

Indonesia (DEPDIKBUD, 1990: 971) Tuna artinya rusak, luka, kurang,

tidak memiliki, sedangkan Netra artinya mata (DEPDIKBUD, 1990:631),

jadi Tunanetra artinya orang yang rusak matanya, atau luka matanya atau

tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihataannya.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sutjihati (2006:65) yang

mengungkapkan Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya

(ke dua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam

kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas.

Sedangkan menurut Anggaran Rumah Tangga PERTUNI Bab 1, pasal

1 (2004:12), bahwa :

Tunanetra adalah mereka yang berindera penglihatan lemah pada ke

dua matanya sehingga tidak memiliki kemampuan membaca tulisan

atau huruf cetak ukuran normal (ukuran huruf ketik pita) pada keadaan

cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata, sampai dengan

(2)

Berdasarkan pengertian tersebut, tunanetra atau cacat netra bukan

hanya seseorang yang tidak dapat melihat namun kemampuan jarak

pandangnya terbatas. Sehingga dengan keterbatasannya, penyangdang

cacat netra memerlukan usaha yang lebih besar untuk belajar dibandingkan

orang awas. Secara khusus dalam kemampuan membaca cepat, seorang

tunanetra memerlukan usaha yang lebih besar, waktu yang lebih lama dan

teknik pembelajaran yang tepat dibandingkan dengan orang awas.

Menurut DIT. PLB (2006) bahwa tunanetra memiliki keterbatasan

dalam penglihatan antara lain:

a. tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari satu

meter;

b. ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang

mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki

c. bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20 derajat.

Menurut WHO (dalam Tarsidi, 2002) yang dimaksud dengan kebutaan

adalah kehilangan medan pandang pada mata yang lebih baik setelah

mendapatkan koreksi terbaik, atau sama dengan kehilangan penglihatan

yang cukup untuk mampu berjalan-jalan. Sedangkan seseorang dikatakan

kurang awas (low vision) apabila ada:

a. mengalami gangguan fungsi penglihatan meskipun sudah

memperoleh perawatan atau

(3)

c. memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 0,3 (6/18) hingga

hanya memiliki persepsi cahaya atau

d. medan pandangnya kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi tetapi

menggunakan atau berpotensi untuk dapat menggunakan

penglihatan guna merencanakan dan melaksanakan suatu tugas.

Berdasarkan pengertian tunanetra di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa tunanetra adalah orang yang kehilangan penglihatannya sedemikian

rupa, sehingga seseorang itu sukar atau tidak mungkin dapat mengikuti

pendidikan dengan metode yang bisaanya dipergunakan di sekolah bisaa.

Sebenarnya anak tunanetra dalam pendidikan tidak saja mempergunakan

metode khusus, melainkan juga alat Bantu khusus yang digunakan untuk

membaca dan menulis di antaranya adalah huruf Braille, riglet, dan pen.

Menurut Tarsidi (2003), secara edukasional, tunanetra dapat

diklasifikasikan menjadi dua yaitu : tunanetra berat yakni mereka yang

dalam kegiatan pendidikannya menggunakan tulisan Braille atau dengan

media audio, dan tunanetra ringan yiatu mereka yang dalam kegiatan

pendidikannya menggunakan tulisan cetak besar (large print) dan juga

(4)

Sedangkan Menurut Sutjihati (2006:66) tunanetra dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu

a. Buta (Tunanetra Total)

Dikatakan buta jika individu sama sekali tidak mampu

menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0)

b. Low Vision

Bila anak masih mampu menerima rangsangan cahaya dari

luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak

hanya mampu membaca headline pada surat kabar.

Kemampuan dan kebutuhan anak tunanetra berdasarkan klasifikasi

tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberikan layangan dalam

aktivitas pendidikannya. Anak tunanetra berat (buta) memerlukan

buku-buku Braille, media/alat-alat pendidikan taktual dan rekaman-rekaman

audio, sedangkan anak-anak yang low vision memerlukan buku-buku

cetak yang diperbesar, berwarna kontras, alat bantu magnifikasi, dan juga

rekaman-rekaman audio. Tentu saja anak-anak yang low vision akan

memperoleh keuntungan yang lebih, disamping menggunakan buku-buku

yang diperbesar mereka juga memahami tulisan Braille. Hal yang paling

penting untuk diingat adalah pelajar yang mengalami kebutaaan dan

kurang awas bisaanya membutuhkan teknik pembelajaran, cara dan alat

(5)

2. Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan Membaca

Dengan adanya hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya

indera penglihatan akan membawa dampak terhadap berbagai bidang

perkembangan. Menurut Tarsidi (Nawawi, 2007) bahwa kehilangan

penglihatan memiliki dampak terhadap perkembangan anak dalam empat

bidang perkembangan, yaitu perkembangan sosial dan emosi,

perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, serta perkembangan

motorik, orientasi dan mobilitas. Adanya ganggunan pada ke empat bidang

perkembangan tersebut akan menghambat proses belajar tunanetra baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Berhubungan dengan belajar, ketunanetraan memiliki dampak terhadap

keterampilan membaca. Dalam kasus tunanetra pembaca Braille, fungsi

mata digantikan oleh fungsi ujung-ujung jari. Braille merupakan sistem

tulisan yang terdiri dari konfigurasi titik-titik timbul yang diciptakan oleh

Louis Braille untuk dibaca secara taktual melalui ujung-ujung jari.

Telah diungkap oleh berbagai penelitian bahwa membaca melalui

saluran penglihatan lebih cepat daripada membaca melalui saluran

perabaan. Kecepatan rata-rata membaca dari pembaca Braille yang

terampil adalah 90-115 kata per menit, berbanding 250-300 kata per menit

untuk mereka yang membaca secara visual (Simon & Huertas, 1998).

