• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai bobot isi antara 1, sampai 1,3 gr/cm 3, sedangkan yang bertekstur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai bobot isi antara 1, sampai 1,3 gr/cm 3, sedangkan yang bertekstur"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Teksur Tanah

Tekstur tanah ialah perbandingan relatif (dalam persen) fraksi-fraksi seperti pasir, debu, dan liat. Tekstur tanah penting kita ketahui, oleh karena komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut akan menentukan sifat fisik tanah. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granular akan mempunyai bobot isi antara 1, sampai 1,3 gr/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar akan mempunyai bobot isi antara 1,3 sampai ,8 gr/cm3 dan bobot isi air yaitu 1 gr/cm3 (Hanafiah, 2005).

Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tektur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Tanah bertekstur pasir yaitu tanah dengan kandungan pasir > 70 %, porositasnya rendah (<40%), sebagian ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan zat hara rendah. Tanah pasir mudah diolah, sehingga juga disebut tanah ringan. Tanah disebut bertekstur berliat jika liatnya > 35 % kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang ada diserap dengan energi yang tinggi, sehingga liat sulit dilepaskan terutama bila kering sehingga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah liat juga disebut tanah berat karena sulit diolah, tanah berlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat. Jadi

(2)

memiliki aerasi dan tata udara serta udara cukup baik, kemampuan menyimpan dan menyediakan air untuk tanaman tinggi (Islami dan Utomo, 1995).

Sifat tanah dalam meloloskan air sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah. Struktur tanah adalah susunan butir-butir tanah yang secara alami menjadi bentuk tertentu. Struktur tanah dikatakan baik apabila didalamnya terdapat ruang pori-pori yang berarti bahwa dalam agregat tanah itu terdapat ruang pori-pori-pori-pori yang dapat diisi oleh air dan udara sekaligus. Struktur tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, memperbaiki peredaran air, udara dan panas, serta mudah tidaknya akar menembus tanah lebih dalam (Hansen dkk, 1992).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik pada umumnya ditemukan di atas permukaan tanah, jumlahnya tidak besar, sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap sifat-sifat tanah. Dapat dilihat bahwa bahan organik dapat berfungsi sebagai granulator memperbaiki srtuktur tanah, sebagai sumber unsur hara N, P, S, meningkatkan nilai KTK tanah yang merupakan sumber energi bagi mikroorganisme tanah dan menambah kemampuan tanah menahan air (Hardjowigeno, 1992).

Menurut Sanchez (1992), beberapa keuntungan bahan organik tanah adalah sebagai berikut.

1. Menyediakan sebagian besar nitrogen dan belerang serta setengah dari posfor yang diserap oleh tanaman yang tidak diberi pupuk.

2. Bahan organik menyediakan sebagian besar daya tukar kation tanah lapuk yang asam.

(3)

3. Bahan organik membantu pengagregatan tanah dengan demikian memperbaiki sifat fisik tanah dan mengurangi kerentanan terhadap pengikisan pada tanah berpasir.

4. Bahan organik mengubah sifat menambat air, terutama pada tanah berpasir. 5. Bahan organik dapat membentuk gabungan dengan unsur hara mikro yang

mencegah pencucian unsur tersebut

Untuk menghitung nilai kadar bahan organik rumus yang digunakan adalah : Bahan organik (%) = % C-organik x 1,724 ... (1) Faktor 1,724 adalah asumsi yang digunakan bahwa bahan organik mengandung 58% karbon. Beberapa studi menunjukkan bahwa kadar C-organik dalam bahan organik cukup bervariasi di dalam tanah (Mukhlis, 2007).

