• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN KONSTIPASI DENGAN DERAJAT HEMOROID DI URJ BEDAH RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN KONSTIPASI DENGAN DERAJAT HEMOROID DI URJ BEDAH RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN

Sri Hananto Ponco Nugroho

Prodi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan

…………...……….…… …… . .….ABSTRACT…… … ...………. …… …… . .….

Hemorrhoids are varicose veins that lie behind the anorectal area. From the results of a preliminary study found that 100% of patients with hemorrhoids and constipation enough activity. The study is to analyze the relationship of physical activity and constipation with hemorrhoids degree in Surgical Hospital Dr URJ. Soegiri Lamongan.

The design of this research is analytical, cross sectional approach, the entire patient population was hemorrhoids in February-March 2012 as many as 35 patients. Sampling using simple random sampling technique, with independent variables of physical activity and constipation, hemorrhoids dependent variable. Sample of 33 respondents. Data taken with the use of questionnaires and observation sheets are then performed spearman test and contingency coefficient with significance level α = 0.05.

The results showed that most respondents sufficient activity level of 24 (72.7%) had second-degree hemorrhoids as many as 16 (48.5%). Based on the calculation results obtained with SPSS version 16.0 rs = 0.421 and p = 0.015 when ρ <0.05, then Ho is rejected it means there is a significant relationship between physical activity with the degree of hemorrhoids. Furthermore, for respondents who have constipation as much as 22 (66.7%). Based on the calculation results obtained with SPSS version 16.0 (c) = 0.537 and p = 0.004 when ρ <0.05, Ho received means there is a relationship between the degree of constipation, hemorrhoids.

Referral of this study were health professionals, especially nurses should always provide information and education about how to prevent hemorrhoids is by doing exercise every day activities such as gymnastics, running, swimming and encourage patients hemorrhoids to eat fibrous foods such as vegetables and fruits are quite a lot , drinking water at least 1.5 liters per day. Karen this can prevent the occurrence of hemorrhoids.

Keywords: physical activity, constipation, hemorrhoids degrees

PENDAHULUAN.…… . … … .

Hemoroid dikenal dimasyarakat sebagai penyakit wasir atau ambeien merupakan penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak zaman dahulu. Namun masih banyak masyarakat yang belum mengerti bahkan tidak tau mengenai gejala-gejala yang timbul dari penyakit ini. Banyak orang awam tidak mengerti daerah anorektal (anus dan rektum) dan penyakit-penyakit umum yang berhubungan dengannya. Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan dimana limbah berupa tinja keluar dari dalam tubuh. Sedangkan rektum merupakan bagian dari

saluran pencernaan diatas anus, dimana tinja disimpan sebelum dikeluarkan dari tubuh melalui anus (Sudoyo & Aru, 2007).

Kurang lebih 70% manusia dewasa mempunyai wasir (Hemoroid), baik wasir dalam, wasir luar maupun keduanya. Namun tidak semua penderita wasir ini memerlukan pengobatan medis, yakni mereka yang mengeluhkan perdarahan, adanya tonjolan dan gatal-gatal. Penyebab wasir sebenarnya sederhana, yakni saat susah buang air besar dipaksakan mengeluarkan kotoran. Penyebab susah buang air besar ini karena kurang minum, kurang makan serat, kurang olah

(2)

raga atau banyak duduk dan mengangkat beban berat (Price & Wilson, 2006).

Diatas umur 50 tahun, hemoroid sangat sering terjadi. Sekitar separuh orang dewasa berhadapan dengan yang menimbulkan rasa gatal, terbakar, perdarahan dan terasa menyakitkan. Hemoroid juga bisa terjadi pada wanita hamil. Tekanan intra abdomen yang meningkat oleh karena pertumbuhan janin dan juga karena adanya perubahan hormon menyebabkan pelebaran vena hemoroidalis. Pada kebanyakan wanita, hemoroid yang disebabkan oleh kehamilan merupakan hemoroid temporer yang berarti akan hilang beberapa waktu setelah melahirkan.

Sepuluh juta orang di indonesia dilaporkan menderita hemoroid dengan prevalensi lebih dari 4%, penelitian diruang endoskopi rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan Januari 2000 sampai Januari 2001 adalah 414 pasien yang dilakukan kolonoskopi, ada 108 kasus hemoroid (26,09%). Di rumah sakit yang sama pada tahun 2005 menemukan 9%. Di RS Bakti Wira Semarang yang berobat pada tahun 2008 sebanyak 1575 kasus bedah, dan 252 pasien adalah kasus hemoroid (16%) (Arya, 2008).

Data kasus hemoroid di URJ bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan tahun 2009 tercatat jumlah pasien hemoroid sebanyak 335 pasien dan tahun 2010 tercatat jumlah pasien hemoroid berjumlah 333 pasien. Data bulan Januari - September 2011 jumlah seluruh kunjungan pasien hemoroid sebanyak 304 pasien, sedangkan data bulan Mei 2011 sebanyak 37 pasien (12,17%), bulan Juni sebanyak 38 pasien (12,5%) Juli 35 pasien (11,51%) Agustus 35 pasien (11,51%) September sebanyak 35 pasien (11,51%) dari seluruh kasus yang ada. Jadi masalah dari penelitian adalah masih banyaknya pasien hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan.

Dari data di atas menunjukan masih banyaknya penderita hemorid di RSUD Dr. Soegiri. Masalah-masalah tersebut muncul disebabkan beberapa faktor, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hemoroid antara lain : Faktor aktivitas fisik,

pola makan, kebiasaan BAB, konstipasi, kurang mobilisasi, pekerjaan, anatomi, dan usia.

Aktivitas merupakan aksi energenetik atau kearah bergerak, semua aktivitas individu berbeda pada setiap individu, tergantung pada kebiasaan hidup serta kegiatan sehari-hari. Seseorang dengan pekerjaan yang berat tentu dia akan memiliki aktivitas yang berat pula, sebagai contoh kuli bangunan akan mempunyai aktivitas yang lebih untuk menjalankan aktivitasnya. Hal ini memerlukan adaptasi terhadap sistem tubuhnya dengan memberikan tahanan pada vena hemoroidalis yang tinggi dan terjadi penekanan yang berlebihan pada vena di daerah anus.

Konstipasi bersifat relatif, tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada anak normal yang hanya berak setiap 2-3 hari dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan, bukan disebut konstipasi. Konstipasi merupakan gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, harus mengejan atau feses keras. Konstipasi juga berarti bahwa perjalanan tinja melalui kolon dan rektum mengalami penghambatan dan biasanya disertai kesulitan defekasi. Disebut konstipasi bila tinja yang keluar jumlahnya hanya sedikit, keras, kering, dan gerakan usus hanya terjadi kurang dari 3 x dalam 1 minggu (Hidayat, 2007).

Pola makan merupakan suatu sistem, cara kerja atau usaha dalam pengaturan jumlah, jadwal dan jenis makanan yang di konsumsi sehari dengan maksud mempertahankan kesehatan dan mencegah atau membantu kesembuhan suatu penyakit (Depkes RI, 2009). Apabila makan makanan kurang serat dapat menyebabkan susah buang air besar yang disebut konstipasi dan itu adalah salah satu dari faktor yang menyebabkan hemoroid.

Faktor anatomi dapat mempengaruhi terjadinya hemoroid internal. Karena secara anatomis pada vena hemoroidalis tidak mempunyai klep sehingga memudahkan terjadinya timbunan darah dalam pleksus

(3)

hemoroidalis dan prolaps terjadi karena kendornya jaringan di bawah mukosa dan kulit. Hemoroid adalah bantalan jaringan ikat di bawah lapisan epitel saluran anus. Sebagai bantalan, maka ia berfungsi mengelilingi dan menahan anatomis antara arteri rektaris superior dengan vena rekatalis superior, media, dan inferior. Mengandung lapisan otot polos dibawah epitel yang membentuk masa bantalan. Memberi informasi sensori penting dalam membedakan benda padat, cair, atau gas. Secara teoritis, manusia memiliki tiga buah bantalan pada posterior kanan, anterior kanan, dan lateral kiri. Kelainan-kelainan bantalan yang terjadi pembesaran, penonjolan keluar, trombosis, nyeri, dan perdarahan yang kemudian disebut atau menjadi ciri dari hemoroid (Fikih, 2010).

