• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II Lusiana Yunika M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II Lusiana Yunika M."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bank

2.1.1 Pengertian Bank

Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk membiayai, karena pembangunan sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan lembaga keuangan dalam pembiayaan pembangunan sangat diperlukan. Lembaga keuangan yang terlibat dalam suatu pembiayaan pembangunan ekonomi dibagi menjadi dua, yaitu lembaga keuangan bank (bank) dan lembaga keuangan non bank (Kuncoro dan Suhardjono, 2002).

Bank berasal dari bahasa Italia yaitu “Banco” yang berarti “Bangku”. Menurut Undang-Undang Perbankan no. 10 tahun 1998,

(2)

Perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential) yang bertujuan untuk menunjang pelaksanaan dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak. Kemudian untuk mengetahui lebih jauh peranan yang dapat dilakukan oleh suatu bank dapat disimak dari definisi bank tersebut. Dalam berbagai bukuperbankan, suatu bank didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Menurut Suhardjono (2002), terdapat tiga fungsi utama bank dalam pembangunan ekonomi, yaitu :

1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana masyarakat dalam

bentuk simpanan.

2. Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit.

3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan peredara uang.

2.2 Penilaian Kesehatan Bank

(3)

Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya. Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin maupun secara berkala mengenai seluruh aktifitasnya dalam suatu periode tertentu (Kashmir, 2000).

Penilaian kesehatan bank dapat dilakukan setiap tahun, apakah ada peningkatan atau penurunan. Bagi bank yang kesehatannya terus meningkat tidak jadi masalah, karena itulah yang diharapkan dan supaya dipertahankan terus kesehatannya. Akan tetapi bagi bank yang terus tidak sehat, mungkin harus mendapat pengarahan atau sanksi dari Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank. Bank Indonesia dapat saja menyarankan unutk melakukan perubahan manajemen, merger, konsolidasi, akuisisi atau malah dilikuidir keberadaannya jika memang sudah parah kondisi bank tersebut.

Menurut Kashmir (2000) mengemukakan bahwa penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi bebarapa aspek seperti :

1. Aspek Permodalan

(4)

2. Aspek Kualitas Aset

Yaitu untuk menilai jenis-jenis asset yang dimiliki oleh bank. Penilaian aset harus sesuai dengan peraturan oleh Bank Indonesia dengan memperbandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia.

3. Aspek Kualitas Manajemen

Dalam mengelola kegiatan bank sehari-hari juga dinilai kualitas manajemennya. Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dapat dilihat dari pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani berbagai kasus-kasus yang terjadi dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas.

4. Aspek Likuiditas

(5)

5. Aspek Rentabilitas

Merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya, apakah setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat. 2.3Capital Adequacy Ratio

Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio yang mewajibkan

pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank. CAR diukur dari rasio antara modal sendiri terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Modal sendiri adalah total modal yang berasal dari bank yang terdiri dari modal disetor, laba ditahan, dan cadangan yang dibentuk bank. Sedangkan ATMR adalah merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca dengan ATMR administratif. ATMR neraca diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominalnya dengan bobot resiko masing-masing. ATMR administratif diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominalnya dengan bobot resiko aktiva administratif (Hadinugroho dan Yudha, 2012).

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) terdiri atas jumlah ATMR yang dihitung berdasarkan masing-masing nilai pos aktiva pada rekening administratif bank dikaitkan dengan bobot resikonya masing-masing. Komponen-komponen pembentukan ATMR adalah sebagai berikut (Sam, 2012) :

(6)

3. Tagihan derivative (bobot 100%) 4. Kredit yang diberikan (bobot 100%) 5. Penyertaan (bobot 100%)

6. Aktiva tetap (bobot 100%) 7. Aktiva lain-lain (bobot 100%)

8. Fasilitas kredit yang belum ditarik nasabah (bobot 100%) 9. Bank garansi yang belum diberikan (bobot 100%)

Capital Adequacy Ratio (CAR) memperlihatkan seberapa jauh seluruh

aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, dan tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang). Rasio permodalan ini merupakan komponen kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku (Muljono, 1996).

Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan kemampuan bank dalam

(7)

dahulu, dan maksimum kredit yang diberikan sebesar 1250% dari jumlah modal yang dimilikinya. Oleh karena itu, di dalam perencanaan volume kredit tidak boleh melanggar batas CAR tersebut (Muljono, 1996).

Kewajiban Penyediaan Modal Minimum atau Capital Adequacy Ratio tersebut pada dasarnya suatu ukuran modal yang diharapkan dapat menjamin bahwa bank yang beroperasi secara internasional maupun nasional akan beroperasi secara baik. Bank-bank umum di Indonesia wajib menjaga Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 8% untuk dikatakan sebagai bank yang sehat.

Bank yang memiliki CAR dibawah 8% atau dibawah ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, maka pemilik pengendali diharuskan untuk menambah modal atau kehilangan hak pengendaliannya atas bank dengan kata lain bank memiliki potensi untuk dilikuidasi (Margaretha dan Setiyaningrum, 2011).

2.4 Non Performing Loans (NPL)

Non Performing Loans (NPL) atau yang sering disebut dengan kredit

(8)

Kriteria penilaian kolektibilitas secara kuantitatif didasarkan pada keadaan pembayaran kredit oleh nasabah yang tercermin dalam catatan pembukuan bank, yaitu mencakup ketepatan pembayaran pokok, bunga, maupun kewajiban lainnya. Penilaian terhadap pembayaran tersebut dapat dilihat berdasarkan data historis (past performance) dari masing-masing rekening pinjaman. Selanjutnya, data historis tersebut dibandingkan dengan standar sistem penilaian kolektibilitas, sehingga dapat ditentukan kolektibilitas dari suatu rekening pinjaman. Sedangkan kriteria penilaian kolektibilitas secara kualitatif didasarkan pada prospek usaha debitur dan kondisi keuangan usaha debitur. Dalam menentukan judgement terhadap usaha debitur yang dinilai adalah kemampuan debitur membayar kembali pinjaman dari hasil usahanya (sebagai first way out) sesuai perjanjian (Kuncoro dan Suhardjono, 2002).

Non Performing Loans dihitung berdasarkan perbandingan antara

jumlah kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas asset bank umum. Kredit bermasalah dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi cadangan kerugian penurunan nilai).

(9)

1. Kredit Kurang Lancar, yaitu kredit pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama tiga bulan dari waktu yang telah diperjanjikan.

2. Kredit Diragukan, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama enam bulan atau dua kali dari jadwal yang telah diperjanjikan.

3. Kredit Macet, yaitu kredit pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama lebih dari satu tahun sejak jatuh tempo dari jadwal yang telah diperjanjikan.

Secara garis besar, penyebab kredit macet terbagi menjadi 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Kuncoro dan Suhardjono, 2002).

1. Faktor Internal :

1) Kebijakan perkreditan yang kurang menunjang, 2) Kelemahan sistem dan prosedur penilaian kredit,

3) Pemberian dan pengawasan kredit yang menyimpang dari prosedur, 4) Itikad yang kurang baik dari pemilik, pengurus, dan pegawai bank. 2. Faktor Eksternal

1) Lingkungan usaha debitur,

2) Musibah (kebakaran, bencana alam) atau kegagalan usaha, 3) Persaingan antar bank yang tidak sehat.

(10)

memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kondisi kinerja bank yang kurang bagus akan berpengaruh secara menyeluruh terhadap upaya perbaikan kesejahteraan pegawai, pemupukan modal sendiri, pengembangan usaha dan sebagainya. Oleh karena itu manajemen kredit selalu berusaha membuat pedoman deteksi dini (early warning system) terhadap setiap perubahan yang terjadi pada kredit nasabah, karena kredit menjadi bermasalah tentu melalui suatu proses yang memakan waktu cukup lama. Sehingga manajemen kredit bermasalah harus bersifat antisipatif, proaktif, dan harus disiplin dalam penanganannya (Suhardjono dan Kuncoro, 2002).

Deteksi dini atas kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis dengan cara mengembangkan sistem “pengenalan diri” yang berupa suatu daftar kejadian atau gejala yang diperkirakan dapat menyebabkan suatu pinjaman berkembang menjadi kredit bermasalah.

2.5 Kualitas Manajemen

Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai aspek. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, dan tidak sehat. Salah satu aspek yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam menilai kesehatan bank ialah aspek kualitas manajemen.

(11)

aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas.

Net Interest Manajemen (NIM) digunakan sebagai pengukur kualitas

manajemen bank yang dilihat dari pendapatan bunga bersih yang diperoleh bank (Kashmir, 2000).

