• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kucing adalah hewan karnivora yang telah berbaur dengan kehidupan manusia. Saat ini, kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri bagi kesehatan manusia, terutama hewan kecil seperti anjing dan kucing karena hewan-hewan tersebut dapat menularkan dan membawa berbagai agen penyakit.

Salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan di atas adalah melakukan tindakan sterilisasi pada anjing maupun kucing baik pada jantan maupun betina. Sterilisasi pada hewan betina dapat dilakukan dengan hanya mengangkat ovariumnya saja (ovariectomy) atau mengangkat ovarium beserta dengan uterusnya (ovariohisterectomy).

Ovariohisterectomy dilakukan untuk menghilangkan keinginan seksual dari hewan kesayangan sehingga tidak minta dikawinkan dan tidak dapat memiliki keturunan lagi. Namun, dalam keadaan tertentu ovariohisterectomi dipandang sebagai suatu terapi. Hal ini berhubungan dengan beberapa perubahan secara patologi terhadap fungsi organ-organ reproduksi. Beberapa diantaranya seperti pada beberapa kasus penyakit seperti tumor uterus, tumor ovarium, kista ovarium, pyometra, maserasi atau endometritis kronis yang biasanya dilakukan pada hewan kesayangan.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui teknik bedah Ovariohisterectomy

2. Sterilisasi sexual atau spaying : untuk mencegah uterus dan kebuntingan.

3. Koreksi penyakit ovarium dan uterus : mengatasi gangguan endokrin, metritis, pyometra, torsio uteri, anomali kongenital.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ovariohisterectomy merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari ovariectomy (pengambilan ovarium) dan histerectomy (pengambilan uterus). Ovariohisterectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium, corpus uteri dan cornua uteri dari rongga abdomen. Ovariohisterectomy menggunakan teknik laparotomi posterior dimana dengan sayatan medianus sesuai dengan posisi ovarium uterus. Uterus tersebut berada pada daerah abdominal (flank) bagian posterior, tepatnya di anterior dari vesica urinaria (Saunders, 2003).

Ovarium merupakan organ reproduksi primer yang berfungsi menghasilkan hormon yaitu hormon estrogen, progesteron dan relaksin. Hormon ini berperan penting pada alat-alat reproduksi untuk memelihara kebuntingan sampai melahirkan. Ovarium terletak dibagian dorsal abdomen sampai ke ginjal kira-kira daerah vertebrae lumbalis ketiga dan keempat. Ovarium mendapat suplai darah dari arteri ovarica dan suatu cabang dari arteri utero ovarica (Partodiharjo, 1987).

Uterus mempunyai fungsi penting dalam proses reproduksi yang dimulai dari hewan betina berahi sampai hewan tersebut bunting dan melahirkan. Uterus mengalami perubahan-perubahan yang erat hubungannya dengan yang terjadi pada embrio dan ovarium. Uterus terdiri dari cornua, corpus dan cervix. Uterus terletak di dorsal dari vesica urinaria dan digantung atau dipertahankan oleh mesometrium. Uterus menerima suplai darah dari arteri uterina mediana, uteri utero ovarica dan suatu percabangan dari pudenda interna (Partodiharjo, 1987).

Efek yang muncul dari dilakukannya ovariohisterektomi adalah akan munculnya kondisi ketidakseimbangan hormonal untuk sementara waktu. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan ovarium merupakan kelenjar yang juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin. Namun, keuntungan dari dilakukannya ovariohisterktomi adalah dapat mencegah terjadinya tumor mamae dan akan menghilangkan kemungkinan terjadinya kasus pyometra.

Penanganan pasca ovariohisterektomi yang dapat dilakukan adalah : 1) Persembuhan luka sayatan kira-kira 7-14 hari sebaiknya pada periode ini kucing perlu

(3)

diistirahatkan. Pelihara satwa di lingkungan yang bersih, tenang dan kering. 2) Kontrol luka dan bersihkan dengan NaCl fisiologis atau dengan desinfektan setiap hari bila daerah sayatan kotor atau terkena tanah. 3) Jika perlu diberi collar untuk mencegah kucing menjilati daerah operasi. 4) Hindarkan dari aktivitas berat seperti berlari, melompat atau bergulat dengan satwa lain. Jalan-jalan ringan diperbolehkan. 5) Karena kondisi perut yang masih mual, hanya tawarkan makanan dalam jumlah sedikit 2-3 jam setelah satwa sadar. Namun jangan khawatir apabila tetap belum mau makan. Berikan air minum. Beri nutrisi yang baik dan antibiotika untuk mencegah timbulnya sekunder infeksi. 6) Hindarkan bekas luka dari air. Jangan mandikan satwa, minimal 7 hari setelah operasi.

Komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukan operasi bermacam – macam, tergantung pada perawatan post kastrasi. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain : 1) Timbul rasa sakit apabila efek obat bius sudah hilang, tetapi jarang terjadi. 2) Bengkak, ada gumpalan darah merupakan hal yang umum setelah operasi dan akan hilang dalam waktu 2-3 hari. 3) Dapat terjadi infeksi dan lacerasi (jarang terjadi).

Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting pada tindakan pembedahan. Anestesi umum adalah tahapan yang sangat penting dan mempunyai resiko jauh lebih besar dari prosedur pembedahan, karena anestesi yang dalam akan mengancam nyawa pasien. Pemberian agen anestetikum yang kurang atau tidak mencukupi menyebabkan pasien akan tetap merasakan sakit, tetapi apabila dosis anestetikum yang diberikan dalam keadaan berlebihan dapat terjadi kematian. Kriteria idealanestetikum, yaitu anestetikum yang menghasilkan sedasi, analgesi, relaksasi, ketidaksadaran, dan aman untuk sitem vital, serta mudah diaplikasikan (Fossum, 1997).

Anestetika yang paling banyak digunakan adalah injeksi kombinasi ketamine-xylazine. Kombinasi ini menghasilkan anestesi tidak stabil, memerlukan pengulangan pemberian, pemulihan lama, mempunyai efek samping kejang dan muntah. Ketamine adalah senyawa sintetik sejenis dengan PCP (Phencyclidine) yang dipakai sebagai obat anesthetic pada veterinary juga pada manusia(Frecknell PA, 1987).

Ketamine dosis rendah menghasilkan analgesik yang baik, tetapi ketamine menyebabkan kekejangan otot dan peningkatan denyut jantung, tetapi ketamine menyebabkan kekejangan otot dan peningkatan denyut jantung (Pathak et al.1982; Kul et al. 2001).

(4)

Xylazine HCl adalah golongan alpha2-adrenoceptor stimulant atau alpha-2 adrenergic receptor agonist. Xylazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap α2-adrenoseptor sehingga menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung,penurunan peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Xylazine menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan muntah. Xylazine juga dapat menekan termoregulator (Adams, 2001). Pemberian atropine sulfat secara bersamaan sebagai preanestesi, dapat menurunkan pengaruh hipersalivasi dan bradikardi dari xylazine (Bishop, 1996). Atropine adalah agen menghambat muskarinik atau antimuskarinik dengan mekanisme kerja secara kompetisi dengan reseptor acetilkolin. Penggunaan kombinasi atropine sulfat, xylazine HCl atau midazolam sebagai preanestesi akan memberikan pengaruh lebih baik terhadap anestesi serta meningkatkan potensi anestetikum. Preanestesi juga sangat penting pada hewan untuk tujuan merestrain sebelum dilakukan anestesi.

Tolfenamic Acid (TA) adalah salah satu dari kelas non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAIDs).Tolfenamic Acid digunakan untuk menghilangkan rasa sakit pada serangan migrain (Booth et al., 1977).

(5)

BAB II METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Ilmu Bedah Khusus “ Ovariohisterectomy” pada kucing dilakukan pada Hari Senin, 21 November 2013, pukul 11.00 sampai selesai. Praktikum dilakukan di laboratorium bedah Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur

2.2 Alat dan Bahan Alat

- Gunting operasi (tumpul-tumpul, tajam-tajam)

- Needle (jarum) ujung segituga dan bulat

- Arteri clamp lurus - Pencukur rambut - Pinset anatomis - Scalpel handle - Pinset sirurgis - Needle holder

- Towel clamp - Towel / duk

- Alice Forceps - IV cateter

- Spy hook - Metzembem Forceps

- Kandang - Tali handling

- Lampu - Infrared

Bahan

- Kucing betina - Tolfenamic acid

- Spuit 1 mL - Atropine sulfat

- Blade - Ketamin 10 %

- Glove - Xylasin 2 %

- Masker - Acepromazine meleat

- Benang (catgut chromic, Silk) - NaCl Fisiologis

- Tampon -

- Alkohol 70 % -

(6)

2.3 Langkah Kerja 2.3.1 Preparasi Alat

 Sterilisasi alat-alat Bedah

Sterilisasi pada alat-alat bedah bertujuan untuk menghilangkan bakteri ataupun agen penyebab kontaminasi yang terdapat pada alat-alat bedah, agar jaringan –jaringan, organ ataupun pembuluh darah yang steril saat dibedah tidak terkontaminasi mikroba patogen tersebut. Peralatan bedah minor yang disterilisasi meliputi: allis tissue forcep, towel clam, groofe, scapel handle, pinset anatomis dan cirrurgis, artericlam, mosquito forcep, drape, tampon dimana alat-alat ini disterilisasi panas sedangkan alat lain seperti needle holder, gunting tumpul-tumpul dan gunting tajam tumpul disetrilisasi dengan menggunakan alkohol 70% dan povidon iodin. Dimana pembungkusan alat-alat bedah dilakukan dengan cara alat-alat yang disterilkan panas dimasukkan kedalam wadah peral, selanjutnya wadah peral di ungkus dengan menggunakan koran secara rapat sehingga semua agian wadah tertup rapat selanjtnya dimasukkan kedalam oven steril dengan suhu selama 6 menit eserta drape dan tampon etelah alat selesai disterilisasi alat dikelurgan dan ditata diatas meja operasi.

2.3.2 Preparasi dan Persiapan Hewan Operasi

Persiapan-persiapan operasi yang dilakukan pada hewan meliputi pemeriksaan secara signalemen, anamnese serta pemeriksaan lain yang perlu. Data fisiologi penting harus diambil sebelum operasi yaitu suhu tubuh, frekuensi nafas, pulsus dan selaput mata. Tahapan selanjutnya adalah restrain hewan kemudian premedikasi atropin dengan dosis 0,04 mg/kgBB, diberikan dengan rute intramuskuler (IM). Ditunggu 10 – 15 menit sampai atropine mulai muncul efeknya. Setelah itu hewan diberikan anastesi ketamin HCl dengan dosis 10 mg/kgBB dan xylazine dengan dosis 1,1 mg/kgBB dengan rute intramuscular (IM).

Setelah itu dilakukan pencukuran bulu didaerah operasi minimal 10 cm disekitar sayatan. Daerah sayatan dibersihkan dengan alkohol. Kemudian

(7)

dikeringakn dengan tampon dan dilanjutkan dengan diolesi menggunakan iodine 3%. Setelah itu hewan siap untuk diletakkan pada meja operasiyang telah disipkan kain alas tubuh pasien. Sebelum diletakkan peletakkan pada meja operasi, hewan harus dianastesi umum terlebih dahulu sampai pasien tidak sadar, kemudian baru diletakkan pada meja operasi Ketika berada diatas meja operasi dengan posisi dorso ventral atau telentang dengan keempat kakinya diikat diujung-ujung meja dengan menggunakan sumbu kompor dengan simpul yang kuat. Selanjutnya tubuh pasien ditutup dengan menggunakan drape yang disesuikan dengan daerah luas penampang yang akan dilakukan operasi. Drape kemudian difiksir dengan menggunakan towel clamp. Setelah itu pasien siap untuk dilakukan operasi.bukan hanya itu saja hewan sebelum dilakukan operasi harus diberikan perlakukan yang berupa pemuasaan dari makan selama 12 jam menjelang operasi, dan pemuasaan air selama 2- 4 jam menjelang operasi hal ini dilakukan untuk mengosongkan lambung dan kantung kemih, sehingga setelah selesai diberi anastesi umum hewan tidak akan muntah.

2.3.3 Persiapan Operator dan Asisten

Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh operator dan asisten adalah pertama membersihkan tangan dengan cara mencuci tangan dengan mengunakan air mengalir dan sabun sampai dengan kuku-kuku pada tangan harus benar-benar bersih. Selanjutnya pencucian harus dilakukan sampai dengan ujung lengan dan dilakukan berulang kali sampi benar-benar bersih. Selanjutnya dicuci ulang dengan menggunakan alkohol sebagai antiseptik. Kemudian tangan dieringakan dan dilanjutkkan dengan menggunakan glove dan masker serta baju operasi. Setelah itu tidak operator dan asisten tidak boleh memegang apapun agar terhindar dari kontaminasi. Operasipun siap untuk dilakukan.

2.3.4 Ovariohisterectomy

Setelah kucing teranastesi, hewan ditutup dengan surgical drape yang difiksir dengan towel clamp dan disesuaikan. Di sekitar daerah yang akan

(8)

dilakukan sayatan (daerah bawah umbilicus) dibersihkan dengan alkohol 70 %. Selanjutnya dikeringkan dengan tampon kemudian diolesi dengan povidon iodin secara memutar keluar. Dilakukan incise pada 1 cm dibawah umbilicus sepanjang 4 cm, incise pada kulit, sub kutan dan peritoneal. Setelah peritoneal terbuka, dicari uterus dan di clamp pada arterinya. Dilakukan ligasi pada arteri uterus dengan cat gut, kemudian dilakukan pemotongan ovarium dan uterus, lalu dikembalikan keposisi semula dengan clamp dilepas. Dilakukan penjahitan pada peritoneum dengan menggunakan cat gut, kemudian pada sub kutan dengan menggunakan cat gut dan pada kulit menggunakan silk. Diberi antibiotic topical dan obat cina kemudian ditutup dengan ultrafix dan plester. Kucing dipakaikan gurita dan diinjeksi dengan tolfenamic acid secara subkutan (SC) dan limoxin secara intramuskuler (IM).

2.3.5 Post Operasi

Hewan pasca operasi ditempatkan dalam kandang yang bersih dan kering. Luka operasi dibersihkan dengan povidon iodine dan diberi wound guard dengan cara disemprot sehari sekali. Selama post operasi dilakukan pemeriksaan fisik, pemantauan kondisi hewan nafsu makan, urinasi, defekasi serta kondisi luka secara kontinyu selama 7 hari. Setiap dua hari sekali hewan diinjeksi tolfenamic acid lagi dengan dosis 4 mg / kgBB diberikan dengan rute sub cutan (SC) dan Limoxin dengan dosis 0,1 ml/kgBB rute IM. Selama seminggu hewan diberikan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup. Jahitan luka dapat dibuka setelah bekas operasi kering dan benar-benar telah tertutup.

(9)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

 Nama : Zhuminten  Berat Badan : kg

 Jenis hewan : Kucing domestik  Jenis Kelamin : Betina

 Sinyalemen : warna rambut putih  Pemeriksaan fisik sebelum operasi :

- Pulsus : 148 kali / menit - Frekuensi nafas : 36 kali / menit

- Turgor : 2 detik

- Mukosa : pink ros

- CRT : 2 detik

- Suhu : 38,5 oC

- Tidak ada kebotakan, tidak ada patah tulang  Dosis Atropin  Dosis Ketamin  Dosis Xylazine  Dosis Tolfenamic acid

 Dosis Acepromazine meleat (ACP)

 Dosis Limoxin

(10)

Pemberian Sedatif Acepromazine 0,02 mg/kg 0,072 mL.BB SC 12.40 Premedikasi Atropin 0,04 mg/kg 0,14 mL.BB IM 13.05 Induksi Xylazine 2 mg/kg 0,36 ml.BB IM 13.35 Ketamin 10 mg/kg 0,36 ml.BB IM 13.35 Maintenance Limoxin 0,1 ml/kg 0,1 ml.BB IM 14.58 Amoxicillin 4 mg/kg 0,5 mL.BB SC 14.41

Monitoring selama operasi

Jam 13.45 14.00 14.15 14.30 14.45 15.00 Frekuensi nafas 36 kali / menit 28 kali / menit 32 kali / menit 20 kali / menit 28 kali / menit 24 kali / menit Pulsus 148 kali / menit 108 kali / menit 100 kali / menit 124 kali / menit 100 kali / menit 120 kali / menit Temperatur rektal 38,5 o C - - - - 38,1 oC  Monitoring recovery Jam 15.25 15.55 16.25 16.40 16.55 17.25 Frekuensi nafas 20 kali / menit 16 kali / menit 20 kali / menit 28 kali / menit 16 kali / menit 20 kali / menit Pulsus 112 kali / menit 116 kali / menit 112 kali / menit 100 kali / menit 76 kali / menit 80 kali / menit Temperatur rectal 38,1 o C 37,1 oC 37,1 oC 37,3 oC 34,9 oC 35,1 oC Jam 17.55 18.25 18.55 19.25 19.55 20.25 Frekuensi nafas 20 kali / menit 16 kali / menit 20 kali / menit 28 kali / menit 16 kali / menit 28 kali / menit Pulsus 84 kali / menit 92 kali / menit 100 kali / menit 88 kali / menit 80 kali / menit 116 kali / menit Temperatur rectal 36,7 o C 36 oC 36,7 oC 36,8 oC 37 oC 37,2 oC

(11)

Monitoring post operasi

Tanggal Pemeriksaan fisik Treatment Rute Keterang

an

Selasa, 24-09-2013

(Pagi)

Pulsus : 160 kali/menit Betadine Topikal

AF, FL, WF, urinasi, jahitan tidak terbuka uhu : 38 ᴼc

Frek. Nafas : 36 kali / menit

Mukosa : pink ros

CRT : 2 detik

Turgor : 2 detik

Selasa, 24-09-2013

(Sore)

Pulsus : 152 kali/menit Betadine Topikal CA, AF, WF, tidak defikasi, Agresif, jahitan tidak terbuka

uhu : 38 5 ᴼc Wound guard Topikal

Frek. Nafas : 40 kali / menit

Mukosa : pink ros

CRT : 2 detik

Turgor : 2 detik

Rabu, 25-09-2013

(Pagi)

Pulsus : 172 kali/menit CL, AF,

WF, FL, Agresif, jahitan tidak terbuka tapi terlihat membeng kak

uhu : 39 ᴼc Betadine Topikal

Frek. Nafas : 48 kali / menit Limoxin 0,3

mL.kg BB IM

Mukosa : pink ros Tolfenamic acid

0,15 ml.kg SC CRT : 2 detik Turgor : 2 detik Rabu, 25-09-2013 (Sore)

Pulsus : 148 kali/menit Betadine Topikal CL, AF, WF, FL, Agresif, Tidak ada masalah dengan jahitan tapi terlihat membeng kak

uhu : 38 ᴼc Wound guard Topikal

Frek. Nafas : 36 kali / menit Oxytetrasiklin eyes treatme

nt Mukosa : agak pucat Y-rin

CRT : 2 detik

Turgor : 2 detik

Membran niktitan lebih ke

tengah dari sebelumnya

Kamis, 26-09-2013

(Pagi)

Pulsus : 148 kali/menit Betadine Topikal

CA, AG, WF, FF, Agresif dan menahan rasa sakit

uhu : 38 7 ᴼc Gentamicin Topikal

Frek. Nafas : 32 kali / menit Oxytetrasiklin eyes treatme

nt Mukosa : agak pucat Y-rin

CRT : 2 detik Wound guard Topikal

(12)

Membran niktitan mulai ke

tepi

Kamis, 26-09-2013

(Sore)

Pulsus : 156 kali/menit Betadine Topikal

CL, AG, WF, Tidak defikasi, agresif, menahan sakit

uhu : 4 ᴼc Gentamicin Topikal

Frek. Nafas : 40 kali / menit Oxytetrasiklin eyes treatme

nt

Mukosa : pink Y-rin

CRT : 2 detik

Turgor : 2 detik

Membran niktitan mulai ke

tepi

Jumat, 27-09-2013

(Pagi)

Pulsus : 152 kali/menit Betadine Topikal CA, AG, WF, Tidak defikasi hanya urinasi. Jahitan sudah terlepas sendiri karena tidak ada benang di daerah yang diinsisi. Bekas insisi sudah menutup tapi masih bengkak

uhu : 38 8 ᴼc Gentamicin Topikal

Frek. Nafas : 36 kali / menit Oxytetrasiklin eyes treatme

nt

Mukosa : pink Y-rin

CRT : 2 detik

Turgor : 2 detik

Membran niktitan mulai ke

tepi

Jumat, 27-09-2013

(Sore)

Pulsus : 152 kali/menit Betadine Topikal

CA, AG, WF, FF, Agresif, bekas insisi tidak terbuka tapi masih membeng kak

uhu : 39 6 ᴼc Wound guard Topikal

Frek. Nafas : 40 kali / menit Limoxin 0,3

mL.kg BB IM

Mukosa : pink Tolfenamic acid

0,15 ml.kg SC

CRT : 2 detik Oxytetrasiklin eyes

treatme nt Turgor : 3 detik Y-rin

Membran niktitan mulai ke

tepi

Sabtu, 28-09-2013

(Pagi)

Pulsus : 156 kali/menit Betadine Topikal CA, AF, WF, FF, Agresif

uhu : 4 2 ᴼc Gentamicin Topikal

(13)

Mukosa : pink pucat Y-rin treatme nt CRT : 2 detik Turgor : 2 detik Sabtu, 28-09-2013 (Sore)

Pulsus : 132 kali/menit Betadine Topikal

CL, AG, WF, FF, Agresif

uhu : 39 ᴼc Gentamicin Topikal

Frek. Nafas : 36 kali / menit Oxytetrasiklin eyes treatme

nt Mukosa : pink pucat Y-rin

CRT : 2 detik

Turgor : 2 detik

Minggu, 29-09-2013

(Pagi)

Pulsus : 136 kali/menit Betadine Topikal

CA, AG, WF, FL, Tidak seagresif sebelumny a

uhu : 39 ᴼc Gentamicin Topikal

Frek. Nafas : 32 kali / menit Oxytetrasiklin eyes treatme

nt Mukosa : pink pucat Y-rin

CRT : 2 detik

Turgor : 2 detik

Minggu, 29-09-2013

(Sore)

Pulsus : 156 kali/menit Betadine Topikal

CA, AG, WF, Tidak

defikasi

uhu : 38 7 ᴼc Gentamicin Topikal

Frek. Nafas : 36 kali / menit Oxytetrasiklin eyes treatme

nt

Mukosa : pink Y-rin

CRT : 2 detik

Turgor : 2 detik

Senin, 30-09-2013

(Pagi)

Pulsus : 148 kali/menit Betadine Topikal

CA, AG, WF, FL

uhu : 38 9 ᴼc Gentamicin Topikal

Frek. Nafas : 36 kali / menit Oxytetrasiklin eyes treatme

nt

Mukosa : pink Y-rin

CRT : 2 detik

Turgor : 2 detik

Senin, 30-09-2013

(Sore)

Pulsus : 136 kali/menit Betadine Topikal CA, AG, WF, FL, BB naik menjadi 3,2 kg. Jahitan sudah bagus tetapi masih bengkak

uhu : 38 5 ᴼc Gentamicin Topikal

Frek. Nafas : 36 kali / menit Oxytetrasiklin eyes treatme

nt

Mukosa : pink Y-rin

CRT : 2 detik Tolfenamic acid

0,15 ml.kg SC

Turgor : 2 detik

(14)

03-10-2013 (Pagi)

uhu : 37 5 ᴼc Biodexa 0,2 ml IM

Frek. Nafas : 56 kali / menit Tolfenamic acid

0,15 ml.kg SC

Mukosa : pucat Iodine Topikal

CRT : 2 detik Nebacetin Topikal

Turgor : 2 detik

Sobek di daerah skrotum tetapi bukan bekas insisi / jahitan

3.2 Pembahasan

Pelaksanaan prosedur operasi, sebelumnya harus memperhatikan beberapa aspek seperti preparasi hewan, pembiusan, pencukuran/pembersihan daerah sayatan. Preparasi hewan dilakukan untuk memastikan hewan benar - benar dalam kondisi sehat dan layak untuk dilakukan operasi. Pemeriksaan meliputi umur hewan, suhu, frekuensi nafas, frekuensi pulsus dan berat badan untuk menentukan dosis obat.

Pelaksaan operasi, pertama dengan pemberian sedative menggunakan acrepomazine yang bertujuan membuat hewan tenang dan rilaksasi. Selama itu, dilakukan prosedur pemasangan infus untuk menjaga kondisi tikus selama operasi dan untuk mempermudah pemberian anastesi. Pemberian atropin sulfat yang merupakan obat premedikasi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatik, namun paling sering digunakan sebagai antikolinergik, dengan fungsi utama mengurangi sekresi kelenjar saliva terutama bila dipakai obat anestetik yang menimbulkan hipersekresi kelenjar saliva (Ganiswara, 2005).

Anestesi umum dilakukan untuk menghilangkan kesadaran hewan, menghilangkan rasa sakit, memudahkan pelaksanaan operasi dan menjaga keselamatan operator maupun hewan itu sendiri. Pembiusan anestetikum harus memperhatikan ukuran relatif hewan, umur hewan, dan kondisi fisik (Adam, 2001). Dalam praktikum ini anestesi yang digunakan adalah campuran xylazine dan ketamine dengan perbandingan 1:1. Xylazine mempunyai daya kerja sebagai hipnotikum, anoksia, analgesia, muscle relaxan berpengaruh terhadap sistem kardiovascular. Sedangkan ketamin merupakan golongan anestetikum disosiatif, mendepres fungsi respirasi, menyebabkan adanya reflek menelan. Anestesi diberikan secara intravena

(15)

karena untuk memudahkan pemberian melalui infus. Pemberian anastesi dilakukan secara bertahap (setengah dosis yang telah ditentukan) karena pemberian intravena memiliki bioavibilitas yang cukup tinggi. Mekanisme kerja anastesi adalah dengan mengeblok terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik (Ganiswara, 2005).

Setelah kucing teranestesi, keempat kakinya difiksasi menggunakan tali kekang ke meja operasi. Keadaan telentang, daerah yang akan disayat dibersihkan menggunakan campuran alkohol dan iodine untuk menjaga sterilisasi luka. Drape dipasang pada hewan hingga yang terlihat hanya daerah orientasi operasi. Drape difiksasi dengan menggunakan duck clamp pada sisinya. Penyayatan dilakukan menggunakan laparotomi medianus posterior pada daerah linea alba, ± 1 cm posterior umbilikal. Sayatan dibuat pada midline di posterior umbilikal dengan panjang kurang lebih 4 cm. Lapisan pertama yang disayat adalah kulit kemudian subkutan. Daerah di bawah subkutan kemudian dipreparir sedikti hingga bagian peritoneum dapat terlihat. Setelah itu, bagian peritoneum tersebut dijepit menggunakan pinset kemudian disayat sedikit tepat pada bagian linea alba menggunakan scalpel hingga ruang abdomen terlihat. Kemudian, sayatan tersebut diperpanjang ke arah anterior dan posterior menggunakan gunting dengan panjang sesuai dengan sayatan yang telah dilakukan pada kulit. Setelah rongga abdomen terbuka, kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan ovarium. Pencarian uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan spay hook maupun jari telunjuk yang dimasukkan ke rongga abdomen. Setelah itu, uterus ditarik keluar dari rongga abdomen hingga posisinya adalah ekstra abdominal. Pada bagian ujung tanduk uteri ditemukan oavarium dan dipreparir hingga posisinya ekstra abdominal. Saat mempreparir, beberapa bagian yang dipotong diantaranya adalah penggantung uterus (mesometrium), penggantung tuba falopi (mesosalphinx),dan penggantung ovarium (mesoovarium) (saunders, 2003). Pada saat mempreparir uterus dan jaringan sekitarnya, dinding uterus tetap dijaga jangan sampai robek atau ruptur. Sekitar kedua ovarium kemudian difiksir menggunakan 2 arteri clamp dan dilakaukan pengikatan pada arteri ovarica sebanyak 2 kali untuk menghindari pendarahan. Setelah kedua ovarium dan cornua uterus terbebas, maka dilakukan pengikatan pada arteri uteri mediana didaerah uterus sebanyak 2 kali kemudian dilakukan pemotongan. Setelah

(16)

selesai melakukan pemotongan, sisa uterus dan cervix dikembalikan ke dalam rongga abdomen dan dilakukan pencucian dengan Nacl untuk menghindari sisa darah dan menempelnya organ karena kering selama operasi. Setelah bersih, disemprotkan antibiotik lokal untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder. Kemudian dilakukan penjahitan pada lapisan peritoneum dan linea alba dengan menggunakan jarum berpenampang bulat dan benang cat gut chromic 3/0 dengan tipe jahitan sederhana. Lapisan lemak dalam hal ini juga dijahit tersendiri karena lapisan lemaknya sangat tebal menggunakan jarum berpenampang bulat dan benang cat gut plain dengan tipe jahitan sederhana. Selanjutnya lapisan kutis-sub kutis dijahit dengan menggunakan jarum berpenampang segitiga dan benang silk dengan tipe jahitan sederhana untuk memudahkan pembukaan jahitan. Selesai penjahitan, bekas sayatan dioleskan iodine dan bioplasenton. Luka dibalut dengan kain kassa dan plester serta dikuatkan dengan gurita untuk mengurangi beban tubuh kucing pada bagian jahitan. Terakhir, hewan disuntikkan dengan antibiotik limoxin.

Selama proses operasi berlangsung, dilakukan pula pengamatan terhadap frekuensi nafas, frekuensi pulsus, suhu. Pada menit ke 0 frekuensi nafas kucing 32 kali/menit, frekuensi jantung 164 kali/menit, suhu 37,8oC, CRT 1, mukosa berwarna merah muda (+), dan tonus otot +. Terjadi penurunan frekuensi nafas dan frekuensi jantung yang cukup signifikan pada menit ke-30 menjadi 16 kali/menit dan 140 kali/menit, suhu 36.7oC, CRT 1, mukosa menjadi pucat lebih pucat karena pengaruh pembiusan. Penurunan frekuensi nafas yang cukup tinggi terjadi pada menit 60 setelah operasi berjalan. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh pemberian maintenance pada menit 30 dan 45 yang menyebabkan jantung menjadi lebih lambat. Maintenance dilakukan berulang kali karena kondisi individu kucing yang sehat, durasi anastesi menjadi singkat. Keadaan kucing mendekati normal kembali pada menit ke-90 namun dengan suhu yang agak menurun sehingga diberikan penghangat manual. Kucing diberikan maintenance pada menit yang sama dengan dosis ¼ dosis dari dosis awal agar operasi yang berlangsung selama 95 menit ini berjalan dengan baik.

Setelah kucing sadar diberikan tolfenamic acid 0,18 mL dengan rute SC, dan diukur frekuensi nafas, pulsus dan suhunya. Hasil pemeriksaan frekuensi nafas yaitu 20 kali / menit, pulsusnya 76 kali / menit, suhu 34,9°C. Hasil tersebut jauh dibawah normal, kondisi kucing drop dan hypotermi, sehingga diberi lampu sebagai

(17)

penghangat pada kandang dan kucing disinari infrared agar hangat dan suhu tubuh kembali normal. Pemberian lampu hingga suhu kucing normal, sedangkan pemberian infrared secara bertahap karena apabila disinari terus, maka bagian yang tersinari akan terlalu panas. Kondisi hypotermi mungkin disebabkan dari efek anastesi yg belum hilangdan mempengaruhi tubuh secara sistemik.

Pasca operasi, dilakukan kontrol terhadap kondisi fisiologis dari kucing dan pengobatan / perawatan luka pasca operasi selama satu minggu dan pemeriksaan dilakukan sehari dua kali (pagi dan sore). Selama satu minggu, kondisi kucing menunjukkan perkembangan yang cukup baik, kondisi suhu, frekuensi nafas, dan pulsus masih berada pada batas normal frekuensi nafas, pulsus dan suhu kucing. Namun hasil hitungan pulsus selama satu minggu selalu ada yang dibawah batas normal pulsus dari kucing yaitu antara 100-110 kali / menit sedangkan batas normal pulsus kucing adalah 120 – 140 kali / menit. Kondisi pulsus dipengaruhi oleh temperarur lingkungan, pakan, aktifitas latihan otot, dan tidur. Tingginya nilai pulsus kemungkinan dikarenakan tingginya temperature lingkungan yang cukup panas atau kesalahan hitungan yang dilakukan oleh praktikan karena masih belum terbiasa menghitung pulsus.

Nafsu makan yang selalu bagus, tetapi kadang terlihat aktif bergerak tetapi terkadang terlihat hanya duduk terdiam dan lesu. Kucing selalu agresif dan menyerang ketika tubuh bagian belakang disentuh, hal ini mungkin dikarenakan kucing masih merasa sakit di bagian belakang setelah operasi. Setelah operasi feses kucing terlihat lembek, terkadang diare kemungkinan karena pakannya tidak cocok, setelah diganti pakan feses terlihat normal. Pada daerah scrotum terlihat adanya pembengkakan, pada hari ke – 7 dikontrol diketahui adanya nanah dalam scrotum, kemungkinan dikarenakan adanya infeksi, atau lingkungan kurang bersih. Sehingga dilakukan pengeluaran nanah dari scrotum tersebut dan diberi amoxicillin secara topical pada bagian scrotum. Hari ke - 8 dikontrol luka operasi dibagian scrotum masih ada pembengkakan dan berisi nanah namun tidak sebanyak hari sebelumnya. Dilakukan pembersihan kembali dengan mengeluarkan nanah dan pemberian antibiotic topical.

Perawatan dan pengobatan yang dilakukan selama satu minggu adalah dengan membersihkan daerah yang telah dioperasi dengan menggunakan betadine, dan setiap satu hari sekali disemprot dengan wound guard yang mengandung antibiotic dan

(18)

antiseptic. Setiap 2 hari sekali, diberikan injeksi tolfenamic acid sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesic dengan dosis 0,18 mL secara SC dan antibiotic Limoxin 0,36 mL secara IM. Pada hari ke – 11 dilakukan control kembali, terlihat luka operasi sudah mulai kering dan menutup dengan baik. Pada hari ke – 16 luka sudah tetutup dan kering, kemudian benang dilepas dan diberi povidon iodine pada luka.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

Saran untuk praktikum ini dan sebelumnya terutama untuk praktikan. Harap bekerja secara tim dengan teman – teman kelompoknya dan berpartisipasi dalam setiap hal.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Dauglas, S. 2003.Text Book Of Small Animal Surgey. Philadelpia : The Curtis Center Independence square west.

Fossum TW. 1997. Smal Animal Surgery. Mosby – Year Book. USA

Frandson, R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta : UGM press

Frecknell PA. 1987. Laboratory Animal Anaesthesia, an Introduction for research Workers and Technicians Academic Press. Inc. San Diego.

I Komang Wiarsa Sardjana dan Diah Kusumawati. (2011). Bedah Veteriner, Cetakan Pertama. Airlangga University Press, Surabaya.

Ibrahim R. (2000). Pengantar Ilmu Bedah Veteriner, Edisi Pertama. Syiah Kuala Univercity Press, Darussalam Banda Aceh.

Partodiharjo, R. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah virus Covid-19 adalah dengan menerapkan perilaku Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana dalam penerapannya

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan mengukur apa yang perlu diukur. Suatu alat ukur yang validitasnya tinggi akan mempunyai tingkat kesalahan

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari

61 Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa dilema yang Jepang alami pada saat pengambilan keputusan untuk berkomitmen pada Protokol Kyoto adalah karena

2011 sangat memberi peluang optimalisasi diplomasi Indonesia dalam berperan memecahkan berbagai masalah yang ada baik di dalam negeri maupun di dalam kawasan