Eliminasi alvi (buang air besar) merupakan pengeluaran veses dari anus dan rectum, hal ini juga disebut bowel movement. Frekuensi buang air besar pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rectum, saraf sensori dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk buang air besar (Al-Rasyid, 2001). Kebiasaan buang air besar tidak teratur yang abnormal disertai dengan pengerasan feses yang membuat fesesnya sulit dikeluarkan dan mengejan disebut dengan konstipasi. Konstipasi juga tampak sebagai akibat kebiasaan diit (konsumsi rendah terhadap masukan serat dan kurangnya asupan cairan). Kalau hal ini dibiarkan terlalu lama dapat menyebabkan hemoroid (Smeltzer & Bare, 2001).

Faktor usia dianggap berpengaruh terhadap kejadian hemoroid karena pada keadaan usia lanjut manusia telah mengalami penuaan pada fisiknya. Salah satu perubahan di usia lanjut adalah menurunnya tonus sfingter. Keadaan ini menyebabkan kelemahan struktur dinding pembuluh darah dan yang nantinya akan menimbulkan prolaps. Prolaps terjadi karena kendornya jaringan didaerah mukosa kulit. Walaupun tidak semua usia lanjut mengalami hemoroid

tetapi faktor ini dapat menyebabkan terjadinya hemoroid apabila faktor lain juga menunjang (Fikih, 2010).

Dari faktor diatas semuanya menyebabkan hemoroid. Jika seseorang telah terdiagnosa hemoroid maka perlu diperhatikan, karena hemoroid akan mengakibatkan beberapa dampak, dan salah satunya adalah perdarahan saat buang air besar dan tanpa nyeri (karena pada daerah ini tidak ada serabut nyeri), setelah itu akan terjadi defisiensi besi. Dampak psikologis dari penyakit ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan penderita merasa malu dengan penyakit yang dideritanya (Prrice & Wilson, 2006).

Upaya untuk mencegah hemoroid dengan cara melakukan kegiatan olah raga setiap hari (seperti senam, berjalan, berenang) dan menganjurkan pasien hemoroid untuk banyak makan makanan yang berserat (makan sayur dan buah yang cukup banyak), dan minum air putih minimal 1,5 liter perhari. Petugas kesehatan juga harus mengadakan penyuluhan hemoroid kepada masyarakat luas. Sehingga pengetahuan masyarakan lebih adekuat tentang penyakit hemoroid. Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi tingginya angka kejadian penderita hemoroid maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan aktivitas fisik dan konstipasi dengan derajat hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan pertanyaan masalah sebagai berikut: Adakah hubungan aktivitas fisik dengan derajat hemoroid? Adakah hubungan konstipasi dengan derajat hemoroid?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan aktivitas fisik dan konstipasi dengan derajat hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan.

METODOLOGI .PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan studi analitik dengan pendekatan cross sectional.

(4)

HASIL.PENELITIAN

Data Umum

1) Gambaran Lokasi Penelitian

Rumah sakit Umum Daerah RSUD Dr. Soegiri Lamongan terletak di jalan Kusuma Bangsa No. 07 kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan, merupakan satu-satunya rumah sakit umum di Kabupaten Lamongan. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Daerah yang terdiri dari 5 unit ruang rawat inap diantaranya yaitu ruang interna, bedah, anak, noenatus, nifas, ruang operasi, ruang bersalin. Rumah sakit ini juga dilengkapi unit rawat jalan yang terdiri dari poli paru, gigi, mata, kulit, anak, bedah, hamil, interna, instalasi rehabilitasi medik, poli umum dan dilengkapi unit rawat darurat, unit radiologi, serta laboratorium.

Pada penelitian ini lokasi yang digunakan oleh peneliti sebagai tempat penelitian adalah Unit Rawat Jalan (URJ) Bedah atau yang lebih dikenal sebagai ruang poli bedah. Diruang poli bedah ini terdapat 4 ruang utama antara lain: satu ruang untuk tindakan operasi kecil (minor surgery), dua ruang untuk perawatan dan pemeriksaan, dan satu ruang untuk kepala ruangan dan dokter. Di ruang poli bedah ini terdiri dari 3 orang perawat 2 orang dokter spesialis bedah dan dokter umum.

2) Karakteristik Responden

Yang Terdiri Dari Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan.

(1) Jenis Kelamin

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di URJ Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 33 responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 25

orang (75,8%) dan berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 8 orang (24,2%). (2) Umur

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di URJ Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan

No. Umur Frekuensi Prosentasi (%) 1. 2. 3. 4. 5. 20–30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 > 60 1 7 13 9 3 3,0 21,2 39,4 27,3 9,1 Jumlah 33 100

Berdasarkan Tabel 2. menunjukkan bahwa dari 33 responden sebagian besar yaitu berusia 41 - 50 tahun yaitu 13 orang (39,4%) dan sebagian kecil berusia 20 – 30 tahun yaitu 1 orang (3,0%).

(3) Pendidikan

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di URJ Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan

No. Pendidikan Frekuensi Prosentasi (%) 1. 2. 3. 4. 5. SD SLTP SLTA PT Tidak Sekolah 12 9 5 5 2 36,4 27,3 15,2 15,2 6,1 Jumlah 33 100

Berdasarkan Tabel 3. menunjukkan bahwa dari 33 responden sebagian besar tingkat pendidikan responden yaitu SD sebanyak 12 (36,4%) dan sebagian kecil Tidak Sekolah sebanyak 2 (6,1).

No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentasi (%) 1. 2. Laki-Laki Perempuan 25 8 75,8% 24,2% Jumlah 33 100

(5)

(4) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di URJ Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan No. Jenis Pekerjaan Frekuensi Prosentasi (%) 1. 2. 3. 4. 5. Petani Wiraswasta PNS Swasta Tidak Bekerja 12 12 2 5 2 36,4 36,4 6,1 15,2 6,1 Jumlah 33 100

Berdasarkan Tabel 4. menunjukkan bahwa dari 33 responden yang bekerja sebagai Petani dan Wiraswasta yaitu 12 orang (36,4%), dan sebagian kecil responden bekerja sebagai PNS dan Tidak Bekerja yaitu 2 orang (6,1%).

Data Khusus

Pada bagian ini akan disajikan data

responden berdasarkan aktivitas fisik, konstipasi dan derajat hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

1) Tingkat Aktivitas Fisik

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan tingkat aktivitas fisik di URJ Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan Berdasarkan tabel 5. menunjukkan bahwa dari 33 responden sebagian besar pasien hemoroid aktivitasnya cukup yaitu

sebanyak 24 (72,7%), sedangkan yang aktivitasnya kurang sebanyak 4 (12,1%). 2) Tingkat Konstipasi

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan tingkat konstipasi di URJ BedahRSUD Dr. Soegiri Lamongan Berdasarkan tabel 6. menunjukkan bahwa dari 33 responden sebagian besar dari pasien hemoroid yang mengalami konstipasi sebanyak 23 (69,7%), sedangkan yang tidak mengalami konstipasi sebanyak 10 (30,3%). 3) Derajat Hemoroid

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Derajat Hemoroid di URJ Bedah RSUDr. Soegiri Lamongan

Berdasarkan tabel 7. menunjukkan bahwa dari 33 responden sebagian besar mengalami hemoroid derajat II sebanyak 16 (48,5%), sedangkan sebagian kecil mengalami hemoroid derajat IV sebanyak 1 (3,0%).

4) Tabulasi silang aktivitas fisik dengan derajat hemoroid

Tabel 8. Distribusi Tabulasi Silang Aktivitas Fisik dengan Derajat Hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan

Berdasarkan tabel 8. menunjukkan responden yang aktivitasnya tinggi sebagian besar (60%) mengalami hemoroid derajat I, No Aktivitas Fisik Jumlah Prosentase (%) 1 2 3 Tinggi Cukup Kurang 5 24 4 15,2 72,7 12,1 Total 33 100 Akf Fisik Derajat Hemoroid Ket. I II III IV ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Tinggi Cukup Kurang 3 1 0 60 4,2 0 2 12 2 40 50 50 0 10 2 0 41,7 50 0 1 0 0 4,2 0 5 24 4 100 100 100 Total 4 12,1 16 48,5 12 36,4 1 3 33 100 rs = 0,421 p= 0,015

No Konstipasi Jumlah Prosentase (%) 1 2 Tidak Konstipasi Konstipasi 10 23 30,3 69,7 Total 33 100 No Derajat Hemoroid Jumlah Prosentase (%) 1 2 3 4 Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV 4 16 12 1 12,1 48,5 36,4 3,0 Total 33 100

(6)

sedangkan setengah (50%) dari seluruh responden dengan aktivitas cukup mengalami hemoroid derajat II, dan setengah (50%) dari seluruh responden dengan aktivitas fisik yang kurang mengalami hemoroid derajat II dan setengahnya lagi mengalami hemoroid derajat III.

Dari hasil uji spearman menggunakan program SPSS versi 16,0 didapatkan rs= 0,421 dan p= 0,015 dimana p < 0,05 maka H1 diterima artinya terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan derajat hemoroid.

5) Tabulasi Silang Konstipasi dengan derajat hemoroid

Tabel 9. Distribusi Tabulasi Silang Konstipasi dengan Derajat Hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan

Berdasarkan tabel 9. menunjukkan bahwa sebagian besar (70,0%) responden yang tidak konstipasi mengalami hemoroid derajat II, sedangkan sebagian besar responden (52,2%) yang konstipasi mengalami hemoroid derajat III.

Dari hasil uji koefisien kontingensi dengan menggunakan program SPSS versi 16,0 didapatkan (c)= 0,497 dan p= 0,013 dimana ρ < 0,05, maka Ho diterima artinya terdapat hubungan antara konstipasi dengan derajat hemoroid.

PEMBAHASAN.… .…

1. Aktivitas fisik

Dari tabel 5. dari data aktivitas fisik menunjukkan bahwa sebagian besar (72,7%) pasien hemoroid mempunyai aktivitas cukup. Yang artinya bahwa aktivitas fisik yang dilakukan pasien dengan berbatas cukup atau

sedang adalah aktif atau berlebihan, kondisi ini memang sudah baik tetapi belum baik karena kondisi ini masih bisa mengalami obstipasi atau konstipasi. Aktivitas cukup dapat dipengaruhi oleh faktor usia, yaitu seluruh pasien hemoroid berusia 41-50 tahun. Semakin tua umur seseorang maka semakin lemah fisik seseorang sehingga dapat berpengaruh pada aktivitasnya. Termasuk tingkat energi yaitu merupakan sumber energi untuk melakukan aktivitas, agar seseorang dapat melakukan aktivitas dengan baik dibutuhkan energi yang cukup. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.

Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari (Arya, 2008).

Selain usia, aktivitas juga dapat dipengaruhi oleh proses penyakit atau cedera, proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Jika mobilitas kurang akan menyebabkan konstipasi dan hal ini bisa menyebabkan terjadinya hemoroid. Oleh sebab itu pendidikan juga mempengaruhi agar proses penyakit atau cidera tidak bertambah parah.

Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar pasien hemoroid berpendidikan terakhir SD. Pada umumnya seseorang yang memiliki tingkat pendidikan rendah sukar untuk melakukan komunukasi maupun menyerap informasi dari luar termasuk informasi dari tenaga keksehatan. Dengan demikian karena sulitnya menerima informasi maka akibat yang timbul adalah terjadinya ketidaktahuan pasien mengenai manfaat aktivitas. Menurut Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingakat pendidikan seseorang, semakin baik pula pengetahuannya.