Net Interest Margin (NIM) adalah rasio antara pendapatan bunga

bersih terhadap jumlah kredit yang diberikan (outstanding credit). Pendapatan bunga bersih diperoleh melalui bunga yang diterima dari pinjaman yang diberikan dikurangi dengan biaya bunga dari sumber dana yang dikumpulkan. NIM suatu bank dikatakan sehat apabila mempunyai NIM diatas 2%. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih (Krisna, 2008).

Semakin tinggi Net Interest Margin (NIM) menunjukkan bank semakin efektif dalam penempatan aktiva produktif dalam bentuk kredit. Oleh karena itu, semakin tinggi NetInterest Margin (NIM) yang dicapai oleh suatu bank, maka kinerja bank tersebut semakin baik, sehingga Capital Adequacy Ratio (CAR) semakin meningkat (Krisna, 2008).

2.6 Likuiditas Bank

(12)

disebabkan dana yang dikelola bank sebagian besar adalah dana masyarakat yang sifatnya jangka pendek yang sewaktu-waktu dapat ditarik (Jaya, 2012).

Likuiditas bank dapat didefinisikan sebagai kemampuan bank untuk menyediakan alat-alat likuid guna membayar semua kewajiban yang segera jatuh tempo berupa titipan nasabah dan pemberian pinjaman kepada nasabah. Bank dikatakan likuid apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Cash asset sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuiditasnya.

2. Cash asset lebih kecil dari kebutuhan yang akan digunakan untuk likuiditasnya, tetapi bank juga mempunyai asset lainnya (khususnya surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan pasarnya.

3. Kemampuan untuk menciptakan cash asset baru melalui berbagai bentuk utang.

2.6.1 Fungsi Likuiditas Bank

Likuiditas bank sangat penting karena besar likuiditas wajib minimum (LWM) atau giro wajib minimum (GWM) bank telah ditetapkan Bank Indonesia selaku bank sentral. Terdapat lima fungsi utama likuiditas bank, yaitu (Jaya, 2012) :

(13)

tempo. Oleh karena itu, sepanjang bank tersebut dinilai mempunyai likuiditas tinggi, pemilik dana tidak ragu-ragu menempatkan atau menyimpan uangnya di bank tersebut.

2. Menjamin tersedianya dana bagi setiap pemohon kredit yang telah disetujui. Pada dasarnya bank melakukan bisnis dengan nasabah, jika bank menolak untuk menyediakan dana atas permohonan kredit yang telah disetujui, mungkin debitur akan lari ke bank lain.

3. Mencegah penjualan asset secara terpaksa, apabila dalam posisi likuid cukup berat bank tersebut mungkin tidak dapat memperpanjang pinjaman yang diterima dari bank lain. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan terpaksa menjual surat berharga yang umum dengan harga rendah.

4. Menghindarkan diri dari kewajiban membayar suku bunga yang tinggi atas dana yang diperoleh di pasar uang. Pemilik dana akan menganggap bahwa menempatkan dana pada bank beresiko tinggi. 5. Menghindarkan diri dari penggunaan fasilitas discount window

secara terpaksa. Semakin sering suatu bank menggunakan fasilitas discount window, semakin tidak bebas manajemen bank tersebut

menentukan dan melaksanakan kebijakan usahanya.

(14)

dipinjamkan kepada bank dapat dibayar kembali oleh bank pada saat jatuh tempo. Suatu bank yang likuid akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat atau nasabah terhadap bank tersebut sehingga dapat memperkuat daya tahannya.

Penyediaan likuiditas bank akan diambil dari permodalannya bila bank tersebut mengalami kerugian, dan kemungkinan besar modal bank akan terkikis sedikit demi sedikit untuk untuk menutupi kerugian yang dialami bank, dengan demikian rasio kecukupan modal bank akan mengalami penurunan (Haryati 2001).

2.6.2 Sumber Likuiditas Bank

Sumber likuiditas bank merupakan alat yang dapat digunakan oleh bank untuk memelihara posisi likuiditasnya. Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002), sumber dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank adalah sebagai berikut :

1. Dana dari masyarakat berupa penempatan netto dari giro, deposito, dan lain-lain. Penempatan netto (surplus antara penarikan perpanjangan dan penempatan dana baru) dari para deposito bank. 2. Bagian asset bank yang dapat dicairkan dan telah jatuh tempo

pembayaran. Termasuk dalam bagian ini adalah pelunasan kembali kredit dari nasabah dan pencairan surat berharga likuid yang telah jatuh tempo.

