• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional sebagai suatu rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan akan menuntut adanya modernisasi meliputi semua aspek kehidupan. Layaknya sebuah negara berkembang, Indonesia telah dan akan terus melaksanakan pembangunan nasional yang merupakan cerminan semangat untuk mengangkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam usaha untuk meraih tujuan pembangunan nasional di atas, diperlukan pendanaan dalam jumlah besar yang baiknya berasal dari kemampuan sendiri. Sudah saatnya Indonesia berupaya menjamin ketersediaan sumber-sumber pendanaan untuk pembiayaan dan pembangunan negara dari dalam negeri. Indonesia harus mampu terbebas dari ketergantungan hutang dan bantuan luar negeri yang sebenarnya hanya merupakan sumber dana alternatif.

Salah satu sumber pendanaan untuk pembiayaan dan pembangunan dari dalam negeri digali dari penerimaan pajak. Awalnya, Pemerintah Indonesia menggantungkan sumber penerimaan kasnya dari sektor sumber daya alam seperti minyak bumi dan gas alam. Seiring berjalannya waktu, Pemerintah memikirkan pilihan lain yang dianggap dapat menggantikan peran dari sektor sumber daya alam dan pilihan itu jatuh kepada pajak. Saat ini, peran penerimaan pajak bagi pendapatan

(2)

negara begitu dominan. Ditambah lagi, persentase penerimaan pajak terhadap pendapatan negara cenderung meningkat selama 8 (delapan) tahun terakhir, dari 69,37% pada tahun 2007 menjadi 76,20% pada tahun 2014 (Nota Keuangan dan APBN 2013, Nota Keuangan dan RAPBN 2015).

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memahami betul peran penerimaan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. DJP, selaku lembaga negara yang ditunjuk oleh Pemerintah sebagai lembaga pengelola pajak di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia, terus berupaya menjunjung prinsip keadilan sosial dan memberikan pelayanan yang prima kepada setiap Wajib Pajak untuk mendorong potensi penerimaan pajak agar dapat dipungut secara maksimal. Sebagai salah satu bentuk upayanya, DJP senantiasa melakukan inovasi berupa modernisasi sistem administrasi perpajakan. Modernisasi sistem administrasi perpajakan tersebut meliputi reformasi kebijakan, reformasi administrasi, dan reformasi pengawasan. Tujuan modernisasi perpajakan adalah (1) tercapainya tingkat kepatuhan (tax compliance) yang tinggi, (2) tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan (3) tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi sehingga diharapkan penerimaan pajak meningkat (Pandiangan, 2008).

Modernisasi sistem administrasi perpajakan juga dipacu oleh adanya dorongan akan pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin luas, termasuk dalam penggunaan Sistem Informasi. Kecanggihan Sistem Informasi mampu memangkas waktu, biaya, dan tenaga yang diperlukan perihal penyampaian informasi. Sistem Informasi yang bekerja secara

(3)

online menjadi salah satu alternatif untuk menunjang arus informasi yang cepat dan murah.

DJP turut memanfaatkan kecanggihan Sistem Informasi ini dalam modernisasi praktik perpajakan yang ada di Indonesia melalui penerapan e-System (Sistem Elektronik). DJP telah mengeluarkan beberapa produk e-System, seperti e-Registration (pendaftaran NPWP secara online melalui internet), e-SPT (penyerahan SPT dalam media digital), e-Filing (pengiriman SPT secara online melalui internet), e-Billing (fasilitas pembayaran pajak secara online), dan yang terakhir e-Faktur.

Pada tanggal 20 Juni 2014, Ahmad Fuad Rahmany, selaku yang menjabat sebagai direktur jenderal pajak waktu itu, menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau Sistem Elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 1 ayat [1] PER-16/PJ/2014). Berikut ini adalah rincian Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib menggunakan e-Faktur (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014):

1. Mulai tanggal 1 Juli 2014, bagi PKP tertentu (45 PKP) sebagaimana telah ditetapkan;

2. Mulai tanggal 1 Juli 2015, bagi PKP yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Pulau Jawa dan Bali; dan

3. Mulai tanggal 1 Juli 2016, bagi PKP yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak di seluruh wilayah Indonesia.

(4)

PKP yang telah ditetapkan sebagai PKP yang wajib menggunakan e-Faktur tidak diperkenankan lagi untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas. Seandainya PKP tersebut tidak membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik menggunakan aplikasi e-Faktur, secara hukum dianggap tidak membuat Faktur Pajak dan akan dikenai sanksi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) (Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor Peng-6/PJ.02/2015). Untuk menerapkan penggunaan e-Faktur ini, DJP menyediakan aplikasi yang dapat dipasang di perangkat komputer PKP. Aplikasi ini akan memuat pula aplikasi e-SPT sehingga memudahkan PKP dalam membuat Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN secara elektronik.

Penciptaan aplikasi e-Faktur dimaksudkan untuk meberikan efisiensi dan efektivitas bagi PKP dalam pembuatan Faktur Pajak yang setiap bulan jumlahnya sangat banyak. Penciptaan aplikasi e-Faktur juga dilatarbelakangi adanya penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan Faktur Pajak oleh PKP, contohnya pembuatan Faktur Pajak fiktif atau Faktur Pajak ganda. Selain itu, beban administrasi yang ditanggung DJP begitu besar dan terus meningkat.

Sesuai penjabaran di PER-16/PJ/2014, keuntungan yang diperoleh dari penggunaan e-Faktur bagi PKP, yaitu:

1. PKP penjual

a. Tanda tangan basah digantikan tanda tangan elektronik.

b. e-Faktur tidak harus dicetak sehingga mengurangi biaya kertas, biaya cetak, dan biaya penyimpanan dokumen.

(5)

c. Aplikasi e-Faktur memuat aplikasi e-SPT sehingga PKP tidak perlu lagi membuat SPT Masa PPN.

d. PKP yang menggunakan e-Faktur dapat meminta nomor seri Faktur Pajak melalui situs pajak, tidak perlu datang ke KPP.

2. PKP pembeli

a. Terhindar dari penyalahgunaan Faktur Pajak yang tidak valid karena cetakan

e-Faktur dilengkapi dengan pengaman berupa QR code. QR code

menampilkan informasi terkait transaksi penyerahan barang/jasa (nilai DPP, nilai PPN, dll.).

b. Informasi di dalam QR code dapat dilihat menggunakan aplikasi QR code scanner yang terdapat di smartphone dan peranti sejenis lainnya.

c. Apabila informasi di dalam QR code tersebut berbeda dengan yang ada dalam cetakan e-Faktur, Faktur Pajak tersebut tidak valid.

Sementara bagi DJP, penggunaan e-Faktur mempermudah pengawasan pemungutan PPN melalui proses validasi Pajak Keluaran-Pajak Masukan (PK-PM) dan tersedianya kelengkapan data dari setiap Faktur Pajak. Proses pemeriksaan, pelaporan, dan pemberian nomer seri Faktur Pajak juga semakin cepat. Di samping itu, penyalahgunaan Faktur Pajak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dapat diminimalkan.

Namun, yang menarik perhatian Penulis terkait e-Faktur adalah penerapannya di Indonesia bisa saja menghadapi beberapa persoalan seperti berikut ini.

(6)

1. Sarana dan prasarana yang tersedia

Indonesia merupakan negara yang terdiri atas ribuan pulau. Keadaan bentang alam seperti ini menyebabkan perbedaan laju pembangunan fasilitas yang menunjang pemanfaatan komputer dan internet. Padahal, pengoperasian aplikasi e-Faktur sangat mengandalkan sambungan internet. Akibatnya, penerapan e-Faktur di daerah-daerah tepencil akan mengalami hambatan.

2. Kemampuan sumber daya manusianya

Jika kecanggihan aplikasi e-Faktur tidak dibarengi dengan kecakapan user yang mengoperasikan aplikasi ini, human error dapat terjadi.

3. e-Faktur sebagai Sistem Elektronik

Aplikasi e-Faktur membutuhkan koneksi internet dalam pengoperasiannya sehingga rentan terserang malware.

Meskipun demikian, rencana penerapan e-Faktur secara nasional tetap harus dijalankan demi optimalisasi penerimaan PPN.

Optimalisasi penerimaan PPN adalah penting mengingat kontribusi besarnya dalam total penerimaan pajak negara. Berdasarkan informasi dari Nota Keuangan dan RAPBN 2015, besar proporsi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) menempati urutan kedua dengan angka 38,17% pada tahun 2014 lalu. Artinya, proporsi PPN dan PPnBM terus meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar 31,88%. DJP berharap adanya aplikasi e-Faktur semakin meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam melaksanakan kewajibannya untuk menghitung, melaporkan, dan menyetorkan PPN.

(7)

Dilandasi oleh seluruh uraian di atas, penerapan e-Faktur harus dievaluasi terlebih dahulu untuk meminimalisasi kendala yang mungkin saja terjadi sebelum benar-benar diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Sayangnya, penelitian semacam itu belum pernah Penulis jumpai. Maka dari itu, Penulis terdorong untuk melakukan “Analisis Pengaruh Penerapan e-Faktur terhadap Kepatuhan

Pengusaha Kena Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Pertambahan Nilainya” yang sekaligus menjadi judul dari penelitian ini. Penulis akan menjadikan tax professional (mewakili PKP) di DKI Jakarta sebagai responden penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, Penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana Manfaat Kegunaan Sistem e-Faktur menurut persepsi Pengusaha Kena Pajak di DKI Jakarta?

2. Bagaimana Kemudahan Penggunaan e-Faktur menurut persepsi Pengusaha Kena Pajak di DKI Jakarta?

3. Bagaimana Pengaruh Sosial e-Faktur menurut persepsi Pengusaha Kena Pajak di DKI Jakarta?

4. Bagaimana Kondisi yang Memfasilitasi dalam penerapan e-Faktur menurut persepsi Pengusaha Kena Pajak di DKI Jakarta?

5. Bagaimana pengaruh persepsi penerapan e-Faktur terhadap kepatuhan Pengusaha Kena Pajak dalam memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan Nilainya?

(8)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan. tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui persepsi Pengusaha Kena Pajak mengenai penerapan e-Faktur di DKI Jakarta

2. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh penerapan e-Faktur terhadap kepatuhan Pengusaha Kena Pajak dalam memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan Nilainya

3. Untuk mengetahui besar pengaruh penerapan e-Faktur terhadap kepatuhan Pengusaha Kena Pajak dalam memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan Nilainya 4. Untuk mengetahui persoalan yang mungkin terdapat pada penerapan e-Faktur di

DKI Jakarta

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi penulis

Dengan melakukan penelitian ini, penulis dapat memperoleh gambaran mengenai dinamika praktik perpajakan sebagai pembanding terhadap teori-teori dan literatur yang sudah pernah dipelajari. Penulis juga dapat memperdalam pengetahuan mengenai pengaruh penerapan e-Faktur sebagai salah satu bentuk upaya peningkatan kualitas pelayanan pajak melalui penerapan modernisasi sistem administrasi perpajakan.

(9)

2. Bagi instansi terkait

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kajian yang berguna bagi pihak Direktorat Jendral Pajak dalam memahami aspek-aspek yang berpengaruh terhadap penerapan e-Faktur beserta persoalan-persoalan yang menjadi hambatan penerapan e-Faktur agar pelayanan pajak semakin baik dari waktu ke waktu.

3. Bagi masyarakat

Laporan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat dalam meningkatkan kepercayaan terhadap sistem administrasi perpajakan modern di Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi untuk penelitian lainya.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan penelitian ini terbagi menjadi (5) lima bab yang secara garis besar dapat diterangkan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi landasan teori, penelitian sebelumnya, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.

(10)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi rancangan penelitian, variabel penelitian dan pengukuran, definisi operasional, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis yang digunakan.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Bab ini berisi deskriptif responden, analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan, saran, dan implikasi manajerial.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pola pergerakan sebagaimana telah diperlihatkan sebelumnya (Gambar 6), dapat diprediksikan pada tahun 2018, kinerja simpang bersinyal (bentuk bundaran) untuk

Kep / 74 / XI / 2003 tanggal 11 Nopember 2003 dan yang terbaru Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia ( Perkap) Nomor 8 tahun 2015 tentang

TAMBAH dari layanan solusi hemat komunikasi kami sehingga nomor panggil yang keluar menggunakan layanan kami akan di masking ( rubah ) sesuai dengan permintaan customer,

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui peran e-marketing dalam memperluas jangkauan pemasaran perusahaan dan mengidentifikasi alat e- marketing yang dapat

Aplikasi margarin MSM pada produk pound cake dan roti manis memberikan pengaruh terhadap tinggi, diameter, dan warna produk yang dihasilkan, hasil uji sensori

Kita perhatikan dulu gaya yang bekerja pada plat kopel akibat gaya normal P, yang merupakan gaya tekan. Seperti pada jenis perkuatan dengan klos, plat kopel

untuk mengatasi permasalahan diatas penulis akan membuat system informasi simpan pinjam untuk Primer Koperasi Kartika Wiradhika guna meningkatkan kinerja usaha koperasi

Principal Component Analysis akan digunakan untuk mereduksi citra wajah yang menghasilkan output berupa feature yang akan dijadikan inputan ke dalam algoritma