Dapat diasumsikan bahwa penyebab utama dari perbedaan ke dua jenis

membaca tersebut terletak pada jumlah informasi yang dapat diserap

(6)

tertulis melalui "visual fixation" (tatapan mata), di mana bidang persepsi

dari masing-masing tatapan mata itu meliput sekurang-kurangnya 15 huruf

(Simon & Huertas, 1998, dalam Tarsidi, 2007). Dalam hal membaca

Braille, "tactile fixation" (rabaan ujung jari) tidak dapat dibandingkan

dengan visual fixation, karena membaca taktual melibatkan koordinasi

gerak jari, tangan dan lengan. Yang memungkinkan didapatnya informasi

tertulis oleh pembaca Braille adalah gerakan tangan yang kontinyu, bukan

sentuhan ujung-ujung jari pada tulisan itu saja. Di samping itu, bila

gerakan mata memungkinkan orang melewatkan beberapa kata dari teks

yang dibacanya, (meskipun terdapat sedikit fiksasi pada sebagian besar

dari kata-kata itu), tetapi pembaca Braille tidak dapat melakukan hal yang

sama, karena ujung jari-jarinya harus menyusur di atas semua huruf dari

teks yang dibacanya.

Keadaan tersebut di atas mengakibatkan pembaca tunanetra

menghadapi hambatan sensorial yang lebih besar, karena tactile field

(bidang rabaan) dalam Braille ditentukan oleh informasi (setiap karakter

Braille) yang dapat ditangkap oleh ujung-ujung jari.

Simon & Huertas (Tarsidi (2007) mengemukakan bahwa hasil

beberapa eksperimen menunjukkan bahwa coverage time pada umumnya

lebih besar daripada synthesis time. Mereka mengemukakan bahwa

(7)

membentuk sebuah kata, menyimpan karakter-karakter itu di dalam

ingatannya hingga keseluruhan kata itu teridentifikasi.

Menurut Foulke (Tarsidi, 2007), pada umumnya pembaca Braille harus

mengidentifikasi dan mengingat semua huruf dalam sebuah kata dan

kemudian mengintegrasikannya agar dapat mengidentifikasi ke seluruhan

kata itu.

B. Sistem Tulisan Braille

1. Pengembangan sistem tulisan Braille

Sebuah usaha untuk menciptakan tulisan bagi orang tunanetra telah

dimulai sejak abad ke-4, yaitu ketika seorang cendikiawan tunanetra

Jepang mengukir huruf-huruf pada kayu dan mendirikan sebuah

perpustakaan yang cukup besar untuk menghimpun karya-karya itu

(Tarsidi, 2007:6). Pada tahun 1676, seorang tunanetra katolik di Roma,

Italia, bernama Francesco Terzi, menciptakan sejenis “abjad tali”. Dia

membentuk huruf-huruf dari berbagai variasi simpul tali, dan

menggunakan abjad talinya itu untuk mentranskripkan kitab injil.

Seorang musisi wanita tunanetra dari Wina, Maria Theresa Von

Paradis (lahir tahun 1741), belajar membaca dengan alat bantu berupa

paku-paku yang ditancapkan pada sebuah bantalan untuk membentuk

huruf-huruf. Dengan cara ini dia berhasil belajar membaca partitur music

(Andersen, 2000).

Upaya yang terkonsentrasikan untuk menciptakan sistem tulisan bagi

(8)

(1745-1822), pendiri dan direktur sekolah pertama bagi tunanetra di dunia,

menghasilkan huruf-huruf timbul pada kertas tebal yang dapat diraba dan

dibaca dengan ujung-ujung jari. Untuk menghasilkan huruf timbul

tersebut, pertama-tama dia membuat cetakan huruf dari logam (tarsidi,

2007:7).

Kurun waktu dari tahun 1825 hingga 1835 tampaknya merupakan

masa dimana terdapat kegiatan yang universal untuk menciptakan dan

mencetak tulisan timbul, di Inggris ada Gall, Alston, Moon, Fry, Frere,

dan Lucas yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan

mempunyai pendukungnya masing-masing, dan di Amerika ada

Friedlander, Howe dan lain-lain (shodorsmall, 2000 dalam Tarsidi,

2007:9). Yang paling menonjol di antara mereka adalah Dr. William Moon

seorang tunanetra Inggris.

Pada tahun 1845 dia menciptakan sebuah sistem huruf timbul yang

menggunakan abjad romawi, dengan beberapa huruf dimodifikasi atau

disederhanakan. Prinsip yang digunakan adalah bahwa sedapat mungkin

huruf timbul itu sama dengan bentuk aslinya (abjad romawi) tetapi harus

mudah dikenali dengan perabaan. Dalam abjad Moon ini, 8 huruf tetap

sama, 14 huruf disederhanakan, dan 5 huruf dirancang sama sekali baru.

Sistem Moon ini dipergunakan oleh relatif banyak orang tunanetra untuk

jangka waktu yang cukup panjang. Abjad ini masih dipergunakan hingga

(9)

Gambar2.1 Abjad Moon

Pada tahun 1815, dalam peperangan Napoleon, Barbier menciptakan

tulisan sandi yag terdiri dari titik-titik dan garis-garis timbul yang

dinamakan “tulisan malam”. Dia menggunakan tulisan ini untuk memungkinkan pasukannya membaca perintah-perintah militer dalam

kegelapan malam dengan merabanya melalui ujung-ujung jari. Sistem ini

didasarkan atas metodologi fonetik (atau sonografi). Setiap kata diuraikan

menjadi bunyi, dan setiap bunyi dilambangkan dengan konfigurasi

titik-titik dan garis-garis tertentu (Davidson,2005; shodorsmall, 2000 dalam

Tarsidi 2007:10)

Barbier menggunakan pola 12 titik yang terdiri dari dua deretan

vertikal yang masing-masing terdiri dari enam titik. Titik-titik tersebut

dibuat dengan menusukkan sebuah alat tajam pada kertas tebal yang

diletakkan pada sebuah cetakan logam. Alat yang inovatif ini masih

bertahan hingga kini sebagai alat tulis Braille yang paling banyak

digunakan.

Akan tetapi, sistem tulisan malam ini memiliki banyak kekurangan.

