• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stress Kerja

2.1.1 Pengertian Stress Kerja

Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi kondisi seseorang (Handoko, 2000: 200). Dikatakan lebih lanjut, stress yang terlalu besar dapat mengancam perilaku seseorang untuk menghadapi lingkungan yang pada akhirnya mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya. Wahjono, (2010: 107) stress menunjukkan suatu kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seorang karyawan, dalam hal ini tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan tempat pegawai tersebut bekerja. Stress kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami pegawai dalam menghadapi pekerjaan (Mangkunegara, 2005: 29).

2.1.2 Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Stress Kerja

Menurut Handoko (2000: 201) kondisi-kondisi yang menyebabkan stres kerja disebut stressors, yakni sebagai berikut:

(2)

1. On the Job Stress. Penyebab stress yang terjadi di dalam perusahaan antara lain sebagai berikut:

a. Beban kerja yang berlebihan b. Tekanan atau desakan waktu c. Sikap pimpinan

d. Iklim politis yang tidak aman

e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai f. Kemenduaan peran (peran ganda)

g. Frustasi

h. Konflik antar pribadi dan kelompok

i. Perbedaan antara nilai-nilai pribadi dan kelompok

2. Off the Job Stress. Stress yang terjadi di luar perusahaan yang berpengaruh dari diri karyawan, antara lain sebagai berikut:

a. Kekuatan financial

b. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak c. Masalah-masalah fisik

d. Masalah-masalah perkawinan (misal: perceraian) e. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

f. Masalah-masalah pribadi lainnya (misal: kematian anak/sanak keluarga dan sebagainya).

(3)

Menurut Robbins (2008: 370) ada tiga kategori potensi pemicu stress (stressor) yaitu:

1. Faktor-faktor Lingkungan

a. Selain mempengaruhi desain struktur sebuah perusahaan, ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stress para karyawan dalam perusahaan. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi.

b. Ketidakpastian politik juga merupakan pemicu stress diantara karyawan masyarakat Amerika, dan ketidakpastian yang sama mempengaruhi karyawan di negara-negara seperi Haiti atau Venezuela.

c. Perubahan teknologi adalah faktor lingkungan ketiga yang dapat menyebabkan stress, karena inovasi-inovasi baru yang dapat membuat keterampilan dan pengalaman seorang karyawan jadi usang dalam waktu singkat, komputer, sistem robotik, otomatisasi dan berbagai bentuk inovasi teknologi lain yang serupa merupakan ancaman bagi banyak orang dan membuat mereka stress.

2. Faktor-faktor Perusahaan

Kita dapat mengelompokkan faktor-faktor ini menjadi:

a. Tuntutan tugas : faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang, meliputi: desain pekerjaan individual (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak fisik pekerjaan.

b. Tuntutan Peran : adalah beban peran yang berlebihan dialami ketika karyawan diharapkan melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada.

(4)

Ambiguitas peran manakala ekspektasi peran tidak tidak dipahami secara jelas dan karyawan tidak yakin apa yang harus ia lakukan.

c. Tuntunan antarpribadi : yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak adanya dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat menyebabkan stress.

d. Struktur organisasi yang menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi individu dalam pengambilan keputusan merupakan sumber potensi sumber stress.

e. Kepemimpinan organisasi yang terkait dengan gaya kepemimpinan dari senior organisasi. Gaya kepemimpinan tertentu dapat menciptakan budaya yang menjadi potensi sumber stress.

3. Faktor-faktor Pribadi

Faktor-faktor ini terutama adalah masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang. Berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak merupakan masalah hubungan yang menciptakan stress bagi karyawan, yang lalu terbawa sampai ke tempat kerja. Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak dari pada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stress bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja mereka.

(5)

2.1.3 Dampak Stress Kerja Terhadap Perusahaan dan Karyawan

Menurut Ivancevich,dkk (2009: 299) stress kerja pada karyawan dapat berpengaruh positif maupun negatif. Namun efek negatif lebih sering terlihat. Efek negatif tersebut berupa: kebosanan, penurunan dalam motivasi, absen, insomnia, mudah tersinggung, kesalahan dalam pekerjaan yang meningkat, tidak dapat mengambil keputusan. Sedangkan jika karyawan mampu mengelola stress secara optimal maka stress tersebut mampu menghasilkan dampak positif berupa: motivasi yang tinggi, energi tinggi, persepsi yang tajam, ketenangan.

Menurut Hasibuan (2008: 205) stress karyawan yang tidak terselesaikan dengan baik akan menimbulkan frustasi. Frustasi akan menimbulkan perilaku aneh dari orang tersebut, misalnya marah-marah, atau memukul-mukul kepalanya. Frustasi adalah keadaaan emosional, ketegangan pikiran, dan perilaku yang tidak terkendalikan dari seseorang, bertindak aneh-aneh yang dapat membahayakan dirinya atau orang lain.

Sikap buruk karyawan yang timbul akibat stress kerja memberikan efek produktivitas negatif dari karyawan tersebut sehingga memberikan produktivitas yang buruk bagi perusahaan. Tetapi jika stress yang dialami seorang karyawan dapat dikelola dengan baik maka hal tersebut dapat memberikan efek bagi suatu perusahaan.

(6)

2.1.4 Cara Mengatasi Stress

Menurut Mangkunegara (2005: 29) ada 3 pola medeteksi penyebab stress, yaitu:

1. Pola Sehat

Pola sehat adalah pola menghadapi stress yang terbaik, yaitu dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stress tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak.

2. Pola Harmonis

Pola harmonis adalah pola menghadapi stress dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dalam pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Ia pun selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan yang penuh. Dengan demikian akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga tehadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.

3. Pola Patologis

Pola patologis adalah pola menghadapi stress dengan berdampak berbagai gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan

(7)

menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah buruk.

Untuk mengatasi stress dengan cara sehat atau harmonis, dapat dilakukan dengan tiga strategi, yaitu:

a. Memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stress

Dalam strategi ini perlu dilakukan penilaian terhadap situasi sumber-sumber stress, mengembangkan alternatif tindakan, mengambil tindakan yang dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih positif, memanfaatkan umpan balik, dan sebagainya.

b. Menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stress

Dalam strategi ini dilakukan dengan mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri. Dalam membentuk mekanisme pertahanan diri dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya menangis, menceritakan masalah kepada orang lain, humor (melucu), istirahat dan sebagainya. Sedangkan dalam menghadapi reaksi emosional adalah dengan mengendalikan emosi secara sadar dan mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan.

c. Meningkatkan daya tahan pribadi

Dalam strategi ini dilakukan dengan memperkuat diri sendiri, yaitu dengan lebih memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan keterampilan pribadi, berolahraga secara teratur, beribadah, pola-pola

(8)

kerja yang teratur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih realistik.

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Menurut Hasibuan (2008: 142) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Sedangkan menurut Munandar (2001: 323) motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan- kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Tujuan yang, jika berhasil dicapai, akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan- kebutuhan tersebut. Sastrohadiwiryo (2002: 268) motivasi merupakan setiap perasaan, kehendak, atau keinginan yang sangat mempengaruhi kemauan individu sehingga individu tersebut didorong untuk berperilaku dan bertindak.

2.2.2 Tujuan Motivasi

Menurut Sunyoto (2012: 198), tujuan motivasi antara lain sebagai berikut: 1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan

2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan

5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan 6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

(9)

7. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan 8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi

Menurut Ardana, dkk (2008: 31), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah:

1. Karakteristik Individu a. Minat

b. Sikap terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan situasi pekerjaan c. Kebutuhan individual

d. Kemampuan atau kompetensi e. Pengetahuan tentang pekerjaan

f. Emosi, suasana hati, perasaan keyakinan dan nilai-nilai

Pada umumnya karakteristik individu ini mempengaruhi bagaimana orang menilai apa yang diperolehnya dari bermacam-macam faktor dalam pekerjaan yang telah diuraikan. Bila faktor-faktor dalam pekerjaan cocok dengan karakteristik individu, orang cenderung untuk termotivasi menjalankan tugasnya.

