• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN KARBON ORGANIK DAN NITROGEN TOTAL TANAH AKIBAT PERLAKUAN PUPUK ORGANIK PADA BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN KARBON ORGANIK DAN NITROGEN TOTAL TANAH AKIBAT PERLAKUAN PUPUK ORGANIK PADA BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

ORGANIK PADA BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK

DIANA OKTAVIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(2)

NIM : G01400026

Menyetujui:

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Hendra Adijuwana, M.ST

Dr. Ir. Wiwik Hartatik, M.Si

NIP 130321037

NIP 080079850

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryomo, M.S

NIP 131473999

(3)

segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah yang berjudul Perubahan Karbon Organik dan Nitrogen Total Tanah Akibat Perlakuan Pupuk Organik pada Budidaya Sayuran Organik, disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis selama Mei 2005– Januari 2006, di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Sindang Barang, Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Hendra Adijuwana, MST dan Dr. Ir. Wiwik Hartatik, M.Si, sebagai pembimbing yang telah memberikan waktu dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan untuk Ibu, Bapak, dan kakak-kakakku tersayang, atas segala cinta yang diberikan. Ungkapan terima kasih pula, penulis sampaikan kepada Bu Isni, Pak Iwan, Pak Narya, Pak Asep, seluruh staf Laboratorium Balai Peneletian Tanah, Teh Eti, Mbak Rahma, Cicih, Husnul, serta rekan-rekan kimia 37. Kepada Indri, Dini Sofi, Marwanis, Teh Dini, Nino, dan Irma, terima kasih atas segala dukungan yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2006

(4)

DIANA OKTAVIA. Perubahan Karbon Organik dan Nitrogen Total Tanah Akibat Perlakuan Pupuk Organik pada Budidaya Sayuran Organik. Dibimbing oleh HENDRA ADIJUWANA dan WIWIK HARTATIK.

Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang menekankan penggunaan bahan organik seperti kotoran ternak dan sisa tanaman sebagai pengganti pupuk kimia serta upaya meminimalkan pemakaian pestisida sintesik yang memberikan dampak kerusakan terhadap lingkungan. Keberadaan nitrogen dan karbon dalam tanah berperan penting dalam menjaga mutu kesuburan tanah maupun tanaman, sehingga perlu dilakukan pengukuran terhadap kandungan nitrogen dan karbon dalam tanah.

Kandungan karbon dan nitrogen pada tanah diukur menggunakan spektofotometer sinar tampak. Kadar C organik diukur berdasarkan metode analisis Kurmies pada panjang gelombang 561 nm, sedangkan untuk pengukuran kadar nitrogen digunakan metode Kjeldahl pada panjang gelombang 636 nm. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Hasil uji statistik, menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah karbon organik dan nitrogen total tanah, antara sebelum penanaman dan sesudah masa panen.

ABSTRACT

DIANA OKTAVIA. The Effect of Organic Fertilizers on soil Organic Carbon and Total Nitrogen Contents in Organic Vegetables Cultivation System. Supervised by HENDRA ADIJUWANA and WIWIK HARTATIK.

The organic agriculture is an agricultural system which used organic subtances like manure and waste of plants as substitute for chemical fertilizers and effort to minimize the using of synthetic pesticides which give the damage effect to enviroment. Nitrogen and carbon in soil have importants role to maintain the quality of soil and plants fertilization. Therefore, it is important to measure total nitrogen and carbon organic rate in soil.

The measurement of nitrogen and carbon in soil used visible spectrophotometry. The rate of carbon organic was measured by analysis Kurmies method at 561 nm wavelength and the rate of total nitrogen was measured by Kjeldahl method at 636 nm wavelength. Statistical analysis used randomized block design with three replications and six treatments. Statistical analysis showed the carbon organic and total nitrogen rate before planting and after harvesting were not significant by given treatments.

(5)

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Tanah andisol ... 1

Bahan organik tanah ... 1

Nitrogen tanah ... 2

Pupuk organik ... 3

Bahan pengaya mineral ... 4

Tomat dan selada ... 4

BAHAN DAN METODE Bahan dan alat ... 5

Metode ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN Karbon organik ... 7

Kadar nitrat dan amonium tanah ... 8

Kadar nitrogen total tanah ... 9

Nisbah C/N ... 9

Pertumbuhan tanaman tomat dan selada ... 11

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 11

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kandungan hara beberapa pupuk kandang ... 3

2 Dosis perlakuan pupuk organik ... 6

3 Rataan tinggi dan jumlah produksi tanaman tomat ... 10

4 Rataan tinggi tanaman selada 14 dan 28 hari setelah tanam (HST) dan produksi selada ... 10

DAFTAR GAMBAR

1 Lahan bedengan tanaman tomat dan selada ... 6

2 Kadar C organik tanah pada beberapa perlakuan pupuk ... 7

3 Kadar nitrat tanah pada beberapa perlakuan pupuk ... 8

4 Kadar amonium tanah pada beberapa perlakuan pupuk ... 8

5 Kadar nitrogen total tanah pada beberapa perlakuan pupuk ... 9

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ...

14

2 Analisis C organik pada tanah ...

15

3

Analisis nitrogen total pada tanah

...

16

4

Analisis nitrat pada tanah

...

17

5

Analisis amonium pada tanah

...

18

6 Kandungan beberapa hara pada beberapa jenis perlakuan pupuk ...

19

7 Kadar C organik padatanah ...

19

8 Kadar nitrogen total pada tanah ...

19

9 Kadar nitrat pada tanah ...

19

10 Kadar amonium pada tanah ...

20

11 Pengolahan data statistik Corganik, N-total, nisbah C/N, amonium

dan nitrat menggunakan uji ANOVA ...

20

(8)

PENDAHULUAN

Meningkatnya kerusakan lingkungan akibat penggunaan pestisida dan pupuk anorganik, membawa kesadaran beberapa pihak untuk menyusun strategi baru dalam menanggulangi dampak negatif tersebut. Salah satu wujud kesadaran tersebut adalah digalakannya sistem pertanian organik. Pertanian organik dapat memberikan perlindungan terhadap lingkungan, konservasi sumber daya alam serta memperbaiki mutu hasil pertanian. Pertanian organik menekankan pentingnya penggunaan bahan organik seperti kotoran ternak dan sisa tanaman sebagai pengganti pupuk kimia, serta upaya meminimalisasi pengunaan pestisida sintetik (Sahiri 2003).

Indonesia dengan keanekaragaman hayati tropika dan sumber daya alam yang melimpah, mempunyai potensi besar untuk mengembangkan budidaya pertanian organik. Di samping itu, di kalangan petani sendiri mulai muncul kesadaran untuk menerapkan budidaya pertanian organik, karena alasan lingkungan, sosial ekonomi, kemandirian, dan kesehatan. Pengelolaan hara pada pertanian organik dilakukan melalui sistem rotasi tanaman, penanaman secara tumpang sari, dan pemberian pupuk organik. Salah satu jenis pupuk organik yang digunakan adalah kompos, yang berasal dari kotoran hewan maupun tanaman. Pemberian pupuk organik mampu memberikan suplai hara bagi tanaman, dan memperbaiki kualitas tanah sehingga areal pertanian organik tersebut dapat dijadikan suatu lahan yang potensial dalam menghasilkan produk-produk pertanian organik jangka panjang. Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kandungan hara pada tanah, diantaranya adalah hara makro seperti N, P, K, Ca, Mg, dan S.

Penelitian ini bertujuan mempelajari perubahan hara seperti C organik, nitrogen total, amonium, nitrat serta nisbah C/N pada tanah sebelum perlakuan pupuk organik dan setelah masa panen tanaman tomat dan selada. Berdasarkan hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan informasi jenis perlakuan pupuk yang efektif dalam meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman serta memenuhi persyaratan budidaya sayuran organik sehingga mampu menciptakan suatu teknologi budidaya sayuran organik yang ramah lingkungan, ekonomis, dan kompetitif.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Andisol

Tanah dapat didefinisikan sebagai suatu tubuh alam yakni, berasal dari suatu campuran yang berubah-ubah hasil pecahan mineral-mineral yang mengalami pelapukan dan sisa bahan-bahan organik. Tanah memberikan kekuatan mekanik dan sebagian makanan kepada tumbuhan. Tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan organik, bahan anorganik, udara, dan air. Keseimbangan antara keempatnya menentukan kesuburan tanah (Hardjowigeno 1993).

Tanah andisol, dahulu dikenal dengan nama andosol yakni, jenis tanah yang berasal dari bahan-bahan vulkan seperti lava, abu vulkan, dan batu apung (Tan 1984). Indonesia merupakan daerah kaya akan gunung api yang menghasilkan bahan residual seperti, batu kapur, batu pasir, granit, dan batuan beku lainnya, serta merupakan bahan induk tanah andisol. Luas tanah ini di Indonesia kurang lebih 6,5 juta hektar atau 3,4% dari luas daratan Indonesia. Tanah jenis ini merupakan tanah pertanian yang penting terutama bagi tanaman hortikultura.

Andisol memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, bobot isi rendah, daya menahan air tinggi, total porositas tinggi, mempunyai konsistensi gembur, kurang plastis, dan tidak lengket. Tanah-tanah yang berkembang dari abu vulkan umumnya mengandung mineral lempung yang tinggi yang menyebabkan tanah-tanah ini memiliki lapisan atas gembur. Lapisan permukaan ini berwarna hitam, terdiri atas senyawa-senyawa humik yang tahan terhadap dekomposisi mikroorganisme, dan perkembangan struktur tanah yang baik. Tanah-tanah andisol biasanya dicirikan oleh tekstur lempung berpasir sampai lempung dan memiliki reaksi tanah masam sampai agak masam (Tan 1984).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisik atau kimia. Bahan organik tanah memiliki banyak kegunaan, diantaranya dalam mempertahankan struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah untuk menyimpan dan mendistribusikan air dan udara di dalam tanah, serta nutrisi-nutrisi untuk pertumbuhan tanaman dan organisme di dalam tanah.

(9)

Kandungan bahan organik tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur, iklim, dan pengairan lingkungan. Rata-rata bahan organik menyusun 5-10% tanah pertanian. Bahan organik ini mempunyai kandungan senyawa rantai karbon, dari yang sederhana hingga senyawa kompleks dengan komposisi lebih dari 50%, 40% oksigen, 5% hidrogen, 4% nitrogen, dan 1% sulfur (Smith et al. 2000). Bahan organik dalam tanah dapat berasal dari hasil penambahan terus menerus pelapukan sisa tanaman secara alami maupun penambahan yang diatur oleh manusia. Soepardi (1983) mengemukakan bahwa sumber bahan organik mencakup (1) sisa-sia tanaman yang tertinggal dalam tanah, (2) sisa tanaman dan binatang yang terdekomposisi di permukaan tanah, (3) pupuk kandang, (4) pupuk buatan, dan (5) mikro organisme tanah yang jaringan tubuhnya telah mati.

Dekomposisi bahan organik tanah menghasilkan dua fraksi, yaitu fraksi bahan organik sederhana yang mantap dan fraksi senyawa aktif yang mudah terurai kembali atau hilang. Fraksi bahan organik yang mantap sering disebut sebagai humus, yang dihasilkan oleh mikroorganisme sedangkan fraksi yang mudah terurai disebut zat–zat bukan humus, seperti karbohidrat, protein, asam asam amino, lipid, dan lignin, dihasilkan dari residu tanaman atau mikroorganisme. Bahan-bahan bukan humus ini bermanfaat dalam pembentukan struktur tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, penyangga pH tanah, dan meningkatkan kapasitas menahan air (Bohn et al. 1979).

Dekomposisi bahan organik dapat terjadi pada kondisi aerob dan anaerob. Kedua proses tersebut dibedakan dalam dua hal, yaitu kecepatan dekomposisi dan hasil akhir dekomposisi. Bentuk NO3- dan NH4+ tanah

diperlukan oleh jasad-jasad renik dalam proses dekomposisi bahan organik. Apabila bahan yang dihancurkan kaya akan N dibandingkan dengan kadar C, maka tidak akan terjadi imobilisasi N, sebaliknya jika kadar N lebih rendah dari kadar C, maka akan terjadi proses imobilisasi N-tanah oleh mikroorganisme. Laju dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh: (a) bahan asal tumbuhan, meliputi jenis, umur, dan komposisi kimia tumbuhan (b) faktor tanah (aerasi, temperatur, kelembaban, kemasaman, dan, tingkat kesuburan), (c) faktor iklim. Kandungan hara dalam pupuk organik yang mencukupi, akan menunjang peningkatan produksi pertanian (Soepardi 1983).

Nitrogen Tanah

Sumber utama nitrogen untuk tanaman adalah gas nitrogen bebas dari udara (N2).

nitrogen bentuk unsur tidak dapar digunakan oleh tanaman. Ia harus mengalami beberapa proses dekomposisi hingga akhirnya mampu dimanfaatkan oleh tanaman. Mikroorganisme tanah seperti Rhizobium, dapat hidup bebas dan melakukan simbiosis dengan tanaman sehingga membantu ketersediaan nitrogen (Hakim 1986)

Nitrogen terdapat dalam tanah berupa nitrogen organik seperti asam amino, protein dan, nitrogen anorganik seperti, NH4+, NO3-,

NO2-, N2O, NO, dan N2 (Thorn & Mikita.

2000).

Penyerapan unsur N terjadi sepanjang masa pertumbuhan. Pemupukan sangat membantu meningkatkan produktifitas tanah, terutama tanah yang kandungan nitrogennya

rendah sedangkan tanah yang memiliki

kandungan N yang cukup apabila diberi

penambahan N akan mengalami kerebahan, peka terhadap penyakit hama hingga mengakibatkan kematian pada tanaman. Nitrogen dalam tanah dapat hilang melalui poses volatilisasi, hidrolisis, denitrifikasi, pencucian, atau diserap tanaman (Notohadi 1999).

Nitrat dan amonium merupakan bagian dari senyawa nitrogen anorganik, yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh tanaman. Tanaman mengambil N terutama dalam bentuk NH4+dan NO3- (Tisdale et al.

1985). Ion-ion tersebut berasal dari penambahan pupuk serta bahan organik tanah yang telah tersedia sebelumnya. Jumlah ion-ion yang dibebaskan ditentukan oleh kesetimbangan antara faktor-faktor yang mempengaruhi mineralisasi, imobilisasi unsur N serta proses fiksasi N dari lapisan tanah. Nitrogen dalam tanah terus menerus bergerak dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain.

Hakim (1986) menyatakan beberapa proses

kimia yang terjadi antara lain, mineralisasi, amonifikasi, nitrifikasi, dan imobilisasi. Hilangnya nitrogen dalam tanah dapat melalui proses denitrifikasi, volatilisasi, pencucian oleh air, dan penyerapan oleh tanaman.

Sekitar 40% N hilang melalui volatilisasi amonia (Buckman & Brady 1987). Minggu

pertama setelah pemupukan, proses nitrifikasi telah berlangsung, dan ketika musim penghujan, 30 hari setelah pemupukan hampir sebagian N akan hilang. Pada kondisi curah hujan yang tinggi, NO3- akan tercuci dari

horizon atas tanah dan akan cepat hilang karena denitrifikasi. Pada musim kemarau,

(10)

nitrat akan diakumulasikan pada bagian atas horison tanah, sehingga kadar nitrat akan meningkat (Tisdale et al. 1985). Amonium

merupakan bentuk N yang stabil terutama di daerah tanah tergenang. Amonium dapat terfiksasi oleh mineral silikat, tidak larut dalam air, dan tidak mudah ditukar (Notohadi 1998).

Nisbah C/N memberikan gambaran tentang mudah tidaknya bahan tersebut dilapuk, tingkat kematangan dari bahan organik tersebut ataupun tentang mobilisasi N dari tanah. Nisbah C/N dalam tanah berkisar antara 8-15 atau rata rata 10-12 (Tan 1984). Perubahan nisbah C/N dalam tanah dipengaruhi oleh iklim, seperti curah hujan dan suhu, nisbah C/N tanaman serta jasad mikroorganisme. Nisbah C/N tumbuhan berkisar antara 20 dan 30 sedangkan pupuk kandang dan pupuk hijau dapat mencapai 90. Nilai C/N bahan organik segar menentukan reaksi dalam tanah. Tanah-tanah dengan bahan organik stabil umumnya mempunyai nisbah C/N sekitar 10.0 (Leiwakabessy 1988).

Umumnya bahan organik yang diberikan memiliki nisbah C/N yang tinggi, oleh karena itu perlu dilakukan proses pengomposan yang bertujuan untuk menurunkan nisbah C/N. Proses penguraian bahan organik dengan nisbah C/N yang tinggi akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap tanaman karena dapat menyebabkan berkurangnya ketersediaan hara-hara lain seperti, nitrogen tersedia dalam tanah. Tingginya C/N bahan organik menyebabkan terjadinya persaingan antara tanaman dan mikrob, sehingga tanaman akan mengalami penurunan suplai nitrogen (Hakim 1986).

Pupuk Organik

Pupuk organik secara umum didefinisikan sebagai pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia, berbentuk padat atau cair dan telah mengalami dekomposisi. Pupuk organik digunakan untuk meningkatkan suplai hara pada tanah dan tanaman.

Pupuk organik bersifat bulky dengan

kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga dalam aplikasinya diperlukan dalam jumlah banyak. Manfaat utama penggunaan pupuk organik adalah adanya perbaikan kesuburan kimia, fisik, dan biologis tanah dalam jangka panjang, serta sumber hara bagi tanaman (Soepardi 1983). Pupuk organik

dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa tanaman seperti jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, sabut kelapa, serbuk gergaji, limbah media jamur, limbah pasar, rumah tangga, dan pabrik, serta pupuk hijau dan pupuk dari kotoran hewan yang dikenal dengan pupuk kandang.

Pupuk kandang adalah bahan yang berasal dari kotoran ternak, baik berupa kotoran padat ataupun yang tercampur sisa makanan dan air kencing ternak (Soepardi 1983). Pupuk kandang terdiri atas dua jenis, yaitu padat dan cair. Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, jenis ternak, umur, kondisi ternak, macam papuk kandang, bahan hamparan yang digunakan, perlakuan dan, penyimpanan yang dilakukan sebelum diaplikasikan ke lahan (Buckman & Brady 1972). Kebutuhan pupuk kandang suatu lahan pertanian, sangat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti macam tanah, jenis tanaman yang diusahakan, bentuk usaha tani, dan jumlah pupuk kandang yang tersedia (Leiwakabessy & Sutandi 1988). Menurut Sanchez (1976),

pupuk kandang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pupuk kimia antara lain, aman digunakan dalam jumlah besar, membantu menetralkan racun logam berat dalam tanah, memperbaiki struktur tanah agar lebih gembur, membantu peyerapan hara, dan mempertahankan suhu tanah. Kandungan hara beberapa pupuk kandang yang umum digunakan oleh para petani disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan hara beberapa pupuk kandang

Sumber: Isnawati (2003)

Pupuk organik lainnya ialah pupuk hijau. Pupuk hijau adalah pupuk yang berasal dari tanaman atau bagian tanaman tertentu yang masih segar kemudian dibenamkan kedalam tanah. Pupuk hijau diberikan guna meningkatkan bahan organik tanah dan unsur hara khususnya nitrogen. Tanaman yang

Sumber pupuk kandang N P K Ca Mg . S (Mg/kg) Sapi perah 0.53 0.35 0.41 0.28 0.11 0.05 Sapi daging 0.65 0.15 0.30 0.12 0.10 0.09 Kuda 0.70 0.10 0.58 0.79 0.14 0.07 Unggas 1.50 0.77 0.89 0.30 0.88 0.00 Kambing 1.28 0.19 0.93 0.59 0.19 0.09

(11)

dikategorikan pupuk hijau ini biasanya tanaman dengan jenis legum yang mempunyai bakteri Rhizobium yang menempel pada akar

tanaman. Bentuknya berupa bintil sehingga sering disebut bintil akar. Salah satu contoh tanaman yang digunakan sebagai pupuk hijau adalah mucuna sp. Tanaman ini temasuk jenis

polong-polongan yang sangat toleran tumbuh pada beberapa jenis tanah, baik pada tanah yang bereaksi masam maupun yang mengandung Al tinggi seperti podsolik, oxisol dan tanah yang ber-pH tinggi, seperti alfisol dan grumusol. Tanaman ini mempunyai pertumbuhan yang cepat, mampu menggemburkan tanah, serta mampu melindungi tanah dari pukulan air hujan sehingga terhindar dari proses pencucian. Tanaman lain yang dapat berperan sebagai pupuk hijau, yaitu Tithonia diversivolia

(Thitonia).

Thitonia dikenal sebagai bunga matahari

asal Meksiko yang termasuk tanaman perdu

dari famili Asteraceae. Tanaman ini

merupakan tanaman perdu yang tumbuh dengan tinggi 1-3 meter, bunga berwarna kuning, berbunga pada akhir musim hujan, dan produksi biomassa daun cukup banyak serta tahan terhadap kekeringan. Kandungan unsur hara rata-rata pada Thitonia adalah

nitrogen sebesar 3.25-5.50%; fosfor sebesar 0.2-0.5%; dan kalium sebesar 2.3-5.5% (Jama

et al. 1999 dalam Sudaryanto dan Supriyadi

2004). Kompos yang dibuat dari tanaman

Thitonia mengandung hara N dan K, serta

sebagai pengkelat Ca, Fe, dan Al sehingga penggunaan kompos tanaman tersebut mampu mengurangi keracunan Al dan Fe serta meningkatkan pelepasan P lebih besar.

Bahan Mineral Pengaya

Beberapa mineral pengaya dapat diberikan pada tanah guna meningkatkan ketersediaan hara diantaranya adalah fosfat alam, dolomit,

abu sekam, dan Thitonia. Fosfat alam

merupakan mineral yang berasal dari pelapukan atau pelarutan dan proses pengkristalan kembali bahan mineral primer. Keberadaan fosfat alam umum dijumpai dalam bentuk arsenat, vasnadat, apatit, dan lain sebagainya. Efektifitas penggunaan fosfat alam secara langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: kualitas fosfat alam, sifat tanah (pH tanah, daya fiksasi P, kadar Al, P, dan Ca), dan sifat tanaman. Tisdale (1985), mengemukakan bahwa penggunan fosfat alam pada tanah masam dengan kadar P rendah, akan lebih menguntungkan. Fosfat alam mempunyai

kandungan unsur lain seperti Ca, Cu, dan Zn yang relatif lebih tinggi dibanding pupuk buatan, sehingga fosfat alam bermanfaat dalam proses perbaikan sifat fisik dan kimia tanah.

Mineral lain yang digunakan adalah

dolomit (CaMg(CO3)2). Dolomit dapat

digunakan sebagai salah satu alternatif untuk memperbaiki pH tanah serta menambah hara kalsium dan magnesium Dolomit merupakan hasil dari pengkristalan binatang berkerangka kapur yang telah melarut. Dolomit umumnya digunakan untuk perbaikan tanah yang memiliki pH rendah (Kartasapoetra 1989).

Sekam merupakan hasil sampingan terbesar dalam proses penggilingan padi, yaitu sebanyak 18-35% sekam. Produksi beras sebesar 29 juta ton/tahun diperkirakan akan menghasilkan lebih dari 11.5 juta ton sekam/tahun. Hampir semua bentuk sekam yang terdapat di negara-negara ASEAN, dibakar atau terbuang begitu saja. Komposisi kimia yang terdapat dalam abu sekam padi adalah SiO2 sebesar 94.47%, CaO sebesar

1.14%, MgO sebesar 0.89%, K2O sebesar

1.09%, dan Na2O sebesar 0.45%. Sekam padi

bermanfaat sebagai bahan amelioran untuk mengendalikan atau meminimalkan residu pestisida dalam tanah (Kartasapoetra 1989).

Tomat dan Selada

Tanaman tomat menurut Rubatszky dan Yamaguchi (1998) merupakan tanaman perdu yang masuk dalam tanaman berbunga (angiospermae). Tanaman tomat merupakan tanaman herba semusim, bunganya hemaprodit, dan bersifat self-compatible

(menyerbuk sendiri). Tanaman tomat berbentuk perdu atau semak dan berdaun majemuk. Di Indonesia, tomat digolongkan sebagai sayuran dataran tinggi. Pada ketinggian 800 m diatas permukaan laut (dpl), pembentukan buah akan sangat baik dan serangan bakteri dapat ditekan. Saat ini telah banyak tersedia berbagai kultivar tomat yang memungkinkan penanaman pada kisaran suhu yang luas (Harjadi & Sunarjono 1989).

Tanaman tomat dapat tumbuh pada segala jenis tanah, terutama pada tanah yang banyak mengandung bahan organik dan memiliki struktur yang gembur. Tanaman tomat tidak menyukai tanah yang keadaan airnya menggenang, karena dapat mengakibatkan busuk akar dan terganggunya penyerapan hara. Derajat kemasaman tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman tomat berkisar 5 hingga 6.

(12)

Tajuddin (1989) menyatakan selada sebagai tanaman setahun yang memiliki banyak bentuk (polimorf) khususnya dalam bentuk daun. Selada memiliki daun yang berjumlah banyak yang biasanya berposisi duduk dan tersusun spiral dalam roset padat. Bentuk yang berbeda-beda sangat beragam baik dari warna, raut, tekstur, dan sembir daun. Daun selada tak berbulu, mulus, dan berkeriput atau kusut berlipat. Sembir daunnya membundar rata atau terbagi secara halus, warnanya beragam mulai dari hijau muda hingga hijau tua, kultivar tertentu ada yang berwarna merah atau ungu (Rubatszky & Yamaguchi 1998).

Tanaman selada cepat menghasilkan akar tunggang dalam yang diikuti dengan penebalan dan perkembangan ekstensif akar lateral yang kebanyakan horizontal. Tinggi tanaman selada berkisar antara 30–70 cm. Pertumbuhan tanaman selada paling baik, yaitu pada suhu 15–20ºC pada siang hari dan sekitar 10 ºC pada malam hari. Suhu yang lebih tinggi seperti 30ºC biasanya menghambat pertumbuhan dan merangsang tumbuhnya tangkai bunga yang berakibat pada terbentuknya kepala yang longgar.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanah dari Permata Hati Farm, pupuk kandang ayam, pupuk kandang kambing, bahan mineral pengaya; Thitonia, dolomit, fosfat alam, abu sekam, bibit tomat, bibit selada, larutan amonium asetat pH 7, akuades, KCl, H2SO4

pekat, K2Cr2O7, pereaksi pertama (NaOH,

fenol), pereaksi kedua (K/Na tartat, NaOH), dan pereaksi ketiga (NaOCl), larutan standar (NH4)2SO4 2000 ppm, larutan standar glukosa

5000 ppm.

Alat-alat yang digunakan adalah botol kocok, mesin pengocok, vorteks, saringan, pH meter, oven, dan spektrofotometer sinar tampak(Hitachi 2010).

METODE

Analisis Lapangan

Sebanyak 18 bedengan dengan ukuran 2.4 x 7 meter disiapkan untuk penanaman bibit tomat dan selada yang ditanam secara tumpang sari. Tiga bulan sebelum perlakuan, segaran tanaman mukuna dibenamkan ke dalam tanah. Enam perlakuan pupuk organik diperkayakan pada tanah sesuai dengan jenis dan komposisi masing-masing pupuk (Tabel 2), hingga diperoleh tiga kali ulangan untuk setiap jenis perlakuan. Satu hari kemudian bedengan ditanami bibit tomat dan selada yang berumur satu bulan. Analisis bahan tanah dilakukan pada dua waktu, yaitu setelah tanah diberi mukuna dan setelah masa panen

tomat dan selada.

Gambar 1 menunjukkan layout percobaan

bedengan Permata Hati desa Ciburial Bogor yang akan ditanami tanaman indikator tomat dan selada.

Gambar 1 Lahan bedengan tanaman tomat dan selada

Keterangan :

X = Tomat ( jarak tanam 70 x 50 cm) * = Selada ( jarak tanam 20 x 20 cm)

Analisis Laboratorium Preparasi Contoh

Contoh tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0–20 cm dari enam sub contoh tanah. Contoh tanah dikeringudarakan selama 3 hari, kemudian dihaluskan.

Penentuan Kadar Air

Kadar air kering oven ditentukan dengan cara, 1 gram tanah yang telah kering ditimbang lalu dipanaskan selama 24 jam pada suhu 105ºC. Setelah dipanaskan, tanah ditimbang dan dihitung selisih bobot tanah sebelum dan sesudah dipanaskan untuk mendapatkan kadar airnya.

Perhitungan:

Kadar Air = bobot hilang X 100% bobot contoh Faktor Koreksi = 100 100 - % kadar air X X X X X X X * * * * * * * * * * * * * * X X X X X X X

(13)

Penentuan pH

Tanah yang telah dikeringudarakan ditimbang sebanyak 10 gram, diperkaya 25 mL air bebas ion kemudian dikocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH meter terkalibrasi. Sebanyak 1.86 gram KCl, dimasukkan kedalam botol, kemudian dikocok kembali selama 30 menit dan diukur kembali kemasamannya. Reaksi: pH H2O: H2O H+ + OH -pH KCl: Tanah-Al+ KCl Tanah–K + Al3+ + Cl -Tanah-H + KCl Tanah–K + H+ +Cl- Al3+ + H 2O 3H+ + Al(OH)3

Analisis Kandungan C- Organik Cara Kurmies

Tanah yang telah dikeringudarakan dengan ukuran 1mm dimasukkan kedalam labu takar sebanyak 0.5 gram, kemudian diperkayakan 5 mL K2Cr2O7 dan 5 mL H2SO4 1 N, dikocok,

lalu ditera hingga 100 mL dan dibiarkan selama semalam untuk diukur serapannya pada panjang gelombang 561 nm. Digunakan standar 0, 20, 100, 150, 200, dan 250 ppm. Reaksi: C-Organik+ 2K2Cr2O7 + 8 H2SO4 2Cr2(SO4)3 + 2K2SO4 + 8H2O + 3CO2 Perhitungan: Kadar C organik (%): = Ac-Ab x ppm standar x 0.02 x fp x fk As Keterangan : Ac = absorbans contoh Ab = absorbans blanko As = absorbans standar Fk = faktor koreksi kadar air

Analisis Nitrogen Total

Sebanyak 0.25 gram contoh tanah ditimbang, dan diperkaya 0.5 gram bubuk selenium, dan 7.5 mL H2SO4 pekat, kemudian

didestruksi suhu 350ºC selama 5 jam. Setelah itu didinginkan lalu diencerkan dengan air bebas ion hingga volumenya menjadi 25 ml. Diambil 0,1 ml ekstrak lalu diperkaya 0,9 ml air bebas ion, kemudian diperkayakan pereaksi pertama (NaOH, fenol) lalu dihomogenkan menggunakan mesin vorteks. 20 menit kemudian, diperkayakan pereaksi kedua (K/Na tartat, NaOH) lalu divorteks, dibiarkan kembali hingga 20 menit, kemudian diperkayakan pereaksi ketiga (NaOCl). Larutan dibiarkan selama 20 menit lalu diukur serapannya pada panjang gelombang 636 nm. Perhitungan: Kadar N (%): = Ac-Ab x ppm standar x 0.01 x fp x fk As Analisis Amonium (NH4 + )

Tanah sebanyak 4 gram dimasukkan ke dalam botol, kemudian diperkayakan 20 mL KCl 1 N, dikocok selama 30 menit kemudian disaring dan diambil filtratnya. Sebanyak 1 mL filtrat diperkayakan pereaksi 1(NaOH,

