• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mencuri 3 buah kakao dihukum 1,5 bulan penjara, mencuri semangka dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik ini, berdasarkan putusan hakim yang sudah tetap, hanya dihukum satu tahun atau bahkan kurang, dan kalaupun di atas satu tahun, itu hanya tinggal tunggu remisi, maka koruptor tersebut dapat bebas dalam waktu yang singkat. Sungguh ironi memang apa yang sesungguhya terjadi pada penegakan hukum di Indonesia ini.

Dari kasus hukum di atas, sudah jelas sekali melukai hati rakyat kecil Indonesia sekaligus menggelitik hati dan akal setiap orang yang mendengar dan melihat kasus hukum tersebut. Mencuri digunakan KUHP warisan kolonial, sedangkan korupsi menggunakan undang-undang khusus (korupsi). Kalau dipikir-pikir, mencuri dan korupsi hampir tidak ada bedanya. Korupsi itu juga mencuri, yaitu mencuri uang negara (rakyat/pajak) dari milyaran sampai triliyunan rupiah. Dengan begitu, korupsi wajib hukumnya dihukum lebih berat daripada mencuri yang kecil-kecil. Apalagi yang mencuri adalah pejabat negara (publik).

Dari paparan singkat di atas, dapat diketahui bahwa ada yang salah pada hukumnya atau perundang-undanganya, yaitu hukum materilnya (KUHP) yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman maupun keadilan masyarakat hukum Indonesia itu sendiri. KUHP sekarang yang masih berlaku efektif di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada prakteknya sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang. KUHP yang merupakan warisan KUHP Kerajaan Belanda tersebut diberlakukan di Indonesia dengan beberapa penyesuaian. Oleh

(2)

karena itu, diperlukan suatu perubahan, pembaharuan atau apapun itu namanya terhadap KUHP warisan kolonial itu, khususnya mengenai sanksi pidana penjaranya.

KUHP versi lama (WvS), pidana penjara diatur dalam Pasal 12 ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 15a, dan Pasal 29. Pada RUU KUHP yang baru sekarang (RUU Konsep 2006-2007) ada 11 pasal yang secara khusus mengatur pidana penjara yaitu dari Pasal 69 dan diakhiri pada Pasal 79. KUHP (WvS) sekarang berlaku, pidana pokok dirumuskan secara tunggal, yaitu pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal. Sedangkan berdasarkan Konsep, bentuk perumusannya tidak berbeda dengan pola KUHP di atas, hanya dengan catatan bahwa di dalam Konsep KUHP pidana penjara dan denda ada yang dirumuskan ancaman minimumnya.

Sebagai pendahuluan, berbicara mengenai sanksi atau ancaman pidana (penjara) yang akan dibahas dalam skripsi ini, pola minimum khusus pidana penjara di dalam KUHP dan Konsep adalah sebagai berikut :

a. Menurut KUHP : berkisar antara 3 minggu (paling rendah) dan 15 tahun yang dapat mencapai 20 tahun apabila ada pemberatan ;

b. Menurut Konsep : berkisar antara 1 tahun (maksimum paling rendah) dan 15 tahun yang dapat mencapai 20 tahun apabila ada pemberatan.

Untuk minimum khusus dibawah 1 tahun menurut pola KUHP digunakan bulan dan minggu. Pola demikian tidak ada dalam Konsep karena maksimum paling rendah adalah 1 tahun. Untuk delik yang dipandang tidak perlu diancam dengan pidana penjara atau bobotnya dinilai kurang dari 1 tahun penjara,

(3)

digolongkan sebagai tindak pidana ”sangat ringan” dan hanya diancam denda. Pola maksimum khusus paling rendah 1 tahun menurut Konsep dikecualikan untuk delik-delik yang selama ini dikenal sebagai ”kejahatan ringan”. Menurut pola KUHP, maksimum penjara untuk delik-delik ”kejahatan ringan” ini adalah 3 bulan, sedangkan menurut Konsep 6 bulan yang dialternatifkan dengan pidana denda Kategori II. Dan hal-hal ini, detailnya akan dibahas pada bab-bab selanjutnya dalam skripsi ini.