(10)

2. Faktor- faktor pekerjaan

a. Faktor lingkungan pekerjaan 1) Gaji dan benefit yang diterima 2) Kebijakan-kebijakan perusahaan 3) Supervisi

4) Hubungan antar manusia

5) Kondisi pekerjaan seperti jam kerja, lingkungan fisik, dan sebagainya. 6) Budaya organisasi

b. Faktor dalam pekerjaan 1) Sifat pekerjaan

2) Rancangan tugas/pekerjaan

3) Pemberian pengakuan terhadap prestasi

4) Tingkat/ besarnya tanggung jawab yang diberikan 5) Adanya perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan 6) Adanya kepuasan dari pekerjaan

2.2.4 Teori-Teori Motivasi

Menurut Hasibuan (2008: 151), teori-teori motivasi dapat diklasifikasikan/dikelompokkan atas:

1. Teori Kepuasan (Content Theory)

Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta berprilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri

(11)

orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang mendorong semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasan baik materiil maupun nonmateriil yang diperolehnya sebagai imbalan balas jasa dari jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Apabila imbal materiil dan nonmateriil yang diterimanya semakin memuaskan, semangat kerja seseorang akan semakin meningkat. Semakin tinggi standar kebutuhan yang diinginkan, semakin giat orang itu bekerja. Teori motivasi kepuasan, antara lain:

a. Teori Motivasi Klasik Frederik Winslow Taylor

Teori ini berpendapat bahwa manusia mau bekerja giat untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik/biologisnya, berbentuk uang/barang dari hasil pekerjaannya. Konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja giat, bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya. b. Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow

Dasar Teori Hirarki Kebutuhan adalah:

1) Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus dan hanya akan berhenti bila akhir hayatnya tiba.

2) Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator.

(12)

3) Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang/hirarki, yakni:

a) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk ke dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya.

b) Kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.

c) Kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya.

d) Kebutuhan akan penghargaan atau prestise, kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.

e) Kebutuhan akan aktualisasi diri, dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa.

c. Teori Dua Faktor Frederick Herzberg

Menurut Herzberg, terdapat dua faktor kebutuhan, yaitu: Pertama, kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance factors. Maintenance factors (faktor pemeliharaan) berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah. Faktor-faktor pemeliharaan meliputi balas jasa, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas, dan

(13)

macam-macam tunjangan lain. Hilangnya faktor pemeliharaan dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan (dissatisfiers = faktor higienis) dan tingkat absensi serta turnover karyawan akan meningkat.

Kedua, faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Serangkaian faktor ini dinamakan satifiers atau motivators yang meliputi: (1) prestasi, (2) pengakuan, (3) pekerjaan itu sendiri, (4) tanggung jawab, (5) kemajuan, (6) pengembangan potensi individu. Menurut Herzberg cara terbaik untuk memotivasi karyawan adalah dengan memasukkan unsur tantangan dan kesempatan guna mencapai keberhasilan dalam pekerjaan mereka.

d. Teori X dan Teori Y dari Mc. Gregor

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X (teori tradisional) dan manusia penganut teori Y (teori demokratik).

Teori X

1) Rata-rata karyawan malas dan tidak suka bekerja.

2) Umumnya karyawan tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan selalu menghindarkan tanggung jawabnya dengan cara mengkambinghitamkan orang lain.

(14)

3) Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah, dan diawasi dalam melaksanakan pekerjaannya.

4) Karyawan lebih mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan tujuan organisasi.

Menurut teori X ini untuk memotivasi karyawan harus dilakukan dengan cara pengawasan yang ketat, dipaksa, dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh-sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung kepada motivasi negatif yakni dengan menerapkan hukuman yang tegas. Tipe kepemimpinan teori X adalah otoriter sedangkan gaya kepemimpinannya berorientasi pada prestasi kerja.

Teori Y

1) Rata-rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya bekerja, sama wajarnya dengan bermain-main dan beristirahat. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak karyawan tidak betah dan merasa kesal jika tidak bekerja.

2) Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju dengan mencapai prestasi kerja yang optimal. Mereka kreatif dan inovatif mengembangkan dirinya untuk memecahkan persoalan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan pada pundaknya. Jadi, mereka selalu berusaha mendapatkan metode kerja yang terbaik.

3) Karyawan selalu berusaha mencapai sasaran organisasi dan mengembangkan dirinya untuk mencapai sasaran itu. Organisasi

(15)

seharusnya memungkinkan karyawan mewujudkan potensinya sendiri dengan memberikan sumbangan pada tercapainya sasaran perusahaan. Menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan, kerjasama, dan keterikatan pada keputusan. Jenis motivasi yang diterapkan adalah motivasi positif, sedangkan tipe kepemimpinannya adalah kepemimpinan partisipatif.

e. Teori Motivasi Prestasi Mc. Clelland

Mc. Clelland mengemukakan teorinya bahwa hal-hal yang memotivasi seseorang adalah:

1) Kebutuhan akan prestasi, merupakan daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu kebutuhan akan prestasi akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal.

2) Kebutuhan akan afiliasi, menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu, kebutuhan akan afiliasi ini yang merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal berikut: (a) kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia tinggal dan bekerja (b) kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (c) kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (d) kebutuhan akan perasaan ikut serta. Seseorang karena kebutuhan akan afiliasi akan

(16)

memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

3) Kebutuhan akan kekuasaan, merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. Kebutuhan akan kekuasaan akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja giat.

f. Teori Motivasi Claude S. George

Teori ini berpendapat bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan ia bekerja, yaitu: 1) Upah yang adil dan layak

2) Kesempatan untuk maju/promosi 3) Pengakuan sebagai individu 4) Keamanan kerja

5) Tempat kerja yang baik 6) Penerimaan oleh kelompok 7) Perlakuan yang wajar 8) Pengakuan atas prestasi

(17)

2. Teori Motivasi Proses

Teori motivasi proses pada dasarnya berusaha menjawab bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu agar setiap individu bekerja sesuai dengan keinginan manajer. Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik-baik saja daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan. Inilah sebabnya teori ini disebut teori harapan (expectancy theory). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya, jika harapan tidak tercapai karyawan akan menjadi malas. Yang termasuk ke dalam teori motivasi proses adalah :

a. Teori Harapan (expectancy theory)

Teori harapan ini dikemukakan oleh Victor Vroom. Vroom mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu:

1) Harapan (expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan dinyatakan dalam probabilitas (kemungkinan).

2) Nilai (value) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya atau nilai memotivasi) bagi setiap individu tertentu. Sebagai contoh: peluang untuk dipindahkan ke posisi dengan gaji yang lebih besar di tempat lain mungkin mempunyai nilai tinggi bagi orang yang menghargai uang atau orang yang menikmati rangsangan dari lingkungan baru.

(18)

3) Pertautan (instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

b. Teori Keadilan (Equity Theory)

Karena egonya manusia juga selalu mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama. Bagaimana perilaku bawahan dinilai atasan, akan mempengaruhi semangat kerja mereka. Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Jadi, atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif (baik/ salah), bukan atas suka/tidak suka. Pemberian kompensasi harus berdasarkan internal kontingensi, demikian pula dalam pemberian hukuman harus didasarkan pada penilaian yang objektif dan adil. Jika dasar keadilan diterapkan dengan baik oleh atasan, gairah kerja bawahan cenderung meningkat. c. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Teori pengukuhan terdiri dari dua jenis, yaitu: 1) Pengukuhan positif yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi

apabila pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.

2) Pengukuhan negatif yakni bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh negatif dihilangkan bersyarat.

(19)

2.2.5 Metode Motivasi

Menurut Hasibuan (2008: 148), ada dua metode motivasi yaitu: 1. Motivasi Langsung (Direct Motivation)

Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan nonmateriil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa. 2. Motivasi Tak Langsung (Indirect Motivation)

Motivasi tak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya, kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, serta penempatan yang tepat. Motivasi tidak langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktif.

2.3 Produktivitas Kerja

2.3.1 Pengertian Produktivitas Kerja

Menurut Sinungan (2000: 16) produktivitas adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.

(20)

Produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang – barang atau jasa) dengan masuknya yang sebenarnya. Masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai (Sinungan, 2000: 12).

Produktivitas yaitu menyangkut masalah akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh di dalam proses produksi (Sulistiyani dan Rosidah, 2003: 199). Produktivitas merupakan kemampuan rancangan pekerjaan dalam mencapai target perusahaan yang telah ditetapkan (Malthis dan Jackson, 2002: 275).

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Setiap perusahaan selalu berkeinginan agar tenaga kerja yang dimiliki mampu meningkatkan produktivitas yang tinggi. Untuk meningkatkan produktivitas, perlu terlebih dahulu mengetahui faktor- faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas. Upaya meningkatkan produktivitas pada dasarnya adalah bagaimana mengendalikan faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas tersebut. Menurut Anoraga dan Suyati, (2005: 123) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan adalah sebagai berikut:

1. Motivasi

Pimpinan organisasi perlu mengetahui motivasi kerja dari anggota organisasi (karyawan). Dengan mengetahui motivasi itu maka pimpinan dapat mendorong karyawan bekerja lebih baik.

(21)

2. Pendidikan

Pada umumnya seseorang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai produktivitas kerja yang lebih baik, dengan demikian ternyata merupakan syarat yang penting dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan, tanpa bekal pendidikan mustahil orang akan mudah dalam mempelajari hal-hal yang bersifat baru didalam cara atau suatu sistem kerja. 3. Disiplin kerja

Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau sekelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Disiplin kerja mempunyai hubungan yang erat dengan motivasi, kedisiplinan dengan suatu latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja karyawan.

4. Keterampilan

Keterampilan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan keterampilan karyawan dalam perusahaan dapat ditingkatkan melalui training, kursus-kursus dan lain-lain.

5. Sikap Etika Kerja

Sikap seseorang atau kelompok orang dalam membina hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang didalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain, etika dalam hubungan kerja sangat penting karena dengan tercapainya hubungan yang selaras dan serasi serta seimbang antara perilaku dalam proses produksi akan meningkatkan produktivitas kerja.

(22)

6. Gizi dan Kesehatan

Daya tahan tubuh seseorang biasanya dipengaruhi dari gizi dan makanan yang didapat, dengan itu akan mempengaruhi kesehatan karyawan, dengan semua itu akan berpengaruh terhadap produktivitas karyawan.

7. Tingkat penghasilan

Penghasilan yang cukup berdasarkan prestasi kerja karyawan karena semakin tinggi prestasi karyawan akan makin besar upah yang diterima. Dengan itu maka akan memberikan semangat kerja tiap karyawan untuk memacu prestasi sehingga produktivitas kerja karyawan akan tercapai.

8. Lingkungan kerja dan iklim kerja

Lingkungan kerja dari karyawan disini termasuk hubungan antara karyawan, hubungan dengan pimpinan, suhu serta lingkungan kerja, penerangan dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari perusahaan karena sering karyawan enggan bekerja karena tidak ada kekompakkan dalam kelompok kerja atau ruang kerja yang tidak menyenangkan, hal ini akan mengganggu kerja karyawan.

9. Teknologi

Dengan adanya kemajuan teknologi meliputi peralatan yang semakin otomatis dan canggih, dimana bisa mendukung tingkat produksi dan mempermudah manusia dalam melaksanakan pekerjaan.

10. Sarana produksi

Faktor- faktor produksi harus memadai dan saling mendukung dalam proses produksi.

(23)

11. Jaminan sosial

Perhatian dan pelayanan perusahaan kepada setiap karyawan, menunjang kesehatan dan keselamatan. Dengan harapan agar karyawan semakin bergairah dan mempunyai semangat untuk bekerja.

12. Manajemen

Dengan adanya manajemen yang baik, maka karyawan akan berorganisasi dengan baik, dengan demikian produktivitas kerja karyawan akan tercapai. 13. Kesempatan berprestasi

Setiap orang dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, dengan diberikan kesempatan berprestasi, maka karyawan akan meningkatkan produktivitasnya.

2.3.3 Indikator Produktivitas

Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para karyawan yang ada di perusahaan. Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif, sehingga ini semua akhirnya sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Menurut Robbins (2002: 155) ada 3 indikator penentu produktivitas karyawan:

1. Kuantitas kerja, adalah banyaknya pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh karyawan, maka dapat diketahui tingkat kompetensi karyawan tersebut dalam melakukan pekerjaannya.

(24)

2. Kualitas kerja, menunjukkan sejauh mana kemampuan seseorang karyawan dalam memberi hasil yang optimal yang dapat diraih dari pekerjaan yang dilakukan.

3. Disiplin kerja, menunjukkan ketepatan waktu melaksanakan tugas dan tanggungjawab.

2.3.4 Metode-metode Pengukuran Produktivitas

Sinungan (2000: 23), berpendapat bahwa secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda:

1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang tingkatannya.

2. Perbandingan pelaksanaan antara suatu unit (perorangan, seksi dan proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif. 3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya. Inilah yang terbaik

sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.

2.3.5 Manfaat Pengukuran Produktivitas

Menurut Hasibuan (2004: 102), menyatakan manfaat pengukuran produktivitas dalam suatu organisasi perusahaan antara lain:

(25)

1. Perusahaan dapat menilai efisiensi konversi sumber dayanya, agar dapat meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan sumber-sumber daya itu.

2. Perencanaan sumber-sumber daya akan lebih efektif dan efisiensi melalui pengukuran produktivitas, baik dalam perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.

3. Tujuan ekonomis dan non ekonomis dari perusahaan dapat diorganisasikan kembali dengan cara memberikan prioritas tertentu yang dipandang dari sudut produktivitas.

4. Perencanaan target tingkat produktivitas di masa mendatang dapat dimodifikasikan kembali berdasarkan informasi pengukuran tingkat produktivitas sekarang.

5. Nilai-nilai produktivitas yang dihasilkan dari suatu pengukuran dapat menjadi informasi yang berguna untuk merencanakan tingkat keuntungan dari perusahaan tersebut.

2.4 Penelitian Terdahulu

Pakpahan (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Motivasi Kerja dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan pada PT. Astra Internasional Tbk, Toyota Sales Operasion Auto (2000)”, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah motivasi kerja dan pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas karyawan. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, kuantitatif, uji asumsi klasik, uji

(26)

validitas dan reliabilitas. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi dan dengan cara memberikan daftar pertanyaan (questionnaire) dan melakukan wawancara (interview) kepada karyawan yang pengukurannya menggunakan skala likert dan diolah secara statistik dengan program SPSS 16.0 for windows yaitu uji t dan koefisien determinasi (𝑅2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap produktivitas karyawan. Nilai R square (angka korelasi atau yang dikuadratkan) sebesar 0,586. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi dari variabel bebas secara bersama-sama memberikan kontribusi atau sumbangan terhadap perubahan variabel terikat Y sebesar 58,6% dan sisanya 41,4% dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, yaitu seperti sikap kerja, tingkat keahlian, dan disiplin kerja.

Penelitian dengan judul “Pengaruh Stress Kerja Dan Hukuman Disiplin Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan” yang dilakukan oleh Muharrany (2010), menghasilkan kesimpulan bahwa stress kerja (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel produktivitas kerja (Y) begitu juga dengan variabel hukuman disiplin (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel produktivitas kerja (Y). Berdasarkan pengujian koefisien determinasi diperoleh nilai R square sebesar 0,669. Artinya 66,9% produktivitas kerja karyawan pada PTPN III dapat dijelaskan oleh variabel stress kerja dan variabel hukuman disiplin, sedangkan sisanya sebesar 33,1% dapat dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti oleh

(27)

penelitian ini.

2.5 Kerangka Konseptual

Menurut Umar (2008: 215) kerangka konseptual adalah suatu kerangka berpikir tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah teridentifikasi sebagai masalah riset.

Pada umumnya perusahaan akan berusaha meningkatkan produktivitas karyawan dalam perusahaannya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas tersebut. Diantaranya stress kerja dan motivasi kerja, apabila stress kerja dan motivasi kerja buruk maka produktivitas yang dihasilkan karyawan akan menjadi buruk dan begitu juga sebaliknya. Menurut (Umar, 2008: 45) terdapat korelasi langsung antara stress dengan produktivitas kerja. Bila karyawan tidak memiliki stress maka tantangan tidak ada dan akibatnya produktivitas kerja rendah. Semakin tinggi tingkat stress karena tantangan kerja yang juga bertambah, maka akan mengakibatkan produktivitas kerja juga bertambah. Akan tetapi, jika stress sudah maksimal, tantangan kerja yang bertambah tidak lagi dapat meningkatkan produktivitas kerja, tetapi akan menurunkan prestasi kerjanya.

Menurut Sastrohadiwiryo, (2002: 273) bahwa motivasi kerja seorang tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas yang dapat dicapai dalam pekerjaannya. Motivasi berpengaruh terhadap produktivitas, apabila motivasi seseorang tinggi maka produktivitas perusahaan akan meningkat. Dimana karyawan tersebut akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang, menggunakan kemampuan- kemampuannya untuk dapat meningkatkan

(28)

produktivitas yang tinggi. Sebaliknya apabila motivasi seseorang rendah, maka produktivitas karyawan akan menurun. Hal ini yang membuat karyawan bekerja tanpa bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaannya dan kurang berperilaku proaktif yang menghambat keberhasilan perusahaan dan mengakibatkan rendahnya produktivitas itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas maka model kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber: Umar (2008: 45), Sastrohadiwiryo (2002: 273) data diolah

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu dan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

“Stress Kerja dan Motivasi Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas Karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Kebun Tanah Itam Ulu”.

Stress Kerja (X1)

Produktivitas Karyawan (Y) Motivasi Kerja (X2)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk tujuan ini, baik Fakultas maupun Sekolah menyediakan sumber daya akademik maupuan sumber daya pendukung akademik (laboratorium, studio, perpustakaan), bukan

Rasa penasaran orang asing yang mempelajari bahasa Jepang terhadap kata-kata dalam bahasa Jepang juga cukup tinggi, seperti contoh kasus dalam manga Nihon Jin No

Terkait dengan hal ini perkembangan pada birokrasi di Indonesia tak terkecuali pada fenomena pilkada Kabupaten Lamongan Tahun 2015 memang menjadi kelemahan bagi

Minyak kelapa sawit memiliki keuntungan-keuntungan seperti ramah lingkungan karena mudah terurai bila dibandingkan minyak mineral, tidak beracun, memiliki titik

Nilai heritabilitas untuk tetua jantan kacang panjang hitam putih (KP) terhadap KTu.KP menunjukkan bahwa sebagian besar sifat kuantitatif yang diamati memiliki nilai

Berdasarkan kesesuaian antara teori (harapan) dan hasil penelitian (kenyataan) maka dapat disimpulkan bahwa kehandalan tenaga kesehatan pada sebuah puskesmas,

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Pengembangan media pembelajaran papan analisis