Kriteria bahan organik tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria bahan organik tanah

Bahan Organik (%) Kriteria

Sangat rendah < 1,00 Rendah 1,00-2,00 Sedang 2,10-4,20 Tinggi 4,30-6,00 Sangat tinggi >6,00 (Puslittanak, 2005)

Kerapatan masssa tanah (Bulk Density)

Berat jenis tanah (bulk density) adalah massa tanah kering yang mengisi ruangan di dalam lapisan tanah. Berat jenis tanah dengan demikian merupakan massa per satuan tanah kering. Volume tersebut dalam hal ini mewakili ruangan dalam tanah yang terisi butir-butir tanah. Dalam sistem matrik, massa dan berat tanah di permukaan bumi secara numerik dapat dianggap sebanding. Dalam hal ini, massa dari berat tanah ditunjukkan dalam unit satuan gram, sementara volume

(4)

air yang terkandung dalam tanah ditunjukkan dalam unit satuan cm3. Besarnya angka berat jenis tanah bervariasi dari 0,5 pada lapisan tanah remah sampai 1,8 pada tanah pasir padat. Tanah dibawah tegakan hutan umumnya mempunyai nilai berat jenis tanah antara 0,9 dan 1,3 (Asdak, 2007).

Kerapatan massa tanah (bulk density) menyatakan berat volume tanah, dimana seluruh ruang tanah diduduki butir padat dan pori yang masuk dalam perhitungan. Berat volume dinyatakan dalam massa suatu kesatuan volume tanah kering. Volume yang dimaksudkan adalah menyangkut benda padat dan pori yang terkandung di dalam tanah. Bulk density dipengaruhi oleh padatan tanah, pori-pori tanah, struktur, tekstur, ketersediaan bahan organik, serta pengolahan tanah sehingga dapat dengan cepat berubah akibat pengolahan tanah dan praktek budidaya (Hardjowigeno, 2003).

Tanah lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar daripada tanah mineral yang bagian atasnya mempunyai kandungan bulk density yang lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density di lapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 - 1,6 gr/cm3. Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih ringan, misalnya dapat mencapai 0,1 - 0,9gr/cm3 pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan air drainase dan lain-lain. Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaan (Hardjowigeno, 2003).

(5)

Kerapatan massa tanah menunjukkan perbandingan berat tanah terhadap volume total (udara, air, dan padatan) yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

ρ

b

=

Ms

Vt

...(2)

di mana :

ρ

b

= kerapatan massa tanah (gr/cm

3) Ms = massa tanah (gr)

Vt = volume total (cm3) (Hillel, 1981).

Bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle density tanah sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan

partikel density berbanding lurus dengan bulk density, namun apabila tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi maka partikel density dan bulk density akan rendah. Dapat dikatakan bahwa particle density berbanding terbalik dengan kadar air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam menyerap air tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih mudah memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah, 2005).

Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density)

Kerapatan butir tanah menyatakan berat butir-butir padat tanah yang terkandung di dalam tanah. Menghitung kerapatan butir tanah, berarti menentukan kerapatan partikel tanah dimana pertimbangan hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh karena itu, kerapatan partikel setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 gr/cm3. Kandungan bahan

(6)

organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah, akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari subsoil. Walau demikian kerapatan butir tanah tidak berbeda banyak pada tanah yang berbeda, jika tidak, akan terdapat suatu variasi yang harus mempertimbangkan kandungan tanah organik atau komposisi mineral (Foth, 1984).

Kerapatan partikel tanah (particle density) secara numerik sebanding dengan spesific gravity dari partikel tanah. Kerapatan partikel tanah selalu lebih besar daripada berat jenis tanah kecuali ketika porositas tanah adalah 0. Kebanyakan partikel-partikel tanah mempunyai kerapatan kurang lebih 2,6 gr/cm3 (Asdak, 2007).

Kerapatan partikel tanah menunjukkan perbandingan antara massa tanah kering terhadap volume tanah kering dengan persamaan:

ρ

s

=

Ms

Vs

...(3)

di mana :

ρ

s= kerapatan partikel (gr/cm3) Vs= volume tanah (cm3) (Hillel, 1981).

Porositas Tanah

Porositas tanah adalah kemampuan tanah dalam menyerap air. Porositas tanah erat kaitannya dengan tingkat kepadatan tanah (bulk density). Semakin padat tanah berarti semakin sulit untuk menyerap air, maka porositas semakin kecil. Sebaliknya semakin mudah tanah menyerap air maka tanah tersebut memiliki porositas yang besar. Tinggi rendahnya porositas suatu tanah ini sangat berguna

(7)

dalam menentukan tanaman yang cocok untuk tanaman tersebut (Hakim dkk., 1986).

