1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002). Hampir sebagian besar ibukota Provinsi Indonesia terletak di wilayah pantai, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar.
Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota di dunia dengan penduduk lebih dari 2,5 juta jiwa terdapat di wilayah pantai (UNESCO, 1993; Edgern, 1993 dalam Kay dan Alder, 1999). Keadaan serupa juga terjadi di Indonesia, yang mengakibatkan hampir 60% jumlah penduduk di kota-kota besar (seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan dan Makassar) menyebar di kawasan pantai (Dahuri, dkk. 2001).
Pemusatan penduduk, kegiatan pariwisata dan industrialisasi serta aktivitas pelabuhan di kota pantai merupakan sumber pencemaran perairan pantai. Aktivitas-aktivitas ini menghasilkan limbah yang baik secara langsung maupun tidak langsung sering menganggu kehidupan di perairan pantai. Dampak negatif pencemaran tidak hanya dapat menimbulkan kerugian ekonomis dan ekologis berupa penurunan produktivitas hayati perairan, kematian ikan dan biota laut lainnya, kerusakan atau penurunan nilai estetika, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan bahkan kematian manusia yang memanfaatkan perairan pantai kota atau manusia yang mengkonsumsi biota laut di dalamnya.
Pendapat yang menyatakan bahwa laut sebagai “tempat sampah” yang mampu menguraikan dan melarutkan bahan-bahan yang dibuang ke dalamnya menyebabkan banyak limbah dibuang ke laut. Pendapat ini perlu diluruskan mengingat sebagai suatu sistem, laut memiliki keterbatasan dalam kemampuan menampung dan mengurai (carrying capacity) limbah, seharusnya laut merupakan ”halaman rumah kita” yang harus dijaga kebersihannya. Kemampuan perairan pantai dalam menampung dan mengurai limbah yang terbatas dapat menimbulkan penumpukan limbah yang lambat laun menimbulkan pencemaran perairan pantai.
Meningkatnya perkembangan pembangunan industri dan pariwisata pada kota pantai di Indonesia menimbukan urbanisasi. Pertumbuhan penduduk akibat perkembangan kota ini membutuhkan sarana penunjang seperti perumahan, perkantoran, hotel, rumah peribadatan, restoran dan lain-lain. Aktifitas sarana ini menghasilkan limbah organik dan anorganik yang akhirnya memberi tekanan terhadap perairan pantai kota itu berada.
Menurut Agenda 21, makin tingginya jumlah penduduk di wilayah perkotaan akibat urbanisasi, mengakibatkan limbah padat dan cair semakin meningkat. Kontribusi pencemar organik di berbagai sungai oleh limbah cair yang berasal dari manusia telah mencapai 50% sampai 75% dari limbah cair total.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa perairan kota pantai di Indonesia telah mengalami pencemaran yang menimbulkan kerugian baik secara moril maupun materil. Pada tahun 1997 perairan pantai Kota Jakarta telah mengalami pencemaran bahan organik (BOD5), nitrat, fosfat, Pb dan Zn (Anna,
1999), dan pada tahun 2005 pencemaran di perairan pantai Jakarta semakin meningkat nampak dari tingginya nilai BOD5, amonia, nitrit, nitrat, fosfat, Pb, Cd
dan Cr (Riani dkk., 2005). Demikian pula dengan perairan pantai Kotamadya Semarang, telah mengalami pencemaran bahan organik dan anorganik (Sulardiono, 1997). Perairan pantai Kota Makassar mengalami peningkatan kekeruhan, kadar nitrat dan fosfat serta kandungan bahan organik akibat penutupan salah satu aliran Sungai Jeneberang (Samawi, 2001). Bapedalda Makassar (2003) melaporkan bahwa perairan pantai Kota Makassar juga telah mengalami pencemaran bahan organik, hara nitrogen dan fosfat serta logam Pb (BAPEDALDA, 2003).
Beban pencemaran merupakan salah satu penyebab menurunnya biomassa dan keanekaragaman perairan laut (Duda, 2006). Pencemaran terhadap perairan pantai menghasilkan nilai ekonomi yang rendah dan biaya sosial yang cukup tinggi yang pada akhirnya mengakibatkan skor ekonomi yang rendah (Anna, 2003). Sejalan pernyataan tersebut Islam dan Tanaka (2004) menyatakan bahwa pencemaran pantai dan laut telah menjadi penyebab utama perubahan struktur dan fungsi dari fitoplankton, zooplankton, bentos dan komunitas ikan pada area yang luas, termasuk dampak terhadap kesehatan masyarakat, khususnya pada perikanan dan penggunaan komersil habitat pantai dan laut. Penelitian–penelitian tersebut telah membuktikan pencemaran pantai
perlu segera ditangani secara serius dan sistematik agar tidak meluas dan semakin parah di kemudian hari.
Kota Makassar sebagai kota pantai perlu segera melakukan upaya untuk mengendalikan pencemaran perairan pantai. Mengingat pertumbuhan penduduk sebesar 1,53% per tahun dan pertumbuhan industri merupakan faktor penting penyebab terjadinya pencemaran. Pertumbuhan tersebut diikuti pula oleh pertumbuhan sektor lain sebagai pendukung, seperti: pertokoan, restoran, rumah sakit, perhotelan dan pedagang kaki lima.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan Kota Makassar berkelanjutan diperlukan upaya untuk menyeimbangkan dimensi sosial-ekonomi-budaya, dimensi lingkungan, dimensi sosial politik dan dimensi hukum kelembagaan (Dahuri, dkk. 2001) dalam setiap kegiatan pembangunan. Pemerintah Kota Makassar untuk menjaga kelestarian lingkungan perairan pantai sebagai indikator terlaksananya pembangunan berkelanjutan telah melakukan upaya pencegahan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No. 14 tahun 1999 tentang larangan membuang sampah ke perairan pantai. Kegiatan penyadaran terhadap masyarakat telah dilakukan melalui pemasangan spanduk dan papan iklan pada lokasi strategis di Kota Makassar. Kegiatan aksi bersih pantai (clean up the world), pembersihan drainase (kanal), dan program kali bersih (Prokasih). Upaya meningkatkan kualitas lingkungan ini telah dilakukan oleh berbagai pihak seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Namun hasil yang diharapkan belum maksimal dan masih saja terjadi pencemaran terhadap perairan pantai.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum optimalnya penyelesaian masalah pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Limbah kota umumnya bersumber dari berbagai aktifitas pembangunan di daratan. Oleh karena perlu dikaji melalui pendekatan sistem dengan melibatkan berbagai faktor yang berpengaruh, sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu strategi pengendalian yang menyeluruh dan dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak utamanya pemerintah daerah Kota Makassar.
Berdasarkan penjelasan tentang keterkaitan antara kegiatan pembangunan pada kota pantai dan ekosistem perairan pantai serta upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan. Perlu dirumuskan suatu stategi pengendalian pencemaran perairan pantai kota yang sistematis untuk menekan beban pencemaran terhadap perairan pantai Kota Makassar di masa datang.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mendesain sistem pengendalian pencemaran perairan pantai dalam rangka pembangunan Kota Makassar berkelanjutan. Tujuan operasional dari penelitian adalah untuk:
1. Menentukan kondisi eksisting lingkungan perairan pantai Kota Makassar 2. Mendesain model sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota
Makassar.
3. Menyusun skenario pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar.
4. Merumuskan strategi dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar.
1.3. Kerangka Pemikiran
Kota Makassar sebagai kota pantai mempunyai upaya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dengan menetapkan visi pembangunan yaitu sebagai kota maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa yang berorientasi global berwawasan lingkungan dan paling bersahabat. Sebagai upaya mewujudkan visi tersebut, maka pemerintah Kota Makassar mengeluarkan kebijakan pengelolaan lingkungan. Salah satunya terkait dengan upaya pengendalian pencemaran pantai.
Kota Makassar memiliki banyak faktor penunjang secara finansial dan kemudahan. Hal ini menyebabkan peningkatan pertumbuhan penduduk, industri dan pelayanan jasa. Pesatnya perkembangan penduduk, industri dan jasa menjadi sumber limbah cair perkotaan. Limbah ini masuk ke perairan pantai kota Makassar melalui sistem drainase kota berupa sungai dan kanal.
Limbah yang masuk ke perairan pantai mengakibatkan perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi perairan. Perubahan tersebut lambat laun akan mengganggu kestabilan ekosistem. Terganggunya kestabilan ekosistem pantai dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran perairan pantai.
Pengetahuan tentang karakteristik daerah aliran beban limbah dalam bentuk tipologi menjadi sangat penting. Mengingat perbedaan tipologi ini akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas beban limbah yang masuk ke perairan pantai. Upaya mengendalikan pencemaran yang dilakukan akan lebih efektif dan tepat pada sasaran.
Upaya mengendalikan pencemaran pantai merupakan suatu masalah yang kompleks, ditambah lagi komponen dan stakeholder terkait didalamnya. Metode yang efektif tanpa mengganggu sistem yang sudah berjalan mutlak diperlukan. Metode pendekatan sistem merupakan metode yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah pencemaran pantai kota.
Metode pendekatan sistem memandang objek sebagai suatu sistem yang terdiri berbagai komponen yang saling terkait dan berinteraksi. Tahap pertama diawali dengan menganalisis kebutuhan seluruh stakeholder yang terkait. Selanjutnya memformulasi permasalahan yang dihadapi oleh seluruh stakeholder. Hasil identifikasi faktor-faktor dalam sistem yang dikaji dan digambarkan dalam bentuk diagram sebab akibat dan diagram black box.
Pemodelan terhadap sistem dilakukan untuk melihat perilaku sistem di masa depan. Pemodelan merupakan bentuk penyederhanan sistem pengendalian pencemaran yang begitu kompleks. Pemodelan dilakukan untuk melihat kecenderungan dari sistem yang ada untuk 10 tahun ke depan agar dapat dipertimbangkan dalam merumuskan strategi.
Faktor-faktor yang dominan berpengaruh dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar ditentukan dengan metode prospektif. Metode ini didasarkan pada pilihan pakar (expert choice) yang mempunyai pengetahuan luas dan mendalam dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai. Pemilihan faktor-faktor dominan ditujukan untuk memfokuskan kajian pada faktor penting yang berpengaruh saja.
Penyusunan skenario untuk melihat fenomena yang akan terjadi di masa depan didasarkan pada hasil analisis prospektif dan pemodelan yang disimulasikan dengan program powersim. Hasil proses ini berupa pilihan rekomendasi yang kemudian dijabarkan dengan analisis morfologi untuk mendapatkan strategi yang diterapkan. Selanjutnya dengan bantuan pakar (expert judgment) ditentukan strategi yang dilaksanakan saat ini dan di masa depan. Kerangka pemikiran penelitian yang dibangun diperlihatkan pada Gambar 1.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam menerapkan cara berpikir sistematik sebagai metode penyelesaian berbagai masalah
pembangunan khususnya menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan perairan pantai kota. Selain itu juga sumbangan kepada pemerintah daerah sebagai masukan dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar.
VISI KOTA MAKASSAR
Kota Maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa yang berorientasi global berwawasan lingkungan dan paling bersahabat
Kebijakan pengelolaan lingk ngan pantai
Kondisi eksisting:
•
Kimia fisik dan biologiperairan pantai
•
Sosial , budaya, ekonomi•
Kelembagaan Kondisi eksisting Pemodelan sistem pengendalian pencemaran pantai kota Analisis tipologiStrategi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar
Tipologi
•
Analisis kebutuhan•
Formulasi masalah•
Identifikasi sistem•
Analisis dinamik Model sistem pengendalianpencemaran pantai kota
Analisis
P k if
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar melalui pendekatan sistem
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini merupakan upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Kompleksitas sistem yang dikaji dengan melibatkan banyak pihak (stakeholders), menyebabkan rumusan strategi pengendalian dilakukan dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem diharapkan dapat memberikan suatu keputusan yang operasional dan efektif sesuai tujuan yang diharapkan.
Kondisi eksisting lingkungan mencakup kondisi aliran beban limbah yang berasal dari Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, Kanal Panampu, Kanal Benteng, Kanal Haji Bau, Kanal Jongaya di Kota Makassar. Analisis tingkat pencemaran perairan pantai dilakukan terhadap perairan yang menerima beban limbah. Persepsi dan partisipasi masyarakat yang bermukim di sekitar aliran sungai dan kanal terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai.
Pendekatan sistem dikaji melalui tahapan analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model dan implementasi. Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem dilakukan menggunakan pendapat pakar (expert Judgment) dibantu dengan model sistem pengendalian yang terdiri dari submodel penduduk, submodel hotel dan submodel industri serta submodel IPAL. Indikator pencemaran dalam penelitian ini difokuskan pada kondisi kimia-fisik perairan pantai Kota Makassar
1.7. Novelty (Kebaruan)
Kebaruan dari penelitian ini adalah menghasilkan model sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Memberikan sumbangan pada ilmu pengetahuan untuk menjawab masalah global dalam hal degradasi perairan pantai kota.