• Tidak ada hasil yang ditemukan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Deskripsi Ayam Sentul

Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Awalnya, ayam tersebut hidup di hutan kemudian didomestikasi serta dikembangkan oleh masyarakat pedesaan. Ayam lokal yang terdapat di Indonesia mempunyai bentuk tubuh yang kompak dengan pertumbuhan badan relatif bagus, pertumbuhan bulunya sempurna dan variasi warnanya juga cukup banyak (Sarwono, 2003).

Taksonomi ayam kampung menurut Sarwono (2003) yaitu : Kingdom : Animalia Filum : Chordata, Subfilum : Vertebrata, Kelas : Aves, Subkelas : Neonithes, Superordo : Superordo, Ordo : Galiformers, Famili : Phasianidae, Genus : Gallus,

Species : Gallus Domesticus

Ayam lokal terdiri dari berbagai rumpun atau galur, salah satunya yaitu ayam Sentul. Ayam Sentul termasuk salah satu dari 8 rumpun ayam

(2)

lokal yang diidentifikasi asli dari wilayah Jawa Barat. Delapan rumpun ayam lokal tersebut yaitu; ayam Banten (Banten), ayam Burgo (Cirebon), ayam Ciparage (Karawang), ayam Wereng (Indramayu), ayam Pelung (Cianjur dan Sukabumi), ayam Sentul (Ciamis), ayam Lamba (Garut), dan ayam Jantur (Pamanukan-Subang) (Soeparna dkk., 2005).

Kata Sentul berasal dari bahasa Jawa yang artinya “Kekuning-kuningan atau Kuning Keabu-abuan”. Daerah Ciamis ada semacam buah yang warnanya abu-abu kekuning-kuningan, oleh karena itu ayam yang berkembang di daerah Ciamis yang mempunyai warna abu-abu ke kuning-kuningan disebut Ayam Sentul (Sartika dan Iskandar, 2007). Penampilan fisik ayam ini tergolong tipe ayam aduan, tetapi kini kebanyakan dipelihara sebagai penghasil telur dan daging. Berdasarkan warna bulu ayam Sentul dibedakan menjadi enam varietas yaitu, ayam Sentul Kelabu, ayam Sentul Geni, ayam Sentul Jambe, ayam Sentul Batu, ayam Sentul Debu dan ayam Sentul Emas (Rahmat, 2003). Ayam Sentul merupakan salah satu unggas bertipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan telur. Ayam Sentul memiliki keunggulan dari jenis ayam lokal lainnya yaitu pertumbuhan yang lebih cepat dan bobot badan yang relatif tinggi, bobot badan ayam Sentul jantan 1,3 - 3,5 kg dan ayam betina 0,8 – 2,2 kg, produksi telur 118 butir/tahun (Diwyanto dkk., 2011). Bobot ayam sentul umur lima bulan, atau akhir periode pertumbuhan yaitu sebesar 1,7 kg per ekor (Meyliyana dkk., 2013).

Peternakan Warso Unggul Gemilang terletak di Jalan Cinagara, Desa Tangkil, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini berada pada ketinggian 629 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 5000 mm pertahun, dan suhu rata-rata di lokasi ini adalah 20oC dengan kelembaban 60 persen. Warso Unggul Gemilang berbatasan langsung dengan

(3)

Jalan Cinagara di Utara, lahan pertanian warga di Selatan, lahan pertanian dan rumahwarga di Barat dan Timur. (Citra Lestari Group, 2015).

Ayam Sentul Warso merupakan ayam Sentul bibit yang dipelihara berasal dari unit penetasan milik Warso Unggul Gemilang. Ayam Sentul ini secara terus menerus diseleksi untuk mendapatkan ayam Sentul dengan kualitas yang baik. Ayam dipelihara dari periode indukan, pertumbuhan sampai periode produksi. Jumlah ayam Sentul bibit periode produksi yang dipelihara Warso Unggul Gemilang tahun 2016 sebanyak 9.971 ekor, terdiri atas 786 ekor pejantan dan 9.185 ekor betina (Citra Lestari Group, 2015).

1.1 Kebutuhan Energi dan Protein Ayam Lokal

Ayam lokal memerlukan nutrien yang memadai untuk regenerasi jaringan, pertumbuhan bagian tubuh, dan reproduksi. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ayam lokal antara lain kemampuan genetik, pemberian ransum, dan kualitas ransum. Kualitas ransum yang baik dapat dilihat dari kandungan nutrien dan keseimbangannya. Energi dan protein merupakan kandungan nutrien yang menjadi acuan dalam menyusun ransum unggas, karena nutrien tersebut sangat penting bagi pertumbuhan yang dapat menunjang produktivitas pada periode selanjutnya.

Energi diperlukan untuk semua kegiatan fisiologis dan produksi ayam, termasuk aktivitas pernapasan, sirkulasi darah, pencernaan makanan, dan sebagainya. Secara umum kebutuhan energi akan tergantung pada berat badan, temperatur lingkungan, aktivitas dan status fisiologis dari ayam tersebut. Energi berlebihan disimpan dalam bentuk lemak. Kelebihan energi metabolis tidak dikeluarkan oleh hewan. Oleh karena itu yang paling efisien dalam pemberian makanan pada ayam adalah membuat ransum seimbang tingkat energi dan zat-zat

(4)

makanan lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan, produksi telur atau hasil akhir dari pertumbuhan yang dikehendaki (Wahju, 2004). Ayam akan memenuhi energi sesuai dengan yang diperlukan. Bila energi di dalam ransum rendah, ayam akan makan lebih banyak. Begitu pula bila kandungan energi ransum tinggi, akan mengurangi jumlah makanannya (Rahayu dkk.,2011).

Protein merupakan zat organik yang tersusun dari unsur karbon, nitrogen, oksigen dan hidrogen. Fungsi protein untuk hidup pokok, pertumbuhan jaringan baru, memperbaiki jaringan rusak, metabolisme untuk energi dan produksi (Anggorodi, 1994). Pemberian ransum dengan kadar protein yang lebih tinggi tidak menyebabkan peningkatan pertumbuhan maupun perbaikan nilai konversi pakan yang berarti Sedangkan pemberian ransum dengan kadar protein yang lebih rendah menyebabkan pertumbuhan yang lebih lambat dan efisiensi penggunaan pakan yang lebih jelek. Kekurangan asupan protein dan energi menyebabkan tertahannya kapasitas genetik tumbuh sehingga ternak tumbuh kurang optimal. Sebaliknya, apabila asupan protein dan energi berlebihan, ternak akan mengeluarkan kelebihan protein tersebut sehingga merupakan pemborosan. Jika kebutuhan energinya sudah terpenuhi, ayam akan berhenti makan. Kandungan energi yang tinggi dalam pakan akan membuat ayam lebih cepat berhenti makan (Iskandar, 2012).

Kualitas ransum tergantung dari kandungan nutrisinya dan keseimbangan antara energi dan protein (Rasyaf, 2008). Sampai saat ini standar gizi ransum ayam lokal yang dipakai di Indonesia didasarkan rekomendasi Scott et al.,(1982) dan NRC (1994). Rekomendasi kandungan protein dan energi metabolis ransum untuk ayam Sentul pada usia pertumbuhan (0-22 minggu) adalah 13% protein kasar dan 2750 kkal EM/kg energi metabolis, Imbangan energi metabolis dan protein tersebut mampu mendukung produktivitas maksimal ayam Sentul diusia pertumbuhan (Widjastuti,

(5)

1996). Karena belum adanya ketepatan dalam penyusunan ransum khususnya tentang kebutuhan kandungan energi dan protein untuk ayam lokal, maka kebutuhan kandungan energi danprotein untuk ayam lokal di Indonesia perlu diteliti. Adapun kebutuhan zat makanan ayam lokal pada umur yang berbeda pada masa pertumbuhan,disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Zat Makanan Ayam Lokal masa pertumbuhan

Kebutuhan zat makanan Fase Pertumbuhan

Starter Grower Energi Metabolis 2800-3000 2500-2800 Protein 18-21 15-17 Serat Kasar 3-4 4-5 Lemak Kasar 3-5 3-5 Kalsium 1,0 0,9 Phosphor 1,6 0,5 Sumber :Surisdiarto (2003)

2.2 Konsumsi Ransum Ayam Lokal

Konsumsi ransum adalah jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tillman dkk., 1991). Konsumsi merupakan faktor penting yang menjadi dasar untuk menentukan produksi. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah jenis dan umur ternak,kualitas ransum yang diberikan serta lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara. Ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energinya, sebelum kebutuhan energinyaterpenuhi ayam akan terus makan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Jika ayam diberi makan dengan kandungan energi rendah maka ayam akan makan lebih banyak.

