• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi 2-Feniletil Heptanoat untuk Meningkatkan Sensitivitas Antibiotik INH, SM Dan ETA terhadap M.tuberculosis Strain H37rv

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi 2-Feniletil Heptanoat untuk Meningkatkan Sensitivitas Antibiotik INH, SM Dan ETA terhadap M.tuberculosis Strain H37rv"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi 2-Feniletil Heptanoat untuk Meningkatkan Sensitivitas Antibiotik INH, SM Dan ETA terhadap M.tuberculosis Strain H37rv

Arfiani Nur*, Firdausa, Ahyar Ahmadb

*

Alamat korespondensi e-mail: arfiahanum@yahoo.com a,b

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin

Abstrak. Sintesis 2-feniletil heptanoat dengan tujuan untuk digunakan dalam upaya

meningkatkan sensitivitas antibiotik INH, SM dan ETA terhadap M. tuberculosis strain

H37Rv telah dilakukan. Senyawa 2-feniletil heptanoat disintesis melalui reaksi fisher antara asam heptanoat dan 2-feniletanol dengan perbandingan mol 1:2, 2:1 dan 3:1. Karaktesisasi senyawa dilakukan menggunakan refraktometer, FTIR dan H-NMR. Peningkatan sensitivitas

antibiotik INH, SM dan ETA terhadap M. tuberculosis ditentukan dengan mengukur MIC

pada 9 variasi konsentrasi menggunakan medium MGIT. Pengamatan dilakukan setiap hari mulai dari hari ke-3 sampai hari ke-14. Di dalam sintesis, rendamen reaksi yang terbaik diperoleh pada perbandingan mol reaktan 2:1, yaitu 24,41% produk berupa larutan tidak berwarna dengan indeks bias 1,4861. Senyawa 2-feniletil heptanoat tersebut terbukti dapat meningkatkan sensitivitas antibiotik INH dan SM dengan nilai MIC SM 0,5 μg/mL; INH 1 μg/mL yang dikombinasikan dengan 2-feniletil heptanoat 0,1 mM.

Kata kunci: 2-feniletil heptanoat, M. tuberculosis, esterifikasi, MIC.

Abstract. Synthesis of 2-phenylethyl heptanoat in order to be used in an effort to increase the

sensitivity of antibiotics INH, SM and ETA against M. tuberculosis strain H37Rv was done.

phenylethyl heptanoat compounds synthesized by esterification heptanoat acid and

2-feniletanol using H2SO4 catalyst mole ratio 1:2, 2:1 and 3:1. Characterization of compounds

made using a refractometer, FTIR and H-NMR. Increased antibiotic sensitivity INH, SM and

ETA against M. tuberculosis is done by measuring the MIC with 9 variations each

concentration using MGIT medium. Observations were made every day from day 3 to day 14. The results of the synthesis of 2-phenylethyl heptanoat obtained form a colorless solution. Synthesis is best done on a mole ratio of 2:1 with a yield of 24.41%, reflux temperature of

86oC and the refractive index of 1.4861. The compound 2-phenylethyl heptanoat shown to

increase antibiotic sensitivity of INH and SM to SM MIC value 0.5 mg / mL; INH 1 mg / mL in combination with 2-phenylethyl heptanoat 0.1 mM.

Keywords: 2-phenylethyl heptanoat, M. tuberculosis, esterification, MIC

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TBC) menyebabkan dua juta kasus kematian setiap tahun dalam skala global, dan sepertiga populasi global terinfeksi oleh penyakit ini. Agen penyebab

TBC adalah Mycobacterium tuberculosis

yang mudah menyebar lewat penularan di udara melalui batuk, tawa, dan bersin

(WHO, 2006). Menurut data WHO (World

Health Organization) yang dirilis tahun 2010

Indonesia menempati urutan ketiga yang memiliki penduduk penderita TBC terbesar di dunia.

Sebagian besar obat yang digunakan

tergolong prodrug. Prodrug adalah turunan

bioreversibel molekul obat yang mengalami

transformasi enzimatik/kimia secara in vivo

untuk melepaskan senyawa aktif obat yang

kemudian dapat menimbulkan efek

(2)

obat yang disetujui di seluruh dunia

tergolong prodrug (Rautio dkk., 2008).

Tuberkulosis diobati dengan 5 atau 6 obat utama yang disebut lini pertama, diantaranya adalah rifampisin, isoniazid (IHN), pirazinamid dan streptomisin. Jika

bakteri M. tuberculosis resisten terhadap

obat lini pertama disebut juga MDR (Multi

drug resistance), maka ada obat lini ke dua,

diantaranya quinolone, sikloserin,

kanamisin dan etionamid (ETA). Pada

bulan September 2006, WHO

mengumumkan bahwa dunia kini menghadapi jenis kuman TBC baru yang

disebut XDR (extreme drug resistance),

yaitu kuman MDR yang juga kebal terhadap 3 atau lebih obat lini ke dua (Aditama, 2006).

Resistensi ini memacu perkembangan penelitian obat antituberkulosis, dan melalui

penelitian-penelitian telah ditemukan

senyawa ester prodrug yang dapat berfungsi

sebagai antituberkulosis dengan konsentrasi daya hambat ± 90 % (Foroumadi dkk., 2006,

Mao dkk., 2010). Beberapa kasus

menunjukkan bahwa orang yang menderita HIV akan lebih mudah lagi terinfeksi bakteri

M. tuberculosis. Untuk itu, telah

dikembangkan juga suatu prodrug yang

mengandung antituberkulosis dan anti HIV

yang merupakan ester prodrug dengan daya

hambat 90 % (Chung dkk., 2008). Suatu ester tertentu dapat berperan sebagai obat antituberkulosis baik dalam bentuk ester sebenarnya maupun dalam bentuk kombinasi dengan obat antituberkulosis lainnya.

Senyawa 2-feniletil butirat dan

etionamid diketahui dapat menghambat

pertumbuhan bakteri M. tuberculosis H37Rv.

Pada M. tuberculosis, EthR mengikat

operator spesifik (OethR) sehingga dapat

menahan EthA dan mencegah konversi

katalis EthA pada prodrug etionamid (Weber

dkk., 2008). Di dalam penelitian ini,

dilakukan sintesis senyawa 2-feniletil

heptanoat untuk meningkatkan sensitivitas

antibiotik terhadap bakteri M. tuberkulosis

dimana antibiotik yang digunakan tergolong obat lini pertama yaitu isoniazid (INH) dan

streptomisin dan lini kedua yaitu etionamid (ETA).

Sintesis 2-feniletil heptanoat melalui esterifikasi langsung campuran 2-feniletanol dan sikloheksanol dengan asam heptanoat

menggunakan 4,5-dikloro-2-[(4-nitrofenil)

sulfonil]piridazin3(2H)-one sebagai aktivator telah dilakukan oleh Kim dkk. pada tahun 2004; akan tetapi, dalam penelitian ini dilakukan sintesis 2-feniletil heptanoat dengan esterifikasi Fischer di mana 2-feniletanol ditambah dengan asam heptanoat dengan katalis asam sulfat. Reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan, reaksi

dapat digeser ke kanan dengan

menambahkan asam heptanoat berlebih (Hart dkk., 2003).

METODE PENELITIAN Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah asam heptanoat 96% p.a (SIGMA Aldrich), 2-feniletanol p.a (Merck), H2SO4 p.a., NaHCO3 5%, Na2SO4, akuades, isoniazid, streptomisin, etionamid

(Aldrich), BD BBLTM MGITTM AST SIRE

System, medium midlebrook dan kultur M.

tuberculosis H37Rv.

Alat Penelitian

Alat-alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah labu alas bulat leher

tiga, kondensor, termometer 100oC,

thermometer 200oC, aspirator air, penangas

air, penangas minyak, statif + klem, neraca

analitik, refraktometer ATAGO, FTIR

SHIMADZU, NMR JEOL, heating stirrer,

pipet mikro, lampu UV, almari steril, inkubator, dan alat-alat gelas yang umum digunakan dalam laboratorium.

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei 2012 di Laboratorium Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Hasanuddin, Laboratorium Mikrobiologi

(3)

dan Laboratorium NEHCRI RS Wahidin Sudirohusodo Universitas Hasanuddin

Sintesis 2-feniletil heptanoat

Sebanyak 0,050 mol (5,99 mL) 2-feniletanol, 0,100 mol (14,15 mL) asam

heptanoat, dan 20 tetes H2SO4 pekat

dimasukkan ke dalam labu alas bulat leher tiga yang dilengkapi dengan kondenser udara

dan termometer 100 oC. Campuran diaduk

dan direfluks selama 1 jam. Campuran

didinginkan dalam ice bath, dicuci dengan

20 mL aquadest kemudian dengan 20 mL

NaHCO3 5 %, dikeringkan dengan Na2SO4,

didekantasi lalu didestilasi vakum dengan dialiri gas N2. Distilat yang diperoleh diukur indeks biasnya dengan refraktometer. Hasil yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer FTIR dan H-NMR. Prosedur ini diulangi dengan menggunakan perbandingan mol reaktan yang berbeda.

Inokulum M. tuberculosis

M. tuberculosis H37Rv diperoleh dari American Type Culture Collection (Rockville, Md.). Semua kultur akan ditumbuhkan pada media cair Middlebrook 7H9 (Difco Laboratories, Detroit, Mich.) dengan kompleks asam oleat-bovine serum albumin dextrose catalase (OADC) (Difco) pada suhu 37°C, dan diagitasi kuat sekali

sehari. Untuk inokulum diibuat suspensi M.

tuberculosis dalam NaCl 0.85 pada turbiditas Standar No. 1 McFarland (OD 0,257 pada 600 nm) yang mengadung

sekitar 3 x 108 CFU/ml.

Metode Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

Uji dengan media MGIT diawali dengan memberi label pada 9 tabung MGIT yang telah berisi masing-masing 4 mL BBL Middlebrook 7H9 Broth ditambah 500 μL OADC dan 500 μL inokulum. Tabung A ditambahkan 1 mL DMSO, tabung B ditambah dengan 450 μL SM 10 μg/mL dan 550 μL DMSO (konsentrasi akhir SM 0,75 μg/mL), tabung C ditambah dengan 600 μL

SM 10 μg/mL dan 400 μL DMSO (konsentrasi akhir SM 1 μg/mL), tabung D

ditambah dengan 0,12 μL 2-feniletil

heptanoat dan 1 mL DMSO (konsentrasi akhir 2-feniletil heptanoat 0,1 mM), tabung E ditambah dengan 450 μL SM 10 μg/mL, 550 μL DMSO dan 0,12 μL 2-feniletil heptanoat (konsentrasi akhir 2-feniletil heptanoat 1 mM; SM 0,75 μg/mL), tabung F ditambah dengan 600 μL SM 10 μg/mL, 400 μL DMSO dan 0,12 μL 2-feniletil heptanoat (konsentrasi akhir 2-feniletil heptanoat 1 mM; SM 1 μg/mL), tabung G ditambah dengan 0,23 μL 2-feniletil heptanoat dan 1 mL DMSO (konsentrasi akhir 2-feniletil heptanoat 0,2 mM), tabung H ditambah dengan 450 μL SM 10 μg/mL, 550 μL DMSO dan 0,23 μL 2-feniletil heptanoat (konsentrasi akhir 2-feniletil heptanoat 0,2 mM; SM 0,75 μg/mL), tabung I ditambah dengan 600 μL SM 10 μg/mL, 400 μL DMSO dan 0,23 μL 2-feniletil heptanoat (konsentrasi akhir 2-feniletil heptanoat 0,2 mM; SM 1 μg/mL). Tabung selanjutnya ditutup rapat, dikocok, bagian luar tabung

dibersihkan dengan desinfektan

tuberkulosidal, dan diinkubasi pada

temperatur 37°C. Pengamatan dilakukan dengan mengamati tabung MGIT di bawah sinar UV, pertumbuhan bakteri dapat dilihat dengan adanya fluorosensi tabung di bawah sinar UV akibat berkurangnya kadar oksigen di dalam tabung yang diakibatkan oleh pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis H37Rv. Pengamatan dilakukan setiap hari mulai hari ke-3 sampai hari ke-14. Setelah itu dilakukan pewarnaan untuk memastikan yang tumbuh adalah bakteri TB. Dilakukan hal yang sama untuk INH konsentrasi akhir 1 dan 2 μg/mL dengan konsentrasi 2-feniletil heptanoat 0,1 mM dan 0,2 mM. Untuk ETA konsentrasi akhir 0,5 dan 0,75 μg/mL dengan konsentrasi 2-feniletil heptanoat 1mM dan 2

mM.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis 2-feniletil heptanoat

(4)

Sintesis 2-feniletil heptanoat dilakukan dengan mereaksikan 2-feniletanol dengan asam heptanoat sebagai reaktan pembatas. Sebagai katalis digunakan asam sulfat. Pertama-tama dilakukan sintesis 2-feniletil heptanoat dari 0,05 mol (5,99 mL) 2-feniletanol ditambahkan dengan 0,1 mol (14,15 mL) asam heptanoat kemudian di refluks dengan pendidihan campuran selama

1 jam. Suhu refluks 79oC. Hasil refluks

berupa larutan tidak berwarna. Hasil reflux

kemudian didinginkan dengan ice bath.

Larutan berubah menjadi agak keruh kemungkinan disebabkan oleh adanya asam lemak dalam hal ini asam heptanoat yang membeku. Kemudian dicuci dengan akuades

dan NaHCO3 5 % masing-masing 4 x 5 mL

untuk menghilangkan sisa asam. Lalu

dikeringkan dengan Na2SO4 untuk

menghilangkan air yang terbentuk. Setelah dimurnikan dengan distilasi vakum dengan dialiri gas N2 dan dikarakterisasi dengan refraktometer, FTIR dan H-NMR diperoleh rendemen sebesar 19,19 %.

Sintesis dengan perbandingan mol 2:1

Sintesis 2-feniletil heptanoat dari 0,1 mol (12 mL) 2-feniletanol ditambahkan dengan 0,05 mol (7,08 mL) asam heptanoat kemudian di refluks dengan pendidihan selama 1 jam. Berbeda dengan sintesis sebelumnya, pada sintesis ini suhu refluks 86 o

C sedikit lebih tinggi kemungkinan karena terbentuknya ikatan hidrogen baik itu intra maupun antar molekul 2-feniletanol dengan asam heptanoat sehingga suhu didihnya meningkat. Setelah dimurnikan dengan distilasi vakum dengan dialiri gas N2 dan

dikarakterisasi dengan refraktometer,

diperoleh rendemen sebesar 24,41 %.

Sintesis dengan perbandingan mol 3:1

Sintesis 2-feniletil heptanoat dari 0,15 mol (18 mL) 2-feniletanol ditambahkan dengan 0,05 mol (7,08 mL) asam heptanoat kemudian di refluks selama 1 jam. Refluks dilakukan tanpa pendidihan. Suhu reflux 74

o

C. Jika dibandingkan dengan 2

perbandingan mol sebelumnya, mulai

menghitung waktu refluks pada

perbandingan mol ini lebih cepat. Pada perbandingan mol 1:2 dan 2:1 suhunya cenderung naik terus sehingga pemanas harus diatur sedangkan suhu refluks untuk perbandingan mol 3:1 sangat stabil. Suhu refluks rebih rendah dibandingkan dengan 2 perbandingan mol sebelumnya kemungkinan

disebabkankan oleh campuran lebih

terpengaruh oleh 2-feniletanol yang

jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan asam heptanoat, sedangkan kita ketahui bahwa titik didih 2-feniletanol lebih rendah dibandingkan titik didih asam heptanoat. Setelah dimurnikan dengan distilasi vakum

dengan dialiri gas N2 dan dikarakterisasi

dengan refraktometer diperoleh rendemen sebesar 23,33 %.

Pemurnian dan karakterisasi Pemurnian

Pemurnian dilakukan dengan distilasi vakum dan dialiri gas N2. Penangas yang digunakan adalah penangas minyak karena titik didih senyawa hasil sintesis tinggi yaitu

322 oC begitu juga dengan asam heptanoat

dan 2-fenil etanol sebagai reaktan titik

didihnya juga diatas 200 oC. Distilasi

dilakukan dalam keadaan vakum untuk menurunkan titik didih senyawa hasil sintesis. Pada distilasi ini juga dialiri dengan gas N2 untuk mencegah terjadinya oksidasi, memicu naiknya uap ke kondensor dan

mencegah bumping. Kondensor yang

digunakan adalah kondensor udara.

Distilat yang dihasilkan untuk

sintesis dengan perbandingan mol 1:2, ada 4

dengan suhu uap mulai dari 42-50 oC.

Selanjutnya 3 distilat dikarakterisasi dengan

refraktometer. Distilat pertama tidak

dikarakterisasi karena dianggap pengotor yang kemungkinan adalah air dan/atau sisa agen pengering dan/atau kelebihan asam

heptanoat. Pada sintesis dengan

perbandingan mol 2:1, ada 6 distilat yang

(5)

400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2400 2800 3200 3600 4000 4400 1/cm 22.5 30 37.5 45 52.5 60 67.5 75 82.5 90 %T 30 62 .9 6 30 28 .2 4 29 54 .9 5 29 27 .9 4 28 60 .4 3 23 49 .3 0 23 08 .7 9 17 35 .9 3 16 41 .4 2 16 04 .7 7 15 46 .9 1 14 96 .7 6 14 58 .1 8 14 19 .6 1 13 84 .8 9 13 54 .0 3 12 34 .4 4 1205 .5 1 11 66 .9 3 11 05 .2 1 10 53 .1 3 10 12 .6 3 90 8. 47 82 5. 53 74 8. 38 70 0. 16 57 2. 86 49 5. 71 35 1. 04 Destilat 4

keenam distilat ini di karakterisasi dengan

refraktometer. Pada sintesis dengan

perbandingan mol 3:1, ada 8 distilat yang

dihasilkan dengan suhu uap 55-100 oC.

Distilat 1-4 suhu uap mengalami

peningkatan mulai dari 55-100 oC, namun

suhu mulai turun pada distilat 5-8. Suhu sangat stabil pada distilat 7 dan 8 yaitu pada

91 oC dan 86 oC. 5 distilat terakhir kemudian

di karakterisasi dengan refraktometer.

Karakterisasi

Identifikasi dilakukan dengan

pengukuran indeks bias karena titik didih fraksi tidak dapat ditentukan dengan pasti karena tekanan tidak dapat diukur. Tiga

distilat hasil sintesis dengan perbandingan mol 2:1 dikarakterisasi dengan mengukur indeks biasnya menggunakan refraktometer. Hasilnya berturut-turut distilat 2: 1,4577; distilat 3: 1,4578; distilat 4: 1,4770

masing-masing pada 20oC . Jika dibandingkan

dengan teori, yang paling mendekati adalah distilat 4. Secara teori indeks bias 2-feniletil

heptanoat adalah 1,4827 pada 20 oC. Distilat

2 dan 3 kemungkinan adalah asam heptanoat karena indeks biasnya mendekati asam heptanoat. Hal ini kemudian diperjelas dengan alat FTIR dimana pada distilat 2 dan 3 terdapat pelebaran puncak didaerah

bilangan gelombang diatas 3000 cm-1 yang

menandakan adanya gugus hidroksil asam heptanoat. Pada distilat 4 kita dapat melihat karakteristik dari 2-feniletil heptanoat

Gambar 1. Spektrum IR dari senyawa hasil sintesis 2-feniletil heptanoat Gugus karbonil (C=O) karakteristik untuk

ester memberikan pita serapan pada bilangan

gelombang 1737,86 cm-1 dengan intensitas

paling kuat; untuk gugus C-O karakteristik untuk ester memberikan pita serapan pada

bilangan gelombang 1166,93 cm-1 dengan

intensitas kuat; untuk gugus C=C aromatik memberikan pita serapan pada bilangan

gelombang 1604,77 cm-1 dengan intensitas

lemah.

Pita serapan yang muncul pada bilangan gelombang diatas 3000 cm-1 menandakan adanya

gugus C-H aromatik. Analisis distilat 4 kemudian dengan H-NMR menggunakan pelarut metanol (CD3OD) memberikan hasi; sebagai berikut:

O C O 1166,93 1737,86 3028,24 1604,77

(6)

Gambar 2. Spektrum H-NMR dari senyawa hasil sintesis 2-feniletil heptanoat Puncak A dengan δ 0,8961 ppm; memiliki

multiplisitas triplet dengan integral 3 sesuai gugus metil. Puncak B dengan δ 1,2658 ppm; memiliki multiplisitas multiplet dengan integral 7,823 sesuai 3 gugus metilen. Puncak C dengan δ 1,5498 ppm; memiliki multiplisitas multiplet dengan integral 2,655 sesuai gugus metilen ( –CH2-) yang berdekatan dengan gugus metilen dekat gugus karbonil. Puncak D dengan δ 2,2710 ppm; memiliki multiplisitas triplet dengan integral 2,643 sesuai gugus metilen dekat gugus karbonil. Puncak F dengan δ 2,9248 ppm memiliki multiplisitas triplet dengan integral 2,174 sesuai gugus metilen yang

berikatan dengan benzen. Puncak E

merupakan pelarut (CD3OD). Puncak

ketujuh dengan δ 4,2738 ppm memiliki multiplisitas triplet dengan integral 2,167 sesuai gugus metilen yang terikat dengan – O-C=O, δ jauh lebih besar dibandingkan puncak F dikarenakan H terikat pada O yang berikatan dengan gugus C=O dimana H

tersebut semakin tidak terlindungi

(Deshelding) karena adanya induksi O yang cukup besar dan juga adanya delokalisasi

elektron. Puncak kedelapan menunjukkan

H2O yang muncul kemungkinan karena

adanya pengaruh pelarut. Puncak G dengan δ diatas 7 merupakan ciri khas benzen dengan multiplisitas multiplet. Konstanta kopling tidak dapat dihitung karena banyaknya

puncak yang overlap. Untuk puncak lengkap

dengan perbesarannya lihat .

Perbandingan Mol Reaktan-reaktan yang Optimal

Senyawa 2-feniletil heptanoat

diperoleh dari reaksi esterifikasi asam heptanoat dan 2-fenil etanol. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan dimana reaksi akan bergeser ke kanan jika salah satu reaktan ditambahkan berlebih dalam hal ini yang dapat ditambahkan berlebih adalah asam heptanoat atau 2-fenil etanol.

Perbandingan mol reaktan-reaktan yang optimal ditentukan dengan melihat rendemen yang diperoleh. Rendemen yang

diperoleh untuk sintesis dengan

perbandingan mol 1:2 adalah 19,19%. Pada O C O A B B B C D E F G A B C D E F G

(7)

sintesis ini yang ditambahkan berlebih

adalah asam heptanoat. Rendahnya

rendemen yang diperoleh disebabkan oleh reaksi esterifikasi yang merupakan reaksi reversible jadi kemungkinan reaksinya balik saat pencucian dan pegeringan larutan hasil refluks. Selain itu, pada saat pencucian

dengan NaHCO3, sebagian larutan terbuang

karena penambahan NaHCO3 menghasilkan

gas CO2 sehingga pada saat CO2 dikeluarkan maka larutan hasil refluks ada yang ikut terbuang.

Rendemen yang diperoleh untuk sintesis dengan perbandingan mol 2:1 adalah 24,41%. Pada sintesis ini yang ditambahkan berlebih adalah 2-fenil etanol. Rendemen reaksi pada perbandingan mol reaktan ini tampak masih rendah meski sudah lebih tinggi dari perbandingan mol reaktan

sebelumnya. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh kelebihan 2-fenil etanol dalam campuran hasil refluks lebih mudah

terpisah dibandingkan asam heptanoat

sehingga lebih kecil kemungkinan reaksi balik.

Jika perbandingan mol dinaikkan menjadi 3:1, rendemen yang diperoleh turun menjadi 23,33%. Penurunan rendemen pada perbandingan mol ini tidak terlalu signifikan dibandingkan pada perbandingan mol 2:1. Kemungkinan kesalahan terjadi pada saat distilasi karena perbedaan suhu uap yang kecil antara distilat sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari indeks bias distilat 7 yaitu 1,4960 dibandingkan indeks bias distilat 8 yang dihitung sebagai senyawa hasil sintesis yaitu 1,4871. Jadi perbandingan mol optimal adalah yang dapat menghasilkan rendemen yang paling tinggi yaitu 2:1.

Pengujian Sensitivitas Antibiotik terhadap M. tuberculosis Strain H37Rv

Streptomisin (SM)

Hasil uji MIC dengan variasi konsentrasi SM 0 µg/mL; 0,75 µg/mL; 1 µg/mL dan variasi konsentrasi 2-feniletil heptanoat 0 mM; 0,1 mM; 0,2 mM

menggunakan medium MGIT dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 3.

Gambar 3. Hasil Uji MIC 2-feniletil Heptanoat dengan antibiotik streptomisin Tabel 1. Hasil Uji MIC 2-feniletil Heptanoat

dengan antibiotik streptomisin

Keterangan:

- A-I : Kode sampel

- (+) : M.tuberculosis

tumbuh

- (-) : M.tuberculosis tidak

tumbuh

Pada tabel 1 menunjukkan

pertumbuhan M. tuberculosis dapat dihambat

dengan konsentrasi 2-feniletil heptanoat 0,1 mM, tanpa penambahan SM. Namun menurut teori, 2-feniletil heptanoat tidak

Streptomisin 0 μg/mL 0,75 μg/mL 1 μg/mL 2 -fe nil eti l hepta noa t 0 mM A + B + C - 0, 1 mM D - E - F - 0,2 mM G - H - I - Streptomisin 0 μg/mL 0,75 μg/mL 1 μg/mL 2 -fe nil eti l hepta noa t 0 mM A + B + C - 0, 1 mM D - E - F - 0,2 mM G - H - I -

(8)

dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis. Penghambatan ini kemungkinan dipengaruhi oleh penambahan pelarut DMSO. Walaupun pada dasarnya

DMSO tidak dapat menghambat

pertumbuhan M. tuberculosis, kemungkinan

ada interaksi antara DMSO dan 2-feniletil

heptanoat yang dapat menghambat

pertumbuhan M. tuberculosis. Hal ini

diperjelas pada hasil uji MIC menggunakan medium Middlebrook tanpa penambahan DMSO (lihat lampiran 3). Konsentrasi SM

masih perlu diturunkan karena M.

tuberculosis sudah dapat dihambat meskipun tanpa penambahan 2-feniletil heptanoat.

Isoniazid (INH)

Hasil uji MIC dengan variasi konsentrasi INH 0 µg/mL; 1 µg/mL; 2 µg/mL dan variasi konsentrasi 2-feniletil heptanoat 0 mM; 0,1 mM; 0,2 mM menggunakan medium MGIT adalah

Gambar 4. Hasil Uji MIC 2-feniletil Heptanoat dengan antibiotik isoniazid

Tabel 2. Hasil Uji MIC 2-feniletil Heptanoat dengan antibiotik isoniazid

Pada tabel 2 menunjukkan

pertumbuhan M. tuberculosis dapat dihambat

dengan konsentrasi 2-feniletil heptanoat 0,1 mM, tanpa penambahan INH. Namun menurut teori, 2-feniletil heptanoat tidak

dapat menghambat pertumbuhan M.

tuberculosis. Sama seperti SM, penghambatan ini kemungkinan dipengaruhi oleh penambahan pelarut DMSO. Walaupun

pada dasarnya DMSO tidak dapat

menghambat pertumbuhan M. tuberculosis,

kemungkinan ada interaksi antara DMSO

dan 2-feniletil heptanoat yang dapat

menghambat pertumbuhan M. tuberculosis.

Terdapat kontaminasi pada L yang bisa

berasal dari pelarut atau pada saat

pengerjaan.

Etionamid (ETA)

Hasil uji MIC dengan variasi konsentrasi ETA 0 µg/mL; 0,5 µg/mL; 0,75 µg/mL dan variasi konsentrasi 2-feniletil

heptanoat 0 mM; 1 mM; 2 mM

menggunakan medium MGIT adalah: Isoniazid 0 μg/mL 1 μg/mL 2 μg/mL 2 -fe nil eti l hepta noa t 0 mM J + K + L + cont 0, 1 mM M - N - O - 0,2 mM P - Q - R - Isoniazid 0 μg/mL 1 μg/mL 2 μg/mL 2 -fe nil eti l hepta noa t 0 mM J + K + L + cont 0, 1 mM M - N - O - 0,2 mM P - Q - R -

(9)

Gambar 5. Hasil Uji MIC 2-feniletil Heptanoat dengan antibiotik etionamid

Tabel 3. Hasil Uji MIC 2-feniletil Heptanoat dengan antibiotik etionamid

Pada tabel 3 menunjukkan

pertumbuhan M. tuberculosis tidak dapat

dihambat dengan variasi konsentrasi 2-feniletil heptanoat dan ETA tersebut diatas.

Kemungkinan konsentrasi ETA harus

ditingkatkan lagi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Senyawa 2-feniletil heptanoat dapat disintesis secara langsung dari 2-feniletanol dan asam heptanoat menggunakan katalis asam sulfat dengan perbandingan mol reaktan-reaktan adalah 2:1 pada kondisi

refluks suhu 86 oC selama 1 jam dengan

rendamen sebesar 24,41 %. Senyawa 2-feniletil heptanoat dapat meningkatkan sensitivitas antibiotik INH dan SM dengan nilai MIC SM 0,5 μg/mL; INH 1 μg/mL yang dikombinasikan dengan 2-feniletil heptanoat 0,1 mM.

Saran

Sintesis 2-feniletil heptanoat dapat

dilakukan dengan metode lain untuk

meningkatkan rendemennya karena

kemungkinan pada metode ini reaksinya balik pada saat dicuci dan dikeringkan jadi sebaiknya dilakukan refluks yang langsung mengeluarkan air yang terbentuk pada saat mereflux. Untuk penelitian selanjutnya, uji daya hambat pada antibiotik ETA sebaiknya

konsentrasinya ditingkatkan baik itu

konsentrasi 2-feniletil heptanoat maupun ETAnya, sebaliknya untuk INH dan SM konsentrasinya diturunkan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih

kepada bapak Dr. Firdaus, MS selaku pembimbing utama dan bapak Prof. Dr Ahyar Ahmad selaku pembimbing pertama atas bimbingan, motivasi, dan nasehatnya; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional atas

bantuan Hibah Penelitian Program

Kreativitas Mahasiswa; Anita, S.Si dan Prof. dr. Muh. Nasrum Massi, P.hD dari

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin atas bantuan pengujian terhadap Mycobacterium Etionamid 0 μg/mL 0,5 μg/mL 0,75 μg/mL 2 -fe nil eti l hepta noa t 0 mM S + T + U + 1 mM V + W + X + 2 mM Y + Z + AB + Etionamid 0 μg/mL 0,5 μg/mL 0,75 μg/mL 2 -fe nil eti l hepta noa t 0 mM S + T + U + 1 mM V + W + X + 2 mM Y + Z + AB +

(10)

tuberculosis H37Rv; dan semua pihak yang telah banyak membantu sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. Y., 2006, Jurnal Tuberkulosis

Indonesia, 3, No 2, Jakarta.

Chung, m., C., Ferreirs, E. I., Santos, J. L., Giarolla, J., Rando, D. G., Almeida, A., E., Bosquesi, P. L., Manegon, R. F., dan Lorena Blau, 2008, Prodrugs for the Treatment of Neglected

Diseases, Molecules, 13, hal.

616-677.

Foroumadi, A., Kargar, Z., Sakhteman, A., Sharifzadeh, Z., Feyzmohammadi, R., Kazemi, M., dan Abbas Shafiee,

2006, Synthesis and

antimycrobacterial activity of some alkyl

[5-(nitroaryl)-1,2,4-thiadiazol-2-ylthiol]propionates, Bioorganic &

Medicinal Chemistry Letters, 16 (5), hal. 1164-1167.

Hart, H., Craine, L.E. dan David J. Hart,

2003, Kimia Organik, diterjemahkan

oleh Suminar Setiati Achmadi,

Erlangga, Jakarta.

Kim, J., Park, Y., Kweon, D., Kang, Y., Kim, H., Lee, S., Cho, S., Lee, W., dan Yong-Jin Yoon, 2004, An

Efficient and Convenient

Esterification of Carboxylic Acids

Using

4,5-Dichloro-2-

[(nitrophenyl)sulfonyl]pyridazin-3(2H)-one, Bull. Korean Chem. Soc.,

25 (4), hal 501-505.

Mao, J., Yuan, H., Wang, Y., Wan, B., Pak, Dennis, He, R., dan Scott G.

Franzblau, 2010, Synthesis and

antituberculosis activity of novel

mefloquine-isoxazole carboxylic

esters as prodrugs, Bioorganic &

Medicinal Chemistry Letters, 20 (3), hal. 1263-1268.

Rautio, J., Kumpulainen, H., Heimbach, T., Oliyai, R., Oh, D., Järvinen T. dan Jouko Savolainen, 2008, Prodrug; Design and Clinical Applications,

Nature Reviews Drug Discovery 7,

hal. 255-270, (Online),

(http://www.nature.com/nrd/journal/v 7/n3/full/nrd2468.html, diakses pada 8 Agustus 2011).

Retnoningrum, D. Kembaren, R. dan Pratama, Y., 2004, Mekanisme Tingkat Molekul Resistensi Terhadap Beberapa Obat Pada Mycobacterium

Tuberculosis, Journal

Mycobacterium Tuberculosis Indonesia20 (12), 200-216.

Weber, W., Schoenmakers, R., Keller, B., Gitzinger, M., Grau, T., Baba, M.,

M., Sander, P., dan Martin

Fussenegger, 2008, A Synthetic Mammalian Gene Circuit Reveals

Antituberculosis Compounds, Proc

Natl Acad Sci U S A, 105 (29), hal 9994-9998.

World Health Organisation, 2006, TB Fact

Sheet, (online),

Gambar

Gambar 1. Spektrum IR dari senyawa hasil sintesis 2-feniletil heptanoat  Gugus  karbonil  (C=O)  karakteristik  untuk
Gambar 2. Spektrum H-NMR dari senyawa hasil sintesis 2-feniletil heptanoat  Puncak  A  dengan  δ  0,8961  ppm;  memiliki
Gambar 3. Hasil Uji MIC 2-feniletil  Heptanoat dengan antibiotik streptomisin  Tabel 1
Gambar 4. Hasil Uji MIC 2-feniletil  Heptanoat dengan antibiotik isoniazid
+2

Referensi

Dokumen terkait

menemukan solusi jika terdapat permasalahan; Implementasi; Penerapan hasil pengolahan informasi dari proses yang telah dicapai dan penerapan kebijakan yang telah

Dari pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan nilai kuantil ke 2,5% dan kuantil 97,5% tampak variabel yang berpengaruh adalah faktor usia,letak kanker payudara,

Sebab  yang  lain  adalah  berkaitan  dengan  ortografi,  rasm,  atau  penulisan  aksara  Arab.  Tidak  sebagaimana  yang  dibayangkan  oleh  sebagian  umat  Islam 

Salah satu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan bahan tersebut adalah pengujian tarik untuk mengetahui kekuatan tarik bahan tersebut1. Pengertian dari

Dari masing-masing percobaan keempat metode tersebut dilakukan perbandingan antara kelompok prediksi lama studi yang diperoleh dengan kelompok lama studi yang sesungguhnya dengan

Tujuan umum mata kuliah ini untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi Bahasa Inggris kebidanan yang difokuskan pada pengetahuan umum kebidanan yang meliputi peran

Hanggowibowo (2009) dalam penelitianya yang berjudul “Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Tanaman Padi Berbasis Web Dengan Forward Dan Backward Chaining” mengatakan bahwa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara frekuensi konsumsi kopi per hari dengan pewarnaan ekstrinsik gigi, konsumsi kopi yang berlebih (>3 cangkir