• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN PEMEROLEHAN DAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN PEMEROLEHAN DAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN PEMEROLEHAN DAN PERKEMBANGAN

BAHASA ANAK

Hidayati Azkiya

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung Hatta

id.azkiya@gmail.com

Abstract

Teachers have the role as mentors, models, innovators, administrators and evaluators, especially, in learning Indonesian. Moreover, if the environment is less favorable learning, the teacher's role is very meaningful for the students because it determines the success of a teaching strongly influenced by the environment, parents and schools. Teachers are as a mirror for the students, especially for children, who usually tend to imitate. The purpose of this paper is to describe the role of teachers in improving children's language acquisition and language development. The method of this research used descriptive qualitative and literature studies. The results showed that teachers play and responsible in the development of the language. It has acquired in the crew (first language). Children learn to communicate with others through a variety of ways. The knowledge of the nature of children's language development, the development of oral and written language that happens to them and individual differences in language acquisition is very important for the implementation of children's language learning, especially when they learn to read and write the beginning. As result, the development of language or communication in children is one of the aspects of the stages of child development that should not escape the attention of educators in general and parents in particular. That is why prospective primary school teachers need to master the various concepts related to children's development and language acquisition.

Key Words: the role of teachers, child language acquisition, language development of children

PENDAHULUAN

Guru merupakan kunci sentral untuk keberhasilan suatu pelajaran. Terlebih lagi apabila lingkungan tempat pembelajaran kurang menguntungkan, peran guru sangat berarti bagi siswa karena

penentu keberhasilan suatu pengajaran sangat dipengaruhi oleh lingkungan, orang tua dan sekolah. Kedudukan guru sebagai komponen pengajaran di samping siswa, kurikulum, metode, alat pelajaran, dan alat evaluasi merupakan penentu

(2)

keberhasilan. Demikian guru berperan sebagai pembimbing, model, inovator, administrator dan evaluator, terlebih lagi dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, seorang guru tentu akan memperhatikan bahasa yang digunakan siswa. Tidak hanya guru bahasa Indonesia, guru mata pelajaran lainpun juga akan mempengaruhi bahasa seorang siswa. Jadi, dapat dikatakan guru dapat mempengaruhi pemerolehan dan perkembangan bahasa siswa (anak).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pemerolehan diartikan sebagai proses, cara atau perbuatan memperoleh. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran yang merupakan padanan dari istilah Inggris learning.

Dalam pengertian ini, proses itu dilakukan dalam tatanan yang formal, yakni belajar di kelas dan diajar oleh seorang guru. Dengan demikian maka proses dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya adalah pemerolehan, sedangkan proses dari orang (umumnya dewasa) yang belajar di kelas adalah pembelajaran. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Menurut Sigel dan Cocking (2000:5) pemerolehan bahasa merupakan proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan sederhana dari bahasa yang bersangkutan. Pemerolehan bahasa umumnya berlangsung di lingkungan masyarakat bahasa target dengan sifat alami dan informal serta lebih merujuk pada tuntutan komunikasi.

(3)

Pemerolehan bahasa (bahasa Inggris: language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.

Pemerolehan bahasa

merupakan periode seorang individu memperoleh bahasa atau kosakata baru. Periode tersebut terjadi sepanjang masa. Permulaan pemerolehan bahasa terjadi secara tiba-tiba dan tanpa disadari. Seorang anak akan mengalami proses pemerolehan bahasa kedua setelah memperoleh bahasa pertamanya, melalui pemerolehan bahasa kedua

(Language Acquistion) atau ada yang menyebutnya dengan pembelajaran bahasa (Language Learning). Istilah pembelajaran bahasa digunakan atas keyakinan bahwa bahasa kedua dapat diperoleh dan dikuasai hanya dengan proses belajar, dengan cara sadar dan disengaja. Berbeda dengan pemerolehan bahasa ibu, bahasa

pertama atau bahasa ibu

didapatkannya dengan cara yang alamiah, secara tidak sadar di dalam lingkungan keluarga anak-anak tersebut. Minat terhadap bagaimana anak memperoleh bahasa sebenarnya sudah lama sekali ada. Bahasan mengenai pemerolehan bahasa ini berkaitan erat dengan topik-topik sebelumnya karena bagaimana manusia dapat mempersepsi dan kemudian memahami ujaran orang lain merupakan unsur pertama yang harus dikuasi manusia dalam berbahasa. Begitu pula manusia hanya dapat memproduksi ujaran apabila dia mengetahui aturan-aturan yang harus diikuti yang dia peroleh sejak kecil.

Pengaruh pembelajaran pada proses pemerolehan bahasa. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di

(4)

sekolah, khususnya bagi anak-anak di kelas rendah sekolah dasar ialah bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tentu juga mempunyai pengaruh yang paling besar dalam pemerolehan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kondisi yang sebaik-baiknya perlu diupayakan agar anak-anak memperoleh pengalaman berbahasa

sebanyak-banyaknya dengan

memperhatikan kaidah bahasa yang berlaku. Namun, perlu diingat jangan sampai pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menekankan pada penggunaan kaidah semata. Pemerolehan bahasa yang mendekati pemerolehan bahasa yang alami perlu di usahakan. Caranya dengan menggunakan konteks-konteks berbahasa yang sebenarnya, yang dekat dengan kehidupan anak. Misalnya saja dimunculkan topik-topik “menjaga adik”, “membantu ayah dan ibu”, silaturahmi dengan sanak famili”, “bermain bola”, dan sebagainya. Maka, pada bagian itulah guru sangat besar perannya dalam pemerolehan dan perkembangan bahasa anak.

METODOLOGI PENELITIAN Metode penulisan artikel ini menggunakan deskriptif kualitaif dan studi literatur. Pada hakikatnya penelitian deskriptif kualitaif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek dengan tujan membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akutat mengenai fakta-fakta yang diselidiki. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja yang terjadi saat ini. Artinya penelitian ini mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi. Dengan kata lain penelitan deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk memperoleh informasi keadaan yang ada. Sedangkan metode literatur adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengambil data-data yang diperlukan dari loteraturlitaratur yang berkaitan.

PEMBAHASAN Peran Guru

Peran guru Bahasa Indonesia dalam membimbing siswa kelas I

(5)

dan II antara lain sebagai berikut: (a) tingkat kesiapan anak. Kesiapan anak yang berasal dari TK tentunya akan lebih matang bila dibandingkan dengan yang bukan dari TK. Biasanya anak dari TK memiliki dasar kedisiplinan dan dasar pembiasaan diri yang lebih, meskipun tidak mutlak. Hal ini dapat diperkuat dengan GBPP dan Kurukulum Pendidikan TK yang bertujuan untuk membentu kesiapan dalam menghadapi pendidikan selanjutnya. Seharusnya bagi siswa yang memiliki kesiapan plus mendapat tambahan pengayaan, sedang bagi yang kurang diadakan bimbingan tambahan. (b) Tingkat pengembangan anak. Anak usia dini kecenderungan ingin tahu sangat besar dengan apa yang dilihat, serta pada diri anak kelas I dan II memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya. Oleh karena itu dorongan dan bimbingan guru sangat diperlukan untuk memupuk dan membangkitkan bakat, minat dan kemampuan anak tersebut. Guru harus berperan aktif dan dapat memanfaatkan saat-saat yang tepat

untuk mengoptimalkan

perkembangan anak didiknya. (c) Bahasa ibu. Bahasa Ibu anak kelas I dan II, seharusnya menjadi sumber belajar yang akan digunakan sebagai

bahan pertimbangan untuk

menentukan bahan pelajaran, metode dan teknik pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.

Guru juga sebagai cermin bagi anak didik, terutama baik bagi anak usia dini, yang biasanya dorongan untuk meniru sangat menonjol. Semua tingkah laku guru akan berpengaruh bagi anak didiknya, begitu juga tutur kata guru, secara sadar atau tidak akan merupakan model bagi anak didik. Oleh karena itu, guru kelas I dan II hendaknya santun dalam berbicara, baik tutur katanya, serta menggunakan bahasa yang baik dan benar. Serta sebagai pengelola segala sesuatu yang ada hubungannya dengan pengajaran, termasuk pengadministrasiannya, misal : mencatat jumlah siswa, pekerjaan orang tua, bagaimana prestasi anak tersebut, kelemahan dan kekurangan masing-masing siswa, termasuk pengembangan bahasanya.

(6)

Guru juga bertanggung jawab dalam perkembangan bahasa yang telah diperoleh dalam awak (bahasa pertama). Anak-anak belajar berkomunikasi dengan orang lain lewat berbagai cara. Meskipun cara anak yang satu dengan yang lain berbeda, ada hal-hal yang umum yang terjadi pada hampir setiap anak. Pengetahuan tentang hakikat perkembangan bahasa anak, perkembangan bahasa lisan dan tulis yang terjadi pada mereka, dan perbedaan individual dalam pemerolehan bahasa sangat penting bagi pelaksanaan pembelajaran bahasa anak, khususnya pada waktu mereka belajar membaca dan menulis permulaan. Sehingga

Perkembangan bahasa atau

komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya. Itulah sebabnya calon guru sekolah dasar perlu menguasai berbagai konsep yang terkait dengan perkembangan dan pemerolehan bahasa anak.

Pemerolehan Bahasa Anak

Psikologi linguistik adalah ilmu yang mempelajari mengenai penggunaan bahasa dan cara pemerolehan bahasa pada manusia. Terdapat tiga bidang kajian utama psikologi linguistik yaitu psikolinguistik umum, psikolingustik perkembangan dan psikolinguistik terapan. Psikolinguistik merupakan urat nadi pengajaran bahasa. Psikolingusitik dan pengajaran bahasa tidak dapat dipisahkan, karena fokus atau tumpuan psikolinguistik adalah pemerolehan bahasa, di samping pembelajaran bahasa dan pengajaran bahasa. Fokus kajian psikolingustik yaitu pemerolehan, pengajaran dan pembelajaran bahasa. Ketiga aspek tersebut berkaitan satu sama lain. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlaku di dalam otak seseorang anak ketika memperoleh bahasanya. Proses pemerolehan terjadi ketika anak sedang memperoleh bahasa terdiri dari dua aspek: pertama aspek performance yang terdiri dari aspek-aspek pemahaman dan pelahiran. Kedua aspek kompetensi (kemampuan

(7)

linguistik). Kemampuan bahasa anak terdiri dari tiga bagian yaitu: kemampuan fonologi, semantik dan kalimat. Ketiga bagian ini diperoleh anak secara serentak atau bersamaan.

Berbicara mengenai

pemerolehan sesuatu bahasa, maka dengan kekecualian beberapa anak yang mengalami gangguan/cacat, semua anak mempelajari paling sedikit satu bahasa. Hal inilah yang membuat sejumlah linguis percaya bahwa kemampuan belajar bahasa paling tidak sebagian berkaitan dengan program genetik yang memang khas bagi ras manusia, maksudnya kemapuan bahasa sejak lahir. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih

rumit (sintaksis).

Pada hakikatnya pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan,

yaitu kemampuan untuk

menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu maka yang dimaksud dengan

pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk., 1998). Selain pendapat tersebut Kiparsky dalam Tarigan (1988) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh

anak-anak untuk menyesuaikan

serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa bersangkutan.

Dengan demikian, proses pemerolehan adalah proses bawah sadar. Penguasaan bahasa tidak disadari dan tidak dipengaruhi oleh pengajaran yang secara eksplisit tentang sistem kaidah yang ada didalam bahasa kedua. Berbeda dengan proses pembelajaran, adalah proses yang dilakukan secara sengaja atau secara sadar dilakukan oleh pembelajar di dalam menguasai bahasa.

Adapun karakteristik

pemerolehan bahasa menurut Tarigan dkk. (1998) adalah: (a)

(8)

berlangsung dalam situasi formal, anak-anak belajar bahasa tanpa beban dan di luar sekolah; (b) pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus; (c) Dilakukan tanpa sadar atau secara spontan; dan (d) Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi anak.

Serta strategi pemerolehan bahasa anak adalah: (1) Mengingat. Mengingat memainkan peranan yang cukup penting dalam belajar bahasa atau belajar apa pun. Setiap pengalaman indrawi yang dilalui anak, dicatat dalam benaknya. Ketika dia menyentuh, menyerap, mencium, mendengar dan melihat sesuatu, memori anak merekamnya. Ingatan itu akan semakin kuat apabila penyebutan akan benda atau peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Dengan cara ini anak akan mengingat bunyi, kombinasi bunyi atau kata, tentang sesuatu sekaligus

mengingat pula cara

mengungkapkannya. (2) Meniru. Dalam belajar bahasa anak pun menggunakan strategi peniruan.

Peniruan disini berarti mencontoh secara kreatif atau menginspirasi. Peniruan yang dilakukan anak tidak selalu berupa pengulangan yang persis sama atas apa saja yang didengarnya. Di satu sisi, anak secara bertahap dapat memahami dan menggunakan tuturan yang lebih rumit. Di sisi lain secara bersamaan anak pun membangun suatu sistem bahasa yang kemungkinan dia mengerti dan memproduksi tuturan dalam bentuk dan jumlah yang tidak terbatas. (3) Mengalami Langsung. Strategi lain yang mempercepat anak menguasai bahasa pertamanya adalah mengalami langsung kegiatan berbahasa dalam konteks yang nyata. Anak menggunakan bahasanya baik ketika berkomunikasi dengan orang lain, maupun sewaktu sendirian. Dia menyimak dan berbicara langsung, dan sekaligus memperoleh tanggapan dari mitra bicaranya. Dari tanggapan yang diperolehnya, secara tidak sadar anak memperoleh masukan tentang kewajaran dan ketepatan perilaku berbahasanya, dan dalam waktu yang sama juga si anak mendapat masukan dari tindak berbahasa yang dilakukan mitra berbicaranya. (4) Bermain.

(9)

Kegiatan bermain sangat penting untuk mendorong pengembangan kemampuan berbahasa anak. Dalam bermain, si anak kadang berperan sebagai orang dewasa, sebagai penjual atau pembeli dalam bermain dagang-dagangan, ibu, bapak atau anak dalam bermain rumah-rumahan, sebagai dokter atau perawat atau pasien atau sebagai guru atau murid dalam bermain sekolah-sekolahan.

Pemerolehan bahasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa tersebut. Dalam kamus besar bahasa Indonesia “faktor” diartikan sebagai hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu . Faktor dasar yang mempengaruhi pemerolehan bahasa (pertama) pada anak adalah karena pemerolehan bahasa dilakukan secara informal dengan motivasi yang sangat tinggi (anak memerlukan bahasa pertama ini untuk dapat berkomunikasi dengan

orang-orang yang ada di

sekelilingnya) . Seorang anak dalam memperoleh bahasa pertama bervariasi, ada yang lambat, sedang, bahkan ada yang cepat. Hal ini tentu

sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh Chomsky, Piaget, Lenneberg dan Slobin berikut ini:

Pertama, Faktor Alamiah.

Yang dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition Divice (LAD). Potensi dasar itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari lingkungan. Proses pemerolehan melalui piranti ini sifatnya alamiah. Karena sifatnya alamiah, maka kendatipun anak tidak dirangsang untuk mendapatkan bahasa, anak tersebut akan mampu menerima apa yang terjadi di sekitarnya. Sedangkan Slobin mengatakan bahwa yang dibawa lahir ini bukanlah pengetahuan seperangkat kategori linguistik yang semesta, seperti dikatakan oleh Chomsky. Prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang dibawa sejak lahir itulah yang memungkinkan seorang anak untuk mengolah data linguistik.

Kedua, faktor

perkembangan kognitif.

(10)

seseorang seiring dengan

perkembangan kognitifnya.

Keduanya memiliki hubungan yang komplementer. Pemerolehan bahasa dalam prosesnya dibantu oleh perkembangan kognitif, sebaliknya

kemampuan kognitif akan

berkembang dengan bantuan bahasa. Keduanya berkembang dalam lingkup interaksi sosial. Piaget berpendapat dalam Brainerd seperti dikutip Ginn (2006) mengartikan kognitif sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pengenalan berdasarkan intelektual dan merupakan sarana pengungkapan pikiran, ide, dan gagasan. Hubungannnya dengan mempelajari bahasa, kognitif memiliki keterkaitan dengan pemerolehan bahasa seseorang. Piaget (1955) memandang anak dan akalnya sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus menerus. Anak-anak sewaktu bergerak menjadi dewasa memperoleh tingkat pemikiran yang secara kualitatif berbeda, yaitu menjadi meningkat lebih kuat. Menurut Slobin (1977), perkembangan umum kognitif dan

mental anak adalah faktor penentu pemerolehan bahasa. Seorang anak belajar atau memperoleh bahasa pertama dengan mengenal dan mengetahui cukup banyak struktur dan fungsi bahasa, dan secara aktif ia berusaha untuk mengembangkan batas-batas pengetahuannya mengenai dunia sekelilingnya, serta mengembangkan keterampilan-keterampilan berbahasanya menurut strategi-strategi persepsi yang dimilikinya. Pemerolehan linguistik anak sudah diselesaikannya pada usia kira-kira 3-4 tahun, dan perkembangan bahasa selanjutnya dapat mencerminkan pertumbuhan kognitif umum anak itu.