Kembali kepada Konsep KUHP, Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP yang saat ini draftnya masih dibahas di Departemen Hukum Dan HAM menuai banyak kritikan. Kritik yang utama adalah RUU ini dianggap “over criminalization”.1 Selain sangat luas, RUU KUHP memasukkan kejahatan-kejahatan dengan karakteristik khusus bagi dari segi materi hukum pidananya maupun hukum acaranya.2

Memperhatikan perkembangan Konsep KUHP yang sangat maju dibandingkan dengan KUHP (WvS) yang umurnya cukup tua itu, jelaslah bahwa masyarakat hukum Indonesia semakin menantikan hadirnya Konsep dalam penegakan hukum pidana Indonesia. Paling tidak dari segi substansi/materi hukum, Indonesia telah memiliki sebuah kodifikasi hukum pidana yang dibangun dengan pondasi kuat, idealis dan mengedepankan keadilan masyarakat. Dengan demikian diharapkan aspek penegakan hukum pidana lain seperti struktur dan kultur masyarakat akan tergerak untuk menegakkan keadilan sebagaimana telah

1

Ifdhal Kasim, “Ke Arah Mana Pembaruan KUHP ? Tinjauan Kritis Atas RUU KUHP”, Position Paper, ELSAM, September 2005. Diakses dalam situs http://elsam.or.id.pdf. Akses terakhir pada tanggal 18 Desember 2009.

2

Ifdhal Kasim, “Kodifikasi Hukum Pidana Dalam Kerangka Perlindungan Hak Asasi Manusia”, Makalah dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan ELSAM, Jakarta, 28 Oktober 2006. Diakses dalam situs http://elsam.or.id.pdf. Akses terakhir pada tanggal 18 Desember 2009.

(4)

dijunjung dalam Konsep. Atas dasar hal-hal tersebut, Penulis mengangkat skripsi ini dengan judul “Perkembangan Pidana Penjara Dari KUHP Ke Konsep KUHP Baru”.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep pidana penjara dalam KUHP ?

2. Bagaimanakah perkembangan pidana penjara menurut Konsep KUHP Tahun 2006/2007 ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, maka dapat disimpulkan yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana pidana penjara dalam KUHP dan Konsep KUHP 2006/2007.

2. Mengetahui bagaimana perkembangan pidana penjara dari KUHP ke Konsep KUHP 2006/2007.

Adapun manfaat yang penulis harapkan dan akan diperoleh dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan perkembangan pidana penjara dalam Konsep KUHP 2006/2007.

(5)

b. Dapat memberi masukan kepada masyarakat, pemerintah, aparat penegak hukum, tentang eksistensi pasal-pasal yang berkaitan dengan pidana penjara baik dalam KUHP maupun Konsep KUHP Baru 2006/2007.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan pemerintah dalam melakukan penelitian, yang berkaitan dengan pidana penjara dalam Konsep KUHP Baru 2006/2007. b. Dapat memberi masukan bagi pemerintah, aparat penegak hukum, dan

masyarakat tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya menanggulangi pidana penjara dalam Konsep KUHP Baru 2006/2007.

D. Keaslian Penulisan

Sepengetahuan penulis ketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa penulisan tentang “Perkembangan Pidana Penjara Dari KUHP Ke Konsep KUHP Baru” belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pemeriksaan oleh Departemen Hukum Pidana mengenai tidak ada judul yang sama.

Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat Penulis katakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya penulis yang asli.

(6)

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Defenisi Hukum Pidana

Pengertian hukum pidana secara tradisional adalah “hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman berupa siksa badan”.3

Sedangkan menurut Moeljatno, menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

Pengertian lain adalah, ”hukum pidana adalah peraturan hukum tentang pidana”. Kata ”pidana” berarti hal yang ”dipidanakan”, yaitu hal yang dilimpahkan oleh instansi yang berkuasa kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak dilimpahkan sehari-hari.

4

a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut ;

b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan ;

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilakasanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut ”.

3

Samidjo, Ringkasan Dan Tanya Jawab Hukum Pidana, CV Armico, Bandung, 1985, hlm. 1.

4

(7)

Berkenaan dengan pengertian dari hukum pidana, C.S.T. Kansil juga memberikan definisi hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum. 5

a. Pidana Penjara ;

Untuk lebih lanjut, di bawah ini akan diuraikan jenis-jenis pidana yang diatur dalam Konsep KUHP terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 65 adalah :

b. Pidana tutupan ;6 c. Pidana Pengawasan ; d. Pidana Denda ; 7 e. Pidana Kerja Sosial.

dan

Sementara pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif.8

a. Pencabutan hak tertentu ;

Jenis-jenis pidana tambahan dalam Konsep KUHP adalah :

b. Perampasan barang tertentu dan/atau tagihan;

5

Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 14. 6

Pidana tutupan adalah pidana yang dimaksudkan untuk mengganti pidana penjara yang sebenarnya dapat dijatuhkan oleh hakim bagi pelaku tindak kejahatan atas dasar bahwa kejahatan tersebut oleh pelakunya telah dilakukan karena didorong oleh maksud yang patut dihormati. PAF. Lamintang, Hukum Penintensier Indonesia, Armico, Bandung, 1984, hlm. 147.

7

Pidana denda merupakan pidana berupa sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan. Lihat : Pasal 80 ayat (1) Konsep KUHP.

8

(8)

c. Pengumuman putusan hakim ; d. Pembayaran ganti kerugian ; dan

e. Pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup.

Jenis-jenis sanksi dan urutan jenis pidana pokok dalam Konsep KUHP sangat berbeda dengan KUHP sekarang dimana dalam KUHP mengenal 5 pidana pokok dan tambahan yang mempunyai tata urutan yang juga berbeda. Tata urutan pidana pokok yang berbeda antara KUHP dengan Konsep KUHP ini mengindikasikan bahwa terjadi perubahan dalam penentuan jenis-jenis sanksi pidana. Pidana mati bukan lagi menjadi pidana pokok yang pertama namun menjadi pidana yang sifatnya khusus. Demikian pula dengan pidana tutupan menjadi pidana pokok kedua setelah pidana penjara dimana dalam KUHP, pidana tutupan ini adalah pidana yang berada pada urutan kelima.

Salah satu pidana pokok yang tidak lagi dicantumkan adalah pidana kurungan yang pada prinsipnya adalah sanksi pidana yang merupakan pembatasan kebebasan bergerak, sebagaimana pidana penjara, namun dijatuhkan bagi orang-orang yang telah melakukan pelanggaran. Konsep KUHP yang tidak lagi mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran sebagaimana pembedaan dalam KUHP sehingga konsekuensinya adalah tidak perlu lagi adanya pidana kurungan.9

Pidana tambahan yang dicantumkan dalam Konsep KUHP juga merumuskan pidana tambahan baru yang dinyatakan secara tegas, misalnya tentang pembayaran ganti kerugian dan pemenuhan kewajiban adat setempat

9

Meskipun pidana kurungan ini dijatuhkan pada orang-orang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran, namun pidana kurungan ini juga diancamkan pada sejumlah kejahatan yang diancam dengan pidana kurungan yang diancam secara alternatif dengan pidana penjara bagi mereka yang telah melakukan tindak pidana yang dilakukan secara tidak sengaja. PAF. Lamintang, op.cit., hlm. 84.

(9)

dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup. Jika dibandingkan dengan KUHP saat ini, dua jenis pidana tambahan tersebut di atas belum dinyatakan sebagai pidana tambahan karena dalam KUHP hanya mengenal 3 jenis pidana tambahan.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pidana menjadi ciri khusus dalam hukum pidana dan membedakan dari jenis yang lain. Pidana berarti nestapa, sengsara atau penderitaan yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana.

Dalam usaha pembaharuan hukum pidana di Indonesia, pidana merupakan salah satu masalah urgen untuk diperbaharui. Oleh sebab itu, dalam Rancangan KUHP yang baru, jenis pidana dan aturan pemidanaan mengalami perombakan total yang signifikan serta mengedepankan aspek-aspek kemanusiaan dan hak asasi manusia.

2. Defenisi Pidana Penjara

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, penjara memiliki arti bangunan tempat mengurung orang hukuman (bersalah menurut pengadilan) ; bui.10 Begitu juga dalam Kamus Hukum, penjara adalah rumah, gedung, bangunan tempat yang dipergunakan untuk mengurung orang hukuman.11 Defenisi yang terdapat dalam Wikipedia, penjara adalah tempat di mana orang-orang dikurung dan dibatasi berbagai macam pemerintah dan merupakan bagian dari sistem atau sebagai fasilitas untuk menaha12

10

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2008, hlm. 1151.

11

Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 460. Lihat juga Regelement Kepenjaraan Stbl. No. 1917 jo. Stbl. 1918 No. 77.

12

Diakses pada September 2009.

(10)

Menurut Andi Hamzah, pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara, tetapi juga berupa pengasingan.13

Jan Remmelink, sehubungan dengan pidana penjara juga menyatakan bahwa pidana penjara adalah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan (pidana badan) terpenting.14

Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa pidana penjara tidak hanya mengakibatkan perampasan kemerdekaan, tetapi juga menimbulkan akibat negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan itu sendiri.15

PAF. Lamintang dalam bukunya memberikan defenisi pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk menaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan.16

3. Perkembangan Pidana Penjara

Sejarah pembentukan RUU KUHP tidak dapat dilepaskan dari usaha pembaharuan KUHP secara total. Usaha ini baru dimulai dengan adanya rekomendasi hasil Seminar Hukum Nasional I, pada tanggal 11-16 Maret 1963 di Jakarta yang menyerukan agar rancangan kodifikasi hukum pidana nasional

13

Andi Hamzah, Sistem Pidana Dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hlm. 37.

14

Jan Remmelink, Hukum Pidana, Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda Dan Paparannya Dalam Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2003, hlm. 465.

15

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 1996, hlm. 44.

16

(11)

secepat mungkin diselesaikan.17 Kemudian pada tahun 1964 dikeluarkan Rancangan KUHP pertama kali dan diikuti dengan Konsep KUHP 1968, 1971/1972, Konsep Basaroedin (Konsep BAS) 1977, Konsep 1979, Konsep 1982/1983, Konsep 1984/1985, Konsep 1986/1987, Konsep 1987/1988, Konsep 1989/1990, Konsep 1991/1992 yang direvisi sampai 1997/1998. Konsep KUHP juga dikeluarkan oleh Departemen Hukum dan Perundang-Undangan pada tahun 1999/2000. Tahun 2006 Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI telah mengeluarkan Konsep KUHP tahun 2004 sebagai revisi Konsep KUHP 1999/2000.18 Setelah Konsep KUHP tahun 2004 dikeluarkan, ada juga Konsep KUHP draft tahun 2005 dan terakhir adalah draft Konsep KUHP tahun 2006/2007. Menurut informasi, Konsep terakhir sudah diagendakan dalam program legislasi nasional (PROGLEGNAS) dan menjadi prioritas pembahasan DPR untuk tahun 2008.19

Dari sekian draft RUU Konsep KUHP tersebut, sudah jelas bahwa pengaturan pidana penjaranya pun mengalami perubahan atau pembaharuan dari konsep ke konsep. Perubahan atau pembaharuan konsep pidana penjara tersebut tentu harus disesuaikan dengan keadilan masyarakat hukum Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa konsep pemidanaan dan penetapan sanksi dalam Konsep KUHP selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Adanya perubahan yang

17

K. Wantjik Saleh, Seminar Hukum Nasional 1963-1979, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, hlm. 22.

18

Ahmad Bahiej, Sejarah Pembentukan KUHP, Sistematika KUHP, Dan Usaha

Pembaruan Hukum Pidana Indonesia. Diakses dalam situs

http://72.14.345132/search?q=cache:D63cKNaIO5cJ:syariah.uin-suka.ac.id/file_ilmiah/1.%2520sejarah%2520Sistematika%2520KUHP%2520dan%2520Pembahar uan%2520Hukum%2520Pidana.d%EA%80%A6.pdf+Pemabaharuan+Hukum+Pidana+Nasional& hl=id&ct=clnk&cd=8&gl=id akses terakhir pada tanggal 20 Desember 2009.

19

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008 (Kata Pengantar Penerbit Cet. IV).

(12)

cukup mendasar dari konsep awal sampai dengan konsep yang terakhir menunjukkan bahwa persoalan pemberian sanksi dalam Konsep KUHP selalu disesuaikan dengan perkembangan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jenis-jenis pidana pokok dalam Konsep KUHP menambahkan alternatif lain di luar pidana penjara dengan diaturnya jenis pidana baru di luar pencabutan kemerdekaan. Perkembangan dewasa ini, persoalan alternatif pencabutan pidana kemerdekaan selalu menjadi posisi sentral dalam stelsel sanksi pidana. Alasan menghindari pidana pencabutan kemerdekaan ini disebabkan karena banyaknya kerugian-kerugian yang kadang sulit diatasi dimana kerugian-kerugian tersebut dapat bersifat filosofis maupun praktis.

Jenis pidana pokok baru dalam Konsep KUHP, yaitu pidana pengawasan dan pidana kerja sosial dimana pidana ini dimaksudkan untuk memberikan pilihan atas pidana selain penjara. Pidana pengawasan adalah pidana yang dapat dikenakan dengan mengingat keadaan pribadi dan perbuatan terdakwa dengan syarat-syarat khusus. Pidana pengawasan ini dalam penjelasan Konsep KHUP dinyatakan sebagai pidana yang pada umumnya dijatuhkan pada orang yang pertama kali melakukan kejahatan (first offender).

Sanksi pidana lain yang merupakan alternatif dari pidana penjara atau perampasan kemerdekaan adalah pidana kerja sosial. Jenis pidana ini dapat diterapkan jika pidana penjara yang akan dijatuhkan tidak lebih dari 6 (enam) bulan atau pidana denda tidak lebih dari denda Kategori I, maka pidana penjara atau pidana denda tersebut dapat diganti dengan pidana kerja sosial. Penjatuhan pidana denda dengan mempertimbangakan hal-hal tertentu dan pidana kerja sosial ini tidak boleh dikomersialkan. Dalam penjelasan Pasal 86 ditegaskan bahwa salah

(13)

satu pertimbangan yang harus diperhatikan dalam penjatuhan pidana kerja sosial adalah harus ada persetujuan terdakwa.

Kondisi perubahan hukum yang adil dan sesuai dengan kenyataan yang berakar dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat kemudian secara tegas juga dinyatakan dalam konsideran Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang menyatakan bahwa materi hukum pidana nasional harus disesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia. Sementara tujuan penyusunan hukum pidana dinyatakan sebagai perwujudan upaya pembaharuan hukum nasional Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.20

Dalam perkembangannya, pidana perampasan kemerdekaan atau pidana penjara sudah dianggap tidak relevan lagi dengan tujuan dari pemidanaan itu sendiri dan jauh dari penghormatan atas hak asasi manusia. Sebelum berbicara mengenai tujuan pemidanaan, ada baiknya kalau diketahui terlebih dahulu hakekat

Penjelasan Umum RUU KUHP juga menyatakan bahwa Penyusunan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional untuk menggantikan KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda dengan segala perubahannya merupakan salah satu usaha dalam rangka pembangunan hukum nasional. Usaha tersebut dilakukan secara terarah dan terpadu agar dapat mendukung pembangunan nasional di berbagai bidang, sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.

20

(14)

dari pidana itu sendiri. Menurut Sudarto, yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.21

Kenyataan inilah yang menyebabkan kebutuhan untuk melakuka n pembaharuan hukum pidana (penal reform) di Indonesia. Kebutuhan untuk melakukan pembaharuan hukum pidana sejalan dengan hasil dari Kongres PBB tahun 1976 tentang pencegahan kejahatan dan perlakuan kepada pelaku kejahatan. Dalam kongres tersebut dinyatakan bahwa hukum pidana yang ada selama ini di berbagai negara yang sering berasal dari hukum asing dari zaman kolonial yang pada umumnya telah asing dan tidak adil (obsolute and unjustice) serta ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan kenyataan (outmoded and unreal) karena tidak berakar dan pada nilai-nilai budaya dan bahkan ada diskrepansi dengan aspirasi masyarakat serta tidak responsif terhadap kebutuhan sosial masa kini.22

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif-normatif yang bersifat penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah konseptual yaitu dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi.23

21

Diakses pada situs http://jelita249.blogspot.com/2009/09/aspek-negatif-dari-pidana-penjara-dan.html. Akses terakhir pada tanggal 20 Desember 2009.

22

Fifth UN Congress On Prevention Of Crime And The Treatment Of Offenders, New York, Departement Of Economic and Social Affairs, United Nation, 1976, hlm. 38.

23

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Cet. II, Jakarta, 2005, hlm. 137.

(15)

2. Data Dan Sumber Data

Data yang diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan/sumber primer berupa peraturan perundang-undangan, buku, kertas kerja. Bahan/sumber skunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi yang mendukung penulisan skripsi ini, seperti tulisan-tulisan, surat kabar dan sebagainya.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. G. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan. Merupakan bab yang memberikan ilustrasi guna memberi informasi yang bersifat umum dan menyeluruh serta sistematis yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Pidana Penjara Menurut KUHP Dan Konsep KUHP Baru. Hal ini terdiri dari pembahasan mengenai defenisi pidana penjara, pengaturan pidana

(16)

penjara menurut KUHP dan Konsep KUHP, masalah maksimum dan minimum pidana penjara, pola lamanya (berat-ringannya) pidana penjara.

BAB III : Perkembangan Pidana Penjara Dari KUHP Ke Konsep KUHP Baru. Memberikan penjelasan mengenai jenis dan modifikasi pidana penjara, lamanya ancaman pidana penjara, penetapan dan perumusan pidana penjara, kebijakan legislatif dalam rangka mengefektifkan pidana penjara

BAB IV : Kesimpulan Dan Saran. Merupakan bagian akhir yang berisikan beberapa kesimpulan dan saran dari hasil penulisan dan kaitannya dengan masalah yang diidentifikasikan.

Referensi

Dokumen terkait

digunakan untuk mengambil kesimpulan dari berbagai pendapat pakar tentang permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu berkaitan tentang kedudukan advokat

Sediaan masker peel-off anti aging dibuat dengan menambahkan ekstrak buah terong belanda masing-masing dengan konsentrasi 1, 3 , dan 5%.Pengujian terhadap sediaan masker

Program linear dua variabel adalah suatu cara atau metode untuk menyelesaikan masalah yang dinyatakan ke dalam bentuk model matematika dengan fungsi objektif/

Bahwa Termohon sama sekali tidak mempergunakan data yang diperoleh dari hasil manipulasi sebagaimana yang didalilkan Pemohon, akan tetapi Termohon telah melakukan

40 Konsep dasar pemeriksaan pendapatan daerah Analisis objek pemeriksaan pendapatan daerah Desain prosedur pemeriksaan. Teknik dan metodologi pemeriksaan

sumber data adalah perannya dalam pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan sastra Jawa modern. Adapun alasan pemilihan cerkak DPBLL sebagai objek penelitian adalah

Salah satu aspek serangan yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan penelitian terkait sebelumnya adalah denial of service (DOS). Pada penelitiannya, Liancheng Shan dan Ning

Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga