• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA ADVERBIA PENANDA ASPEK, SANGKALAN, DAN JUMLAH PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN (TTA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKNA ADVERBIA PENANDA ASPEK, SANGKALAN, DAN JUMLAH PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN (TTA)"

Copied!
237
0
0

Teks penuh

(1)

i

MAKNA ADVERBIA PENANDA ASPEK,

SANGKALAN, DAN JUMLAH

PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN (TTA)

TESIS

Diajukan kepada

Program Studi Magister Pengkajian Bahasa

Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

Gelar Magister Pendidikan

Oleh MUH. WIYADI NIM : S200160008

“Penelitian ini Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

dengan Nomor Kontrak: 211.58/A.3-III/LPPM/V/2017”

PROGRAM STUDI MAGISTER PENGKAJIAN BAHASA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017

(2)

ii

(3)
(4)
(5)

v

(6)
(7)

vii MOTTO

“Hai, orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu

kerjakan.” (Q.S. Alhasyr:18)

“... Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang tercinta.

1. Bapak dan ibuku yang sangat saya sayangi, terima kasih untuk setiap kasih sayang, pengorbanan, dukungan, serta doa yang telah diberikan.

2. Istriku (Tri Winarsih) dan juga anak-anakku (Ganendra Arshiya Aghatama & Ravindra Arfasya Lazuardi) yang sangat kucintai dan kusayangi, terima kasih atas dukungan kalian selama ini.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis yang berjudul Makna Adverbia Penanda Aspek, Sangkalan, dan Jumlah pada Teks Terjemahan Alquran (TTA).

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dan dorongan dari berbagai pihak, penulis tidak akan mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya tesis ini.

1. Dr. Sofyan Anif, M.Si., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin studi pada program studi Magister Pengkajian Bahasa Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Prof. Dr. Bambang Sumardjoko, M.Pd., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin studi dan juga memberikan pelayanan dengan baik.

3. Prof. Dr. Markhamah, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister Pengkajian Bahasa Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang telah dengan sabar dan ikhlas memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

(10)

x

4. Prof. Dr. Abdul Ngalim, M.M., M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang juga telah sabar dan ikhlas meluangkan waktu serta memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

5. Prof. Dr. Ali Imron, M.Hum., Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M.Hum., Prof. Dr. Endang Fauziati, Dr. Nafron Hasyim, Hepy Adityarini, Ph.D., Dr. Anam Sutopo, Agus Wijayanto, Ph.D., selaku Dosen Program Studi Magister Pengkajian Bahasa Indonesia yang telah membimbing dan membagi ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Pimpinan Perpustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun Perpustakaan Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menyelesaikan studi kepustakaan.

7. Segenap staf administrasi Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan pelayanan dengan baik.

8. Bapak/ Ibu, serta keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang.

9. Teman-teman Magister Pengkajian Bahasa angkatan 2016 kelas A, terima kasih untuk kebersamaan, kerjasama, kebaikan, nasihat, serta dukungan selama ini.

10. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Atas bantuan yang diberikan, penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT memberikan yang terbaik atas amal yang dilakukan. Penulis menyadari

(11)

xi

bahwa tesis ini jauh dari sempurna dan memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca.

Wassalamualaikum wr. wb.

Surakarta, Juli 2017

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

NOTA PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Ruang Lingkup ... 4

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

(13)

xiii BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Penelitian yang Relevan ... 9

B. Kajian Teori ... 20

C. Kerangka Konseptual ... 41

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 44

B. Pendekatan Penelitian ... 45

C. Objek Penelitian ... 45

D. Data dan Sumber Data Penelitian ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Teknik Pengujian Keabsahan Data (Validitas) ... 48

G. Teknik Analisis Data ... 49

H. Prosedur Penelitian ... 51

I. Sistematika Laporan Penelitian ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53

B. Pembahasan ... 185

1. Makna Adverbia Penanda Aspek ... 185

2. Makna Adverbia Penanda Sangkalan ... 190

3. Makna Adverbia Penanda Jumlah ... 195 4. Implementasi Hasil Penelitian Makna Adverbia

Penanda Aspek, Adverbia Penanda Sangkalan, dan Adverbia Penanda Jumlah pada Teks Terjemahan

(14)

xiv

Alquran (TTA) sebagai Materi Ajar pada Sekolah

Menengah Pertama ... 202 BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 210 B. Implikasi ... 212 C. Saran ... 212 DAFTAR PUSTAKA ... 213 LAMPIRAN ... 218

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Surat dan Ayat Alquran yang Mengandung Etika Bebahasa Tabel 4.2 : Data yang Terkumpul

Tabel 4.3 : Klasifikasi Data Adverbia Penanda Aspek Tabel 4.4 : Klasifikasi Data Adverbia Penanda Sangkalan Tabel 4.5 : Klasifikasi Data Adverbia Penanda Jumlah Tabel 4.6 : Makna Adverbia Penanda Aspek pada TTA Tabel 4.7 : Makna Adverbia Penanda Sangkalan pada TTA Tabel 4.8 : Makna Adverbia Penanda Jumlah pada TTA

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Foto

(17)

xvii ABSTRAK

MAKNA ADVERBIA PENANDA ASPEK, SANGKALAN, DAN JUMLAH PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN (TTA)

Muh. Wiyadi, S200160008, Program Studi Magister Pengkajian Bahasa, Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

Penelitian ini memiliki empat tujuan. Pertama, untuk mendeskripsikan makna adverbia penanda aspek pada TTA. Kedua, untuk mendekripsikan makna adverbia penanda sangkalan pada TTA. Ketiga, untuk mendeskripsikan makna adverbia penanda jumlah pada TTA. Keempat, untuk mendeskripsikan implementasi hasil penelitian makna adverbia penanda aspek, sangkalan, dan jumlah pada TTA sebagai materi ajar pada Sekolah Menengah Pertama. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dan metode dokumenter. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak dan teknik catat. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode padan. Berdasarkan hasil pembahasan dapat diambil empat simpulan. Pertama, makna adverbia penanda aspek pada TTA adalah menyatakan suatu pekerjaan/perbuatan, peristiwa, keadaan atau sifat (1) akan berlangsung, (2) pada proses permulaan berlangsungnya, (3) tengah berlangsung, (4) belum selesai berlangsung, dan (5) sudah selesai berlangsung. Selain itu juga menyatakan kekerapan terjadinya suatu pekerjaan/perbuatan, peristiwa, keadaan atau sifat. Kedua, makna adverbia penanda sangkalan adalah menyatakan makna ‘pengingkaran atau penyangkalan’ dan makna ‘penyamaan’. Ketiga, makna adverbia penanda jumlah adalah menyatakan jumlah untuk sebagian dan makna yang menyatakan jumlah untuk keseluruhan. Keempat, hasil penelitian ini bisa diimplementasikan sebagai materi ajar pada kelas VII sekolah menengah pertama (SMP) kurikulum 2013. Implementasi tersebut dilaksanakan pada Kompetensi Inti (KI) 3 pada Kompetensi Dasar (KD) 3.14 yaitu menelaah struktur dan kebahasaan puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puisi rakyat setempat) yang dibaca dan didengar.

(18)

xviii ABSTRACT

ADVERBIAL MEANING OF ASPECT, DISCLAIMER, AND AMOUNT MARKER ON THE TEXT OF QURAN TRANSLATION (TTA)

Muh. Wiyadi, S200160008, Program Studi Magister Pengkajian Bahasa, Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

This research has four aims. First, to describe the adverbial meaning of aspect marker of the Indonesian Translation of Quran. Second, to describe the adverbial meaning of disclaimer marker of TTA. Third, to describe adverbial meaning of amount marker of the TTA. Fourth, to describe the implementation of the research result of the adverbial meaning of aspect, disclaimer, and amount marker of the TTA as teaching materials for Junior Higt School (SMP). This is a descriptive qualitative research. Methods of data collection applied in this research are scruteninzing and documentation. The data collection techniques of the research are scrutenizing and taking note. Data analyzis is conducted by using the padan methods. Based on the result of the discussion, four conclusions can be taken. First, adverbial meaning of aspect marker of the TTA is to state an activity/ action, event, condition, or characteristic (1) which will go on, (2) on progress at the beginning, (3) whilst on going, (4) not yet done, and (5) done. It also states the frequency of an activity/ action, event, condition, or characteristic. Second, adverbial meaning of disclaimer marker is to state the meaning of “denial” and the meaning of “equation”. Third, adverbial meaning of amount marker is to state the quantity for a partion and quantity for a whole. Fourth, the result of this study can be implemented as teaching materials for the grade VII of Junior High School (SMP) curriculum 2013. The implementation is conducted on the Core Competency (KI) 3 of the Basic Competency (KD) 3.14, that is analyzing the structure and language feature of the folk poetry (pantun/ rhyme, syair/ phoem, and other local poetries) read and heard.

Key word: meaning of adverbs, aspect, disclaimer, amount, text of Quran translation

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sejak zaman dahulu, bahasa adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Bahasa senantiasa hadir dan dihadirkan. Ia berada dalam diri manusia, dalam alam, dalam sejarah, dalam wahyu Tuhan. Ia hadir karena karunia Tuhan Sang Penguasa alam raya. Tuhan itu sendiri menampakkan diri pada manusia bukan melalui zat-Nya, tetapi lewat bahasanya, yaitu bahasa alam dan kitab suci (Hidayat, 2009:21).

Oleh karena bahasa merupakan karunia Tuhan untuk manusia, upaya mengetahuinya merupakan suatu kewajiban dan sekaligus merupakan amal saleh. Jika seseorang mampu mengetahui berbagai bahasa, maka ia sudah pasti termasuk orang yang banyak pengetahuannya. Jika dia banyak pengetahuannya, maka dia termasuk orang yang beriman (Hidayat, 2009:21). Selanjutnya dalam Alquran Surat Almujadilah ayat 11 dijelaskan bahwa, “Dialah orang yang derajatnya diangkat oleh Tuhannya. ‘Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu’”. Oleh karena itu, dengan mempelajari bahasa berarti kita telah melakukan salah satu bentuk ibadah.

Setiap bahasa memiliki sistem yang berbeda, meskipun ada kemungkinan terdapat sistem yang sama. Demikian juga kategori kata yang ada pada berbagai bahasa juga tidak selalu sama. Ada kategori yang ada

(20)

2

hampir pada semua bahasa, tetapi ada juga kategori yang hanya pada bahasa tertentu, dan tidak ada pada bahasa lainnya. Kategori yang hampir ada pada semua bahasa adalah kategori nomina, verba, dan ajektiva. Termasuk pada bahasa Indonesia.

Salah satu kategori yang ada pada bahasa Indonesia adalah adverbia. Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajekativa, numeralia, atau preposisi dalam konstruksi sintaksis (Kridalaksana, 2005:81). Penelitian mengenai adverbia telah dilakukan oleh berbagai peneliti terhadap berbagai bahasa. Dari penelusuran peneliti terhadap bahasa-bahasa yang adverbianya telah diteliti adalah bahasa Rusia, Jepang, Inggris, Jawa, dan Indonesia. Misalnya penelitian yang dilakukan Cristiana (2008), Rosdawita (2012) Prihandari (2012), Devi, Wini Tarmini, dan Karomani (2014).

Penelitian mengenai adverbia dalam bahasa Indonesia, misalnya telah diteliti dalam ragam opini dan novel. Sementara pada setiap ragam dimungkinkan sekali terdapat adverbia yang spesifik, yang belum tentu ditemukan pada ragam lainnya. Misalnya, adverbia pada ragam bahasa pada teks terjemahan Alquran (TTA) diprediksi ada spesifikasi penggunaan adverbia. Itulah sebabnya mengapa penelitian ini penting untuk dilakukan. Selain itu, penelitian mengenai adverbia pada TTA ini penting untuk dilakukan mengingat kurang lengkapnya kajian terhadap adverbia secara komprehensif pada TTA.

Sejauh ini sudah ada beberapa penelitian yang sudah dilakukan mengenai bahasa pada TTA. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Markhamah (2007; 2008) terkait dengan pengembangan konsep partisipan

(21)

3

tutur pada teks keagamaan. Penelitian berikutnya oleh Markhamah dan Atiqa Sabardila (2009) tentang kesantunan berbahasa pada TTA. Selanjutnya, penelitian tentang TTA dilakukan oleh Markhamah dan Atiqa Sabardila (2010) mengenai keselarasan fungsi, kategori, dan peran pada TTA. Selain itu, juga telah dilakukan penelitian yang lain oleh Markhamah, dkk. (2011; 2012; 2013) tentang pengembangan materi ajar dan pembelajaran sintaksis berbasis teks terjemahan Alquran. Untuk penelitian selanjutnya juga dilakukan oleh Markhamah, dkk. (2014; 2015; 2015a; 2016; 2016a) tentang penggunaan satuan lingual yang mengandung pronomina persona pada TTA dan teks terjemahan hadis (TTH). Walaupun sudah ada beberapa penelitian mengenai TTA dan TTH, namun itu sangat kecil dibandingkan fenomena-fenomena yang seharusnya diteliti pada keduanya.

Kelengkapan kajian itu sangat diperlukan untuk memperluas kajian karakteristik bahasa Indonesia (BI) pada ragam terjemahan, khususnya pada TTA. Keluasan karakteristik kajian BI pada TTA itu menjadi sesuatu yang sangat penting seiring dengan berkembangnya pemakaian bahasa dalam berbagai ranah, dan salah satunya adalah ranah keagamaan seperti TTA. Pada TTA terjadi kontak bahasa antara bahasa Arab (BA) dengan bahasa Indonesia (BI). Hal ini disebabkan sumber yang diterjemahkan adalah BA yang memiliki sistem kebahasaan yang berbeda dengan BI. Dengan sistem bahasa yang berbeda, kemungkinan sekali akan terdapat pengaruh BA terhadap BI atau penggunaan BI yang berbeda dengan ragam lainnya. Misalnya, penerjemahan satuan lingual yang mengandung pronomina yang berbeda antara pada BA dengan BI. Salah satu perbedaannya dalam hal pernyataan

(22)

4

jumlah, yang pada BI tidak terdapat jumlah untuk dua (dualis), sementara pada BA terdapat dualis (Markhamah, dkk.: 2014).

Penggunaan adverbia pada TTA dimungkinkan juga terjadi hal yang demikian. Bisa saja terjadi perbedaan karakteristik penggunaan adverbia dalam TTA tersebut. Untuk mengetahui karakeristik penggunaan adverbia pada TTA perlu dilakukan kajian secara mendalam dan menyeluruh.

Adverbia bisa dikaji dari beberapa aspek, seperti (1) bentuk, (2) makna, (3) kategori modifikator, (4) posisi adverbia verba dan implikasi semantiknya, serta (5) bentuk pengungkapan maknanya. Namun, pada setiap bahasa belum tentu diteliti semua aspek tersebut. Di samping itu, pada setiap bahasa barangkali hanya diteliti dalam ragam tertentu. Pada penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah makna adverbia.

Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama (SMP), kedudukan teks adalah sangat vital. Dari sebuah jenis teks kemudian dibahas strukturnya ataupun unsur kebahasaannya. Dalam pembahasan mengenai unsur kebahasaan, kategori kata atau kelas kata termasuk salah satu yang dimunculkan. Berkaitan dengan hal tersebut, hasil penelitian tentang adverbia ini diupayakan bisa diimplementasikan juga menjadi materi ajar pada Sekolah Menengah Pertama (SMP).

B. Ruang Lingkup

Suatu penelitian perlu pembatasan masalah untuk mempermudah jalannya penelitian agar tidak terjadi penyimpangan dalam membahas pokok permasalahan yang diangkat. Adverbia dalam bahasa Indonesia digunakan

(23)

5

untuk menerangkan aspek, modalitas, kuantitas, dan kualitas dari kategori verba, ajektiva, numeralia, dan adverbia lainnya (Kridalaksana, 2005:84). Di sisi lain, Chaer (2015:49-50) menyatakan bahwa sejauh ini ada 15 makna yang dinyatakan oleh adverbia. Makna tersebut adalah sangkalan, jumlah (kuantitas, pembatasan, penambahan, keseringan (frekuensi), kualitas, waktu (kala), keselesaian, kepastian, keharusan, derajat, kesanggupan, harapan, keinginan, kesungguhan. Oleh karena banyaknya fungsi ataupun makna yang terkandung dalam adverbia, peneliti hanya akan membatasi permasalahan pada makna semantis adverbia penanda aspek, adverbia penanda sangkalan, dan adverbia penanda jumlah yang terdapat dalam teks terjemahan Alquran (TTA).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, ada empat masalah yang perlu dicari jawabannya.

1. Apakah makna adverbia penanda aspek pada teks terjemahan Alquran (TTA)?

2. Apakah makna adverbia penanda sangkalan pada teks terjemahan Alquran (TTA)?

3. Apakah makna adverbia penanda jumlah pada teks terjemahan Alquran (TTA)?

4. Bagaimanakah hasil penelitian makna adverbia penanda aspek, adverbia penanda sangkalan, dan adverbia penanda jumlah pada teks terjemahan

(24)

6

Alquran (TTA) diimplementasikan sebagai materi ajar pada Sekolah Menengah Pertama?

D. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, ada empat tujuan yang ingin dicapai.