(10)

tanda-tanda untuk angka ataupun tanda-tanda baca; membutuhkan banyak

ruang, dan sulit dipelajari. Tulisan maslam mungkin efektif untuk

menuliskan pesan-pesan singkat seperti “maju” atau “musuh ada di

belakang kita”, tetapi tidak bagus dipergunakan untuk membuat buku bagi

tunanetra (Davidson, 2005; Tarsidi, 2007:11).

Sistem tulisan malam inilah yang mendasari sitem tulisan Braille yang

kita kenal sekarang ini.

2. Sistem Tulisan Braille

a. Sejarah Perkembangan sistem Braille

Sistem tulisan bagi tunanetra yang kita kenal sekarang ini diberi

nama pencipta, yaitu Braille. Louis Braille lahir pada tanggal 4 Januari

1809 di Coupvray. Dia menjadi buta pada usia tiga tahun sebagai

akibat kecelakaan dengan pisau milik ayahnya yang seorang pembuat

pelana kuda. Dia masuk sekolah bisaa di daerah tempat tinggalnya.

Ayahnya membantu Louis Braille dengan membuat tulisan yang dapat

dibacanya, yaitu dengan membentuk huruf dari paku-paku yang

ditancapkan pada papan kayu. Pada usia sepuluh tahun, Louis

dimasukkan ke sekolah khusus bagi tunanetra di paris, dimana dia

bertemu dengan kapten Charles Barbier dan diperkenalkan dengan

sistem tulisan Barbier.

Louis Braille menyadari bahwa sistem tulisan Barbier kurang baik

(11)

penggunaan titik-titik untuk tulisan bagi tunanetra, maka setelah

pertemuannya dengan Charles Barbier, Louis Braille selalu

memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk membuat titik-titik

dan garis-garis pada kartu-kartu untuk berusaha menciptakan tulisan

yang cocok bagi tunanetra (Tarsidi, 2007:13). Dia selalu mencoba

hasil tulisan-tulisannya kepada temannya. Temannya lebih peka

terhadap titik-titik daripada garis, maka dia memutuskan untuk hanya

menggunakan titik-titik saja dan mengesampingkan garis-garis bagi

tulisannya itu. Kemudian dia mengurangi jumlah titiknya dari dua

belas hanya menjadi enam saja.

Pada tahun 1834, ketika Louis Braille berusia awal 20-an, setelah

bereksperimen dengan inovasinya itu selama lebih dari sepuluh tahun,

sempurnalah sistem tulisan yang terdiri dari titik-titik timbul itu. Louis

Braille hanya mengunakan enam titik “domino” sebagai kerangka

sistem tulisannya itu – tiga titik ke bawah dan dua titik ke kanan (lihat

gambar 2.2). untuk memudahkan pendeskripsian, tiga titik di sebelah

kiri diberi nomor 1, 2 dan 3 (dari atas ke bawah), dan tiga titik

disebelah kanan diberi nomor 4, 5, dan 6. Satu atau beberapa dari

enam titik itu divariasikan letaknya sehingga dapat membentuk

sebanyak 63 macam kombinasi yang cukup untuk menggambarkan

abjad, angka, tanda-tanda baca, matematika, musik , dan lain-lain

(12)

Gambar 2.2 Kerangka Abjad Braille

Pada tahun 1851 Dr. Dufau mengajukan ciptaan Braille itu

kepada Pemerintah Perancis dengan permohonan agar ciptaan tersebut

mendapat pengakuan pemerintah, dan agar Louis Braille diberi tanda

jasa. Tetapi hingga dia meninggal pada tanggal 6 januari 1852, tanda

jasa ataupun pengakuan resmi terhadap ciptaannya itu tidak pernah

diterimanya. Baru beberapa bulan setelah wafatnya, ciptaan Louis

Braille itu diakui secara resmi di L’Institute Nationale des Jeunes

Aveugles, dan beberapa tahun kemudian dipergunakan di beberapa

sekolah tunanetra di negara-negara lain. Baru menjelang akhir abad

ke-19 sistem tulisan ini diterima secara universal dengan nama tulisan

“Braille”.

b. Perkembangan alat tulis Braille

Braille dapat diproduksi menggunakan beberapa macam alat,

yaitu (1) reglet dan pen, (2) mesin tik Braille, dan (3) komputer

dengan printer Braille.

(13)

Reglet dan pen (slate and stylus) merupakan alat tertua yang

dipergunakan untuk menulis Braille. Prototype alat ini diciptakan

oleh Charles Barbier (Shodorsmall, 2000).

Gambar 2.3 Reglet

Reglet ini terdiri dari dua plat logam atau plastik yang

digunakan dengan engsel. Satu plat logam (plat bawah)

mempunyai lubang-lubang tak tembus berfungsi sebagai cetakan

titik-titik, sedangkan satu plat lainnya (plat atas) mempunyai

lubang-lubang tembus yang berfungsi untuk mengarahkan

penggunanya dalam membentuk titik-titik itu. Lubang-lubang

pada plat atas itu disebut petak. Dalam keadaan plat bawah dan

plat atas ditutupkan, setiap petak merupakan pedoman untuk

mengarah pada enam lubang titik yang membentuk kerangka

tulisan Braille.

2) Mesin Tik Braille

Mesin tik Braille (Braille writer atau Brailler) adalah alat

yang dipergunakan untuk menghasilkan tulisan Braille dengan

cara yang banyak persamaannya dengan mesin tik bisaa

menghasilkan tulisan awas. Prototype mesin ini diciptakan pada

(14)

for the Bling, Amerika Serikat (perkins School for the Blind,

2007). Terdapat beberapa macam mesin tik Braille yang

diproduksi oleh beberapa negara, tetapi prinsip kerjanya sama.

Mesin tik Braille yang paling banyak dipergunakan di seluruh

dunia adalah Perkins Brailler buatan Howe Press, Amerika

serikat. Berbeda dari mesin tik bisaa, mesin tik Braille hanya

mempunyai enam tombol untuk menghasilkan karakter Braille,

satu tombol spasi (di tengah), dan dua tombol lainnya

(masing-masing satu tombol di pinggir kiri dan kanan mesin) untuk

menggerakkan kertas.

Gambar 2.4 Perkins Braille

3) Komputer dengan printer Braille

Printer Braille (yang juga dikenal dengan istilah Braille

embosser), mencetak data yang dikirim dari komputer. Braillo

merupakan satu dari banyak produsen printer Braille di dunia.

Printer ini banyak terdapat di Indonesia sebagai kerjasama antara

pemerintah Indonesia dan pemerintah Norwegia untuk

(15)

Untuk dapat mencetak data menggunakan printer Braille,

terlebih dahulu data itu dibuat menggunakan program pengolah

data seperti Microsoft Word. Kemudian data Word itu dikonversi

ke dalam format Braille menggunakan program aplikasi

penerjemah Braille. Program inilah yang mengirim data Braille

dari komputer ke Braille Embosser itu. Inovasi ini telah membuat

pencetakan Braille menjadi lebih mudah dan lebih cepat.

Gambar 2.5 Printer Braille

c. Abjad Braille

Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa karakter Braille

dibentuk berdasarkan kerangka enam titik: dua titik ke kanan dan tiga

titik ke bawah,. Untuk memudahkan perujukan pada titik-titik dalam

kerangka tersebut, masing-masing titik diberi nomor sebagai berikut:

1 4

2 5

3 6

(16)

Jadi, dihitung mulai dari atas, titik-titik di sebelah kiri di beri

nomor 1, 2, dan 3, sedangkan titik-titik di sebelah kanan di beri nomor

4, 5, dan 6. Penomoran ini akan mempermudah dalam belajar menulis

Braille dengan menggunakan reglet maupun mesin tik.

Abjad Braille dibentuk dengan pola yang logis sehingga mudah

dihafal. Sepuluh huruf pertama (a sampai j) hanya menggunkan titik 1,

2, 4, dan 5. Dengan kata lain, sepuluh huruf pertama tersebut hanya

menggunakan “tanda atas”. Dengan melafalkan sepuluh huruf pertama ini, huruf-huruf lainnya dapat “dikalkulasi” dengan mudah.

Kesepuluh huruf pertama itu dapat dilihat pada table 2.1 sebagai

berikut.

Table 2.1

Huruf A-J

A B C D E F G H I J

a b c d e f g h i j

Nomor titik huruf-huruf di atas adalah sebagai berikut

a = titik 1 b = titik 1-2 c = titik 1-4 d = titik 1-4-5 e = titik 1-5 f = titik 1-2-4

(17)

g = titik 1-2-4-5

h = titik 1-2-5

i = titik 2-4

j = titik 2-4-5

Sepuluh huruf berikutnya (k hingga t) dibentuk dengan menambahkan

titik 3 pada ke sepuluh huruf pertama sebagai berikut:

Table 2.2

Huruf K-T

K L M N O P Q R S T

k l m n o p q r s t

Nomor titik huruf-huruf di atas adalah sebagai berikut:

k = titik 1-3 l = titik 1-2-3 m = titik 1-3-4 n = titik 1-3-4-5 o = titik 1-3-5 p = titik 1-2-3-4 q = titik 1-2-3-4-5 r = titik 1-2-3-5 s = titik 2-3-4 t = titik 2-3-4-5

(18)

Lima huruf berikutnya (u,v, x, y, z) dibentuk dengan

menambahkan titik 3-6 dari huruf a, b, c, d, dan e.

Bagaimana dengan huruf w? huruf ini tidak dikenal dalam bahasa

perancis (sekurang-kurangnya hingga tahun 1860), sehingga huruf w

tidak tercantum dalam abjad Braille yang asli. Huruf w baru

ditambahkan kemudian setelah abjad Braille dibawa ke Amerika

Serikat. Oleh karena itu, konfigurasinya pun tidak mengikuti pola di

atas.

Huruf u hingga z selengkapnya adalah sebagai berikut:

Table 2.3

Huruf U-Z

U V W X Y Z

u v w x y z

Nomor titik-titik untuk huruf u hingga z adalah sebagai berikut:

u = titik 1-3-6 v = titik 1-2-3-6 w = titik 2-4-5-6 x = titik 1-3-4-6 y = titik 1-3-4-5-6 z = titik 1-3-5-6

Seperti telah diketahui bahwa anak tunanetra lambat dalam membaca.

(19)

perlu dikenalkan dengan sistem tulisan Braille sedini mungkin.

Pengenalan huruf Braille bukan hanya pada pengenalan titik-titik yang

membentuk huruf, tetapi harus juga dikenalkan dengan tulisan Braille

dan cara membaca tulisan Braille agar taktil anak terlatih sejak dini

untuk meraba dan membaca tulisan Braille. Salah satu teknik yang

dapat memberikan pembelajaran pengenalan huruf dan melatih taktil

anak dalam membaca tulisan Braille adalah teknik Mangold.

C. Teknik Mangold

Teknik Mangold merupakan sebuah program pembelajaran membaca

yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan membaca yang baik

dengan menggunakan ke dua belah tangan. Beberapa riset telah menunjukkan

bahwa beberapa pembaca Braille yang baik hanya menggunakan sebelah

tangan akan tetapi kebanyakan pembaca yang cepat menggunakan ke dua

belah tangan.

Dalam buku karya Sally Mangold, yang berjudul The Mangold

Developmental Program of Tactual Perception and Braille letter Recognition

(yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia), disebutkan bahwa

bahan bacaan Mangold terutama berusaha mengatasi kekurangan-kekurangan

yang serius, seperti diperolehnya gerakan yang dapat dan ringan di atas

halaman Braille melihat secara horizontal dan vertikal, dan teknik-teknik

(20)

Teknik Mangold terdiri dari beberapa pelajaran. Adapun ringkasan

pelajaran-pelajaran dalam teknik Mangold adalah sebagai berikut:

1. Pelajaran 1

Untuk pelajaran 1 terdiri dari kegiatan 1-5 memberikan latihan

menggunakan ke dua tangan bersama-sama. Cara menggunakan tangan

sendiri dimulai dari kegiatan 6-11. adapun kegiatan-kegiatan dalam

pelajaran pertama adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan 1

Dalam pelajaran berikut ini lebih menekankan pada pengenalan

apakah garis itu tebal, tipis, panjang, pendek. Letakkan tangan murid

hingga semua jari-jarinya ada di atas halaman. Bantulah dia

menemukan ujung kiri garis di atas. Bantulah dia menyusuri garis

hingga ke ujung kanan. Tunjukkan cara menyusuri kembali garis tadi

keujung kiri. Sekarang Bantu dia menyusuri garis vertikal ke bawah

hingga menemukan garis ke dua. Tekanan “permulaan” dan “ujung”

setiap garis dan “atas” serta “bawah” dari halaman.