Total ruang pori adalah volume pada ruang tanah yang diisi oleh air dan udara. Persentase dari total ruang pori disebut porositas. Untuk mengetahui porositas, tanah ditempatkan pada oven sampai tanah kering udara, kemudian ditimbang beratnya. Perbedaan berat sampel dengan berat tanah sesudah diovenkan menjadi ruang pori tanah. Ruang pori tanah yang tinggi akan membuat permeabilitas tanah yang tinggi juga, oleh karena itu maka tanah tersebut akan meloloskan air dengan cepat (Foth, 1984).

Porositas menunjukkan indeks dari volume pori relatif dalam tanah. Nilai porositas umumnya berkisar antara 0,3 – 0,6 (30 – 60 %). Porositas juga berhubungan dengan kerapatan massa tanah (bulk density) sesuai dengan persamaan sebagai berikut:

f = (1 −ρρb

s) 100 %...(4)

di mana : f= porositas (%)

ρ

b= kerapatan massa tanah (g/cm3)

ρ

s= kerapatan partikel tanah (g/cm3)

(Hillel, 1981).

Distribusi Air Tanah

Perbedaan potensi kelembaban total dan kemiringan antara dua titik/lokasi dalam lapisan tanah dapat menyebabkan gerakan air dalam tanah. Air bergerak dari tempat dengan potensi kelembaban tinggi ke tempat dengan potensi kelembaban yang lebih rendah. Selanjutnya air akan bergerak mengikuti lapisan

(8)

(lempengan) formasi geologi sesuai dengan arah kemiringan lapisan formasi geologi tersebut. Kelembaban tanah tidak selalu mengakibatkan gerakan air dari tempat basah ke tempat kering. Air dapat bergerak dari tempat kering ke daerah basah seperti terjadi pada proses perkolasi air tanah. Karena pengaruh energi panas matahari, air juga dapat bergerak ke arah permukaan tanah, sampai tiba gilirannya menguap ke udara (proses evaporasi) (Asdak, 2007).

Air yang berasal dari sistem irigasi diterima di permukaan tanah, pergerakannya akan mendekati teori gerakan jenuh, yang biasa terjadi di dalam tanah. Air akan memasuki tanah, mula-mula menggantikan udara yang terdapat di dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Air akan bergerak ke bawah melalui proses gerakan jenuh dibantu oleh potensial air dan tidak ada penghalang selama air bergerak ke bawah (Sumarna, 1998).

Air itu sendiri di dalam tanaman berada dalam keadaan aliran yang kontinyu. Selama pertumbuhannya tanaman terus-menerus mengabsorpsi air dari tanah dan mengeluarkan pada saat transpirasi. Ketersediaan air secara langsung mempengaruhi proses fisiologi yang terjadi di dalam sel-sel tanaman. Adanya defisit air walaupun ringan dapat menghambat proses fisiologi tersebut, sehingga laju pertumbuhan di bawah normal. Defisit air yang terus menerus dapat menyebabkan kelayuan pada tanaman yang tidak dapat balik (irreversible) dan mengakibatkan kematian. Akar tanaman akan tumbuh lebih baik pada tanah yang lembab daripada di tanah yang kering, kadangkala akar tanaman tidak dapat menembus tanah yang kering. Penambahan debit air dan lamanya pemberian air akan semakin memperluas daerah/volume tanah yang basah. Kecepatan pembasahan tanah itu sendiri tergantung kepada jumlah air yang diberikan,

(9)

kemampuan infiltrasi dari pemukaan tanah, daya hantar dari horizon-horizon tanah dan jumlah air yang akan ditahan/diikat oleh profil tanah. Setiap jenis tanah mempunyai pola pembasahan yang berbeda, tergantung kepada teksturnya. Pada tanah yang banyak mengandung pasir cenderung terbentuknya pola infiltrasi yang memanjang ke arah vertikal, sedangkan pada tanah yang banyak mengandung tanah liat, pola infiltrasi akan melebar ke arah horizontal (Sumarna, 1998).

Kadar Air Tanah

Kadar air tanah menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan massa air terhadap massa tanah kering atau perbandingan volume air terhadap volume tanah total. Dimensi kadar air tanah dapat dinyatakan persentase dari massa tanah (basis kering) atau persentase volume (volumetrik) (Hillel, 1981).

Kadar air tanah dipengaruhi oleh kadar bahan organik tanah dan kedalaman solum, makin tinggi kadar bahan organik tanah akan makin tinggi kadar air, serta makin dalam kedalaman solum tanah maka kadar air juga semakin tinggi (Hanafiah, 2005).

Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tanaman pada volume tanah tertentu. Cara penetapan kadar air dapat dilakukan dengan sejumlah tanah basah dikering ovenkan dalam oven pada suhu 1000 C – 1100 C untuk waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang terkandung dalam tanah tersebut. Air irigasi yang memasuki tanah mula-mula menggantikan

(10)

udara yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Jumlah air yang bergerak melalui tanah berkaitan dengan ukuran pori-pori pada tanah. Air tambahan berikutnya akan bergerak ke bawah melalui proses penggerakan air jenuh. Penggerakan air tidak hanya terjadi secara vertikal tetapi juga horizontal. Gaya gravitasi tidak berpengaruh terhadap penggerakan horizontal (Hakim, dkk, 1986).

Metode untuk mengukur kadar air tanah basis kering secara tradisional ialah secara gravimetrik, yaitu dengan mengeringkan tanah yang di ambil dari lapangan setelah ditimbang terlebih dahulu. Kemudian dikeringkan ke dalam oven dengan suhu 1050C hingga beratnya konstan. Lama pengeringan tergantung pada jenis tanahnya namun sebagai acuan biasanya 24 jam. Setelah tanah dikeringkan kemudian ditimbang kembali dan dihitung kadar air basis kering (Wmd) sebagai berikut:

𝑊𝑚𝑑 =𝐵𝑇𝐴−𝐵𝑇𝐾𝑂𝐵𝑇𝐾𝑂 × 100% ……….(5)

Dimana:

BTA = Berat tanah awal (gram)

BTKO = Berat tanah kering oven (gram)

Kadar air volumetrik dapat dihitung dengan persamaan:

∅ = ρb

ρw× Wmd………(6)

Dimana:

∅ = kadar air volumetrik (%)

ρb = kerapatan massa tanah(gram/cm3)

(11)

(Hillel, 1981).

Kapasitas Lapang

Air kapasitas lapang merupakan kapasitas dimana air oleh gaya gravitasi dengan daya ikat air oleh tanah sama besarnya. Konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan sejumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman. Sebagai contoh, kapasitas lapang diukur 2 hari setelah kejadian hujan. Apabila air gravitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas lapang (field capacity). Air kapasitas lapang merupakan kapasitas dimana air oleh gaya gravitasi dengan daya ikat air oleh tanah sama besarnya. Kapasitas lapang dapat diukur dengan menghitung kadar kelembaban tanah sesudah suatu pemberian air yang cukup besar untuk menjamin pembasahan yang merata pada tanah yang akan diperiksa. Dengan mengamati pengurangan kelembaban tanah dengan menentukan kelembaban pada waktu yang berbeda-beda sesudah pemberian air sangat berguna dalam memahami dan menginterpretasikan secara tepat karakteristik kapasitas lapang tanah. Namun demikian, tanah haruslah dikeringkan secara baik sebelum penentuan lapangan yang dapat dipercaya dapat dilakukan dengan cara ini. Konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan sejumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman. Sebagai contoh, kapasitas lapang diukur 2 hari setelah kejadian hujan (Hansen dkk, 1992).

Kapasitas lapang merupakan batas atas jumlah air dalam tanah dimana tanaman dapat mengambilnya. Jika jumlah air dalam tanah lebih tinggi daripada jumlah air pada kapasitas lapang, tanaman tidak dapat mengambilnya karena

(12)

terjadi penggenangan air. Kapasitas lapang dapat ditentukan di laboratorium dengan penggunaan panci bertekanan (pressure cooker) dengan mengatur tekanan panci pada 1/10 atmosfer. Kapasitas lapang juga dapat ditentukan di lapangan setelah basah oleh hujan atau air irigasi, menutup sebagian kecil areal untuk mencegah evaporasi, dan menentukan kandungan kelembaban setelah drainase terjadi. Kandungan kelembaban merupakan kandungan air pada kapasitas lapang (Soesila dan Poerwanto, 2013).

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi tanaman, yaitu air yang digunakan tanaman untuk transpirasi, pertumbuhan dan yang dievaporasikan dari tanah sekitar dan dari air hujan yang diterima oleh tajuk. Air mempunyai beberapa peran penting dalam pertumbuhan tanaman, yaitu: (1) bahan untuk fotosintesis dan berbagai reaksi lainnya, (2) sebagai bagian dari struktur tanaman, (3) sarana untuk pengangkutan hara, dan (4) sebagai bahan transpirasi sehingga mendinginkan daun dan membuka stomata agar pertukaran gas fotosintesa berlangsung dengan baik. Kebutuhan air diekspresikan dalam mm/hari (Soesila dan Poerwanto, 2013).

Absorbsi air oleh tanaman berubah sesuai dengan perkembangan tanaman. Pada awal pertumbuhan karena permukaan transpirasi kecil, maka absorbsi air oleh tanaman rendah. Absorbsi air tanaman akan meningkat dengan berkembangnya tanaman dan akan mencapai maksimum pada saat indeks luas daun maksimum yaitu pada fase tengah pertumbuhan saat tanaman mulai menghasilkan bunga dan buah. Selanjutnya, dengan gugurnya daun tua yaitu pada

(13)

fase akhir pertumbuhan, maka indeks luas daun akan turun diikuti dengan penurunan kebutuhan air (Islami dan Utomo, 1995)

Evapotranspirasi merupakan faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana pengairan bagi lahan-lahan pertanian dan merupakan proses yang penting dalam siklus hidrologi. Evapotranspirasi dapat dihitung dengan persamaan Blaney-Criddle, yaitu :

𝑈 =K.P(45,7t+813)100 … … … . (3)

𝐾 = 𝐾𝑡 × 𝐾𝑐 ……… (8)

………... (9) dimana:

U = evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan) Kt = koefisian suhu

Kc = koefisien tanaman (cabai)

P= persentase jam siang Lintang Utara (%) t = suhu rata-rata bulanan (°C)

(Kartasapoetra, dkk., 1994).

Menurut Triatmodjo (2008) dalam Bunganaen (2009), cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada persamaan (10).

(14)

Ep = k x E ………... (10) dimana :

E = evaporasi dari badan air (mm/hari) k = koefisien panci (0,7)

Ep = evaporasi dari panci (mm/hari)

Koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7.

Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran di lapangan atau dengan rumus-rumus empirik. Untuk keperluan perhitungan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Et0) yaitu evapotranspirasi terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Ep dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

ET = kc x Ep……… (11) dimana :

ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Ep= Evaporasi tetapan / tanaman acuan(mm/hari) Kc = Koefisien tanaman

(Limantara, 2010).

Jenis Tanah

Tanah yang ideal bagi pertumbuhan tanaman cabai adalah tanah yang memiliki sifat fisik gembur, remah, dan memiliki drainase yang baik. Jenis tanah yang memiliki karakteristik tersebut antara lain adalah tanah dengan tekstur

(15)

lempung berpasir, liat berpasir, lempung liat berpasir, dan lempung berdebu, atau tanah andosol, regosol, dan latosol (Pitojo, 2003).

Andosol

Andosol memiliki porositas, permeabilitas dan stabilitas agregat yang tinggi. Umumnya berkapasitas penyimpan air yang tinggi dan kaya akan unsur hara jika tidak tercuci berat. Kadar C-organik cenderung lebih tinggi dan bobot isi yang rendah dan tidak ada/jarang terjadi keracunan Al. memiliki permasalahan keteknikan, karena kerapuhan batu apung dan batas cair dapat dicapai sebelum batas plastis. Mineral sekunder non-kristalin dan sedikit mengkristal mempengaruhi sifat fisika tanah Andosol. Alofan, Imogolit, Ferrihidrit, dan humus membentuk struktur tanah yang stabil dan teragregasi tinggi yang memiliki banyak pori mikro, meso dan makro. Stuktur yang sangat porous memegang sejumlah besar air higroskopis dan air tersedia bagi tanaman. Stuktur porous ini juga menyebabkan tingginya konduktivitas hidraulik tanah dan merupakan alasan untuk rendahnya bulk density tanah (Mukhlis, dkk., 2011).

Kebanyakan Andosol memiliki bulk density ≤ 0,90 g/cm3 pada retensi air 33 kPa. Ringannya tanah ini sebagian disebabkan oleh tingginya kadar bahan organik dan rendahnya particel density yaitu 1,4 sampai 1,8 g/cm3. Particel density alofan hamper sama dengan mineral liat filosilikat lainnya, jadi alofan sendiri bukan alasan untuk rendahnya bulk density tanah Andosol. Akumulasi sejumlah besar humus membuat agregat yang sangat porous, juga merupakan salah satu alasan penyebab rendahnya bulk density tanah Andosol. Rendahnya

(16)

berkembang baik dari mineral non kristalin. Tanah Andosol selalu mengakumulasi bahan organik dalam jumlah besar yang senantiasa mengandung nitrogen organik. Oleh sebab itu tanah abu vulkanik dapat mensuplai sejumlah besar N-mineral ke tanaman. Posfor selalu menjadi pembatas pertumbuhan tanaman di Andosol karena suplainya selalu rendah. Unsur P diserap kuat oleh bahan aluminium dan besi non kristalin menjadi tidak tersedia untuk tanaman. Kadar kalium total di dalam abu vulkanik segar berkisar 0,5% sampai 4,0% K2O. Umumnya terjadi defisiensi Cu, Zn dan Co (Mukhlis, dkk., 2011).

Secara umum sifat-sifat fisika tanah Andosol adalah memiliki berat isi yang rendah, kandungan air pada 15 bar yang tinggi, dan kandungan air tinggi, ketersediaan air bagi tanaman sedang sampai rendah, memiliki batas mencair yang tinggi dan indeks plastisitas yang rendah, tanah ini sulit didispersi setelah terjadi perubahan yang irreversible pada semua sifat-sifat tersebut apabila telah dikeringkan. Berat isi tanah Andosol selain ditentukan oleh kandungan mineral alofan didalamnya, tetapi juga berhubungan erat dengan bahan organik. Tanah Andosol memiliki struktur yang berongga. Struktur yang berongga inilah yang akhirnya menjadi tempat bagi akar untuk tumbuh dengan sangat ideal. Kandungan C-organik tanah Andosol yang dijumpai di Indonesia bervariasi dari 1,24% sampai 22,46%. Berat isi tanah Andosol di Indonesia sangat bervariasi, yaitu berkisar dari 0,37 sampai 0,9 g cm-3. Rendahnya berat isi tanah Andosol ini tidak

terlepas dari pengaruh kandungan mineral amorf yang dominan (Sukarman dan Dariah, 2014).

(17)

Tanaman Cabai Rawit

Menurut Rukmana (2002), kedudukan tanaman cabai rawit dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyte (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Subkelas : Metachlamidae

Ordo :Tubiflorae

Famili : Solanaceae Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutescens Linn.

Tanaman cabai sudah diperkirakan ada sekitar 20 spesies yang sebagian besarnya tumbuh di tempat asalnya, Amerika. Diantanya yang sudah akrab didengar adalah cabai besar (C. annuum), cabai kecil (C.frutescens), C. baccatum, C. pubescens, dan C.chinense. Cabai kecil (C. frutescens) sering mendapat sebutan cabai rawit. Tinggi tanaman cabai kecil pada umumnya dapat mencapai 150 cm. Tangkai daunnya hanya separuh panjang tangkai daun cabai besar. Daunnya pun lebih pendek dan lebih sempit. Posisi bunganya tegak dengan panjang tangkai bunganya hampir sepanjang cabai besar. Bentuk buahnya kecil memanjang dengan warna biji umumnya kuning kecokelatan (Setiadi, 2004).

Menurut Rukmana (2002), jenis cabai rawit yang sering ditanam adalah cabai kecil, cabai hijau, dan cabai putih. Cabai kecil memiliki karakteristik ukuran

(18)

buah kecil, panjang 2-2,5 cm, lebar 5 mm, serta berat 0,65 g/buah. Pada saat masih muda, buah berwarna hijau dan pada saat masak berubah menjadi merah. Cabai hijau memiliki panjang 3-3,5 cm, lebar 11 mm, serta berat 1,4 g/buah. Pada waktu masih muda, buah berwarna hijau dan berubah menjadi merah pada saat matang. Rasa buah pedas, tetapi masih kurang pedas jika dibandingkan dengan cabai kecil dan cabai putih. Potensi hasilnya 600 gram per tanaman atau 12 ton per hektar. Rasa buahnya pedas.

Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan pada setiap jenis tanah baik pada tanah ringan sampai tanah berat dan dapat di tanam di dataran rendah (suhu tinggi) maupun dataran tinggi (suhu rendah) sampai pada ketinggian 1.400 meter dpl, tetapi pertumbuhannya di dataran rendah lebih cepat (Prosea dan Balithor, 1995).

Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi cabai rawit adalah suhu udara, sinar matahari, kelembapan, curah hujan, dan tipe iklim. Tanaman cabai rawit dapat tumbuh optimal pada daerah yang mempunyai kisaran suhu antara 180C – 270C. Pertumbuhan dan pembungaan cabai rawit membutuhkan suhu udara antara 210 C – 270C dan suhu untuk pembuahan antara 15,50C – 210C. bila suhu udara di malam hari dibawah 160C dan siang hari diatas 320C, proses pembungaan dan pembuahan tanaman cabai rawit akan mengalami kegagalan (Rukmana, 2002).

Cabai memerlukan tanah yang gembur, berstruktur remah, bebas gulma, dan mengandung cukup air serta unsur hara. Tingkat kemasaman (pH) tanah 5,5-6,8. Air diperlukan sejak awal pertumbuhan sampai masa pembentukan bunga dan

(19)

buah. Jika terjadi kekeringan pada masa pembentukan vegetatif, tanaman akan mengalami kelambatan pertumbuhan. Jika kekeringan terjadi pada saat pembentukan bunga dan buah, produksi akan menurun bahkan tidak dapat panen (Santika,1999).

Nisbah evapotranspirasi maksimum terhadap evapotranspirasi potensial (ETm/Eto) atau faktor tanaman (kc) pada tanaman cabai yang dikutip dari Doorenbos dan Kassam (1988) dalam Kurnia (2004) bahwa nilai kc pada fase pertumbuhan awal 0,3-0,4 fase pertumbuhan vegetatif 0,6-0,75 fase pembungaan 0,95-1,1 fase pembuahan 0,85-1 dan pada saat pemasakan 0,8-0,9 sehingga rata-rata kc tanaman cabai ialah sebesar 0,7-0,8.

Fase pertumbuhan tanaman cabai mulai dari fase vegetatif sampai pada fase pembuahan yang dikutip dari Badan Litbang Pertanian (2011) bahwa pada fase pertumbuhan vegetatif berlangsung selama 30-40 hari setelah tanam, fase berbunga selama 45-60 hari setelah tanam, dan fase berbuah selama 70-90 hari setelah tanam.

Menurut Sumarna (1998) tanaman cabai merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap kelebihan ataupun kekurangan air. Jika tanah telah menjadi kering dengan kadar air di bawah limit, maka tanaman akan kurang mengabsorpsi air sehingga menjadi layu dan lama kelamaan akan mati. Demikian pula sebaliknya, ternyata pada tanah yang banyak mengandung air akan menyebabkan aerasi tanah menjadi buruk dan tidak menguntungkan bagi pertumbuhan akar, akibatnya pertumbuhan tanaman akan kurus dan kerdil.

(20)

Untuk fase vegetatif rata-rata dibutuhkan air pengairan sekitar 200 ml/hari/tanaman, sedangkan untuk fase generatif sekitar 400 ml/hari/tanaman. Kelembaban tanah yang ideal untuk pertumbuhan dan produksi cabai berkisar antara 60%-80% kapasitas lapang. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan panjang akar, jumlah bunga, dan hasil bobot buah cabai. Mengenai kondisi air di dalam tanah dalam hal ini kelembaban tanah yaitu tingkat kelembaban tanah ideal untuk pertumbuhan dan hasil tanaman cabai pada jenis tanah Andosol dan Latosol berkisar antara 60-80%. Pada tingkat kelembaban tanah yang rendah (< 40 %) ataupun pada kelembaban tanah yang terlampau tinggi (mendekati 100%), tanaman cabai tidak dapat berproduksi dengan baik (Sumarna, 1998).

Pengaruh kelembaban tanah terhadap produktivitas cabai dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Kelembaban Tanah terhadap Hasil Cabai (Lembang, 1993) Kelembaban

Tanah (%)

Panjang Akar (cm)

Jumlah Bunga Bobot Buah

(g/tanaman) 100 14,1 53,0 141,85 80 50,9 72,8 274,23 60 49,6 59,3 194,73 40 45,4 48,3 163,39 20 4,7 5,7 3,75 (Santika,1999). Berat Buah

Tanaman cabai rawit adalah tanaman yang tinggi dengan percabangan samping yang aktif dan produktif. Berbuah serentak dan dipanen pada umur 70 HST atau 105 HSS. Buah tegak dan mudah dipanen, ukuran buah panjang 33 mm, garis tengah 7-8 mm, bobot 83 gram/108 buah merah. Buah muda hijau mengkilap yang masak merah mengkilap dan pedas. Pada cabai rawit, panen dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan. Tanaman cabai rawit ini adalah

(21)

tanaman yang dapat dipanen satu tahun lebih, kadang-kadang sampai 2 tahun. Oleh karena itu, hasil ton per hektarnya dapat mencapai 10-20 ton per tahun (Prosea Indonesia dan Balithor Lembang, 1995).

Berat Kering Tanaman

Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya dikeringkan pada oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 600C hingga 800C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada tempertaur ± 700C selama 48 jam (Mukhlis, 2007).

Gambar

Tabel 2. Pengaruh Kelembaban Tanah terhadap Hasil Cabai (Lembang, 1993)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membuat DEM dengan ketelitian spasial 10m (ukuran pixel 10m x 10m) dengan cara re-interpolasi data ketinggian.Input data yang digunakan

Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210,

Dari uraian diatas penulis melihat adanya permasalahan yang perlu dikaji, yaitu keterkaitan antara pemeriksaan intern, dengan sejumlah temuan yang kemungkinan atau dapat

Terbanggi Besar 3.P .D.13 Pembangunan Jalan ruas jalan Gedung Sari Ds.2 Kec.. Anak Ratu Aji 4.P .D.13 Pembangunan Jalan ruas jalan Sumber Katon Dsn

Berdasarkan kekurangan metode EPQ, penelitian ini melakukan pengembangan model yang membahas sistem produksi tidak sempurna akibat masalah deteriorasi dan kesalahan

Menurut Van Tiel (2011: 34) ada beberapa jenis speech delay, antara lain: 1) Speech and Language Expressive Disorder yaitu anak mengalami gangguan pada ekspresi

Primananda, Djanali, dan Shiddiqi — Analisa Kualitas Layanan Sistem Komunikasi Tetra Pada Kereta Api Indonesia akan dianalisis juga mengenai Quality of Service (QoS) yang

Sebanyak enam virus yang berhasil dianalisis menunjukkan bahwa hasil analisis genetika pada gen HA1 memperlihatkan bahwa virus AI tahun 2009 mempunyai mutasi asam amino yang