(15)

likuid, bank dapat mencairkan secondary reserve berupa SBI, SPBU, Sertifikat Deposito, dan lain-lain.

4. Melakukan pinjaman dana baru berupa Interbank Call Money, Deposit on Call.

5. Memanfaatkan fasilitas pinjaman yang disediakan Bank Sentral sebagai bagian dari peranannya sebagai lender of the last resort berupa pemberian fasilitas diskonto, kredit likuiditas dan lain-lain.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dapat berasal dari dana perusahaan maupun dana dari pihak luar perusahaan. Dana yang berasal dari perusahaan sendiri berupa asset perusahaan yang digunakan dalam bentuk tagihan kepada nasabah dan surat berharga. Sedangkan dana yang berasal dari luar perusahaan yaitu berupa dana yang berasal dari masyarakat berupa penempatan netto dan giro, deposito dan tabungan, pinjaman dari bank sentral serta pinjaman dari bank lain berupa interbank call money dan deposit on call.

2.6.3 Resiko Likuiditas Bank

(16)

dihadapkan pada biaya yang besar berkaitan dengan pemeliharaan alat-alat likuid yang berlebihan. Oleh karena itu, dalam pengelolaan likuiditas bank tersebut terdapat beberapa risiko yang timbul dalam pengelolaan likuiditas bank, antara lain sebagai berikut (Kuncoro dan Suhardjono, 2002) :

1. Resiko Pendanaan (Funding Risk)

Risiko ini timbul apabila bank tidak cukup dana untuk memenuhi kewajibannya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan risiko pendanaan adalah penarikan deposito dan pinjaman dalam jumlah besar yang tidak diduga sebelumnya, atau jatuh tempo (maturity profile) dari asset maupun liabilities tidak terdeteksi, dan

sebagainya.

2. Resiko Bunga (Interest Risk)

Adanya berbagai variasi tingkat suku bunga dalam asset maupun liabilities dapat menimbulkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang akan diperoleh.

2.7 Kerangka Pemikiran

Penelitian terdahulu tentang Capital Adequacy Ratio (CAR) telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Shitawati (2006) melakukan penelitian untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Capital Adequacy Ratio pada bank umum di Indonesia. Shitawati menggunakan

(17)

Minimum, Net Interesting Margin, dan Loan to Deposit Ratio. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap Capital Adequacy Ratio baik secara parsial maupun simultan.

Krisna (2008) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Capital Adequacy Ratio, dimana faktor-faktor yang digunakan ialah Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO), Net Interesting Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), danNon Performing Loans(NPL). Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa variabel Return OnInvestment (ROI), Loan to Deposit Ratio (LDR), danNon Performing Loans(NPL) secara parsial

mempengaruhi Capital Adequacy Ratio. Sedangkan Return on Equity (ROE), Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO), dan Net Interesting Margin (NIM) tidak signifikan mempengaruhi Capital Adequacy Ratio.

Hadinugroho dan Yudha (2012) telah meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Capital Adequacy Ratio (CAR) pada bank umum di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa secara parsial Net Interest Margin (NIM) dan Giro Wajib Minimum (GWM) memiliki pengaruh

signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).

(18)

simultan maupun parsial berpengaruh terhadap CAR pada bank pemerintah di Indonesia.

Fitrianto dan Mawardi (2006) menguji tentang analisis pengaruh kualitas asset, likuiditas, rentabilitas, dan efisiensi terhadap rasio kecukupan modal perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio NPA dan NPL tidak signifikan terhadap CAR.

Penelitian Margaretha dan Setyaningrum (2011) tentang pengaruh resiko, kualitas manajemen, ukuran, dan likuiditas bank terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) bank-bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

menunjukkan bahwa variabel resiko (NPL) dan ukuran bank tidak mempunyai pengaruh terhadap Capital Adequacy Ratio(CAR). Sedangkan kualitas manajemen dan likuiditas mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).

(19)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.8 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran di atas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Non Performing Loan (NPL), kualitas manajemen, dan likuiditas bank secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).

H2 : Non Performing Loan (NPL) berpengaruh signifikanterhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).

H3 : Kualitas manajemen berpengaruh signifikanterhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).

H4 : Likuiditas bank berpengaruh signifikanterhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).

CAR (Y) NPL

(X1)

Kualitas Manajemen (X2)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

4.11 Model hubungan antara variabel persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP (X1) dan partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP (X2) dengan kompetensi

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat dipergunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman