• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA

PAKRAMAN SARASEDA

oleh :

Ida Bagus Miswadanta Pradaksa Sagung Putri M.E Purwani

Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

Resolution of the matter by the custom institutions about fights between fellow krama village which happened in Saraseda pakraman village. Written with the purpose to know the existence of juridical authority in pakraman village along with in ordinances custom case resolution happens at pakraman village area surroundings. Problems that arise are whether the completion of the matter have been reflecting the principle of consensus in the deliberations, so that its application in practice is expected to restore the disruption of the balance of relations in society. The research method used is the empirical research that revealed the law society’s behavior in real life, especially in resolving the legal issues that it faces. Based on the terms in awig-awig pakraman village, custom case were resolved by custom prajuru Saraseda Pakraman Village through paruman as an institution of the highest consensus in the deliberations in the village. In case that happens paruman discussed and sought solutions as well as custom sanctions sangaskara danda dropped the verdict to offender.

Key Words: Pakraman Village, Custom Case, Custom Prajuru, Awig-Awig.

ABSTRAK

Penyelesaian perkara oleh lembaga adat mengenai perkelahian antar sesama krama desa yang terjadi di Desa Pakraman Saraseda. Ditulis dengan tujuan untuk mengetahui eksistensi yuridis kewenangan desa pakraman serta tata cara penyelesaian kasus adat yang terjadi dilingkungan wilayah desa pakraman. Permasalahan yang timbul adalah, apakah penyelesaian perkara tersebut telah mencerminkan asas musyawarah mufakat dalam penerapannya, sehingga dalam prakteknya diharapkan dapat mengembalikan terganggunya keseimbangan hubungan dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris yang mengungkapkan perilaku hukum masyarakat dalam kehidupan nyata, terutama dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum yang dihadapinya. Berdasarkan pada ketentuan di dalam awig-awig desa pakraman tersebut, perkara adat diselesaikan oleh prajuru adat Desa Pakraman Saraseda melalui paruman sebagai lembaga musyawarah mufakat tertinggi di desa. Dalam paruman perkara yang terjadi dibicarakan

(2)

2

dan dicari penyelesaiannya serta dijatuhkan putusan sanksi adat sangaskara danda kepada pelaku.

Kata Kunci: Desa Pakraman, Perkara Adat, Prajuru Adat, Awig-Awig.

I. PENDAHULUAN

Dalam situasi terkini yang terjadi di Bali, desa pakraman dianggap sebagai institusi atau lembaga yang oleh sebagian orang layaknya “dokter dari segala macam penyakit”, yang mampu berbuat apa saja untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi di lingkungan wilayahnya.1 Kenyatannya desa pakraman memang sering terlibat atau dilibatkan dalam konflik, baik sebagai pihak yang berkonflik ataupun sebagai pihak penyelesai.

Secara yuridis, perlu diketahui keberadaan hak dan kewenangan desa pakraman dalam mengatur dan menyelesaikan segala urusan yang terjadi di lingkup desa atau wilayahnya, tak terkecuali dalam hal penyelesaian persoalan-persoalan adat yang berupa perkara adat. Jumlah desa pakraman di Bali terdiri dari ribuan desa pakraman, sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan berupa tata cara penyelesaian perkara-perkara adat yang dilakukan oleh lembaga adat tidak mencerminkan rasa keadilan terhadap pihak-pihak yang berperkara. Sehingga perlu penelitian untuk mengetahui kewenangan desa pakraman secara yuridis serta bagaimana tata cara penyelesaian perkara adat yang telah diselesaikan oleh lembaga adat apakah telah dilakukan secara paras-paros (asas musyawarah mufakat), sehingga terhadap penyelesaian perkara tersebut dapat mengembalikan keadaan masyarakat agar kondusif dan terganggunya keseimbangan hubungan dapat dipulihkan baik secara

sekala (dunia nyata) maupun niskala (alam gaib).

II. ISI MAKALAH

2.1. METODE PENELITIAN

1

I Ketut Sudantra, 2010, “Peranan Desa Pakraman dalam Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan” dalam I Ketut Sudantra dan A.A Gede Oka Parwata (ed); Wicara Lan Pamidanda, Udayana University Press, Denpasar, h. 28.

(3)

3

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk jenis penelitian ilmu hukum dengan aspek penelitian hukum empiris. Jenis penelitian hukum empiris ini bertujuan untuk mengungkapan perilaku hukum masyarakat dalam kehidupan nyata, terutama dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum yang dihadapinya. Dalam penelitian hukum dengan aspek empiris digunakan Data Primer dan Data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum tersier.2 Sifat penelitian ini adalah deskriptif yaitu berupaya untuk menggambarkan secara lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Analisis yang digunakan adalah dengan cara kualitatif, kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif.3

2.2. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2.1. Landasan Yuridis Kewenangan Desa Pakraman dalam Penerapan Sanksi Adat

Desa pakraman memiliki kewenangan dalam penyelesaian perkara-perkara yang terjadi di wilayahnya. Secara konstitusional kewenangan tersebut diakui dalam Pasal 18B Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam tataran peraturan lokal dasar kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 8 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003, serta tertuang dalam awig-awig desa pakraman, bagian tersebut diatur dalam sargah (bab) tersendiri yang disebut Sargah

Wicara lan Pamidanda.

2.2.2. Tata Cara Penyelesaian Perkara Adat Oleh Prajuru Adat Desa Pakraman Saraseda Terkait Perkelahian yang Terjadi Antar Sesama Krama Desa Setempat.

Mekanisme penyelesaian perkara melalui kelembagaan adat (desa pakraman) tidak memerlukan prosedur-prosedur formal dan rumit seperti yang terjadi di Pengadilan. Namun prosedurnya tetap mempunyai mekanisme dengan garis yang jelas dimana yang berwenang

2

Soetrisno Hadi, 1978, Metodologi Research, UGM, Yogyakarta, h. 49.

(4)

4

dalam hal menyelesaikan perkara adat yang terjadi dalam lingkungan desa pakraman adalah

prajuru adat di desa pakraman tersebut.4

Terhadap perkara yang terjadi di Desa Pakraman Saraseda perkara adat berupa perkelahian yang terjadi pada tangga 12 Juni 2012 silam. Perkelahian antar sesama krama desa setempat terjadi di areal parkir Pura Mengening yakni antara I Wayan Muka dengan Made Midah. Perkara tersebut diselesaikan dengan mekanisme penyelesaian sesuai dengan

awig-awig yang dilakukan oleh prajuru adat setempat. Menurut penuturan I Wayan Candra

(wawancara pada tanggal 4 Agustus 2013) selaku Jero Bendesa adat setempat yang memimpin proses penyelesaian perkara tersebut, setelah diketahui adanya perkelahian antara I Wayan Muka dan Made Midah, lalu Bendesa selaku pimpinan desa mengambil tindakan berkordinasi dengan Kelihan Banjar serta prajuru adat lainnya seperti Pemangku dan tokoh-tokoh masyarakat setempat untuk mengadakan paruman desa sekaligus menghadirkan pelaku perkelahian. Dari paruman (rapat) tersebut dicari solusi dan penyelesaian yang terbaik sebagai upaya mengembalikan keharmonisan dan keseimbangan desa baik secara sekala yakni dengan mendamaikan para pelaku perkelahian untuk dapat rukun kembali dalam bermasyarakat serta secara niskala yakni para pelaku perkelahian dikenakan pamidanda (sanksi adat) sangaskara danda yakni berupa hukuman dalam bentuk melakukan upacara agama5 dengan keharusan menghaturkan berupa banten

pecaruan dengan tetabuhan ayam manca warna (lima macam warna ayam). Upacara

pecaruan tersebut dilaksanakan di Padmasana Pura Mengening yang bertujuan sebagai

upaya untuk mengembalikan keseimbangan magis yang sempat terganggu akibat terjadinya perkelahian tersebut.

III. KESIMPULAN

Desa pakraman memiliki kewenangan dalam penyelesaian perkara adat yang terjadi di wilayahnya, ketentuan tersebut diakui dalam Pasal 18B Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo Pasal 6 dan Pasal 8 Peraturan Daerah Provinsi

4

I Ketut Sudantra, loc.cit.

5

Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar. h. 144.

(5)

5

Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003, serta tertuang dalam awig-awig desa pakraman.

Terkait tata cara penyelesaian perkara dilakukan melalui paruman yang mengacu pada awig-awig Desa Pakraman Saraseda. Penyelesaian perkara tersebut berlangsung secara paras-paros yang mencerminkan asas kerukunan, kekeluargaan, kepatutan, dan rasa keadilan, yang dilandasi oleh ajaran agama Hindu. Penerapan pamidanda terhadap perkara tersebut adalahberupa sangaskara danda sehingga tidak ada yang merasa kalah dan merasa menang, melainkan dapat memuaskan kedua belah pihak yang berperkara.

DAFTAR PUSTAKA

Kartini Kartono, 1986, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni Bandung. Soetrisno Hadi, 1978, Metodologi Research, UGM, Yogyakarta.

Sudantra I Ketut, et.al, 2010, “Peranan Desa Pakraman dalam Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan” dalam I Ketut Sudantra dan A.A Gede Oka Parwata (ed); Wicara Lan

Pamidanda, Udayana University Press, Denpasar.

Windia Wayan P. dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 jo Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun

2003 Tentang Desa Pakraman. Awig-awig Desa Pakraman Saraseda.

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatnya jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2013 menjadi 359/100.000 kelahiran hidup dari 228/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 merupakan indikator

Data antropometri tinggi siku berdiri (TSB) digunakan untuk menentukan tinggi maksimal palang bawah jemuran pakaian yang bertujuan agar posisi palang bawah jemuran

Hasil penelitian ini adalah terwujudnya perangkat lunak server pengisian ulang pulsa otomatis berbasiskan web yang dapat diaplikasikan sebagai server yang melayani pembelian

Bapak Pius dan Bapak Edi selaku pegawai Tata Usaha Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Widya Mandira Kupang serta Ibu Umi selaku pegawai perpustakaan

• Menganalisis besaran perpindahan dan kecepatan pada gerak parabola dengan menggunakan vektor tangensial dan percepatan sentripetal pada gerak melingkarD. KINEMATIKA

Pandangan pemilih terhadap partai politik melihat pada pentingnya identitas kepartaian partai politik sebagai dasar pertimbangan pemilihan, melemahnya kepercayaan

Dengan melihat fenomena yang ada, maka dilakukananlah penelitian ini untuk mengukur performa dari teknologi virtualisasi jika dikaitkan dengan isu keamanan yang

Jonas Bangun, Sp.Rad dr.. Jonas