Pekerjaan juga dapat mempengaruhi aktivitas seseorang. Dari penelitian diatas hampir setengah pasien hemoroid bekerja sebagai petani dan wiraswasta. Dimana seorang petani dan wiraswasta sering bekerja

Konstip asi Derajat Hemoroid Ket. I II III IV ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Tidak Konstipa si Konstipa si 3 1 30, 0 4,3 7 9 70,0 39,1 0 12 0 52,2 0 1 0 4,3 10 23 100 100 Total 4 12, 1 16 48,5 12 36,4 1 3,0 33 100 (c)= 0,497 p= 0,013

(7)

sambil duduk dan mengangkat beban yang berat. Semua aktivitas individu berbeda pada setiap individu, tergantung pada kebiasaan hidup serta kegiatan sehari-hari. Seseorang dengan pekerjaan yang berat tentu dia akan memiliki aktivitas yang berat pula, sebagai contoh kuli bangunan akan mempunyai aktivitas yang lebih untuk menjalankan aktivitasnya. Hal ini memerlukan adaptasi terhadap sistem tubuhnya dengan memberikan tahanan pada vena hemoroidalis yang tinggi dan terjadi penekanan yang berlebihan pada vena di daerah anus.

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya usia, proses penyakit, pendidikan dan pekerjaan.

Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan, dan bekerja. (Tarwoto & Wartonah, 2004).

Dari tabel 6 dari data konstipasi menunjukkan bahwa sebagian besar (69,7%) pasien hemoroid mengalami konstipasi. Konstipasi bisa disebabkan karena pola atau jenis makanan yang dikonsumsi, makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi. Selain itu asupan cairan juga dapat mempengaruhi, Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh karena proses absorpsi air yang kurang sehingga dapat mempengaruhi kesulitan proses defekasi. Dengan demikian kebiasaan pasien diatas masih bisa terjadi konstipasi apabila dilakukan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan terjadinya hemoroid.

Konstipasi adalah gangguan pada pola eliminasi akibat adanya feses kering atau keras yang melewati usus besar, perjalanan feses yang lama karena jumlah air yang diabsorbsi sangat kurang menyebabkan feses menjadi kering dan keras (Mubarak, 2007)

Konstipasi termasuk kebiasaan yang banyak diderita pada seseorang yang semakin tua. Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien hemoroid berusia 41 -50 tahun. Fakta diatas sesuai kenyataan pasien tentang kemampuan proses pengontrolan sudah mengalami penurunan dibandingkan pada orang dewasa. Selain itu

kejadian konstipasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: usia, diet, asupan cairan, pengobatan, gaya hidup, penyakit, nyeri, kerusakan sensoris dan motoris.

Hal ini dipertegas dengan teori setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda. Pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan (Al-Rasyid, 2001).

2. Derajat Hemoroid

Dari tabel 7 dari data hemoroid menunjukkan bahwa sebagian pasien hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan mengalami hemoroid derajat II dan sebagian kecil pasien mengalami hemoroid derajat IV. Hemoroid dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia dan pekerjaan.

Sebagian besar usia pasien hemoroid yaitu 41-50 tahun, serangan hemoroid sering muncul pada usia >40 tahun. Pada umur tersebut rentan dengan penyakit hemoroid, karena pada usia lanjut manusia telah mengalami penuaan pada fisiknya. Salah satu usia lanjut adalah menurunnya tonus sfingter. Keadaan ini menyebabkan kelemahan struktur dinding pembuluh darah dan yang nantinya akan menimbulkan prolaps. Prolaps terjadi karena kendornya jaringan dibawah mukosa dan kulit. Walaupun tidak semua usia lanjut dapat mengalami hemoroid tetapi faktor ini dapat menyebabkan terjadinya hemoroid apabila faktor lain juga menunjang (Fikih, 2010).

Selain itu pekerjaan juga mempengaruhi yaitu sebagian pasien hemoroid bekerja sebagai petani dan wiraswasta. Berat ringannya pekerjaan seorang petani dan wiraswasta dipengaruhi oleh jenis pekerjaan tersebut. Orang dengan pekerjaan yang berat mempunyai resiko yang berat pula terhadap kesehatannya dari pada pekerjaan ringan. Suatu pekerjaan yang dilakukan manusia dari yang ringan sampai yang berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan vena hemoroidalis. Apabila hal ini dilaksanakan dalam waktu yang lama dan frekwensi yang berat maka hal ini dianggap sebagai salah

(8)

satu faktor yang berperan dalam insiden hemoroid.