Ketiga, faktor latar belakang sosial. Latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam pemerolehan bahasa anak. Semakin tinggi tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Sebaliknya semakin rendah tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin kecil pula peluang anggota

(11)

keluarga (anak) memperoleh bahasa. Hal lain yang turut berpengaruh adalah status sosial. Anak yang berasal dari golongan status sosial ekonomi rendah rnenunjukkan perkembangan kosakatanya lebih sedikit sesuai dengan keadaan keluarganya. Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga yang sederhana hanya mengenal lepat, ubi, radio, sawah, cangkul, kapak, atau pisau karena benda-benda tersebut merupakan benda-benda yang biasa ditemukannya dalam kehidupannya sehari-hari. Sedangkan anak yang berasal dari keluarga yang memiliki status ekonomi yang lebih tinggi akan memahami kosakata seperti mobil, televisi, komputer, internet, dvd player, laptop, game, facebook, ataupun KFC, karena benda-benda tersebut merupakan benda-benda yang biasa ditemukannya dalam kehidupannya sehari-hari. Perbedaan

dalam pemerolehan bahasa

menunjukkan bahwa kelompok

menengah lebih dapat

mengeksplorasi dan menggunakan bahasa yang eksplisit dibandingkan dengan anak-anak golongan bawah, terutama pada dialek mereka.

Kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang dapat dipahami penting intinya untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok sosial dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk memerankan kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu

berkomunikasi atau takut

menggunakannya.

Keempat, faktor keturunan meliputi: (a) Intelegensia. Pemerolehan bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensia yang dimiliki anak. Ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna sesuatu melalui pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ yang berbeda antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi IQ seseorang, semakin cepat memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya,

semakin lambat memperoh

bahasa. (b) Kepribadian dan Gaya/Cara Pemerolehan Bahasa. Kreativitas seseorang dalam merespon sesuatu sangat menentukan perolehan bahasa, daya bertutur dan

(12)

bertingkah laku yang menjadi kepribadian seseorang turut mempengaruhi sedikit banyaknya variasi-variasi tutur bahasa. Seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa pertama dalam otaknya, lengkap dengan semua aturan-aturannya. Bahasa pertama itu diperolehnya dengan beberapa tahap, dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa daribahasa orang dewasa.

Pengaruh pembelajaran pada urutan pemerolehan bahasa. Untuk dapat belajar bahasa Indonesia dengan baik, anak-anak hendaknya

juga memiliki kesiapan

psikolinguistik. Untuk dapat memiliki kesiapan psikolinguistik anak-anak hendaknya memperoleh kesempatan untuk paling tidak mendengar penggunaan bahasa Indonesia dilingkungan keluarganya. lebih baik lagi kalau dilingkungan keluarganya terdapat Koran, majalah, dan buku-buku dalam bahasa Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Pengaruh pembelajaran pada proses pemerolehan bahasa. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di

sekolah, khususnya bagi anak-anak di kelas rendah sekolah dasar ialah bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tentu juga mempunyai pengaruh yang paling besar dalam pemerolehan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kondisi yang sebaik-baiknya perlu diupayakan agar anak-anak memperoleh pengalaman berbahasa sebanyak –banyaknya dengan memperhatikan kaidah bahasa yang berlaku. Namun, perlu diingat jangan sampai pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menekankan pada penggunaan kaidah semata. Pemerolehan bahasa yang mendekati pemerolehan bahasa yang alami perlu di usahakan. Caranya dengan menggunakan konteks-konteks berbahasa yang sebenarnya, yang dekat dengan kehidupan anak. Misalnya saja dimunculkan topik-topik “menjaga adik”, “membantu ayah dan ibu”, silaturahmi dengan sanak famili”, “bermain bola”, dan sebagainya.

Pengaruh pembelajaran pada kecepatan pemerolehan bahasa. Long (1983) lewat Freeman dan Long (1991) mengkaji sebelas hasil

(13)

penelitian tentang capaian belajar bahasa kedua, yang menggunakan tiga kelompok belajar yaitu yang memperoleh pembelajaran saja, yang memperoleh pembelajaran dan juga berada dalam lingkungan yang menggunakan bahasa yang dipelajari , dan yang memperoleh bahasa secara alami tanpa pembelajaran di sekolah. Ia menemukan, enam penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menerima pembelajaran bahasa di sekolah mengalami perkembangan pemerolehan bahasa lebih cepat.

Perkembangan Bahasa Anak Menurut Aitchison dalam Harras dan Andika (2009: 50-56), tahap kemampuan bahasa anak terdiri atas hal-hal berikut.

Tahap Perkembangan Bahasa Usia Menangis Lahir Mendekur 6 minggu Meraban 6 bulan

Pola intonasi 8 bulan

Tuturan satu kata 1 tahun

Tuturan dua kata 18 bulan

Infleksi kata 2 tahun

Kalimat tanya dan ingkar

2 ¼ tahun

Konstruksi yang jarang dan kompleks

5 tahun

Tuturan yang matang 10 tahun

(1) Menangis. Menangis pada bayi ternyata memiliki beberapa tipe makna. Ada tangisan untuk minta minum, minta makan, kesakitan, dan sebagainya. Tangisan merupakan komunikasi yang bersifat instingtif seperti halnya sistem panggil pada binatang. Hasil penelitian membuktikan bahwa makna tangisan itu bersifat universal. (2) Mendekur. Fase yang mirip dekuran merpati ini dimulai saat anak berusia sekitar enam minggu. Mendekur sebenarnya sulit dideskripsikan. Bunyi yang dihasilkannya mirip dengan bunyi vokal, tetapi hasil penelitian

menggunakan spektogram

menunjukkan bahwa hasil bunyi itu tidak sama dengan bunyi vokal yang dihasilkan orang dewasa. Beberapa buku menyebut fase ini sebagai

(14)

pun bersifat universal. (3) Meraban. Secara bertahap, bunyi konsonan akan muncul pada waktu anak mendekur, dan ketika usia anak mendekati enam bulan, ia memasuki fase meraban. Secara impresif anak menghasilkan vokal dan konsonan secara serentak. Awalnya, ia mengucapkan sebagai suku kata, tetapi akhirnya vokal dan konsonan itu menyatu. Pada fase meraban, anak menikmati eksperimennya dengan mulut dan lidahnya, sehingga fase ini merupakan fase pelatihan bagi alat ucap. Bunyi yang biasanya dikeluarkan berupa mama, papapa, dan dadada. (4) Pola Intonasi. Anak-anak mulai menirukan pola-pola intonasi sejak usia delapan atau sembilan bulan. Hasil tuturan anak mirip dengan tuturan ibunya. Anak tampaknya menirukan tuturan orang tuanya tetapi hasilnya tidak dipahami oleh orang sekelilingnya. Ibu-ibu sering mengidentifikasikan bahwa anaknya menggunakan intonasi tanya dengan nada tinggi pada akhir kalimatnya, sehingga orang tua sering melatih anaknya berbicara dengan bertanya "Kamu mau apa?" dan sebagainya. (5) Tuturan satu kata.

Sekitar umur dua belas sampai delapan belas bulan anak mulai mengucapkan tuturan satu kata. Jumlah kata yang diperoleh anak bervariasi. Lazimnya, rata-rata anak memperoleh sekitar lima belas kata. Kata-kata yang biasanya dituturkan misalnya papa, mama, bobo, meong, dan sebagainya. (6) Tuturan dua kata. Ciri yang paling menonjol dalam fase ini ialah kenaikan kosakata anak yang muncul secara drastis. Ketika usianya menginjak dua setengah tahun, kosakatanya mencapai hampir ratusan kata. Pada awal tahap dua kata ini tuturan anak cenderung disebut telegrafis. Ia berbicara seperti orang mengirim telegram, yakni hanya kata-kata penting saja yang disampaikan. Tuturan yang awalnya

Ani susu berubah menjadi Ani mau

minum susu. (7) Infleksi kata.

Kata-kata yang awalnya dianggap remeh oleh anak akhirnya dimunculkan juga. Dalam bahasa Indonesia, kata yang biasanya muncul ialah afiks, misalnya anak sebelumnya hanya mengatakan Kakak mukul adik menjadi Kakak memukul adik atau Adik dipukul kakak. Dalam tahap ini pun anak mulai memperoleh kata

(15)

majemuk, seperti orang tua, namun pemerolehan tersebut tidaklah signifikan karena kemampuan setiap anak bervariasi. (8) Kalimat tanya dan ingkar. Dalam bahasa Indonesia, anak mulai memperoleh kalimat tanya seperti apa, siapa, dan kapan pada kalimat seperti Apa ini?, Siapa orang itu?, dan Kapan ayah pulang?, sedangkan kalimat ingkar biasanya berupa kalimat-kalimat seperti Kakak tidak nakal, Saya tidak mau makan,