No Jenis Perlakuan pupuk organik

Dosis pupuk kandang Dosis kompos titonia Bahan Pengaya Fosfat

alam Dolomit Abu sekam

ton/ha kg/ha 1 2 3 4 5 6

Pupuk kandang kambing yang diperkaya abu sekam dan titonia

Pupuk kandang ayam yang diperkaya abu sekam dan titonia

Pupuk kandang kambing yang diperkaya dolomit dan fosfat alam

Pupuk kandang ayam yang diperkaya dolomit dan fosfat alam

Pupuk kandang kambing yang diperkaya dolomit, segaran titonia dan fosfat alam Pupuk yang berasal dari kebiasaan petani

20 20 20 20 20 30 3 3 - - 5 - - - 20 20 20 - - - 50 50 50 - 50 50 - - - - Tabel 2 Dosis perlakuan pupuk organik

(14)

2,90 3,00 3,10 3,20 3,30 3,40 3,50 3,60 3,70 3,80 3,90 K a d a r C or ga ni k ( % ) 1 2 3 4 5 6

Jenis perlakuan pupuk sebelum

sesudah fenol), kemudian dihomogenkan. 15 menit

kemudian diperkayakan pereaksi kedua (K/Na tartat, NaOH), dihomogenkan, 15 menit kemudian diperkayakan pereaksi ketiga (NaOCl), dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 636 nm. Digunakan deret standar dengan konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm.

Perhitungan:

Kadar amonium (%):

= Ac-Ab x ppm standar x 0.0005 x fp x fk As

Analisis Nitrat (NO3-)

Sebanyak 4 g tanah diperkaya 20 mL KCl 1 N, dimasukkan kedalam botol, kemudian dikocok selama 30 menit. Setelah dikocok, Disaring, dan diambil filtratnya. 3 mL filtrat diperkaya 0.3 brusin dan 3 mL H2SO4 pekat

lalu dihomogenkan. Serapannya diukur pada panjang gelombang 432 nm. Digunakan deret standar dengan konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Perhitungan: Kadar amonium (%): = Ac-Ab x ppm standar x 0.0005 x fp x fk As Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan, sehingga diperoleh 18 satuan percobaan. Analisis statistik terhadap enam jenis perlakuan pupuk organik yang diperkaya bahan mineral, menggunakan uji ANOVA.

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karbon Organik

Kemasaman tanah mempengaruhi serapan hara dan pertumbuhan tanaman. Tanah dengan pH dibawah 7, baik digunakan sebagai lahan pertanian karena pada pH tersebut sebagian bahan organik tanah mudah larut dan memiliki kapasitas tukar kation yang baik. Kondisi tanah yang sangat masam, dengan pH kurang dari 5.0, dapat menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman, karena pada kondisi tersebut beberapa unsur seperti alumunium, besi, dan mangan menjadi larut dalam jumlah banyak, sehingga dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman. Hasil pengukuran pH tanah perkebunan Permata Hati berkisar

antara 5.2 dan 6.2 terukur sebagai kemasaman aktif (ekstrak H2O) sedangkan pengukuran

kemasaman potensial (ekstrak KCl) menunjukkan kisaran yang lebih rendah dari kemasaman aktif yaitu, 4.2 hingga 5.2. Penurunan pH (ekstrak KCl) yang terukur disebabkan karena bertambahnya konsentrasi ion H+, yang dihasilkan dari dari hidrolisis

Al3+.

Jenis tanah andisol yang kaya akan abu vulkan serta kandungan lempung yang tinggi dapat meningkatkan kadar karbon organik. Lempung pada tanah akan bereaksi dengan radikal organik, membentuk suatu kompleks yang tahan terhadap mineralisasi, sehingga bahan organik cenderung terakumulasi pada tanah. Menurut Sanchez (1992), peningkatan kandungan karbon organik berbanding lurus dengan peningkatan jumlah lempung pada tanah, pada kebanyakan tanah dengan iklim tropika. Gambar 2 menyajikan kadar C organik tanah, sebelum dan sesudah perlakuan pupuk organik.

Gambar 2 Kadar C organik tanah pada beberapa perlakuan pupuk

Kadar C organik tanah yang diberi perlakuan pupuk berkisar antara 3.42% dan 3.81%. Kadar rata-rata C organik sebesar 3,66%. Berdasarkan standar pengukuran Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat (1994), kadar C organik ini termasuk dalam kisaran tinggi. Kadar C organik tanah tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kambing yang diperkaya dolomit dan fosfat alam sebesar 3.81% dan terendah pada perlakuan pupuk kambing yang diperkaya abu sekam dan

Thitonia sebesar 3.42%. Setelah masa panen,

jumlah C organik rata-rata mengalami penurunann sebesar 0.16%. Perlakuan pupuk ayam yang diperkaya abu sekam dan Thitonia

mengalami penurunan kadar C organik tertinggi, yaitu 0.31% dari 3.68% menjadi 3.37%. Penurunan kadar karbon disebabkan proses pelapukan bahan organik oleh mikroorganisme, membebaskan CO2 ke udara,

(15)

-50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 K ad ar n it rat x10-4 ( % ) 1 2 3 4 5 6

Jenis perlakuan pupuk sebelum sesudah -20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 K a da r a m onium x 1 0 -4 (%) 1 2 3 4 5 6

Jenis perlakuan pupuk sebelum

sesudah bahan organik dapat dituliskan sebagai

berikut: Oksidasi

(C, 4H) + O2 CO2↑ + 2H2O+ Energi Enzimatik

CO2 yang dihasilkan dari proses oksidasi,

akan dibebaskan ke udara, kemudian digunakan kembali oleh tanaman dalam proses fotosintesis, menghasilkan energi dan oksigen yang dibebaskan ke udara. Peningkatan kadar C organik terjadi pada perlakuan pupuk kambing yang diperkaya dolomit, segaran Thitonia dan abu sekam

sebesar 0.07%. peningkatan ini dipengaruhi oleh nisbah C/N perlakuan pupuk yang rendah, sehingga mampu meningkatkan jumlah C organik pada tanah. Penambahan

segaran atau serasah Thitonia mampu

melindungi tanah dari bahaya pengikisan dan kemungkinan hilangnya bahan organik pada tanah.

Kadar Nitrat dan Amonium Tanah

Nitrogen dalam tanah dapat berasal dari air hujan, debu, kotoran hewan, penambatan (simbiosis dan asimbiosis) dan kotoran manusia,. Nitrogen pada tanah terdiri atas nitrogen organik, seperti asam amino dan protein, dan nitrogen anorganik seperti amonium dan nitrat. Mineralisasi nitrogen akan mengubah nitrogen organik menjadi bentuk anorganik. Bentuk nitrogen anorganik seperti amonium dan nitrat didalam tanah, mempunyai peranan penting bagi tanaman. Amonium dan nitrat yang terdapat dalam tanah merupakan bentuk nitrogen tersedia yang dapat diserap oleh tanaman, dan digunakah untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Gambar 3 Kadar nitrat tanah pada beberapa perlakuan pupuk

Gambar diatas menyajikan kadar nitrat tanah, pada perkebunan sayuran organik, Desa Ciburial, Bogor, akibat pemberian beberapa jenis perlakuan pupuk kandang. Sebelum pemupukan, kadar nitrat rata-rata yang terukur sebesar 220.67x10-4%. Setelah panen, kadar

nitrat yang terukur sebesar 36.67x10-4%.

Terjadi penurunan kadar nitrat pada semua perlakuan pupuk, dengan rata-rata penurunan

sebesar 18467x10-4%. Perlakuan pupuk

kambing yang diperkaya dolomit dan fosfat alam menunjukkan penurunan kadar nitrat

tertinggi sebesar 248.67x10-4%, dari

286.67x10-4% menjadi 38.18x10-4%..

Berkurangnya kadar nitrat disebabkan oleh beberapa faktor seperti: penggunaan nitrogen oleh mikroorganisme, penyerapan yang dilakukan oleh tanaman, pencucian oleh air atau drainase, dan proses penguapan nitrogen ke atmosfer dalam bentuk gas. Selain faktor diatas, keberadaan nitrat pada tanah dipengaruhi oleh kondisi tanah dan juga iklim lingkungan. Kondisi tanah dengan aerasi yang baik, mampu meningkatkan kadar nitrat, sedangkan tanah dengan aerasi yang buruk dan kadar hujan yang tinggi akan menyebabkan konsentrasi nitrat menurun sedangkan konsentrasi amonium dalam tanah meningkat (Foth 1988).

Jenis lahan kering pada areal perkebunan sayuran organik di desa Ciburial, mempengaruhi kadar nitrat yang terukur. Hasil pengukuran kandungan nitrat sebesar

220.67x10-4%, lebih tinggi dari kadar

amonium pada tanah, yaitu 101.27x10-4%

(Lampiran 9 dan 10). Kadar amonium dalam tanah, ditunjukkan dalam Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4 Kadar amonium tanah pada beberapa perlakuan pupuk Sebelum ditanami, amonium dan nitrat pada tanah akibat perlakuan pupuk kandang kambing yang diperkaya dolomit dan fosfat alam mencapai kadar yang cukup tinggi dari perlakuan pupuk lainnya, yaitu 286.67x10-4%

(16)

-1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 N isb ah C /N 1 2 3 4 5 6

Jenis perlakuan pupuk sebelum sesudah -0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 Ka da r Ni tr o g e n t o ta l ( % ) 1 2 3 4 5 6

Jenis perlakuan pupuk sebelum

sesudah

nitrat dan 122.33x10-4% amonium. Setelah

panen, selain nitrat, kadar amonium pun mengalami penurunan sebesar 0.0067% (Lampiran 10). Kadar amonium rata-rata, sebelum ditanami sebesar 0.0101% dan setelah masa panen sebesar 0.0034%. Keberadaan bakteri–bakteri dalam tanah, yang berperan dalam proses aminasi, amonifikasi dan juga nitrifikasi mempunyai pengaruh penting dalam meningkatkan ataupun menurunkan kadar amonium dan nitrat pada tanah.. Proses nitrifikasi yang terjadi di dalam tanah, akan merubah sebagian amonium dalam tanah menjadi bentuk nitrat, sehingga jumlah amonium yang terukur akan mengalami penurunan. Kehilangan amonium akibat pencucian oleh air hujan, menjadi salah satu faktor penyebab berkurangnya kadar amonium dalam tanah. Pada kondisi tertentu, amonium dapat juga digunakan oleh mikroorganisme untuk membangun jasad tubuh dan sebagian lainnya diteruskan kepada tanaman. Hampir semua tanaman terutama tanaman muda, mampu menggunakan amonium sebagai sumber.

Kadar Nitrogen Tanah

Keberadaan nitrat dan amonium dalam tanah akan mempengaruhi jumlah nitrogen total yang terukur.

Gambar 5 Kadar nitrogen total tanah pada beberapa perlakuan pupuk Kadar Nitrogen total awal tertinggi pada perlakuan pupuk kandang ayam dan pupuk kambing yang diperkaya abu sekam dan

Thitonia, sebesar 0.50%. Setelah panen,

perlakuan pupuk kandang ayam yang diperkaya abu sekam dan Thitonia mengalami

penurunan kadar nitrogen total terbesar, yaitu 0.12%, dari 0.50% menjadi 0.38%. Kadar nitrogen total rata-rata tanah awal, sebesar 0.39%, lebih tinggi dari kadar nitrogen total setelah masa panen yaitu 0.36%. Penurunan kadar nitrogen terjadi hampir pada semua perlakuan kecuali perlakuan pupuk kandang

kambing yang diperkaya fosfat alam, dolomit, dan segaran Thitonia. Pada perlakuan ini,

penambahan serasah Thitonia pada tanah,

dapat mencegah hilangnya nitrat akibat pencucian dengan jalan memperbaiki agregasi tanah. Penyerapan nitrogen oleh tanaman, menyebabkan berkurangnya nitrogen pada tanah., proses denitrifikasi menghasilkan gas N2 yang dibebaskan ke udara, penguapan gas

amonia serta pencucian oleh air, menyebabkan berkurangnya kadar nitrogen pada tanah.

Nisbah C/N

Perbandingan jumlah bahan organik dan nitrogen pada tanah digambarkan oleh nisbah C/N dalam tanah.

Gambar 6 Nisbah C/N tanah pada beberapa perlakuan pupuk

Nisbah C/N tanah rata-rata termasuk dalam kategori rendah menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1994). Perubahan nisbah C/N tanah sangat bergantung pada iklim, seperti suhu dan curah hujan serta ketingggian tanah. Tanah pada lapisan atas biasanya memiliki nisbah yang lebih lebar dari tanah lapisan bawah. Berdasarkan hal tersebut, guna meminimalkan perbedaan yang ditimbulkan akibat perbedaan ketinggian tanah, pengambilan contoh tanah pada percobaan ini diseragamkan pada kedalamaman 20 cm. Nisbah C/N tanah sebelum pemberian pupuk berkisar antara 6.84 dan 7.77. Setelah panen tomat dan selada, nisbah C/N tanah mengalami peningkatan, menjadi 7.90 hingga 8.86. Kehilangan karbon organik dan nitrogen pada areal pertanian tidak dapat dihindari, terutama setelah ditanami tomat dan selada. Pertumbuhan tanaman selada dan produksi tomat membutuhkan suplai hara yang berasal dari tanah dan pupuk organik yang diberikan.. Jumlah nitrogen yang hilang setelah masa panen lebih besar dari jumlah karbon organik

(17)

tanah, menyebabkan nisbah C/N yang terukur setelah masa panen meningkat. Pada perlakuan pupuk kandang kambing yang diperkaya abu sekam dan Thitonia, jumlah

nitrogen total yang hilang lebih besar dari kelima perlakuan lainnya sedangkan jumlah karbon organik mengalami penurunan terkecil, oleh sebab itu nisbah C/N pada perlakuan ini mengalami peningkatan tertinggi sebesar 2.02. Beberapa perlakuan menunjukkan jumlah C/N setelah panen tidak berbeda jauh dari nisbah C/N sebelum ditanami. Pelepasan CO2 ke udara, disertai

kehilangan nitrogen pada tanah, menyebabkan dicapainya suatu keseimbangan, sehingga komposisi karbon dan nitrogen setelah panen tidak berbeda jauh dengan kondisi awal, sebelum pemupukan.

Pertumbuhan Tanaman Tomat dan Selada

Keberadaan hara dalam tanah dapat ditingkatkan kesediaannya dengan jalan memperbaiki kondisi tanah dan pemupukan guna menghasilkan produksi pertanian yang

optimum (Hakim et al. 1986). Beberapa

perlakuan pupuk mampu memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tabel 3 dan 4 menyajikan pertumbuhan tanaman tomat dan selada sebagai indikator ketersediaan hara. Tabel 3 Rataan tinggi dan jumlah produksi tanaman tomat

Perlakuan Tinggi

tanaman (cm) Produksi tomat (ton/ha)

1 95.54 54.81 2 101.92 35.3 3 98.27 32.52 4 110.72 34.32 5 90.73 26.91 6 106.41 39.36

Tabel 4 Rataan tinggi tanaman selada 14 dan 28 hari setelah tanam (HST) serta produksi selada

Perlakuan

Tinggi tanaman Produksi

selada 14 HST 28 HST Cm Ton/ha 1 31.87 74.33 3.31 2 30.6 79.73 3.1 3 30.27 82.87 4.5 4 29.67 83.3 4.82 5 28.27 73.87 3.02 6 28.87 89.4 4.31

Perbedaan perlakuan yang diberikan pada tanah, menyebabkan pertumbuhan tanaman tomat dan selada yang berbeda pula. Rataan tinggi tanaman tomat dan selada akibat perlakuan pupuk kandang kambing lebih rendah dari perlakuan pupuk kandang ayam dengan pemberian bahan pengaya yang sama (Tabel 3 dan 4). Tinggi tanaman tomat dan selada akibat perlakuan pupuk kambing yang diperkaya abu sekam dan Thitonia, terlihat

lebih rendah dari kelima perlakuan lainnya, kandunga hara pupuk (Lampiran 6), memberikan pengaruh yang cukup nyata, terhadap pertumbuhan tanaman. Kandungan hara yang terdapat pada perlakuan pupuk konvensional petani, seperti P, K, Ca, Mg, N, dan C organik, lebih tinggi dari kelima perlakuan lainnya. Keberadaan hara-hara tersebut mendukung pertumbuhan tanaman yang baik, sehingga diperoleh tinggi tanaman tomat sebesar 106.41 cm dan tinggi selada sebesar 89.4 cm, lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Produksi tomat tertinggi dicapai pada perlakuan pupuk kambing yang diperkaya abu sekam dan Thitonia, sebesar 54.81 ton/ha.

Kehilangan nitrogen pada tanah, diduga karena nitrogen digunakan oleh tanaman, untuk memproduksi buah tomat.

.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan pupuk organik tidak memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kadar hara dalam tanah. Penurunan kadar C organik tertinggi sebesar 0.32% pada perlakuan pupuk kandang ayam yang diperkaya oleh abu sekam dan Thitonia

dari 3.68% menjadi 3.36%. Perubahan nitrogen total dan produksi tomat tertinggi dicapai pada perlakuan pupuk kandang kambing yang diperkaya abu sekam dan

Thitonia, sebesar 0.12% dan 54.81(ton/ha)

tomat. Nisbah C/N rata-rata mengalami peningkatan setelah masa panen. Perlakuan dengan nisbah C/N dibawah 10, mampu meningkatkan kadar hara tanah sesudah panen. Perlakuan praktik petani meenghasilkan tinggi tanaman tomat dan selada yang tinggi, yaitu 106.41 cm dan 89.4 cm.

(18)

Saran

Dari hasil percobaan, nisbah C/N dibawah 10 baik digunakan untuk menjaga ketersediaan hara setelah panen, akan tetapi tinggi tanaman dan produksi tomat yang dihasilkan pada perlakuan ini lebih rendah dari perlakuan lainnya, sehingga perlu dilakukan analisis lainnya guna mendukung hasil tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005 The Mineral Dolomite. http: // www.minerals.net/mineral/carbonat/ dolomite/dolomite.htm. [3 Mei 2005]. Ashari S. 1995. Hortikultura: Aspek

Budidaya. Jakarta: UI.

Bohn H, Neal Mc, Connor O. 1979. Soil

Chemistry. London: J Wiley.

Buckman NC, Brady HO. 1987. Ilmu Tanah.

Jakarta: PT. Bharata Karya Aksara. Foth HD. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Ed

ke-7. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Hakim N. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung.

Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika Pressindo.

Hardjowigeno S. 1989. Ilmu Tanah. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Hartatik W, et al. 2005. Penelitian teknologi

pengelolaan hara pada budidaya pertanian organik [laporan akhir tahun]. Bogor: Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat, Departemen Pertanian.

Harjadi SS, Sunarjono H. 1989. Dasar-dasar

Hortikultura. Bogor: Faperta IPB.

Hayati R., Hakim N, EF Husin. 2003. Petunjuk Operasional Penerapan CPOB. Ed ke-2. Jakarta: Depkes.

Herlina M. 2003. Transformasi nitrogen setelah pemupukan urea pada lahan kering masam [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, IPB.

[IFOAM] (International Federation Organic Movement). 2002. Organic Agriculture Worlwide: Statistic and Future Prospects. The World Organic Trade Fair Nurnberg, BIO-FACH.

Isnawati E, 2003. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembuatan dan Aplikasinya. Depok: Penebar Swadaya

Kartasapoetra. AG. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merehabilitasinya. Jakarta: Bina Aksara. Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia

Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah. Jakarta: UI. Terjemahan dari: Basic Concepts Analytical Chemistry.

Kononova M, 1966. Soil Organik Matter. London: Pergamon.

Leiwakabessy FM, Sutandi A. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Bogor: Departemen Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Notohadi PT, editor. 1999. Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Retnani D. 1984. Bahan organik Widelia sp dan sekam Padi (Oryza sativa L) pada contoh latososl suatu percobaan rumah kaca [skripsi]. Bogor: Jurusan Tanah, IPB.

Rubatszky VE, Yamaguchi M. 1998. Sayuran

Dunia 2: Prinsip Produksi dan Gizi.

Terjemahan Catur Terison. Bandung: ITB.

Sahiri N. 2003. Prinsip daur ulang hara, konservasi air dan interaksi antar tanaman. http//:www.Google.Com. [19 November 2003].

Sanchez PA. 1976. Properties and

Management of Soil in Tropics. New

York: John Willey & Sons.

Setyorini D. 2004. Penelitian teknologi pertanian organik di lahan kering [laporan akhir]. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

(19)

Smith P, Desjardins, Grant H. 2000. Soil organic carbon. Soil science society of America Journal. http// : Google. com. [ 12 Maret 2000[.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sudaryanto R, Supriadi. 2004. Peluang

sumber bahan organik Tithonia

diversifolia dan Tephrosia candida untuk

pengelolaan tanah andisol. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Pertanian. Pusat Panalitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Departemen Pertanian.

Tajuddin T. 1987. Kultur Jaringan Selada. Bogor: Departemen BDP, Fakultas Pertanian, IPB.

Tan KH. 1984. Dasar-dasar Kimia Tanah, Didiek Hadjar Goenadi, penerjemah. Yogyakarta : Gajah Mada University. Thorn KA & Mikita MA. 2000. Nitrite

Fixation by humic substances. Soil Science Society of America Journal 64: 568-582.

Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. New York: MacMillan.

Wahid P, Hardjono A, Wibowo ZS, Darwis SN. 1988. Penelitian penggunaan dolomit pada tanaman perkebunan. Di dalam: Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Pusat Penelitian Tanah, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

(20)

0.5 g contoh tanah

Ditera hingga 100 mL

Didiamkan semalam

Analisis spektrofotometer Filtrat disaring Lampiran 2 Analisis C organik pada tanah

(21)

Destruksi

0.1 mL ekstrak ditambah 0.9 mL air bebas ion

7.5 mL H2SO4 pekat dan 0.5 g selenium

Ditera hingga volume 25 mL dengan air bebas ion Lampiran 3 Analisis nitrogen total pada tanah

.

0,25 g contoh

Didiamkan selama 15 menit

Dikocok hingga homogen

Didiamkan selama 15 menit

K/Na tartat, NaOH

NaOCl

Didiamkan selama 15 menit Dikocok hingga homogen

Dikocok hingga homogen

Ukur dengan spektrofotometer

(22)

4 g contoh tanah

Dikocok selama 30 menit

Disaring

Analisis spektrofotometer 3 mL filtrat

0.3 mL brusin dan 3 mL H2SO4 pekat Lampiran 4 Analisis nitrat pada tanah

(23)

Lampiran 5 Analisis amonium pada tanah

4 g contoh tanah

Dilarutkan pada 20 ml KCL

Disaring

Dikocok selama 30 menit

1 ml filtrat

NaOH, fenol

Didiamkan selama 15 menit

Dikocok hingga homogen

Didiamkan selama 15 menit

K/Na tartat, NaOH

NaOCl

Didiamkan selama 15 menit Dikocok hingga homogen

Dikocok hingga homogen

(24)

Lampiran 6 Kandungan beberapa hara pada beberapa jenis perlakuan pupuk P2O5 K2O Ca Mg N total C organik C/N pH Kadar air % 0.76 1.44 0.91 0.22 0.65 7.35 11 8.8 0.0077 1.46 1.76 2.40 0.44 1.65 22.47 14 8.8 0.0027 0.65 1.72 0.65 0.21 0.70 7.60 11 8.7 0.0076. 1.44 1.66 2.42 0.46 2.21 29.74 13 7.6 0.0014 0.32 1.13 1.28 0.18 0.66 5.13 8 8.1 0.0087 1.57 2.73 3.87 0.35 2.43 30.31 13 8.3 0.0019

Lampiran 7 Kadar C organik pada tanah

Perlakuan

C organik (%)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 3.32 3.39 3.54 3.42 3.57 3.05 3.48 3.37 2 3.68 3.06 3.31 3.68 3.36 3.82 2.94 3.36 3 3.9 3.8 3.73 3.81 3.65 3.66 3.65 3.65 4 4.09 3.74 3.50 3.78 3.91 3.33 3.31 3.52 5 3.93 3.84 3.45 3.74 4.33 3.47 3.62 3.81 6 3.31 3.80 3.42 3.51 3.11 3.55 3.13 3.26

Lampiran 8 Kadar nitrogen total pada tanah

Perlakuan

Nitrogen total (%)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 0.49 0.48 0.53 0.50 0.40 0.34 0.39 0.38 2 0.50 0.50 0.49 0.50 0.43 0.45 0.40 0.43 3 0.47 0.50 0.39 0.45 0.42 0.40 0.42 0.41 4 0.49 0.52 0.46 0.49 0.47 0.39 0.37 0.41 5 0.42 0.53 0.35 0.43 0.40 0.43 0.38 0.40 6 0.42 0.47 0.43 0.44 0.38 0.35 0.38 0.37

Lampiran 9 Kadar nitrat pada tanah

Perlakuan

Nitrat (x 10-4%)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 100 270 220 196.67 58.53 19.56 33.37 37.16 2 85 290 260 211.67 55.26 32.58 33.64 40.49 3 90 390 380 286.67 18.51 19.62 76.72 38.18 4 330 75 265 223.33 43.68 18.25 62.41 41.45 5 270 95 250 205.00 18.19 10.90 34.21 21.10 6 155 385 62 200.67 65.52 18.30 34.07 39.30

(25)

Lampiran 10 Kadar amonium pada tanah

Perlakuan

Amonium (x 10-4%)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 141 76 89 102 28.82 53.96 33.52 38.77 2 70 77 96 81 26.46 35.16 24.74 28.79 3 146 118 103 122.33 24.83 28.35 28.86 27.34 4 86 99 82 89.00 27.54 52.82 31.18 37.18 5 146 103 120 123.00 32.40 35.85 34.15 34.13 6 87 101 83 90.33 36.99 46.12 24.39 35.83

Lampiran 11 Pengolahan data statistik C-organik, N-total, Nisbah C/N, amonium, dan nitrat menggunakan uji ANOVA

General Linear Model: C versus Pupuk, ulangan

Factor Type Levels Values Pupuk fixed 6 a, b, c, d, e, f ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for C, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Pupuk 5 0.30364 0.30364 0.06073 1.68 0.226

ulangan 2 0.18841 0.18841 0.09421 2.61 0.123

Error 10 0.36112 0.36112 0.03611 Total 17 0.85318

S = 0.190032 R-Sq = 57.67% R-Sq(adj) = 28.04% Unusual Observations for C

Obs C Fit SE Fit Residual St Resid

14 -0.370000 -0.069444 0.126688 -0.300556 -2.12 R R denotes an observation with a large standardized residual Hipotesis:

Ho: perlakuan tidak berpengaruh terhadap perubahan kadar C organik H1: perlakuan berpengaruh terhadap perubahan kadar C organik Keputusan:

Karena p-value > 0.05 maka ho diterima

General Linear Model: N versus Pupuk, ulangan

Factor Type Levels Values Pupuk fixed 6 a, b, c, d, e, f ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for N, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Pupuk 5 0.015294 0.015294 0.003059 1.79 0.203 ulangan 2 0.011744 0.011744 0.005872 3.43 0.073 Error 10 0.017122 0.017122 0.001712 Total 17 0.044161 S = 0.0413790 R-Sq = 61.23% R-Sq(adj) = 34.09% Hipotesis:

Ho: perlakuan tidak berpengaruh terhadap perubahan kadar N total H1: perlakuan berpengaruh terhadap perubahan kadar N total Keputusan:

(26)

General Linear Model: C/N versus Pupuk, ulangan

Factor Type Levels Values Pupuk fixed 6 a, b, c, d, e, f ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for C/N, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

Pupuk 5 5.6579 5.6579 1.1316 1.66 0.231 ulangan 2 3.4707 3.4707 1.7354 2.55 0.128 Error 10 6.8135 6.8135 0.6813 Total 17 15.9421 S = 0.825437 R-Sq = 57.26% R-Sq(adj) = 27.34% Hipotesis:

Ho: perlakuan tidak berpengaruh terhadap perubahan nisbah C/N H1: perlakuan berpengaruh terhadap perubahan nisbah C/N Keputusan:

Karena p-value > 0.05 maka ho diterima

General Linear Model: N-NH4 versus Pupuk, ulangan

Factor Type Levels Values Pupuk fixed 6 a, b, c, d, e, f ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for N-NH4, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

Pupuk 5 1081.0 1081.0 216.2 2.15 0.142

ulangan 2 1128.0 1128.0 564.0 5.60 0.023

Error 10 1007.2 1007.2 100.7 Total 17 3216.2

S = 10.0358 R-Sq = 68.68% R-Sq(adj) = 46.76% Unusual Observations for N-NH4

Obs N-NH4 Fit SE Fit Residual St Resid 1 -20.9259 -4.8592 6.6905 -16.0667 -2.15 R

R denotes an observation with a large standardized residual. Hipotesis:

Ho: perlakuan tidak berpengaruh terhadap perubahan kadar amonium H1: perlakuan berpengaruh terhadap perubahan kadar amonium Keputusan:

Karena p-value > 0.05 maka ho diterima

General Linear Model: N-NO3 versus Pupuk, ulangan

Factor Type Levels Values Pupuk fixed 6 a, b, c, d, e, f ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for N-NO3, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

Pupuk 5 5345.6 5345.6 1069.1 1.42 0.296 ulangan 2 6928.3 6928.3 3464.2 4.61 0.038 Error 10 7511.4 7511.4 751.1 Total 17 19785.3 S = 27.4069 R-Sq = 62.04% R-Sq(adj) = 35.46% Hipotesis:

Ho: perlakuan tidak berpengaruh terhadap perubahan kadar nitrat H1: perlakuan berpengaruh terhadap perubahan kadar nitrat Keputusan:

Gambar

Tabel 1.  Kandungan hara beberapa pupuk  kandang
Gambar 1 menunjukkan layout percobaan  bedengan Permata Hati desa Ciburial Bogor  yang akan ditanami tanaman indikator tomat  dan selada
Gambar 2 Kadar C organik tanah pada    beberapa perlakuan pupuk
Gambar 3 Kadar nitrat tanah pada beberapa     perlakuan pupuk
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk menganalisis kewajiban jaksa penuntut umum dalam menghadirkan saksi di persidangan berdasarkan hukum acara pidana berikut

11 http://buahan-sehat.blogspot.com/2014/03/kandungan-gizi-dan-manfaat-jahe-bagi.html.. Perlu diketahui kemana hasil produksi akan dipasarkan baik menyangkut harga maupun

BERDASARKAN PENETAPAN PEMENANG PELELANGAN SEDERHANA NOMOR : PEN/05/XII/2015/ULP , TANGGAL 22 DESEMBER 2015 PEKERJAAN PENGADAAN MAKAN TAHANAN POLRES BADUNG DAN POLSEK

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru SMK Swasta “X” Pekanbaru, maka berikut ini

Menurut (Sugihartono, dkk, 2007: 76) Lebih luas lagi bila penyebab perbedaan daya serap siswa itu dikaitkan dengan faktor-faktor yang berperan dalam belajar, maka

Program penelaahan dan penyusunan pengajuan akreditasi internasional dan peningkatan akreditasi internasional dengan kebijakan sesuai keadaan tiap fakultas (pentahapannya dapat

(preservative deradicalization) Islam moderat. Dengan model ini, deradikalisasi bersifat proaktif dan tidak menunggu sampai terjadi, misalnya aksi terorisme. Selain

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kinerja Bank dan Efesiensi Operasonal terhadap Profitabilitas pada Bank Umum Syariah di Indonesia” ., yang disusun oleh Eka Setiana Syukur,