(21)

b. Kegiatan 2

Bantulah murid untuk menyusuri dari kiri ke kanan hingga

menemukan ujung kanan garis atas. Lalu katakan bahwa ia bisa

memotong ke garis berikutnya. Bantu ia menyusuri garis diagonal

hingga menemukan permulaan garis berikutnya.

Gambar 2.8. gambar garis memotong diagonal

c. Kegiatan 3

Dengan cara memotong, gerakan jari di atas tiap garis secepat

mungkin. Perhatikan apakah garis-garis itu berbeda dari garis pada

halaman sebelumnya.

(22)

d. Kegiatan 4

Mengenalkan Pad. Pemakaian pad ini akan memperkuat otot-otot

yang ia gunakan waktu membaca dan menulis Braille, yang nantinya

akan membantu dia bekerja sendiri. Letakkan jarum/paku pada

ujung-ujung atas. Suruh siswa berlatih menyusuri semua garis pada

halaman.

Gambar 2.10. Halaman Pad

Aaaaaaaaaaaaaaaaa

Gggggggggg

Cccccccccccccc

Llllllllllllllllllll

Iiiii

Ffffffffffffffff

bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

(23)

e. Kegiatan 5

Gerakkan jarimu secepat mungkin di atas pad. Hitunglah jumlah

kotak-kotak pada setiap garis. Halaman garis dengan kotak seperti

pada gambar berikut.

Gambar 2.11 gambar halaman garis dengan kotak _ _ _ _ _ _ _ _#_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

(24)

f. Kegiatan 6

Tunjukkan pada siswa cara menyusuri garis-garis pendek dengan ke

dua tangannya bersamaan dengan mengikuti halamn kiri kemudian

barulah halaman kanan. Suruh siswa kembali kebagian atas dari

halaman. Suruh siswa menyusuri garis-garis pendek sebelah kiri

dengan ke dua tangan, berhenti pada garis vertikal. Lalu telusuri

bagian kanan dengan tangan kanan saja.

Gambar 2.12 halaman garis huruf dengan garis di tengah

Aaaaaaaaaaaaaaa

Ccccccccccccccc

Ggggggggggggggg

Ggggggggggggggg

###############

bbbbbbbbbbbbbbb

Aaaaaaaaaaaaaaa

Ccccccccccccccc

aaaaaaaaaaaaaaa

bbbbbbbbbbbbbbb

bbbbbbbbbbbbbbb

###############

(25)

g. Kegiatan 7

Kegiatan ini sama seperti pada kegiatan 6. suruh siswa menyusuri

garis garis pendek sebelah kiri dengan ke dua tangan, berhentilan pada

bagian kosong di tengah dan dengan tangan kanan menyelesaikan

garis-garis

Gambar2.13. halaman baris huruf tanpa garis

Untuk kegiatan 8-10 hampir sama dengan kegiatan 6 dan 7

Aaaaaaaaaaaaaaa

Ccccccccccccccc

Ggggggggggggggg

Ggggggggggggggg

###############

bbbbbbbbbbbbbbb

Aaaaaaaaaaaaaaa

Ccccccccccccccc

aaaaaaaaaaaaaaa

bbbbbbbbbbbbbbb

bbbbbbbbbbbbbbb

###############

(26)

h. Kegiatan 11

Kegiatan 11 merupakan permainan zigzag. Dalam kegiatan ini anak

disuruh mencari ujung garis yang dekat dengan garis tebal di tengah.

Ketika guru menyebut mulai siswa mengikuti zig-zag sampai pada

ujung lainnya sebelum guru menyuruh berhenti. Permainan dimainkan

oleh tangan kiri saja atau tangan kanan saja atau dengan ke dua tangan

(27)

2. Pelajaran II

Dalam pelajaran ke dua ini terdiri dari 4 kegiatan. Setiap kegiatan

hampir sama dengan kegiatan pada pelajaran yang pertama. Tapi pada

pelajaran ke dua ini, huruf-huruf sudah bervariasi pada setiap barisnya.

Sedangkan pada pelajaran satu tiap baris terdiri dari satu huruf atau satu

tanda. Adapun kegiatan dari pembelajaran ke dua di antaranya sebagai

berikut:

a. Kegiatan 1

Menyusuri dari arah kiri ke kanan di atas huruf-huruf yang

berdempetan tanpa jarak

Gambar 2.15 halaman baris huruf tanpa jarak

Afyxprtihtvajlghobcksrhgfmsfpr

Alhgbdetpoqmnzxbslhaewrtnmeklpep

Sdlejqwlepebhhfmdfqdq

Mnaksphailgsbiwtdinlksdafl;

Gnklzgoaplhld

Fskdioagl;amhsksl

Bsldjnl;sj;fnjjfhgoajpohgh

Gsdki

hggfuhosjgpagorgjognih

(28)

b. Kegiatan 2

Telusuri secepat mungkin dari kiri ke kanan pada semua garis pada

halaman ini. Sekarang kembali ke garis atas. Letakkan jarum pada

permulaan dan ujung setiap garis. Halaman ini hampir sama dengan

halaman pada kegiatan 1

c. Kegiatan 3

untuk kegiatan ke tiga hampir sama dengan kegiatan 7 pelajaran 1.

hanya pada kegiatan ini huruf-huruf pada setiap baris lebih bervariasi.

Gambar 2.16. halaman baris huruf-huruf bervariaasi tanpa garis di

tengah

d. Kegiatan 4

Untuk kegiatan 4 hampir sama petunjuknya dengan kegiatan 6 pada

pelajaran 1, yang membedakan hanya pada huruf-hurufnya yang lebih

bervariasi pada kegiatan ini. Untuk gambar hampir sama dengan

gambar 2.7, hanya pada kegiatan ini memakai garis tengah.

Amwhakfcjlsqpos

njagtlwosymdhge

iyslamlpoqwdmgk

trwqljmpsgosgka

bcjaklsuoqgmahg

Tqriqpuuwpqm,eo

Dosmxgtrakmagfp

Bdlslgwtmabmalo

Kpqhjdenbaoqyer

Fiafyfqoqyhioyu

(29)

3. Pelajaran III

Pada pelajaran ke tiga ini terdiri dari 4 kegiatan. Adapun kegiatan dari

pelajaran ke tiga adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan 1

Telusuri setiap garis pada halaman ini secepat mungkin. Sekarang

kembali ke garis atas. Letakkan jarum pada ujung tiap garis

Gambar 2.17. halaman baris huruf dengan kotak

b. Kegiatan 2

Untuk kegiatan 2 hampir sama dengan kegiatan 1. hanya pada kegiatan

2 semua huruf sama tanpa ada tanda kotak

Eeeeeeee#eeeeeeeeeeeeee

Bbbbbbbbbbbb#bbbbbbbb#b

Aa#aaaaa#aaaaaaaa#aaaaa

Lllll#lllllllllllll#lll

Ffffffffff#ffff#fffffff

#sssssssssssssssssssss#

Oooooooooooooooooooo#o#

(30)

c. Kegiatan 3

Letakkan sebuah paku pada permulaan dan akhir setiap baris

Gambar 2.18. halaman baris huruf yang sama

d. Kegiatan 4

Letakkan paku pada permulaan setiap baris. Spasi di antara

tanda-tanda. Halamn untuk kegiatan ini hampir sama dengan halaman

kegiatan 3, hanya saja ada jarak atau spasi untuk tiap baris.

Ccccccc

Cccccccccccccc

Ccc

Ccccccccccc

Cccccccccccccccccccc

Ccccc

Cccccccc

cccccccccccccccc

(31)

4. Pelajaran IV

Pelajaran ke empat ini terdiri dari 4 kegiatan. Adapun salah satu dari

kegiatan ke empat ini adalah sebagai berikut: menelusuri dari kiri ke kanan

pada huruf-huruf dengan satu atau dua spasi.

Gambar 2.19. halaman baris huruf yang bervariasi dengan jarak atau spasi

A f y x p r t I h t v a j

A l h g b d e t p o q m n z x b

S d l e j q w l e p e

M n a k s p h a I l g s b I w

F s k d I o a g

B s l d j n l ; s j ; f

G s d k I f g t u e y e s

H g g f u h o s j g p a g o r g

fgjsgjagadjteriuioeqwyijf

hifuyuyhw

(32)

5. Pelajaran V

Pelajaran v terdiri dari delapan kegiatan. Tetapi pada pelajaran ke lima

ini mengajarkan cara menelusuri garis atau tanda-tanda secara vertikal.

Salah satu contoh dari pelajaran ke lima ini adalah kegiatan pertama yaitu:

menyusuri dari atas ke bawah pada huruf-huruf berurutan dan berdekatan.

Posisi tangan yang betul adalah tempatkan ke dua telunjuk pada ujung atas

garis vertikal pertama. Telunjuk tangan yang dominan dalam meraba harus

bergerak menuruni kolom lebih dahulu. Bagian lain dari tangan kiri harus

menyentuh halaman sebelah kiri yang vertikal.

Gambar 2.20 halaman huruf vertikal

L g c

L g c

L g c

L g c

L g c

L g c

L g c

(33)

6. Pelajaran VI

Pada pelajaran ke enam ini hampir sama dengan pelajaran ke lima

yaitu tentang menyusuri dari atas ke bawah. Pelajaran ke enam ini terdiri

dari empat kegiatan. Kegiatan pertama menyusuri rentetan tanda-tanda

yang berbeda-beda yang terletak berdekatan tanpa spasi. Kegiatan ke dua

yaitu meletakkan jarum pada ujung atas dan ujung baris dari tiap-tiap lajur

secepat mungkin. Kegiatan ke tiga yaitu letakkan satu jarum di dalam garis

yang terpendek dan letakkan dua jarum di garis yang terpanjang. Kegiatan

ke empat yaitu cobalah meletakkan jarum di tiap tempat yang kosong selagi

menyusuri ke bawah.

Adapun contoh halaman dari pelajaran ke enam kegiatan ke empat

seperti gambar di bawah ini:

Gambar 2.21. halaman huruf vertikal dengan tempat yang kosong

l s w

v h q

s j

f j s

m j

g d c

t q

e u

d f j

d x

f h

t d a

(34)

7. Pelajaran VII

Pelajaran ke tujuh masih sama tentang menyusuri dari atas ke bawah.

Pelajaran ke tujuh terdiri dari 4 kegiatan. Kegiatan pertama adalah

menyusuri rentetan tanda-tanda yang sama yang dipisahkan antara huruf

dengan satu spasi. Kegiatan ke dua yaitu membaca lajur ke bawah secepat

mungkin dan gunakan garis bantu. Kegiatan ke tiga yaitu memasang jarum

pada ujung atas dan ujung bawah dari tiap-tiap lajur selama sepuluh

hitungan yang dilakukan. Kegiatan ke empat adalah menemukan semua

kotak kecil dan letakkan sebuah paku pada masing-masing tanda kotak.

Adapun contoh halaman dari pelajaran ke tujuh kegiatan ke dua

seperti gambar di bawah ini

Gambar 2.22. halaman huruf vertikal dengan garis Bantu

l l l

l l l

l l l

l l l

l l l

l l l

l l l

l l l

l l l

(35)

8. Pelajaran VIII

Pelajaran ke delapan masih tentang menyusuri dari atas ke bawah.

Pelajaran ke delapan terdiri dari 3 kegiatan. Kegiatan pertama yaitu

menyusuri dari atas ke bawah tanda-tanda yang berbeda-beda, yang

masing-masing dipisahkan satu spasi. Kegiatan ke dua adalah mula-mula letakkan

sebuah paku pada puncak dan kemudian pada dasar setiap kolom. Kegiatan

ke tiga gerakan jari-jari secepat mungkin dari puncak ke dasar dari setiap

kolom. Letakkan sebuah paku dalam setiap tanda kotak kecil

Adapun contoh dari pelajaran ke delapan kegiatan ke tiga seperti

gambar di bawah ini:

Gambar 2. 23. halaman huruf vertikal dengan kotak kecil (tanda pagar)

l s w

v h q

s # e

h j k

b m r

g f y

t # a

r n x

z d o

(36)

9. Pelajaran IX

Dalam pelajaran sembilan ini menemukan 2 bentuk yang sama.

Pelajaran ke sembilan terdiri dari tiga kegiatan. Kegiatan pertama temukan

dua bentuk yang sama atau berbeda. Bila bentuknya berbeda jangan

meletakkan sebuah paku pada akhir garis itu. Kegiatan ke dua sama dengan

kegiatan pertama, dengan hanya saja menggunakan garis-garis dari bentuk

tersebut. kegiatan ke tiga sama dengan kegiatan pertama, hanya

bentukkanya yang berbeda.

Adapun contoh halaman dari pelajaran ke sembilan kegiatan pertama

seperti gambar berikut:

(37)

10.Pelajaran X

Pelajaran tentang menemukan dua tanda yang berbeda. Pelajaran ke

sepuluh terdiri dari dua kegiatan. Kegiatan pertama adalah menemukan dua

tanda-tanda Braille yang sama atau berbeda. Kegiatan ke dua hampir sama

dengan kegiatan pertama, tapi pada kegiatan ke dua ini menaruh sebuah

paku/jarum pada tanda yang sama dan pada kegiatan ke dua memakai garis

pemisah di tengah-tengah halaman.

Gambar 2.17. halaman dua tanda sama dengan garis di tengah

Gy

tz

Mm

bj

Ss

hh

Hy

qq

Pz

kk

Nn

tu

Rm

iw

(38)

11.Pelajaran XI

Pelajaran sebelas masih menemukan dua tanda-tanda Braille yang sama.

Tapi pada pelajaran sebelas ini tanda-tanda berada pada garis Braille.

Gambar 2.25. halaman dua tanda pada garis Braille

12.Pelajaran XII

Pelajaran dua belas ini adalah menemukan satu tanda yang berbeda setiap

baris (tanda 1 dan c)

Gambar 2.26. halaman huruf “ l ” dan “ c ”

---ll---

----gy---

---pp--

---rr---

---jj----

---qy---

---tt---

---

Fq---jj---

Cccccccccccccccccccclccccc

Cccccccccccccccccccccccclc

Ccclcccccccccccccccccccccc

Llllllllllllllclllllllllll

Llllllclllllllllclllllllll

Llllllllllllllllllclllllll

Cccccccccccccclccccccccccc

llllllllllllllllllllllllcl

(39)

13.Pelajaran XIII

Menemukan sebuah tanda yang berbeda dari yang lainnya.

Gambar 2.27. halaman baris huruf dengan satu tanda yang berbeda

D. Pengenalan huruf Braille melalui teknik Mangold

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, huruf Braille dikenalkan bagi

anak tunanetra sejak duduk di kelas persiapan. Pada umumnya pengenalan

huruf pada siswa tunanetra kelas persiapan menggunakan media papan

pantule. Akan tetapi penggunaan media pantule tidak dapat melatih taktik

anak tunanetra, karena huruf yang berada pada papan pantule ukurannya

terlalu besar jika dibandingkan dengan ukuran tulisan Braille yang

sebenarnya. Sehingga anak tunanetra harus belajar lagi untuk dapat meraba

tulisan Braille yang ditulis dengan riglet. Sebuah teknik yang dapat digunakan

dalam mengenalkan huruf Braille sekaligus melatih kemampuan taktil anak

tunanetra adalah teknik Mangold.

ggggggggggggwggggggggggg

bbbbbbbbbbbbbbbbbbbobbbb

ffffyfffffffffffffffffff

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaata

yyyyybyyyyyyyyyyyyyyyyyy

eeeeeeeeeeeeeeeereeeeeee

sssssssssbssssssssssssss

cccccccgcccccccccccccccc

(40)

Pengenalan huruf Braille melalui teknik Mangold, yaitu dengan cara

menyusuri barisan huruf pada halaman huruf. Setiap halaman hanya terdiri

dari satu huruf. Barisan pertama huruf tanpa jarak, barisan selanjutnya diberi

jarak satu spasi dan barisan selanjutnya diberi dua spasi.

Pengenalan huruf melalui teknik Mangold dibagi menjadi empat

kegiatan. Kegiatan pertama pengenalan huruf Braille A-G. kegiatan ke dua

pengenalan huruf Braille H-N. kegiatan ke tiga pengenalan huruf Braille O-T.

kegiatan ke empat pengenalan huruf Braille U-Z.

Gambar 2.28. halaman garis huruf a

E. Kecepatan membaca

Membaca adalah suatu proses yang menuntut pembaca agar dapat

memahami kelompok kata yang tertulis merupakan suatu kesatuan dan

terlihat dalam suatu pandang sekilas, dan makna kata-kata itu dapat

diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi, maka pesan yang

tersurat dan tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca dapat

terlaksana dengan baik. Kegiatan membaca berhubungan erat dengan

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

A a a a a a a a a a a a

A a a a a a a a a a a a

A a a a a a a a

A a a a a a a a

(41)

kecepatan dan pemahaman isi bacaan seperti yang diungkapkan oleh

Supriyadi (Soedarso, 1999) menyatakan:

Keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat.

Rumus yang menghitung kecepatan membaca adalah : jumlah kata yang

dibaca, dibagi waktu yang dibutuhkan untuk membaca. Jika kecepatan

membaca itu diandaikan A, jumlah kata yang dibaca diandaikan B, dan waktu

yang dibutuhkan untuk membaca diandaikan C, maka rumusnya menjadi

A=B/C=Kpm (kata per menit)

Seandainya waktu yang dibutuhkan untuk membaca itu terdapat detiknya

(misalnya 3 menit 20 detik) maka waktu itu dikonversikan dulu ke detik;

kemudian rumus di atas dikali 60 detik

A=B/C x 60 detik= Kpm (kata per menit)

Contoh

Jumlah kata yang dibaca adalah 1500 kata; lama membaca adalah 4

menit 10 detik (=250 detik); maka kecepatan membacanya adalah

1500/250= 6 x 60 = 360 Kpm.

Pemahaman terhadap teks yang dibaca dipengaruhi oleh banyak faktor,

di antaranya faktor karakteristik materi bacaan dan karakteristik pembaca itu

sendiri. Teks bacaan sangat berpengaruh terhadap pemahaman pembaca, ada

(42)

tingkat keterbacaan teks (readibility) adalah salah satu syarat yang harus

diperhatikan dalam memilih teks. Selain itu kemenarikan dan keotentikan

teks juga merupakan syarat untuk memilih teks yang baik. Karakteristik

membaca juga dapat mempengaruhi pemahaman IQ, minat baca, kebisaaan

membaca yang jelek, dan minimnya pengetahuan tentang cara membaca

cepat dan efektif.

Kecepatan membaca bergantung pada kebutuhan dan bahan yang

dihadapinya. Untuk menentukan standarisasi kecepatan efektif membaca

harus diikuti oleh pemahaman isi bacaan. Mengenai hal ini Nurhadi (1987:40)

mengatakan “kecepatan membaca bisaanya diukur dengan berapa banyaknya kata yang terbaca pada setiap menitnya dengan pemahaman rata-rata 50%

dengan kata lain berkisar 40%-60%” Tarigan (1985:29) mengatakan

kemampuan membaca cepat siswa SD adalah sbb:

Jumlah kata yang terbaca dalam permenit, yaitu

kelas 1 60-80 kpm kelas 2 90-110 kpm kelas 3 120-140 kpm kelas 4 150-160 kpm kelas 5 170-180 kpm kelas 6 190-250 kpm

(43)

F. Kerangka berpikir

Dalam penelitian ini memiliki dua variabel yaitu teknik Mangold dan

kemampuan mengenali tulisan huruf Braille. Teknik Mangold merupakan

program dasar membaca yang akan membantu pembaca Braille awal dari

segala usia dengan memberikan dasar yang kokoh untuk membangun

kemampuan membaca masa depan.

(sumber:http://exceptionalteaching.net/online-katalog-Mangold

programs.html). Teknik ini melatih tunanetra untuk dapat membaca cepat.

Karena setiap pelajaran yang termuat dalam teknik Mangold melatih

kecepatan jari, menempatkan posisi ke dua tangan , menemukan tanda-tanda

serta membedakan tanda atau huruf Braille.

Secara tidak langsung ketunanetra memiliki dampak terhadap

keteramnpilan. Pada umumnya anak tunanetra cukup lambat dalam

membaca. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata

membaca dari pembaca Braille yang terampil adalah 90-115 kpm.

Selain itu, metode maupun teknik yang dipakai oleh guru SLB A,

terutama guru tingkat dasar maupun persiapan dalam mengenalkan huruf

Braille kurang memperhatikan keterampilan membaca anak tunanetra. Pada

umumnya pengenalan huru bagi siswa tunanetra kelas persiapan

menggunakan media pantule. Penggunaan media pantule tidak dapat melatih

taktil anak tunanetra, karena huruf yang dibuat di atas pantule ukurannya

(44)

sebenarnya, sehingga anak tunanetra harus belajar lagi untuk dapat meraba

tulisan huruf Braille yang ditulis dengan menggunakan alat tulis Braille.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan sebuah teknik

pengenalan tulisan Braille yang dapat mengenalkan tulisan huruf Braille

sebenarnya serta memberikan latihan taktil dan penggunaan posisi tangan

yang tepat dalam meraba tulisan Braille. Oleh sebab itu, teknik pembelajaran

Mangold diterapkan dalam pengenalan huruf Braille bagi kelas persiapan.

Dengan adanya pengenalan huruf Braille melalui teknik Mangold bagi

anak tunanetra kelas persipaan, maka diduga kemampuan mengenali tulisan

Gambar

Gambar 2.2 Kerangka Abjad Braille
Gambar 2.3 Reglet
Gambar 2.4 Perkins Braille
Gambar 2.6 kerangka Braille
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara mengenai hubungan pengetahuan, pola makan, dan aktivitas

Dalam Pasal 57 berbunyi sebagai berikut :“ayat.(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis dan harus menggunakan bahasa indonesia dan huruf latin; ayat

1) Berdasarkan hasil identifikasi faktor SWOT dan hasil validasi oleh pihak expert didapatkan 6 aspek eksternal dan 5 aspek internal serta 39 faktor internal dan 43 faktor

Alternatif teknologi pengelolaan limbah padat B3 yang dapat direkomendasikan anatara lain dengan pengadaaan bahan yang sesuai kebutuhan; melaksanakan house keeping yang lebih

UPT BP4K2P KECAMATAN TANJUNG RAYA..

Mengingat pentingnya peran pendidikan orang tua, pengetahuan gizi, pengeluaran pangan dan non pangan keluarga dalam menunjang status gizi anak, maka peneliti tertarik

Santoso hingga sekarang beliau yang selalu menetapkan jumlah persediaan barang termasuk jenis barang baru apa yang akan ditambahkan karena dengan demikian beliau dapat

Dengan demikian, jika dalam hal terdapat hubungan perjanjian (privity of contract), dan prestasi memberi jasa tersebut terukur sehingga merupakan perjanjian