Kue ini tidak enak, dan Ini bukan

punya adik. (9) Konstruksi yang

jarang atau kompleks. Pada usia lima tahun, anak secara mengesankan memperoleh bahasa yang terus berlanjut meskipun agak lamban. Tuturan anak usia lima tahun berbeda dengan tuturan atau tata bahasa orang dewasa, tetapi mereka tidak menyadari kekurangan mereka itu. Mereka selalu menganggap bahwa tuturannya sama dengan orang dewasa dan akan selalu

menyamakannya. Dalam tes

pemahaman, anak-anak siap untuk mengerjakan dan menafsirkan struktur yang diberikan kepadanya, tetapi sering mereka menafsirkannya secara keliru. Hal tersebut tampak

dalam kalimat majemuk setara atau kalimat majemuk bertingkat yang biasanya mereka tuturkan seperti Ali dan kakaknya pergi ke sekolah meskipun hujan. Tahap inilah yang dianggap tahap rumit dalam fase perkembangan bahasa anak. (10) Tuturan matang. Perbedaan tuturan anak-anak dengan orang dewasa secara perlahan akan berkurang ketika usia anak semakin bertambah. Ketika usianya mencapai sebelas tahun, anak mampu menghasilkan kalimat perintah yang sama dengan kalimat perintah orang dewasa, misalnya Tolong ambilkan buku itu!. Ketika meningkat usia pubertas, perkembangan bahasa anak dikatakan sudah lengkap. Tentu saja ia akan terus mengembangkan perbendaharaan kosakatanya, dan kaidah tata bahasanya pun akan berubah.

Pada tahap perkembangan bahasa anak yang telah dijelaskan seblumnya, maka peran guru sangat berpengaruh pada tahap konstruksi yang jarang atau kompleks pada usia lima tahun karena anak secara mengesankan memperoleh bahasa yang terus berlanjut meskipun agak

(16)

lamban. Tuturan anak usia lima tahun berbeda dengan tuturan atau tata bahasa orang dewasa, tetapi mereka tidak menyadari kekurangan mereka itu. Mereka selalu menganggap bahwa tuturannya sama dengan orang dewasa dan akan selalu

menyamakannya. Dalam tes

pemahaman, anak-anak siap untuk mengerjakan dan menafsirkan struktur yang diberikan kepadanya, tetapi sering mereka menafsirkannya secara keliru. Seperti kalimat Dina dan adiknya pergi ke rumah nenek

meskipun hujan. Serta tuturan

matang pada usia 10 tahun. Perbedaan tuturan anak-anak dengan orang dewasa secara perlahan akan berkurang ketika usia anak semakin bertambah. Ketika usianya mencapai sebelas tahun, anak mampu menghasilkan kalimat perintah yang sama dengan kalimat perintah orang dewasa, misalnya Tolong bukakan botol ini!. Ketika meningkat usia pubertas, perkembangan bahasa anak dikatakan sudah lengkap. Tentu saja ia akan terus mengembangkan perbendaharaan kosakatanya, dan kaidah tata bahasanya pun akan berubah. Perkembangan tersebut

akan dipengarugi oleh keluarga, lingungan sekolah dan rumahnya. Karena sekolah adalah tempat yang kedua seorang siswa banyak bersosialisasi dengan guru maka guru sangat berperan aktif dalam perkembangan bahasa anak. Guru akan mengajarkan bahasa yang baik dan bertutur yang baik karena guru merupakan pusat serta sumber pembelajaran bagi anak di sekolah.

Menurut Tarigan (1988) salah satu perluasan bahasa sebagai alat komunikasi yang harus mendapat perhatian khusus di sekolah dasar adalah pengembangan baca tulis (melek huruf). Perkembangan baca tulis anak akan memanjang serta memperluas pengungkapan maksud-maksud pribadi si anak, misal melalui penulisan catatan harian, menulis surat, jadwal harian dsb. Dengan demikian perkembangan baca tulis di sekolah dasar memberikan cara-cara yang mantap menggunakan bahasa dalam komunikasi dengan orang lain dan juga dengan dirinya sendiri.

Pada masa perkembangan selanjutnya, yakni pada usia remaja, terjadi perkembangan bahasa yang

(17)

penting. Periode ini menurut Gielson (1985) merupakan unsur yang sensitif untuk belajar bahasa. Remaja menggunakan gaya bahasa yang khas dalam berbahasa, sebagai bagian dari terbentuknya identitas diri. Akhirnya pada usia dewasa terjadi perbedaan-perebedaan yang sangat besar antara individu yang satu dengan yang lain dalam hal perkembangan bahasanya. Hal ini bergantung pada tingkat pendidikan, peranan dalam masyarakat dan jenis pekerjaan.

PENUTUP Simpulan

Pemerolehan bahasa

merupakan proses manusia

mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan

menggunakan kata untuk

pemahaman dan komunikasi. Pada pembelajaran pemerolehan anak sudah menjadi keharusan bagi orang tua, pendidik, dan lingkungan masyarakat untuk bekerja bersama-sama memberikan kontribusi secara aktif dan positif dalam membentuk kualitas anak yang cerdas baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya. Faktor yang

mempengaruhi pemerolehan bahasa adalah faktor biologis, lingkungan sosial, intelejensi, dan faktor motivasi. Serta strategi dalam pemerolehan bahasa anak adalah mengingat, meniru, mengalami langsung, dan bermain.

Sedangkan perkembangan

pemerolehan bahasa akan

dipengarugi oleh keluarga, lingungan sekolah dan rumahnya. Karena sekolah adalah tempat yang kedua seorang siswa banyak bersosialisasi dengan guru maka guru sangat berperan aktif dalam perkembangan bahasa anak. Guru akan mengajarkan bahasa yang baik dan bertutur yang baik karena guru merupakan pusat serta sumber pembelajaran bagi anak di sekolah. Guru juga bertanggung jawab dalam perkembangan bahasa yang telah diperoleh dalam awak (bahasa pertama). Anak-anak belajar berkomunikasi dengan orang lain lewat berbagai cara. Meskipun cara anak yang satu dengan yang lain berbeda, ada hal-hal yang umum yang terjadi pada hampir setiap anak. Pengetahuan tentang hakikat perkembangan bahasa anak, perkembangan bahasa lisan dan tulis

(18)

yang terjadi pada mereka, dan perbedaan individual dalam pemerolehan bahasa sangat penting bagi pelaksanaan pembelajaran bahasa anak, khususnya pada waktu mereka belajar membaca dan menulis permulaan. Sehingga

Perkembangan bahasa atau

komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya. Itulah sebabnya calon guru sekolah dasar perlu menguasai berbagai konsep yang terkait dengan perkembangan dan pemerolehan bahasa anak.

Saran

Diharapkan kepada guru-guru di Sekolah Dasar untuk lebih

memperhatikan proses

perkembangan dan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan tersebut dapat diberdayakan melalui proses pembelajaran di kelas serta di lingkungan sekolah. Semoga semua guru di Sekolah Dasar memiliki tingkat kepekaan dan kecerdasan yang tinggi dalam meningkatkan

perkembangan dan pemerolehan bahasa anak.

DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik

Kajian Teoritik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Faisal, Muhammad. 2009. Kajian

Bahasa Indonesia SD.

Jakarta. Departemen

Pendidikan Nasional.

Hartati, Tatat dkk. 2006. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

di Kelas Rendah. Bandung:

UPI Pres.

Resmini N dkk. 2006. Pembinaan

dan Pengembangan

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: UPI P.

Santosa P dkk. 2005. Materi dan

Pembelajaran Bahasa

Indonesia SD. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.

Soenjono, Dardjowidjojo. 2003.

Psikolinguistik (Pengantar

Pemahaman Bahasa Manusia). Jakarta: Unika Atma Jaya. Zuchdi, Darmiyati. 2001. Pendidikan

Sastra dan Bahasa Indonesia kelas rendah. Yogyakarta: PAS.

Referensi

Dokumen terkait

Target sistem dari tugas akhir ini adalah pengisian baterai aki menggunakan solar panel yang bisa mendeteksi intensitas cahaya dan bisa bergerak mengarah ke cahaya matahari

Proses pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan model Thiagarajan 4-D ( define, design, development dan disseminate ) yang dimodifikasi

Puji syukur Alhamdulilah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih serta penyayang yang telah melimpahkan segala nikmat dan karunia-Nya kepada

Sesungguhnya pendekatan pembelajaran yang menyenangkan dalam perspektif pendidikan Islam bukanlah merupakan hal yang baru.. Tetapi sudah ada dan sudah dipratekkan sejak zaman

Akhirnya KPPU memproses perkara ini dengan dugaan awal terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 19 huruf a (menolak dan atau menghalangi pelaku usaha untuk melakukan kegiatan

Menurut Nursing Interventions Classification intervensi yang diberikan pada klien masalah keperawatan bersihan jalan tidak efektif yaitu: peningkatan manajemen batuk yaitu:

Kesimpulan: Dua belas komponen CSR yang dinilai kepada 73 syarikat-syarikat kimia dalam LSL menunjukkan bahawa tahap penerapan dan pelaksanaan CSR adalah rendah terutamanya

Indikator-indikator untuk tujuan kemampuan perilaku di atas, dapat membantu kita dalam memetakan strategi yang tepat dan sesuai dengan tuntutan model. Penentuan