Konsumsi ransum setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Setiap minggunya ayam mengkonsumsi ransum lebih banyak

(6)

dibandingkan dengan minggu sebelumnya (Fadilah, 2004). Konsumsi ransum pada setiap jenis ayam lokal berbeda-beda, ayam Sentul betina untuk usia 42 minggu diketahui sebesar 100 g/ekor, dengan konsumsi protein kasar harian mencapai 9,94 g/ekor, dan energi metabolis mencapai 272,98 kkal/ekor (Nataamijaya dkk., 1995), konsumsi ransum ayam Sentul sekitar 80gram/ekor/hari dengan kebutuhan (protein dan energi metabolis) yaitu protein 15,44%, EM 2756,325 kkal/kg pada sistem cage (Widjastuti, 1996). Ayam Arab yang berumur 1-2 bulan kebutuhan ransum berkisar 25-45 g/hari/ekor dengan kandungan protein 18-19%dan energi metabolis 2.500 kkal/kg; umur 2-3,5 bulan kebutuhan ransum 45-60g/hari/ekor dengan kandungan protein 16-17% dan energi metabolis 2.500 kkal/kg; umur 3,5-5,5 bulan 60-80 gram/ekor/hari dengan kandungan protein 14-16% dan energi metabolis 2.400-2.500 kkal/kg; umur 5,5 bulan ke atas kandungan protein 15-16% dengan energi metabolis 2.850 kkal/kg (Sarwono, 2002).

2.4 Pertambahan Bobot Badan Ayam Lokal

Pertambahan bobot badan adalah suatu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan adalah proses yang sangat kompleks, meliputi pertambahan bobot badan dan pembentukan semua bagian tubuh secara merata (Anggorodi, 1989). Pertambahan bobot badan sangat erat kaitannya dengan peningkatan konsumsi ransum. Konsumsi ransum akan meningkat berdasarkan pertambahan bobot badan, artinya semakin tinggi pertambahan bobot badan maka akan semakin besar pula ransum yang akan dikonsumsi oleh ayam tersebut. Pertambahan bobot badan pada setiap jenis ayam lokal bervariasi tergantung umur, genetik, kuantitas dan kualitas makanan yang diberikan(Rasyaf, 2008), pada ayam buras umur 12 minggu sebesar 704 g (Iskandar dkk., 1998).

(7)

Pertambahan bobot badan diperoleh dengan pengukuran kenaikan bobot badan dengan melakukan penimbangan berulang dalam waktu tertentu misalnya tiap hari, tiap minggu, tiap bulan, atau tiap tahun. Pertambahan bobot badan Ayam Arab pada umur 4 minggu berkisar antara 132 gram, dan umur 8 minggu berkisar 393 gram (Kholis dan Sitanggang, 2002). 2.5 Konversi Ransum Ayam Lokal

Konversi ransum merupakan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu satuan berat badan atau produksi telur (NRC, 1994). Konversi ransum berguna untuk mengukur produktivitas ternak dan didefinisikan sebagai rasio antara konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan (PBB) yang diperoleh selama kurun waktu tertentu. Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukkan semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat. Rasio konversi ransum yang rendah berarti untuk menghasilkan satu kilogram daging ayam dibutuhkan pakan dalam jumlah yang semakin sedikit (Wahju, 2004). Faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah suhu lingkungan, bentuk fisik pakan, komposisi pakan, dan zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan (NRC, 1994). Konversi ransum selama penelitian diukur berdasarkan perbandingan konsumsi ransum total selama penelitian dengan pertambahan bobot badan total selama penelitian (Rasyaf, 2008).

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Zat Makanan Ayam Lokal masa pertumbuhan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam praktiknya mengenai produk tabungan haji ini di Bank BRI Syariah Kantor Cabang Klaten Pemuda ini mengalami kemajuan yang begitu pesat karena dapat dilihat dari

Sharp Elektronik Indonesia Cabang Palembang yang mampu menginput data pemesanan, data toko, data pengiriman serta output laporan pengiriman, cetak bukti

(1) Dana Pinjaman Modal Usaha Kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat Desa di Kabupaten Banjarnegara digulirkan kembali dalam rangka upaya meningkatkan

Aturan hukum positif yang seharusnya dirumuskan guna menunjang penyidikan penyebaran berita bohong di media sosial adalah ketentuan mengenai siapa yang

Universitas Sumatera Utara...

Setiap kali menggunakan bahasa Inggris lisan dengan peserta didik, ucapkan dengan intonasi yang tepat dan lancar, menggunakan jeda pada tempatnya, dan setiap kata diucapkan

Dengan diperolehnya informasi kemampuan me- regenerasikan tanaman hijau melalui kultur antera pa- da aksesi padi toleran aluminium ini, pada penelitian selanjutnya diharapkan

Hasil menunjukkan bahwa tanpa pemberian unsur K (pupuk KCL) dengan sistem penanaman di lahan terbuka, greenhouse maupun menggunakan paranet 80% mempengaruhi