Pekerjaan yang berat dapat berakibat terhadap organ-organ tubuhnya, salah satunya adalah sfingter ani dan apabila hal ini dilakukan dalam waktu yang lama akan berakibat terhadap kesehatannya. Hal inilah yang dianggap sebagai faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hemoroid akibat tekanan pada sfingter ani yang terlalu lama (Fikih, 2010).

3. Hubungan Aktivitas Dengan Derajat Hemoroid

Berdasarkan hasil perhitungan dengan SPSS versi 16,0 didapatkan hasil uji spearman rs= 0,421 dan p= 0,015 dimana p < 0,05 maka H1 diterima artinya terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan derajat hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Yang mana, Jika aktivitas fisik tinggi maka derajat hemoroidnya rendah. Begitu juga sebaliknya jika responden aktivitas fisiknya kurang maka derajat hemoroidnya tinggi.

Aktivitas merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hemoroid. Apabila aktivitas kurang inseden terjadinya hemoroid semakin tinggi.

Penelitian telah membuktikan bahwa berolahraga merupakan aktivitas yang sangat berguna bagi kesehatan. Semakin giat berolahraga maka keuntungan yang didapat juga semakin besar. Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena mempengaruhi aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga proses pergerakan peristaltic pada daerah kolon dapat bertambah baik, dan memudahkan untuk membantu kelancaran proses defekasi. Sebaliknya imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal hal ini disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga menyebabkan gangguan proses eliminasi dan akan menyebabkan terjadinya hemoroid ( Hidayat, 2006).

Dari pembahasan diatas peneliti berasumsi bahwa aktivitas juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi derajat

hemoroid. Karena hemoroid dipengaruhi oleh beberapa faktor, oleh karena itu pentingnya peran dokter dan perawat untuk memberikan informasi dan pengobatan mengenai faktor yang dapat mempengaruhi hemoroid. Dan juga perlu bagi pasien sendiri untuk mematuhi dan menjaga pola hidup yang sehat, melakukan aktivitas yang cukup agar terhindar dari penyakit hemoroid.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan program SPSS versi 16,0 didapatkan hasil uji koefisien kontingensi (c)= 0,497 dan p= 0,013 dimana ρ < 0,05, maka Ho diterima artinya terdapat hubungan antara konstipasi dengan derajat hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Yang mana pasien yang tidak mengalami konstipasi maka derajat hemoroidnya rendah. Begitu sebaliknya apabila mengalami konstipasi maka derajat hemoroidnya semakin tinggi. Jadi ada hubungan antara konstipasi dengan kejadian hemoroid.

Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, maka ketika seseorang tersebut buang air besar ditempat terbuka atau tempat yang kotor maka ia akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga pengerasan feses tidak normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang menimbulkan nyeri. Selain itu Fisura anal juga dapat diakibatkan oleh pasase feses yang keras melalui anus, merobek lapisan kanal anal. Hemoroid terjadi sebagai akibat kongesti vaskuler perianal yang disebabkan oleh peregangan (Smeltzer & Bare, 2001).

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan konstipasi dengan derajat hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan. Jika aktivitas fisik cukup maka derajat hemoroidnya rendah. Begitu juga sebaliknya jika responden aktivitas fisiknya kurang maka derajat hemoroidnya tinggi.

(9)

Dan apabila tidak terjadi konstipasi maka derajat hemoroidnya rendah. Begitu sebaliknya apabila terjadi konstipasi maka derajat hemoroidnya semakin tinggi.

Hal ini kemungkinan disebabkan dalam mengukur aktivitas fisik dan kebiasaan BAB (konstipasi) dengan menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi yang mana pada lembar kuesioner dan lembar observasi tergambar secara jelas sehingga responden dapat menjawab pertanyaan secara tepat.