1. Untuk mendeskripsikan makna adverbia penanda aspek pada teks terjemahan Alquran (TTA).

2. Untuk mendekripsikan makna adverbia penanda sangkalan pada teks terjemahan Alquran (TTA).

3. Untuk mendeskripsikan makna adverbia penanda jumlah pada teks terjemahan Alquran (TTA).

4. Untuk mendeskripsikan implementasi hasil penelitian makna adverbia penanda aspek, adverbia penanda sangkalan, dan adverbia penanda jumlah pada teks terjemahan Alquran (TTA) sebagai materi ajar pada Sekolah Menengah Pertama.

E. Manfaat Penelitian

Peneliti mengharapkan agar penelitian ini bisa bermanfaat secara teoretis maupun praktis.

1. Manfaat secara teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan atau penegasan bagi teori yang telah ada.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berharga berupa hasil penelitian mengenai makna adverbia penanda

(25)

7

aspek, sangkalan, dan jumlah dalam teks terjemahan Alquran (TTA) sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan bahasa Indonesia. 2. Manfaat secara praktis

a.Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pemakai bahasa Indonesia mengenai makna adverbia penanda aspek, sangkalan, dan jumah dalam teks terjemahan Alquran (TTA).

b.Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami makna adverbia penanda aspek, sangkalan, dan jumah dalam teks terjemahan Alquran (TTA).

F. Penjelasan Istilah

Penjelasan istilah merupakan penjelasan dari istilah yang diambil dari kata-kata kunci dalam judul penelitian. Hal ini untuk menghindari adanya kegandaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang dipakai dalam judul penelitian.

1. Makna

Makna adalah hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya (Kridalaksana, 2001:132)

2. Adverbia

Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis (Kridalaksana, 2005:81).

(26)

8 3. Adverbia Aspek

Kridalaksana (2005:84) menyebutkan bahwa adverbia aspek adalah adverbia yang menerangkan apakah suatu pekerjaan, peristiwa, keadaan, atau sifat sedang berlangsung (duratif), sudah selesai berlangsung (perfektif), belum selesai (imperfek), atau mulai berlangsung (inkoatif). 4. Adverbia Sangkalan

Adverbia sangkalan adalah adverbia yang menyatakan ‘ingkar’ atau ‘menyangkal’ akan kategori yang didampinginnya (Chaer, 2015:50). 5. Adverbia Jumlah

Adverbia jumlah (penjumlahan) adalah adverbia yang menyatakan ‘banyak’ atau ‘kuantitas’ terhadap kategori yang didampingi (Chaer, 2015:5)

(27)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Terdahulu tentang Adverbia

Penelitian mengenai adverbia telah dilakukan terhadap beberapa bahasa dan dari beberapa aspek. Penelitian adverbia terhadap bahasa tertentu, di antaranya telah dilakukan terhadap bahasa Rusia, bahasa Inggris, bahasa Jepang, bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan lain-lain. Penelitian tentang adverbia bahasa Rusia di antaranya dilakukan oleh Cristiana (2008). Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis adverbial verba bahasa Rusia dari beberapa aspek. Aspek-aspek yang dianalisis tersebut berupa bentuk, makna, kategori modifikator, posisi adverbia verba dan implikasi semantiknya, serta bentuk pengungkapan maknanya dalam bahasa Indonesia. Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk adverbia verba adalah (1) perfektif, yang berupa bentuk aktif dan refleksif, dan (2) imperfektif yang berupa bentuk aktif dan refleksif.

Makna adverbia verba perfektif dalam penelitian Cristiana tersebut adalah (1) temporal, (2) cara, (3) kausal, (4) konsesif, (5) tujuan, dan (6) atributif. Untuk makna adverbia verba imperfektif dapat dibagi menjadi tujuh, yaitu (1) kausal, (2) kondisional, (3) pembandingan, (4) konsesif, (5) tujuan, (6) cara, dan (7) komitatif. Kategori modifikator adverbia verba yang ditemukan adalah (1) kata, yang berupa nomina, pronomina,

(28)

10

adverbia, dan (2) frasa, yang berupa frasa nomina, frasa pronomina, frasa verba, frasa adjektiva, frasa numeralia, dan frasa preposisi. Adverbia verba dapat diposisikan dalam pre-posisi, inter-posisi, dan post-posisi.

Dalam penelitian Marliah (2009) tentang frasa nomina yang berfungsi sebagai adverbial dalam klausa bahasa Inggris disebutkan adanya perbedaan antara adverbia dengan adverbial. Perbedaan antara adverbia dan adverbial adalah, adverbia mengacu pada kategori sintaksis, sedangkan adverbial mengacu pada fungsi sintaksis dari suatu klausa. Dalam penelitian Prihandari (2012) tentang struktur frasa nominal bahasa Jepang dinyatakan bahwa adverbia mengungkapkan penjelasan atau tingkatan dari suatu keadaan atau kondisi. Nomina yang modifikatorinya adverbial terutama nomina arah, dan nomina yang menyatakan jumlah.

Maumina (2014) meneliti tentang adverbia bahasa Jepang (fukushi) yang memiliki kesinoniman, yaitu taihen dan totemo. Kesimpulan yang dihasilkan berkaitan dengan makna dan pembagian penggunaan adverbia “taihen dan totemo” dalam kalimat bahasa Jepang. Adverbia taihen menyatakan keadaan yang melebih-lebihkan atau menekankan pada suatu hal yang besar derajatnya dan mengandung indikasi keramahtamahan, keterharuan, keterkejutan, keluhan dan sebagainya. Adverbia totemo menyatakan keadaan kuantitas dan derajat, cara mengungkapkan penekanan terhadap suatu kondisi. Namun, totemo merupakan ungkapan yang sedikit santai dan tidak ada indikasi melebih-lebihkan atau membesar-besarkan.

(29)

11

Perbedaannya adalah adverbia (fukushi) totemo dapat menerangkan kalimat penyangkalan atau negatif, sedangkan adverbia (fukushi) taihen tidak dapat menerangkannya. Perbedaan lainnya dapat dilihat dari segi maknanya, yaitu dari segi ungkapan berlebihan yang dinyatakan dan dari segi perasaan yang terkandung di dalamnya. Adverbia totemo berdasarkan ungkapan berlebihannya bermakna positif, sedangkan adverbia taihen bermakna berlebihan. Dari segi perasaan yang terkandung di dalam kedua adverbia ini, adverbia taihen memiliki tingkat perasaan lebih tinggi dibandingkan dengan adeverbia totemo. Selain itu, adverbia totemo adalah ungkapan yang sedikit santai dan tidak ada indikasi melebih-lebihkan atau membesar-besarkan dan tidak dapat digunakan untuk menyatakan ungkapan perasaan yang mendalam dari dalam hati.

Berkaitan dengan aspek, Darjat (2009) telah melakukan analisis tentang ‘kala’ dan ‘aspek’ dalam bahasa Jepang. Penelitian yang dilakukan adalah menganalisis ‘kala’ dan ‘aspek’ dalam novel Tokyo Fusen Nikki karya Midori Nakano. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada banyak pemarkah aspek dan beberapa kala dalam bahasa Jepang. Namun, dalam peneltian tersebut hanya disampaikan penanda modalitas yang menyangkut aspek perfektif, aspek kontinuatif, dan aspek resultatif.

Pada aspek perfektif, bisa ditandai dengan bentuk leksikal koto ni natta, yang menandai bahwa perbuatan atau verba yang diikuti tanda leksikal ini berarti secara aspek sudah diputuskan atau terjadi. Selain itu, aspek perfektif juga bisa ditandai dengan bentuk verba ~te kita yang

(30)

12

menunjukkan bahwa sesuatu sudah menjadi selesai sampai saat tuturan terjadi. Ada lagi pemarkah lain yang bisa digunakan, yaitu ~te shimau yang menandai bahwa perbuatan atau peristiwa sudah benar-benar selesai terjadi. Pada aspek kontinuatif, terdapat bentuk verba mi ni iku yang mengandung makna bahwa sesuatu perbuatan itu selalu dilakukan. Ada juga penggunaan verba hataraite iru yang menunjukkan perbuatan yang selalu dilakukan terus-menerus. Pada aspek resultatif, terdapat penggunaan bentuk ni natta yang bermakna menggambarkan suatu perubahan. Selain ni natta, digunakan juga bentuk ~te iru untuk menggambarkan aspek resultatif.

Penelitian yang lain tentang adverbia dilakukan terhadap bahasa Jawa. Mudrikah (2015) menyatakan bahwa bentuk adverbia verba bahasa Jawa yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen yaitu adverbia monomorfemis dan adverbia polimorfemis. Adverbia monomorfemis ini terdapat dua macam morfem yaitu morfem asal dan morfem unik. Adverbia polimorfemis dalam penelitian ini terbagi menjadi (1) adverbia berafiks (prefiks{sa-/se}, sufiks {-e/-ne}, dan konfiks {sa-/-e}), (2) adverbia berunsur pating (3) adverbia ulang penuh (dwilingga), (4) adverbia ulang (salin swara), (5) adverbia ulang parsial (dwipurwa), dan (6) adverbia gabung.

Selain bentuk adverbia verba, juga diteliti makna adverbia verba bahasa Jawa. Makna yang dimaksud terbagi menjadi dua belas yaitu makna ‘keakanan’, makna ‘keberlangsungan’, makna ‘keusaian’, makna ‘keberulangan’, makna ‘keniscayaan’, makna ‘kemungkinan’, makna

(31)

13

‘keharusan’, makna ‘keizinan’, makna ‘kecaraan’, makna ‘kualitatif’, makna ‘kuantitatif’, dan makna ‘limitatif’. Makna adverbia yang sering muncul adalah makna ‘keakanan’ (arep, bakal, badhe,dll), makna ‘keusaian’ (wis, mau, nate, mentas,dll.), dan makna ‘keberulangan’ (kerep, tansah, asring). Selain ketiga makna yang sering muncul tersebut, makna yang bisa terkait dengan penelitian ini adalah makna kuantitatif. Makna kuantitatif dalam cerbung Ngonceki Impen terdapat enam indikator. Makna ini ditandai dengan kata kabeh ‘semua’, okeh ‘banyak’, pisan ‘sekali’.

Dalam penelitian yang lain tentang adverbia, Damayanti (2012) meneliti tentang adverbia modalitas ditinjau dari struktur dan maknanya. Bentuk adverbia penanda modalitas dalam novel karya Andrea Hirata merupakan adverbia monomorfemis dan polimorfemis. Jika dilihat dari perilaku sintaksisnya, bentuk adverbia tersebut merupakan adverbia intraklausal dan ekstraklausal yang dapat diingkarkan dan ada pula yang tidak dapat diingkarkan. Pendamping kiri, yang bertindak sebagai subjek, adverbia intrakalusal merupakan kategori nomina persona dan pronomina persona. Khusus untuk modalitas intensional makna ‘keinginan’ kadar ‘keinginan’ dan ‘keakanan’, juga didampingi nomina fauna. Pendamping kanan adverbia intrakalusal yang bertindak sebagai predikat merupakan kategori verba.

Pada adverbia penanda modalitas intensional makna ‘keinginan’ kadar ‘keinginan’ dalam novel karya Andrea Hirata juga didampingi pronomina persona pertama jamak. Untuk modalitas yang adverbianya merupakan adverbia ekstraklausal didampingi oleh sebuah klausa. Klausa

(32)

14

tersebut meliputi klausa verbal, klausa adjektiva, dan klausa nomina. Setelah kalimat yang mengandung adverbia penanda modalitas dipasifkan terjadi beberapa pengaruh terhadap makna, tetapi ada pula yang tidak terpengaruh oleh hadirnya adverbia. Pengaruh terhadap makna tersebut, misalnya pergeseran makna dan perubahan makna. Hal Ini terjadi pada modalitas yang mengandung adverbia ingin dan adverbia mau. Namun adverbia ingin pada keberurutan adverbia penanda modalitas ingin rasanya dapat dipasifkan.

Pembahasan tentang aspek dan adverbia bisa juga dilihat dalam Akil (2009). Pada tulisannya itu dibahas tentang aspek, adverbia waktu, dan kala bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Dari hasil perbandingan verba kedua bahasa dapat dilihat perbedaan dan persamaannya. Sistem verba bahasa Indonesia tidak mempunyai kala (tense) dalam arti bentuk verba yang menunjukkan hubungan waktu. Dalam hal ini verba bahasa Indonesia tidak bervariasi seperti verba bahasa Inggris. Kaitan waktu yang menunjukkan terjadinya suatu peristiwa diungkapkan dengan verba, sedangkan dalam bahasa Inggris frasa verba dapat menunjukkan waktu terjadinya suatu perbuatan waktu lampau, sekarang, atau akan datang. Dalam bahasa Inggris aspek diungkapkan dengan bentuk kata kerja tertentu (participles) atau kata kerja bantu, sedangkan dalam bahasa Indonesia aspek dinyatakan dengan kata kata tertentu yang disebut partikel, seperti kata masih, sedang, sudah, dan telah.

Devi (2014) menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis terhadap artikel opini dalam surat kabar Kompas, peneliti menghasilkan

(33)

15

kesimpulan tentang penggunaan adverbia di dalamnya. Penulis artikel opini dalam surat kabar Kompas menggunakan adverbia dalam struktur kalimatnya dengan tujuan untuk menambah kejelasan maksud si penulis. Berdasarkan data yang ditemukan, penggunaan adverbia dapat diklasifikasikan berdasarkan empat macam, yakni sebagai penanda aspek, penanda modalitas, penanda kualitas, dan penanda kuantitas. Adverbia penanda aspek yang banyak digunakan, yaitu adverbia sudah dan telah. Berdasarkan penggunaannya sebagai penanda modalitas, adverbia yang paling banyak digunakan adalah adverbia harus. Berdasarkan penggunaannya sebagai penanda kualitas, adverbia yang banyak digunakan yaitu adverbia lebih dan sangat. Adapun berdasarkan penggunaannya sebagai penanda kuantitas, adverbia yang banyak digunakan yakni adverbia kerap dan lagi.

Berdasarkan data yang telah ditemukan, bentuk adverbia dalam penelitian tersebut ada dua, yakni adverbia bentuk dasar bebas dan adverbia turunan. Adverbia bentuk dasar bebas berupa kata dasar, misalnya akan, dapat, hampir, harus, sangat, kerap, cukup, dll. Adverbia turunan terdiri atas lima bentuk.

1. Adverbia bereduplikasi, misalnya lagi-lagi dan serta-merta.

2. Adverbia gabungan, misalnya pasti akan, memang harus, sudah bukan lagi, juga paling, dan jangan hanya.

3. Adverbia berafiks, misalnya terlalu, sekali,dan sekitar.

4. Adverbia dari gabungan kategori lain dan pronomina, misalnya akhirnya dan biasanya.

(34)

16

5. Adverbia gabungan proses, misalnya sebetulnya, seharusnya, sesungguhnya, seyogianya, dan sedikitnya.

Berdasarkan subkategorisasi adverbia, adverbia dalam penelitian tersebut ada dua jenis, yaitu adverbia intraklausal dan adverbia ekstraklausal. Adverbia intraklausal adalah adverbia yang mendampingi kategori lain, misalnya sangat, masih, akan, dan kerap. Adverbia ekstraklausal adalah adverbia yang mengungkapkan perihal secara menyeluruh pada sebuah klausa, misalnya seyogianya, seharusnya, memang, dan justru.

Penelitian mengenai adverbia yang lainnya dilakukan oleh Rajabova (2014) yang mencoba membandingkan modifikator adverbial tujuan antara bahasa Azerbaijan dengan bahasa Inggris dalam sistem fonetik. Hasilnya menunjukkan bahwa modifikator adverbial tujuan tidak stabil dalam dua bahasa yang dibandingkan itu. Struktur yang sama memiliki parameter akustik yang berbeda. Urutan kata dalam bahasa Azerbaijan lebih fleksibel daripada bahasa Inggris. Kata-kata bahasa Azerbaijan yang menunjukkan modifikator adverbial tujuan dapat digunakan dalam berbagai bagian kalimat sederhana seperti keurutan kata, sedangkan prinsip ini bersifat lebih terbatas untuk bahasa Inggris. Variasi fitur dalam tindak tutur dapat dianggap sebagai pembawa informasi sehingga dapat dikatakan bahwa posisi adverbia tujuan dalam kalimat sederhana mengubah karakter variasi dari tindak tutur.

Hasil penelitian oleh Wiechmann, Daniel dan Elmakerz (2013) terhadap klausa adverbial dalam bahasa Inggris menyatakan seperti berikut

(35)

17

ini. Posisi klausa adverbial diperbolehkan pada konstruksi kalimat kompleks yang ditulis dengan bahasa Inggris berpengaruh pada lima variabel yang diteliti (deranking, kompleksitas, panjang, hubungan, dan subordinator). Hasil penelitian menggambarkan bahwa positioning yang paling kuat ditentukan oleh faktor semantik dan pragmatik . Jenis subordinat yang dapat muncul sebagai predikator kedua yang paling penting, yang mencerminkan bahwa perbedaan semantik antara dua subkelompok konstruksi yang muncul diwakili oleh posisi klausa co-determiner meskipun dan sedangkan.

Pada penelitian yang lain tentang adverbia dinyatakan bahwa terdapat perbedaan penggunaan adverbial konjungsi antara peserta didik EFL Cina dan penutur asli. Peserta didik 'corpus CLEC dan penutur asli' corpus LOB telah digunakan. Statistik dan Chi-square nilai tes menunjukkan bahwa peserta didik EFL Cina cenderung berlebihan, sedikit digunakan, dan tidak tepat menggunakan konjungsi dibandingkan dengan penutur asli. Mereka lebih memilih untuk menggunakan sebagian kecil dari konjungsi, seperti konjungsi listing. Selain itu, peserta didik EFL Cina memiliki kecenderungan untuk menempatkan konjungsi pada posisi awal, sedangkan penutur asli lebih memilih posisi tengah. Cara peserta didik EFL Cina menekankan pada struktur daripada konten (isi) sehingga menyebabkan terlalu sering menggunakan konjungsi dan penjelasan yang terbatas pada konjungsi dapat menyebabkan ketunggalan posisi konjungsi (Xu, Yuting, 2012).

(36)

18

Kiss (ed) (2009) menyimpulkan dari dua belas artikel mengenai adverbial atau kata keterangan dalam bahasa Hungaria yang ditulis dalam satu buku. Kajian difokuskan pada bidang sintaksis. Kajiannya menginvestigasi perilaku sintaksis dan semantik pada kata keterangan dan konstituen tambahan kata keterangan (adverbial). Berkaitan dengan judul buku (dan seri yang muncul), perhatian khusus ditujukan kepada sintaksis dan kesimpulannya dengan bentuk fonetis dan bentuk logikanya. Mayoritas artikel dalam edisi ini menetapkan perluasan pada distribusi sintaksis dari adverb yang ditentukan oleh syarat yang ditentukan berdasarkan sintaksis dengan kebutuhan semantik dan di beberapa kasus, dengan prosody (ilmu persajakan). Adverb dalam bahasa Hungaria, berdasarkan basis morfologi dan data sejarah mereka merupakan frasa preposisi. Mereka juga mengidentifikasi posisi sintaksis adverb yang digunakan dalam predikat dan ditemani oleh kata kerja ‘be’ (seperti He is well (Dia baik-baik saja)).

Penelitian yang lain berikutnya tentang adverbial dikaitkan dengan bentuk past tense. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua partisipan SLI dan TD MLU memproduksi past-tense tidak lebih sering ketika dimasukkan temporal adverbial dibandingkan ketika temporal adverbial tersebut dihilangkan (Krantz, dan Leonard, Laurence B., 2007). Di sisi lain, kajian adverbial yang melibatkan pluralitas dilakukan oleh Beck, Sigrid, dan Arnim Von Stechow (2007). Secara singkat hasilnya dapat dinyatakan bahwa pluralisasi memberikan efek secara serta merta terhadap event dan

(37)

19

slot bagian argument pada predikat. Adverbial memaksa relasi yang dipluralisasi dan membuat visibilitas operator plural.

2. Penelitian yang Terkait dengan Terjemahan Alquran

Pada tinjauan pustaka ini dipaparkan penelitian-penelitian yang terkait dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti yaitu yang berkaitan dengan teks terjemahan Alquran. Kajian peneliti diawali dari pembahasan tentang moralitas qurani sebagai pencegah disintegrasi bangsa (Markhamah, 2002). Kajian berikutnya dalam bentuk penelitian. Penelitian yang dimaksud di antaranya terkait dengan gender dalam terjemahan Alquran (Markhamah, 2003a; 2003b), etika berbahasa dalam Islam: kajian secara sosiolinguistik (Sabardila, dkk., 2003; 2004), pengembangan konsep partisipan tutur pada teks keagamaan (Markhamah, 2007; 2008).

Penelitian berikutnya adalah tentang kesantunan berbahasa pada teks terjemahan Alquran (Markhamah dan Atiqa Sabardila, 2009), keselarasan fungsi, kategori, dan peran dalam teks terjemahan Alquran (Markhamah dan Atiqa Sabardila, 2010a), serta karakteristik bentuk pasif pada klausa teks terjemahan Alquran (Markhamah dan Atiqa Sabardila, 2010b). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Markhamah, dkk. (2011; 2012; 2013a) tentang pengembangan materi ajar dan pembelajaran sintaksis berbasis teks terjemahan Alquran. Beberapa kajian lainnya tentang TTA juga telah dilakukan, yaitu berkaitan dengan gender dalam Quran atau dalam Islam. Kajian-kajian tersebut di antaranya dilakukan oleh Aziz (2003) dan Maslamah (2002).

(38)

20

Hasil penelitian mengenai etika berbahasa dalam Islam (Sabardila, dkk. 2003; 2004) kemudian diterbitkan dalam bentuk Kompendium Himpunan Ayat-ayat Quran tentang Etika Berbahasa (Markhamah, dkk., 2008) dan Kompendium Himpunan Hadis yang Berisi Etika Berbahasa (Markhamah, dkk., 2008a). Penelitian tahun 2008 diterbitkan dalam buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa (Markhamah dan Atiqa Sabardila, 2009). Selain itu juga disampaikan dalam diskusi serta seminar mengenai kesantunan berbahasa (Markhamah dan Atiqa Sabardila, 2013).

Hasil penelitian tahun 2009 diterbitkan dalam buku Sintaksis II: Keselarasan Fungsi Kategori, dan Peran dalam Klausa pada Teks Terjemahan Al Quran (Markhamah dan Atiqa Sabardila, 2010). Hasil penelitian tahun 2012 disimpulkan di antaranya bahwa jenis transformasi penggantian yang terdapat pada teks terjemahan Alquran yang mengandung etika berbahasa di antaranya (1) penggantian sama tataran, dan (2) penggantian turun tataran. Penggantian turun tataran terdiri atas penggantian turun satu hierarki, penggantian turun dua hierarki, penggantian turun tiga hierarki, dan penggantian turun empat hierarki. (Markhamah, dkk., 2012).

B. Kajian Teori 1. Sintaksis

Verhaar (1983:70) menyatakan bahwa:

Secara etimologis, sintaksis berasal dari kata Yunani sun ‘dengan’ dan tattein ‘menempatkan’. Dengan demikian sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kelompok-kelompok kata menjadi kalimat. Jadi,

(39)

21

sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi frasa, klausa, kalimat, dan wacana.

Sementara itu, Pateda yang dikutip oleh Suhardi (2016:14) menyatakan bahwa kata sintaksis merupakan kata yang diserap dari bahasa Belanda, yaitu dari kata syntaxis. Dalam bahasa Inggris disebut dengan kata syntax. Namun, secara lebih luas, kata sintaksis dalam ilmu bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai ilmu tentang seni merangkai kalimat sesuai kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang benar.

Kridalaksana (2001:199) mendefinisikan sintaksis ke dalam tiga bagian.

a. Pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan-satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan terkecil dalam bidang ini adalah kata.

b. Subsistem bahasa yang mencakup hal tersebut (sering dianggap bagian dari gramatika; bagian lain ialah morfologi).

c. Cabang linguistik yang mempelajari hal tersebut.

Di sisi lain, dinyatakan tentang perbedaan objek analisis dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan analisis kalimat. Fonologi adalah ilmu yang menjadikan bunyi dan fonem sebagai objek analisis. Morfologi menjadikan morfem dan kata sebagai objek analisis. Sintaksis menjadikan frasa dan kalimat sebagai objek analisis. Analisis wacana menjadikan wacana sebagai objek analisis (Parera, 2009:6).

Chaer (2007,59-60) menjelaskan bahwa kajian sintaksis dimaksudkan untuk mengetahui struktur satuan-satuan sintaksis, yaitu

(40)

22

struktur kalimat, struktur klausa, struktur frasa, dan struktur kata (dalam hal ini kata sebagai satuan sintaksis, bukan satuan morfologi). Dari keeempat satuan sintaksis itu, banyak bagian kecil yang dapat diangkat menjadi objek kajian.

a. Pada kajian kalimat dapat diangkat masalah tentang pola dasar kalimat inti, urutan fungsi-fungsi sintaksis, jenis kalimat (menurut jumlah klausanya, menurut amanatnya, dan sebagainya), bentuk aktif-pasif, dan sebagainya.

b. Pada kajian klausa dapat diangkat masalah tentang jenis klausa (menurut kelengkapan fungsinya, kategori predikatnya, dan sebagainya), bedanya klausa dengan kalimat, bedanya klausa dengan frasa, dan sebagainya.

c. Pada kajian frasa dapat diangkat masalah tentang jenis frasa (menurut kategorinya, menurut hubungan unsur-unsur pembentuknya, dan sebagainya), makna gramatikal antara kedua unsurnya, kedudukannya di dalam klausa atau kalimat, dan sebagainya.

d. Pada kajian kata, masalah yang ada adalah kata sebagai satuan terkecil dari sintaksis, bisa berkenaan dengan kategorinya, bisa juga dengan masalah strukturnya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sintaksis adalah cabang linguistik yang mempelajari bahasa dalam tataran kata, frasa, klausa, dan kalimat.

(41)

23 2. Adverbia

Keraf (1987: 71-720) menyatakan bahwa adverbia atau kata keterangan adalah kata-kata yang memberi keterangan tentang kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata bilangan, atau seluruh kalimat. Kridalaksana (2005: 81-83) menyatakan bahwa adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau preposisi dalam konstruksi sintaksis. Dalam kalimat Ia sudah pergi, kata sudah adalah adverbia, bukan karena mendampingi verba pergi, tetapi karena mempunyai potensi untuk mendampingi ajektiva. Contohnya adalah dalam kalimat Saatnya sudah dekat. Jadi, sekalipun banyak adverbia dapat mendampingi verba dalam konstruksi sintaksis, namun adanya verba itu bukan menjadi ciri adverbia.

Bentuk adverbia dapat dibedakan menjadi enam macam. 1. Adverbia dasar, misalnya agak, akan, pernah, pula.

2. Adverbia turunan, misalnya agak-agak, belum-belum, belum boleh, tidak mungkin lagi, terlalu.

3. Adverbia yang terjadi dari gabungan kategori lain dan pronomina, misalnya agaknya, rasanya, hendaknya, biasanya, seluruhnya, pada dasarnya.

4. Adverbia deverbal gabungan, misalnya mau tidak mau, masih belum juga, tidak terkatakan lagi.

5. Adverbia deajektival gabungan, misalnya tidak jarang, terlebih lagi, acap kali.

(42)

24

6. Adverbia gabungan proses, misalnya sebaiknya, sedapatnya, secepat-cepatnya.

Adverbia turunan dibedakan menjadi (a) adverbia turunan yang tidak berpindah kelas, (b) adverbia turunan yang berasal dari berbagai kelas, (c) adverbia deajektival, (d) adverbia denumeralia, dan (e) adverbia deverbal. Adverbia yang tidak berpindah kelas terdiri atas adverbia bereduplikasi dan adverbia gabungan, sedangkan adverbia turunan yang berasal dari berbagai kelas terdiri dari adverbia berafiks dan adverbia dari kategori lain karena reduplikasi.

Subkategorisasi terhadap adverbia adalah adverbia intraklausal dan ekstraklausal. Adverbia intraklausal adalah adverbia yang berkonstruksi dengan verba, ajektiva, numeralia, atau adverbia lain. Contoh adverbia intraklausal ini adalah alangkah, agak, baku, bisa, belum, boleh, gus, hampir, jangan, juga, niscaya, nun, paling, pernah, pula, saja, selalu, senantiasa, sungguh, tak, telah, tidak, dan lain-lain. Adverbia ekstraklausal adalah adverbia yang secara sintaksis mempunyai kemungkinan untuk berpindah-pindah posisi dan secara semantis mengungkapkan suatu perihal atau tingkat proposisi secara keseluruhan. Contoh adverbia ekstraklausal ini adalah barangkali, bukan, justru, memang, mungkin (Kridalaksana, 2005: 83-84).

Di sisi lain, adverbia didefinisikan oleh Chaer sebagai berikut. Adverbia adalah kategori yang mendampingi nomina, verba, dan ajektiva dalam pembentukan frasa atau dalam pembentukan sebuah klausa (2015:49). Selanjutnya disebutkan bahwa pada umumnya adverbia berupa

(43)

25

bentuk dasar, tetapi ada juga yang berupa bentuk turunan berafiks atau berkonfiks. Berikut ini adalah contoh adverbia yang berupa bentuk turunan yang berafiks atau berkonfiks.

1. Berprefiks se- seperti seberapa, semoga, dan sejumlah.

2. Berprefiks se- disertai reduplikasi, seperti seolah-olah, sekali-sekali, dan sebaik-baik.

3. Berprefiks se- disertai reduplikasi dan bersufiks –nya, seperti sebaik-baiknya, sebesar-besarnya, dan sedapat-dapatnya.

4. Berkonfiks se-nya, seperti sebaiknya, seharusnya, dan setidaknya. 5. Bersufiks –nya, seperti agaknya, kiranya, dan baiknya.

Sebagai pendamping kelas terbuka, adverbia dengan kategori yang didampinginya membentuk sebuah frasa untuk mengisi salah satu fungsi sintaksis. Kategori mana yang didampingi tergantung dari makna inheren yang dimiliki oleh adverbia itu.

Sesuai dengan makna inheren yang dimiliki, ada adverbia yang hanya mendampingi salah satu kategori terbuka atau klausa; tetapi ada juga yang dapat mendampingi lebih dari satu kategori. Sebaliknya ada kategori yang sekaligus dapat didampingi oleh lebih dari satu adverbia. Posisi adverbia ini, ada yang terletak di sebelah kiri kategori, dan ada pula yang terletak di sebelah kanan kategori. Dalam mendampingi klausa, adverbia ini lazim terletak pada awal klausa meskipun dapat pula di posisi lain (Chaer, 2015:50).

Alwi, dkk. (2003:197) menjelaskan bahwa dilihat dari tatarannya, perlu dibedakan antara adverbia dalam tataran frasa dengan adverbia dalam tataran klausa. Dalam tataran frasa, adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, adjektiva, dan adverbia lain. Pada contoh berikut

(44)

26

terlihat bahwa adverbia sangat menjelaskan verba mencintai, adverbia selalu menjelaskan adjektiva sedih.

1. Ia sangat mencintai istriya.

2. Ia selalu sedih mendengar lagu itu.

Dalam tataran klausa, adverbia mewatasi atau menjelaskan fungsi-fungsi sintaksis. Pada umumnya kata atau bagian kalimat yang dijelaskan adverbia itu berfungsi sebagai predikat. Fungsi sebagai predikat ini bukan satu-satunya ciri adverbia karena adverbia juga dapat menerangkan kata atau bagian kalimat yang tidak berfungsi sebagai predikat.

Contoh:

1. Guru saja tidak dapat menjawab pertanyaan itu. 2. Ia merokok hampir lima bungkus sehari.

Pada contoh di atas adverbia saja menjelaskan guru yang berfungsi sebagai subjek; adverbia hampir menjelaskan lima bungkus yang berfungsi sebagai objek.

Dari segi bentuknya, adverbia bisa dibedakan menjadi adverbia tunggal dan adverbia gabungan. Adverbia tunggal bisa diperinci menjadi adverbia yang berupa kata dasar, yang berupa kata berafiks, serta yang berupa kata ulang. Adverbia gabungan dapat diperinci menjadi adverbia gabungan yang berdampingan dan yang tidak berdampingan (Alwi, dkk., 2003:199).

Adverbia tunggal yang berupa kata dasar hanya terdiri atas satu kata dasar. Oleh karena jenis adverbia dasar tergolong ke dalam kelompok

(45)

27

kata yang keanggotaannya tertutup, maka jumlah adverbia yang berupa dasar itu tidak banyak. Contoh adverbia yang berupa dasar misalnya baru, hanya, lebih, hampir, saja, sangat, segera, selalu, senantiasa, paling, pasti, tentu.

Adverbia tunggal yang berupa kata berafiks diperoleh dengan menambahkan gabungan afiks se-nya atau afiks –nya pada kata dasar. Contoh adverbia yang berupa penambahan gabungan afiks se-nya pada kata dasar adalah sebaiknya, sebenarnya, secepatnya, dan sesungguhnya. Contoh adverbia yang berupa penambahan –nya pada kata dasar adalah agaknya, biasanya, rupanya, dan rasanya.

Adverbia tunggal yang berupa kata ulang dapat diperinci menjadi empat macam, yaitu (a) pengulangan kata dasar, (b) pengulangan kata dasar dan penambahan afiks se-, (c) pengulangan kata dasar dan penambahan sufiks –an, dan (d) pengulangan kata dasar dan penambahan gabungan afiks se-nya. Contoh adverbia yang berupa pengulangan kata dasar adalah diam-diam, lekas-lekas, pelan-pelan, dan tinggi-tinggi. Untuk adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahan prefiks se- adalah setinggi-tinggi, sepandai-pandai, sesabar-sabar, dan segalak-galak. Contoh adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahan sufiks –an adalah habis-habisan, mati-matian, kecil-kecilan,dan gila-gilaan. Selanjutnya contoh untuk adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahan gabungan afiks se-nya adalah setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, seikhlas-ikhlasnya, dan sekuat-kuatnya.