PENUTUP. …

1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Sebagian besar pasien hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan aktivitas fisiknya cukup.

2) Sebagian besar pasien hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan mengalami konstipasi.

3) Sebagian besar pasien hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan mengalami hemoroid derajat II.

4) Terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan derajat hemoroid pada pasien hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan. 5) Terdapat hubungan yang signifikan

antara konstipasi dengan derajat hemoroid pada pasien hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan. 2. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diatas maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut :

1) Bagi responden: Diharapkan pasien hemoroid mampu melakukan aktivitas fisik yang cukup serta memakan makanan yang rendah serat untuk mengurangi terjadinya konstipasi yang akan menyebabkan terjadinya hemoroid. 2) Bagi institusi kesehatan: Diharapkan

hasil penelitian ini dapat mempertahankan peran petugas kesehatan khususnya perawat dengan tetap memberikan edukasi kepada pasien

khususnya pasien hemoroid. Dan sebagai sarana pembanding bagi dunia ilmu pengetahuan dalam memperkaya informasi tentang kejadian hemoroid. 3) Bagi peneliti berikutnya: Hasil

penelitian ini dapat dijadikan sebagai studi pendahuluan untuk mengembangkan penelitian lainnya terutama dalam upaya mencegah terjadinya hemoroid. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan memperluas variabel yang diduga juga dapat mempengaruhi terjadinya hemoroid, antara lain faktor aktivitas fisik, pola makan, kebiasaan bab, konstipasi, kurang mobilisasi, pekerjaan, anatomi, dan usia.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Rasjid, H. (2001). Prespektif Baru Terapi Hemoroid. Surabaya : Ardium.

Arya, W. (2008). Lakukan Aktivitas Fisik 30

menit Sekali.

www.eurekaindonesia.org. Diakses tanggal 13 Desember 2011.

Depkes RI. (2009). Konsep Pola Makan. http//www.puskesmasoke.com.

Diakses: tanggal 9 Desember 2011. Fikih, M. (2010). Referat Hemoroid.

http://www.karikaturijo.wordpress.co m. Diakses : tanggal 9 Desember 2011. Hidayat, A.A. (2006). Kebutuhan Dasar

Manusia I. Jakarta: Salemba Medika Mubarak, W.I. (2008). Buku Ajar Kebutuhan

Dasar Manusia. Jakarta: EGC.

Notoatmojo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Price & Wilson. (2006). Patofisiologi Hemoroid. Jakarta: Arcan.

(10)

Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC

Sudoyo & Aru, W. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta. FKUI.

Tarwoto & Wartonah. (2004). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Gambar

Tabel 1. Distribusi  Responden  Berdasarkan Jenis  Kelamin  di  URJ  Bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan
Tabel 9. Distribusi  Tabulasi  Silang Konstipasi  dengan  Derajat Hemoroid di URJ Bedah RSUD Dr

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian ester stanol yang diformulasikan ke dalam susu rendah lemak secara statistik tidak ada perbedaan penurunan kadar kolesterol total antara kelompok perlakuan (8.71%)

Tuturan (14) adalah contoh tuturan tindakan komisif yang mengikat penuturnya untuk berjanji dengan sungguh-sungguh akan membeli burung Luri yang dijual oleh

Pemulangan: Penjelasan Penyakit Gizi dan Imunisasi Kontrol poliklinik Varians:

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG PENERIMA TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN

Aksi-aksi radikalisme, global jihad agama dan penganutnya. Agama yang teroris akan dianggap sebagai agama ya radikal. Pemeluknya pun akan dica memaksakan keinginannya dengan

Hasil dari perhitungan energi dapat digunakan untuk membantu ibu hamil dalam menentukan kebutuhan gizi, sehingga diharapkan dengan adanya aplikasi ini maka ibu hamil dapat

Langkah- langkah dalam analisa data yang diperoleh yaitu :  Kecepatan arus bebas kendaraan  Kapasitas jalan  Derajat kejenuhan dan tingkat pelayanan jalan 