(46)

28

Perilaku sintaksis adverbia dapat dilihat berdasarkan posisinya terhadap kata atau bagian kalimat yang dijelaskan oleh adverbia yang bersangkutan. Atas dasar itu, dapat dibedakan empat macam posisi adverbia. Keempat macam posisi adverbia tersebut adalah (a) yang mendahului kata yang diterangkan, (b) yang mengikuti kata yang diterangkan, (c) yang mendahului atau mengikuti kata yang diterangkan, serta (d) yang mendahului dan mengikuti kata yang diterangkan (Alwi, dkk., 2003:202).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi nomina, verba, adjektiva, numeralia, dan adverbia lain dalam pembentukan frasa ataupun dalam pembentukan sebuah klausa.

a. Adverbia Aspek

Keraf menjelaskan bahwa, “adverbia/ kata keterangan aspek adalah kata keterangan yang menjelaskan berlangsungnya suatu peristiwa secara obyektif, bahwa suatu peristiwa terjadi dengan sendirinya tanpa suatu pengaruh atau pandangan dari pembicara” (Keraf, 1987:73-74). Di sisi lain, Ramlan (1995:173) menyebutkan bahwa aspek itu menyatakan berlangsungnya suatu perbuatan, apakah perbuatan itu sedang berlangsung, akan berlangsung, sudah berlangsung, berkali-kali dilakukan, dan sebagainya. Kata yang digunakan sebagai penanda aspek antara lain akan, mau, sedang, tengah, baru, lagi, masih, sudah, telah, pernah, jarang, kadang-kadang, kerapkali, sering, dan selalu.

(47)

29

Aspek menurut Kridalaksana (2005:84) adalah kata yang menerangkan suatu pekerjaan, peristiwa, atau sifat sedang berlangsung (duratif), sudah selesai berlangsung (perfektif), belum selesai (imperfektif), atau mulai berlangsung (inkoatif). Jadi, jenis aspek terdiri atas duratif (lagi, sedang, tengah), imperfektif (masih), perfektif (pernah, sudah, telah), inkoatif (mulai). Chaer (2015:65) menyatakan bahwa, “adverbia keselesaian (aspek) adalah adverbia yang menyatakan tindakan atau perbuatan (dalam fungsi predikat) apakah sudah selesai, belum selesai, atau sedang dilakukan”. Yang termasuk adverbia ini adalah adverbia belum, baru, mulai, sedang, lagi, tengah, masih, sudah, telah, sempat, dan pernah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik simpulan bahwa adverbia aspek adalah kata keterangan yang menjelaskan berlangsungnya suatu pekerjaan, peristiwa, atau sifat apakah akan berlangsung, mulai berlangsung, sedang berlangsung, belum selesai, sudah selesai berlangsung, berkali-kali dilakukan, dan sebagainya. b. Adverbia Sangkalan

Penyebutan adverbia sangkalan terdapat dalam pembagian adverbia berdasarkan maknanya yang dilakukan oleh Chaer. “Adverbia sangkalan adalah adverbia yang menyatakan ‘ingkar’ atau ‘menyangkal’ akan kategori yang didampinginya” (Chaer, 2015:50). Yang termasuk adverbia ini adalah kata kata bukan, tidak, tak, tanpa, dan tiada.

(48)

30

(a) untuk menyangkal kebenaran sesuatu digunakan (diletakkan) di sebelah kiri kategori nomina. Contoh:

(1) Ini bukan uang palsu. (2) Wanita itu bukan nenekku.

(b) untuk mengingkari sesuatu yang disertai dengan koreksinya digunakan (diletakkan) di sebelah kiri kategori nomina, verba, frasa, preposisi, atau lainnya. Contoh:

(1) Ini bukan buah duku, melainkan buah kelengkeng. (2) Suaminya bukan polisi, melainkan anggota satpam. Catatan:

Pertama, adverbia bukan yang disertai adverbia tidak dengan makna ‘menghapus penyangkalan’ digunakan di sebelah kiri kategori verba atau adjektiva. Contoh:

- Saranmu bukan tidak diterima, tetapi perlu dipertimbangkan dulu.

Kedua, adverbia bukan yang disertai adverbia hanya, cuma, atau saja pada klausa pertama, dan konjungsi tetapi juga atau melainkan juga pada klausa kedua digunakan untuk menyatakan penegasan. Contoh:

- Saya bukan hanya menonton, tetapi juga ikut bekerja. Ketiga, adverbia bukan digunakan juga pada akhir kalimat tanya untuk menegaskan bahwa orang yang ditanya sependapat. Contoh:

(49)

31

2) Adverbia tidak, atau bentuk singkatnya tak, untuk menyangkal sesuatu diletakkan di sebelah kiri kategori verba atau adjektiva. Contoh:

(1) Sudah lama saya tidak makan nasi. (2) Suaranya tidak merdu lagi.

Catatan:

Sangkalan tidak dapat mendampingi nomina yang berlaku sebagai keterangan objek dalam klausa yang predikatnya memiliki sangkalan tidak. Contoh:

- Dia tidak memberikan apa-apa, tidak uang, tidak barang. Hal ini terjadi karena sebenarnya di depan nomina itu ada verba memberikan yang dilesapkan.

3) Adverbia tanpa, sesungguhnya bermakna ‘tidak dengan’ digunakan untuk ‘menyangkal’ kategori yang didampinginya. Letaknya di sebelah kiri nomina maupun verba. Contoh:

(1) Tanpa izin beliau kita tidak boleh pergi. (2) Dia pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa.

4) Adverbia tiada, untuk menyangkal kategori yang didampinginya digunakan dengan aturan sebagai berikut.

(a) Untuk menyatakan ‘tidak ada’ digunakan di sebelah kiri nomina.

Contoh:

(50)

32

(b) Untuk menyatakan ‘tidak pernah’ digunakan di sebelah kiri verba.

Contoh:

- Mereka tiada melakukan apa-apa. c. Adverbia Jumlah/ Penjumlahan

Adverbia jumlah/ penjumlahan adalah adverbia yang menyatakan ‘banyak’ atau ‘kuantitas’ terhadap kategori yang didampingi (Chaer, 2015:52). Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata banyak, sedikit, beberapa, semua, seluruh, sejumlah, separuh, setengah, kira-kira, sekitar, dan kurang lebih. Penggunaannya adalah sebagai berikut.

1) Adverbia banyak, untuk menyatakan ‘jumlah yang lebih’ diletakkan di sebelah kiri nomina maupun verba. Contoh:

(1) Di Jakarta banyak orang yang jadi penganggur. (2) Pengetahuannya luas karena dia banyak membaca.

2) Adverbia sedikit, untuk menyatakan ‘jumlah yang kurang’ diletakkan di sebelah kiri nomina, verba, maupun adjektiva. Contoh:

(1) Tambahkan sedikit garam! (2) Sedikit bicara banyak bekerja.

(3) Kalau disikat akan tampak sedikit bersih.

3) Adverbia beberapa, untuk menyatakan ‘jumlah yang tidak banyak’ diletakkan di sebelah kiri nomina terhitung. Contoh: (1) Beberapa rumah hancur dilanda gempa.

(51)

33

(2) Ada beberapa orang yang datang terlambat.

4) Adverbia semua, untuk menyatakan ‘tidak ada kecuali’ diletakkan di sebelah kiri nomina terhitung. Contoh:

(1) Semua pengendara sepeda motor harus memakai helm. (2) Semua murid harus memakai baju seragam.

5) Adverbia seluruh, untuk menyatakan ‘tidak ada kecuali’ diletakkan di sebelah kiri nomina yang merupakan satu sebagai satu kesatuan. Contoh:

(1) Seluruh tubuhnya terasa gatal-gatal.

(2) Sang Merah Putih berkibar di seluruh Indonesia.

6) Adverbia sejumlah, untuk menyatakan ‘banyak yang tidak tentu’ diletakkan di sebelah kiri nomina terhitung. Contoh:

(1) Sejumlah orang telah diinterogasi. (2) Sejumlah korban belum bisa dievakuasi.

7) Adverbia separuh, untuk menyatakan ‘jumlah seperdua dari satu keseluruhan’ diletakkan di sebelah kiri nomina tertentu, dan lazim di antara kata dari. Contoh:

(1) Separuh dari mereka sudah berangkat. (2) Separuh dari uangnya habis di meja judi.

8) Adverbia setengah, untuk menyatakan ‘jumlah seperdua dari keseluruhan’ diletakkan di sebelah kiri nomina tak hitung yang disertai dengan wadah ukurannya. Contoh:

(1) Membeli setengah truk pasir. (2) Membeli setengah liter minyak.

(52)

34

9) Adverbia kira-kira dan sekitar, untukmenyatakan ‘jumlah tak tentu dari suatu bilangan benda’ diletakkan di sebelah kiri frasa nominal berbilangan bulat. Contoh:

(1) Yang hadir kira-kira lima puluh orang. (2) Harganya sekitar sepuluh juta rupiah.

10)Adverbia kurang lebih digunakan sama dengan adverbia kira-kira dan sekitar di atas. Contoh:

- Yang hadir kurang lebih saratus orang. 3. Semantik

Semantik yang semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai (Aminuddin, 1988:15). Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”.

a. Makna Leksikal

Djajasudarma & Fatimah (1999:13) menjelaskan bahwa “makna leksikal (bhs. Inggris – lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dll. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks”.

b. Makna Gramatikal

“Makna gramatikal (bhs.Inggris – grammatical meaning; functional meaning; structural meaning; internal meaning) adalah makna yang menyangkut hubungan intrabahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat” (Djajasudarma & Fatimah , 1993:13).

(53)

35

Makna leksikal dapat berubah ke dalam makna gramatikal secara operasional. Sebagai contoh dapat kita pahami makna leksikal kata belenggu adalah (1) alat pengikat kaki atau tangan; borgol, atau (2) sesuatu yang mengikat (sehingga tidak bebas lagi). Namun, kata belenggu tersebut bisa berubah maknanya ketika dikaitkan dengan unsur bahasa yang lain. Perubahan makna leksikal menjadi makna gramatikal tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

(1) Polisi memasang belenggu pada kaki dan tangan pencuri yang baru tertangkap itu.

(2) Mereka terlepas dari belenggu penjajahan. 4. Makna Adverbia

Makna adalah hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya (Kridalaksana, 2001:132). Berkaitan dengan makna ini, Adverbia dapat dipakai untuk menerangkan aspek, modalitas, kuantitas, dan kualitas dari kategori verba, ajektiva, numeralia, dan adverbia lainnya. Aspek adalah kata yang menerangkan suatu pekerjaan, peristiwa, atau sifat sedang berlangsung (duratif), sudah selesai berlangsung (perfektif), belum selesai (imperfektif), atau mulai berlangsung (inkoatif). Jadi, jenis aspek terdiri atas duratif (lagi, sedang, tengah), imperfektif (masih), perfektif (pernah, sudah, telah), inkoatif (mulai) (Kridalaksana, 2005:84).

Modalitas menerangkan sikap atau suasana pembicara yang menyangkut perbuatan, peristiwa, keadaan, atau sifat. Penanda modalitas

(54)

36

di antaranya: akan, belum, barangkali, dapat, boleh, harus, jangan, kagak, mungkin, nggak, tak, tidak. (Kridalaksana, 2005:84-85). Pada tulisan berikutnya dinyatakan bahwa modalitas adalah (1) klasifikasi preposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau keharusan, (2) cara pembicara menyatakan sikap terhadap suatu situasi dalam suatu komunikasi antarpribadi, (3) makna kemungkinan, keharusan, kenyataaan, dan sebagainya yang dinyatakan dalam kalimat. Dalam bahasa Indonesia, modalitas dinyatakan dengan kata-kata seperti barangkali, harus, akan, dan sebagainya atau adverbia kalimat seperti pada hakikatnya menurut hemat saya, dan sebagainya (Kridalaksana, 2001:138).

Kuantitas menerangkan frekuensi atau jumlah terjadinya sesuatu perbuatan, perisitiwa, keadaan, atau sifat. Penanda kuantitas adalah gus pada sekaligus, sering, saling, kerap. Adverbia kualitas menjelaskan sifat atau nilai perbuatan, perisitiwa, keadaan, atau sifat. Beberapa penanda kualitas: alangkah, agak, amat, banget, belaka, cuma, doang, hampir, hanya, juga, justru, kerap, maha, memang, nian, niscaya, nun, paling, pula, rada, pula, saja, sangat, selalu, senatiasa, serba (Kridalaksana, 2005: 84-85).

Di pihak lain, Chaer (2015:49-50) menyebutkan bahwa sejauh ini ada adverbia yang menyatakan makna sangkalan (negasi); jumlah (kuantitas); pembatasan; penambahan; keseringan (frekuensi); kualitas; waktu (kala); keselesaian; kepastian; keharusan; derajat; kesanggupan; harapan; keinginan; kesungguhan. Adverbia sangkalan adalah adverbia yang menyatakan ‘ingkar’ atau ‘menyangkal’ akan kategori yang

(55)

37

didampinginya. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata bukan, tidak, tak, tanpa, dan tiada. Adverbia penjumlahan adalah adverbia yang menyatakan ‘banyak’ atau ‘kuantitas’ terhadap kategori yang didampingi. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata banyak, sedikit, beberapa, semua,seluruh, sejumlah, separuh, setengah,kira-kira, sekitar, dan kurang lebih. Adverbia pembatasan adalah adverbia yang menyatakan ‘batas dari suatu hal’. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata hanya, cuma, saja, dan belaka.

Adverbia derajat (kualitas) adalah adverbia yang menyatakan tingkatan mutu keadaan dan kegiatan. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata sangat, amat, sekali, paling, lebih, cukup, kurang, agak, hampir, rada, maha, nian, dan terlalu. Adverbia kala adalah adverbia yang menyatakan waktu tindakan dilakukan. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata sudah, telah, sedang, lagi, tengah, akan, bakal, hendak, dan mau. Adverbia keselesaian (aspek) adalah adverbia yang menyatakan tindakan atau perbuatan (dalam fungsi predikat) apakah sudah selesai, belum selesai, atau sedang dilakukan. Yang termasuk adverbia ini adalah adverbia belum, baru, mulai, sedang, lagi, tengah, masih, sudah,telah, sempat, dan pernah. Adverbia kepastian adalah adverbia yang menyatakan tindakan atau keadaan yang pasti terjadi maupun yang diragukan kejadiannya. Adverbia kelompok ini adalah pasti, tentu, memang, agaknya, dan rupanya. Adverbia menyungguhkan adalah adverbia yang menyatakan ‘kesungguhan’ atau ‘menguatkan’. Yang termasuk adverbia ini adalah adverbia sesungguhnya, sebenarnya, sebetulnya, dan memang.

(56)

38

Adverbia keinginan adalah adverbia yang menyatakan ‘keinginan’. Yang termasuk adverbia ini adalah ingin, mau, hendak, suka, dan segan. Adverbia frekuensi adalah adverbia yang menyatakan ‘berapa kali suatu tindakan atau perbuatan dilakukan atau terjadi’. Yang termasuk adverbia frekuensi adalah sekali, sesekali, sekali-kali, sekali-sekali, jarang, kadang-kadang, sering (seringkali), acap (acapkali), biasa, selalu, dan senantiasa. Adverbia penambahan adalah adverbia yang menyatakan penambahan terhadap kategori yang didampingi. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata pula, juga, dan jua. Adverbia kesanggupan adalah adverbia yang digunakan untuk menyatakan ‘kesanggupan’. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata sanggup, dapat, dan bisa. Adverbia harapan adalah adverbia yang menyatakan ‘harapan akan terjadinya sesuatu tindakan, hal, dan keadaan’. Yang termasuk adverbia ini adalah moga-moga, semoga, mudah-mudahan, hendaknya, sepatutnya, sebaiknya, seyogianya, seharusnya, dan sepantasnya.

Alwi, dkk. (2003:204) menyatakan bahwa berdasarkan perilaku semantisnya, adverbia dapat dibedakan menjadi delapan jenis. Adverbia tersebut adalah (1) adverbia kualitatif, (2) adverbia kuantitatif, (3) adverbia limitatif, (4) adverbia frekuentatif, (5) adverbia kewaktuan, (6) adverbia kecaraan, (7) adverbia kontrastif, dan (8) adverbia keniscayaan. Kedelapan jenis adverbia tersebut dipaparkan pada tulisan berikut ini.

Adverbia kualitatif adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan tingkat, derajat, atau mutu. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata seperti paling, sangat, lebih, dan kurang.

Gambar

Tabel 4.2  Data yang Terkumpul

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Konseling KB

gambar diatas adalah proses EDM membuat lubang.Proses tersebut berlaku apabila elektrod bertemu dengan bahan kerja melalui media pengalir iaitu petrolum distiliate dengan

- Tanah/kawasan hutan yang terletak dalam wilayah suku Mbay (dikabupaten Dati II Ngada) sebagai suatu rechtsgemeenschap (persekutuan hukum adat) merupakan "tanah ulayat"

Demikian pula, model mutu ekstrak (cabe jawa, kunyit, dan temulawak) berdasarkan aktivitas inhibisi terhadap kerja xantin oksidase dan spektrum FTIR (secara keseluruhan dan

Berdasarkan huraian dalam latar belakang masalah di atas yang berkaitan dengan hubungan signifikan elemen motivasi pencapaian dan keresahan matematik dengan

Apabila dikemudian hari dalam pasal-pasal Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ini ada hal-hal yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi, maka Pengusaha atau Serikat Pekerja

❖ Peserta didik mengidentifikasi struktur dan ciri kebahasaan pada teks cerpen yang disajikan dalam LKPD yang ada di Google Classroom.. ❖ Peserta didik menjelaskan

Solusi yang diinginkan adalah Jalan tsb harus ditinggikan dengan Beton /+ 30 Cm.. Duren Sawit Kec. Duren Sawit) Duren Sawit SUKU DINAS BINA MARGA KOTA - JAKTIM